Anda di halaman 1dari 8

TUGAS MIKROBIOLOGI

BLOK HEMATO IMMUNOLOGI

DISUSUN OLEH : AGUS HUSEIN DAULAY 219210027

PARAF

dr. JULI YOSA MEGA SIAHAAN, MKT

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
2019/2020
1. Sebutkan mekanisme pertahanan hospes dan sel-sel apa saja penyebabnya?
Sistem imun dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1. Sistem Imun Nonspesifik
Imunitas nonspesifik berupa komponen normal tubuh yang merupakan pertahanan
terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroba dan dapat memberikan respon
langsung. Selalu ditemukan pada individu sehat dan siap mencegah bahan asing masuk
tubuh dan dengan cepat menyingkirkannya. Disebut nonspesifik karena tidak menunjukan
spesifitas terhadap bahan asing dan mampu melindungi tubuh terhadap banyak patogen.
Sistem imun nonspesifik terdiri dari:
 Pertahanan fisik/mekanik
Kulit, selaput lendir, silia saluran pernapasan merupakan barier fisik yang sulit
untuk ditembus oleh sebagian besar zat yang dapat menginfeksi tubuh. Keratinosit dan
lapisan epidermis kulit sehat dan epitel mukosa yang utuh tidak dapat ditembus
kebanyakan mikroba.
 Pertahanan biokimia
Lisozim dan fosfolipase yang terdapat pada air mata dan saliva mampu melisiskan
lapisan peptidoglikan dinding bakteri. Asam lemak yang dilepaskan oleh kulit
mempunyai efek denaturasi terhadap protein membran sel sehingga dapat mencegah
infeksi yang dapat terjadi melalui kulit. Asam hidroklorida dalam lambung, enzim
proteolitik, antibodi dan empedu dalam usus halus membantu menciptakan lingkungan
yang dapat mencegah infeksi oleh mikroba.
 Pertahanan humoral
Sekali mikroorganisme dapat menembus barrier jaringan maka sistem imun
nonspesifik lainnya akan bekerja, antara lain adalah inflamasi akut. Sistem komplemen
merupakan suatu faktor pada mekanisme pertahanan humoral yang nonspesifik. Apabila
sistem komplemen teraktivasi maka akan meningkatkan permiabilitas pembuluh darah,
merangsang mobilisasi sel-sel fagosit dan mampu melisiskan atau melakukan opsonisasi
sel-sel bakteri. Laktoferin dan transferrin dapat menghambat pertumbuhan bakteri.
Interferon merupakan protein yang dapat menghambat replikasi dari virus di dalam sel
hospes dan mengaktifkan aktivitas sel NK (natural killer). Lisozim suatu enzim yang
dapat merusak dinding sel bakteri. Interleukin-1, selain bersifat sebagai antimikroba
juga dapat menginduksi demam dan merangsang produksi berbagai protein fase akut.
 Pertahanan seluler
Pertahanan seluler mempunyai fungsi utama fagositosis. Fagosit, sel NK, sel mast
dan eosinofil berperan dalam sistem imun nonspesifik seluler. Neutrofil merupakan sel
pertama yang dikerahkan ke tempat infeksi yang akan menelan dan membunuh
mikroorganisme secara intraseluler. Basofil dan sel mast mengeluarkan histamin dan
heparin yang juga terlibat dalam manifestasi reaksi alergi. Eosinofil berperan dalam
membunuh parasit dan berperan penting dalam reaksi alergi. Makrofag selain berfungsi
untuk memfagositosis juga membunuh mikroorganisme. Sel NK dapat membunuh virus
dan sel-sel tumor.

2. Sistem Imun Spesifik


Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap
asing bagi dirinya. Benda asing yang pertama kali muncul dalam badan segera dikenal oleh
sistem imun spesifik sehingga terjadi sensitasi sel-sel sistem imun tersebut. Bila sel sistem
imun tersebut berpapasan kembali dengan benda asing yang sama, maka benda asing yang
terakhir ini akan dikenal lebih cepat, kemudian dihancurkan olehnya. Oleh karena sistem
tersebut hanya dapat menghancurkan benda asing yang sudah dikenal sebelumnya, maka
sistem ini disebut spesifik. Ada dua tipe imunitas yang didapat yakni:
 Imunitas homural
Limfosit yang berperan dalam sistem imun spesifik humoral adalah limfosit B.
Limfosit B yang dirangsang oleh benda asing akan berproliferasi, berdiferensiasi, dan
berkembang menjadi sel plasma yang memproduksi antibody. Limfosit B membutuhkan
bantuan limfosit T-helper (CD4+ T cell/Th) yang atas sinyal-sinyal tertentu baik melalui
Major Histocampatibility Complex (MHC) maupun sinyal yang dilepaskan oleh
makrofag merangsang produksi antibodi. Selain oleh sel Th, produksi antibodi juga
diatur oleh sel-sel T-supressor, sehingga produksi antibodi seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan. Fungsi utama antibodi sebagai pertahanan terhadap infeksi ekstraselular,
virus dan bakteri serta menetralisasi toksinnya.
 Imunitas seluler
Limfosit yang berperan dalam sistem imun spesifik humoral adalah limfosit T.
Terdapat dua subpopulasi utama sel T, yaitu sel CD8 + atau sel T sitotoksik dan sel CD4+
atau sel T-helper. Sel T sitotoksik berfungsi menghancurkan sel pejamu yang
mengandung benda asing contohnya virus, sel kanker yang memiliki protein mutan
akibat transformasi maligna dan sel cangkokan. Sedangkan sel T-helper akan
meningkatkan pembentukan sel B yang distimulasi antigen menjadi sel plasma
penghasil antibodi, meningkatkan aktivitas sel sitotoksik yang sesuai, dan mengaktifkan
makrofag. Sel T-helper tidak secara langsung ikut serta dalam dekstruksi imun pathogen
yang masuk. Sebaliknya, sel-sel ini memodulasi aktivitas sel imun lain. Terdapat tiga
fase terjadinya respon imun spesifik, yaitu:
a. Fase pengenalan
Sistem pengenalan antigen oleh sel T dibantu oleh suatu produk gen polimorfik
MHC. MHC kelas I pada dasarnya dihasilkan oleh semua sel berinti di dalam
tubuh, sementara sel khusus lainnya menghasilkan MHC kelas II. Kelompok 11 sel
ini dikenal sebagai APC (Antigen Presenting Cells) misalnya makrofag, sel B, dan
sel dendritik. Sel T CD4 mengenal peptida yang berasosiasi dengan MHC kelas II
pada permukaan APC, sedangkan Sel T CD8 yang sebagian besar adalah CTL
(Cytotoxic T Lymphocyte) mengenal fragmen peptida yang berasosiasi dengan
molekul MHC kelas I pada permukaan sel target.
b. Fase aktivasi
Rangkaian peristiwa yang diinduksi oleh limfosit akibat pengenalan antigen
spesifik. Limfosit akan mengalami dua perubahan besar dalam merespon antigen
yaitu, yang pertama mereka akan berproliferasi dan mengadakan amplifikasi
sehingga bertambah banyak dan yang kedua, mereka mengalami diferensiasi ke
dalam sel efektor yang berfungsi mengeliminasi antigen atau menjadi sel memori.
c. Fase efektor
Tahapan dimana limfosit yang secara spesifik diaktivasi oleh antigen dapat
melaksanakan fungsi untuk mengeliminasi antigen. Limfosit yang berfungsi dalam
fase efektor respon imun disebut sebagai sel efektor. Fase ini melibatkan
diferensiasi sel T dan sel B yang dibangkitkan selama fase aktivasi, juga dipicu oleh
respon imun non spesifik (alamiah). Contoh, antibodi mengikat antigen asing dan
memperkuat fagositosis oleh neutrofil dan makrofag di dalam darah. Antibodi juga
mengaktivasi sistem plasma protein (komplemen) yang berpartisipasi dalam
melisiskan dan fagositosis mikroba.

2. Sebutkan interaksi sel dalam respon imun dan defenisinya?


Respons imun dibagi menjadi dua, yaitu respon imun seluler dan humoral. Respon imun
seluler adalah respon imun yang terutama tergantung pada limfosit dan fagosit, sedangkan
respon imun humoral adalah respon imun yang terutama tergantung pada antibodi. Kedua-
duanya memiliki keterkaitan penting dalam respons imun. Antibodi dapat mengikatkan antigen
pada sel-sel fagosit melalui reseptor Fc sel fagosit untuk memfasilitasi fagositosis.
Isyarat antar-sel sistem imun bisa terjadi melalui interaksi langsung sel ke sel melalui
molekul-molekul permukaan sel yang berinteraksi maupun melalui sitokin. Sitokin merupakan
mediator komunikasi interseluler. Sitokin bersama hormon dan neurotransmiter mengatur
perkembangan, perbaikan jaringan, dan respons imun pada organisme multiseluler. Sitokin
menyusun jaringan yang mengendalikan respons imun non-spesifik dan spesifik. Salah satu
komponen yang dapat memicu pelepasan sitokin atau khemokin dari makrofag adalah mikroba.
Komponen mikroba yang merupakan pemicu kuat pelepasan mediator-mediator tersebut
contohnya ialah endotoksin atau lipopolisakarida. Komponen ini memiliki tiga fungsi dasar
dalam pelepasan mediator pada fase awal respons imun, yaitu:

1) Memasok isyarat ke sel-sel endotel untuk mulai mengakumulasi leukosit ke tempat


infeksi. Khemokin diperlukan untuk migrasi dan aktivasi leukosit.
2) Mengaktifkan sel fagosit dalam jaringan dan memberikan “pertahanan non-spesifik”
sebelum respons imun tergantung sel T berkembang.
3) Memberikan beberapa isyarat yang turut menentukan tipe respons sel T yang akan
berkembang (TH1 atau TH2).

3. Sebutkan jenis-jenis hipersensitivitas dan defenisinya?


Hipersensitivitas adalah respons imun yang berlebihan dan yang tidak diinginkan karena
dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh. Reaksi tersebut oleh Gell dan Coombs dibagi
dalam 4 tipe reaksi menurut kecepatannya dan mekanisme imun yang terjadi, yaitu:
1. Reaksi Tipe I atau Reaksi Cepat
Reaksi jaringan yang terjadi secara cepat (biasanya dalam beberapa menit) setelah interaksi
antara antigen dan antibodi IgE pada permukaan sel mast pada individu yang tersensitisasi
(terpapar antigen). Reaksi ini dimulai dengan masuknya antigen, yang disebut alergen
karena memicu alergi.
2. Reaksi Tipe II atau Reaksi Sitotoksik
Terjadi oleh karena dibentuk antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan
bagian sel penjamu. Ikatan antibodi dengan antigen yang merupakan bagian dari sel pejamu
terebut dapat mengaktifkan komplemen dan menimbulkan lisis. Lisis sel dapat pula terjadi
melalui sensitasi sel NK sebagai efektor Antibody Dependent Cell Cytotoxicity (ADCC).
3. Reaksi Tipe III atau Reaksi Kompleks Imun
Terjadi akibat endapan kompleks antigen-antibodi dalam jaringan atau pembuluh darah.
Antibodi di sini biasanya jenis IgG atau IgM. Kompleks tersebut mengaktifkan komplemen
yang kemudian melepas berbagai mediator terutama macrophage chemotactic factor.
Makrofag yang dikerahkan ke tempat tersebut akan merusak jaringan sekitar tempat
tersebut.
4. Reaksi Tipe IV atau Reaksi Hipersensitivitas Lambat
Timbul lebih dari 24 jam setelah tubuh terpajan dengan antigen. Disebabkan terutama oleh
reaksi imun dari limfosit T subset TH1 dan TH17 yang memproduksi sitokin yang
menginduksi inflamasi dan aktivasi neutrofil serta makrofag, yang menimbulkan jejas
jaringan. CTL CD8+ juga berperan dalam jejas karena membunuh langsung sel tuan rumah.

4. Sebutkan jenis-jenis penyakit kompleks imun?


Penyakit kompleks imun terbagi atas 2 kelompok, yaitu:
1. Penyakit kompleks imun alergi, antara lain:
a. Reaksi Artus
Reaksi Arthus adalah area lokal dari nekrosis jaringan akibat vaskulitis kompleks imun
akut, biasanya timbul pada kulit. Reaksi ini bisa dihasilkan secara eksperimental dengan
suntikan antigen secara intrakutan dan sebelumnya hewan yang diimunisasi yang
mengandung sirkulasi antibodi terhadap antigen. Saat antigen berdifusi masuk ke
dinding vaskular, ia mengikat preformed antibody dan kompleks imun luas yang
terbentuk disekitarnya. Kompleks ini dengan cepat berada di dinding pembuluh darah
dan menyebabkan nekrosis fibrinoid dan menimbulkan trombosis yang memperburuk
cedera iskemik.
b. Reaksi serum sickness
Serum sickness adalah Penyakit kompleks imun alergik yang bersifat sistemik akibat
pemberian serum heterolog. Istilah ini berasal Pirquet dan Schick yang menemukannya
sebagai konsekuensi imunisasi pasif pada pengobatan infeksi seperti difteri dan tetanus
dengan antiserum asal kuda.
c. Alergik bronko-alveolaris
Penyakit ini merupakan peradangan saluran napas yang ditemukan pada pasien atopi
usia muda. Pasien sering memperlihatkan gejala alergi terhadap jamur aspergilus
fumigatus. Penyakit ini dapat menyebabkan kerusakan pada bronkus (bronkiektasis) dan
kerusakan parenkim paru. Baik IgE maupun IgG terhadap aspergilus, berperan dalam
patogenesis penyakit ini. Antibodi IgE terbentuk terhadap alergen spora dan IgG
terbentuk terhadap alergen miselium.

2. Penyakit kompleks imun non-alergi, antara lain:


a. SLE (Systemic Lupus Erythematosus)
Istilah SLE yang berarti red wolf berasal dari gejala dini berupa kemerahan di pipi.
Istilah sitemik mempunyai dasar yang kuat oleh karena penyakit mengenai berbagai alat
tubuh seperti sendi, SSP, jantung dan ginjal. Atas dasar yang belum jelas, pasien SLE
membentuk imunoglobulin terhadap beberapa komponen badan misalnya DNA.
b. Vaskulitis
Vaskulitis adalah suatu penyakit kompleks imun yang ditandai adanya inflamasi dan
nekrosis lokal pada dinding pembuluh darah akibat respons tubuh terhadap antigen
infeksi, keganasan, obat/bahan kimia, radiasi dan antigen lain yang tidak diketahui.
c. Artritis Reumatoid
Rheumatoid arthritis merupakan salah satu contoh penyakit yang terjadi akibat
kompleks imun. Pada penyakit ini terbentuk suatu imunoglobulin (Ig) yang berupa
IgM (disebut rheumatoid factor, RF) yang spesifik terhadap fraksi Fc dari molekul IgG.
Mengapa jenis Ig ini dibentuk dalam jumlah yang besar pada beberapa orang tidaklah
diketahui.

d. Demam reumatik
Demam reumatik adalah infeksi streptokokus golongan A dapat menimbulkan inflamasi
dan kerusakan jantung, sendi dan ginjal. Berbagai antigen dalam membran streptokokus
bereaksi silang dengan antigen dari otot jantung.

5. Sebutkan variasi-variasi reaksi hipersensitivitas tipe IV?


Reaksi tipe IV dibagi dalam:
1. Delayed Type Hipersensitivity (DTH)
Pada DTH, sel CD4+ Th1 yang mengaktifkan makrofag berperan sebagai sel efektor. CD4+
Th1 melepas sitokin (IFN-γ ) yang mengaktifkan makrofag dan menginduksi inflamasi. Pada
DTH, kerusakan jaringan disebabkan oleh produk makrofag yang diaktifkan seperti enzim
hidrolitik, oksigen reaktif intermediet, oksida nitrat dan sitokin proinflamasi. Sel efektor
yang berperan pada DTH adalah makrofag.
2. T Cell Mediated Cytolysis
Dalam T Cell Mediated Cytolysis, kerusakan terjadi melalui sel CD8+/Cytotoxic T
Lymphocyte (CTL/Tc) yang langsung membunuh sel sasaran. Penyakit hipersensitivitas
seluler diduga merupakan sebab autoimunitas. Oleh karena itu, penyakit yang timbulkan
hipersensitivitas seluler cenderung terbatas kepada beberapa organ saja dan biasanya tidak
sitemik. Sel CD8+ spesifik untuk antigen atau sel autologus dapat membunuh sel dengan
langsung.

Anda mungkin juga menyukai