Anda di halaman 1dari 5

TUGAS IMUNOLOGI DASAR

OLEH:

NAMA : ANDI NUR FINA MUSTAFA

NIM : F202101092

KELAS : F2 FARMASI

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS MANDALA WALUYA

KOTA KENDARI

2021/2022
A) Jelaskan komponen sistem imun innate/non spesifik dan spesifik/adaotive dalam
proses terjadinya reaksi alergi

a. Sistem Imun Non-Spesifik / Innate / Non-Adaptif

Sistem imun non-spesifik adalah sistem imun yang melawan penyakit dengan cara yang sama
kepada semua jenis penyakit. Sistem imun ini tidak membeda-bedakan responnya kepada
setiap jenis penyakit, oleh karena itu disebut non-spesifik. Sistem imun ini bekerja dengan
cepat dan selalu siap jika tubuh di datangkan suatu penyakit. Pertahanan tubuh tidak spesifik
bertujuan untuk menangkal masuknya segala macam zat atau bahan asing ke dalam tubuh,
yang dapat menimbulkan kerusakan tubuh (penyakit) tanpa membedakan jenis zat atau bahan
asing tersebut. Contoh zat-zat asing itu, antara lain bakteri, virus, atau zat-zat yang berbahaya
bagi tubuh.

Pertahanan tubuh tidak spesifik antara lain pertahanan fisik (kulit dan selaput lendir), kimiawi
(enzim dan keasaman lambung), mekanis (gerakan usus dan rambut getar selaput lendir),
fagositosis (penelanan kuman atau zat asing oleh sel darah putih), serta zat komplemen yang
berfungsi pada berbagai proses pemunahan kuman atau zat asing. Pertahanan tubuh tidak
spesifik terdiri atas pertahanan eksternal dan pertahanan internal.Pertahanan eksternal
merupakan pertahanan tubuh sebelum mikroorganisme atau zat asing memasuki jaringan
tubuh. Pertahanan tubuh internal merupakan pertahanan tubuh yang terjadi di dalam jaringan
tubuh setelah mikroorganisme atau zat asing masuk ke dalam tubuh.Ketika tubuh terluka
karena tergores, terpotong, terbakar, atau diserang oleh pathogen yang berhasil menembus
pertahanan tubuh, tubuh akan menghasilkan respon imun non-spesifik.

b. sistem imun spesifik/adaituve

Sistem Imun Spesifik adalah sistem imun yang harus mengenal dahulu jenis mikroba yang
akan ditangani. Sistem imun ini bekerja secara spesifik karena respon terhadap setiap jenis
mikroba berbeda. Sistem imun ini membutuhkan waktu yang agak lama untuk menimbulkan
respon. Perlindungan yang diberikan dapat bertahan lama karena sistem imun ini mempunyai
memory.Sistem imun ini dibagi menjadi 2 :

Pada sistem imun ini, sel T atau Limfosit T yang paling berperan. Sel ini juga berasal dari
sumsum tulang, namun dimatangkan di Timus. Fungsi umum sistem imun ini adalah
melawan bakteri yang hidup intraseluler, virus, jamur, parasit dan tumor. Sel T nantinya akan
menghasilkan berbagai macam sel, yaitu sel CD4+ (Th1, Th2), CD8+, dan Ts (Th3).
Antibody akan menyerang bakteri atau virus sebelem pathogen tersebut masuk ke dalam sel
tubuh. Antibody dihasilkan oleh limfosit B dan teraktivasi bila mengenali antigen yang
terdapat pada permukaan sel pathogen, dengan bantuan sel limfosit T.

B) Uraikan proses respon imun pada reaksi alergi type 1-4


1) Hipersensitivitas Tipe I
Disebut juga reaksi cepat atau reaksi anafilaksis atau reaksi alergi.
Reaksi ini timbul segera setelah tubuh terpajan dengan alergen. Mekanisme terjadinya
reaksi hipersensitivitas tipe I mulanya antigen masuk ke tubuh dan merangsang sel B
untuk membentuk IgE dengan bantuan sel Th. IgE diikat oleh sel mast atau basofil
melalui reseptor Fcɛ. Apabila tubuh terpajan ulang dengan antigen yang sama, maka
antigen tersebut akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan sel mast atau
basofil. Akibat ikatan tersebut, sel mast atau basofil mengalami degranulasi dan melepas
mediator. Senyawa vasoaktif yang dilepaskan oleh sel mast atau basofil, yaitu histamin
dan faktor kemotaktik eosinofilik.

Senyawa lain yang juga dilepaskan yaitu substansi reaksi lambat anafilaksis yang
disintesis oleh sel. Substansi tersebut terdiri atas prostaglandin, leukotrin, tromboksan
dan aktor pengaktif trombosit. Efek kombinasi dari senyawa-senyawa ini menimbulkan
pelebaran pembuluh darah, peningkatan permeabilitas pembuluh darah, edem
(pembengkakan yang disebabkan oleh masuknya serum ke dalam jaringan), dan
masuknya eosinofil yang khas pada respons atopik lokal. Pada kasus asma, menyebabkan
sekresi berlebihan dan kelenjar mukus bronkus dan spasme bronkus.
Urutan kejadian reaksi tipe I adalah sebagai berikut:
1. Fase sensitasi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan
IgE sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan sel
mast atau basofil.
2. Fase aktivasi, yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang
dengan antigen yang spesifik dan sel mast melepas isinya yang
berisikan granul yang menimbulkan reaksi.
3. Fase efektor, yaitu waktu terjadi respon yang kompleks sebagai
efek mediator-mediator yang dilepas sel mast dengan aktivitas farmakologik.
Manifestasi hipersensitivitas tipe I dapat bervariasi dari lokal,
ringan sampai berat dan keadaan yang mengancam nyawa seperti anafilaksis dan
asma berat. Diagnosis hipersensitivitas tipe I biasanya dibuat dengan memperlihatkan
adanya hubungan antara pemaparan antigen dalam lingkungan tertentu dan timbulnya
gejala pada waktu anamnesis.

2) Hipersensitivitas Tipe II
Disebut juga reaksi sitotoksik atau sitolitik, terjadi karena dibentuk
antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel pejamu.
Antibodi tersebut dapat mengaktifkan sel yang memiliki reseptor Fcγ-R. Sel NK
dapat berperan sebagai sel efektor dan menimbulkan kerusakan melalui Antibody
Dependent Cell (mediated) Cytotoxicity. Karakteristik hipersensitivitas tipe II
ialah pengerusakan sel dengan mengikat antibodi yang spesifik pada permukaan
sel. Kerusakan sel yang terjadi utamanya bukan merupakan hassil pengikatan
antibodi, ini tergantung pada bantuan limfosit lainnya atau makrofag atau pada
sistem komplemen.
Manifestasi yang sering dari reaksi hipersensitivitas reaksi ini melibatkan sel-sel
darah, sel jaringan lainnya dapat juga diikutsertakan. Misalnya saja pada anemia
hemolitik autoimun dan
trombositopenia.

3) Hipersensitivitas Tipe III


Disebut juga reaksi kompleks imun. Terjadi bila kompleks antigen- antibodi
ditemukan dalam sirkulasi atau dinding pembuluh darah atau jaringan dan
mengaktifkan komplemen. Antibodi yang berperan biasanya jenis IgM atau IgG.
Kompleks imun akan mengaktifkan sejumlah komponen sistem imun.
Komplemen yang diaktifkan melepas anafilaktosis yang memacu sel mast dan
basofil melepas histamin. Mediator lainnya dan Macropaghe Chemotactic Factor
mengerahkan polimorf yang melepas enzim proteolitik dan protein polikationik.
Komplemen juga menimbulkan agregasi trombosit yang membentuk mikrotombi
dan melepas amin vasoaktif, selain itu komplemen mengaktifkan makrofag yang
melepas IL-1 dan produk lainnya.
Bahan vasoaktif yang dibentuk sel mast dan trombosit menimbulkan vasodilatasi,
peningkatan permeabilitas vaskular, dan inflamasi. Neutrofil ditarik dan
mengeliminasi kompleks. Bila neutrofil terkepung di jaringan akan sulit untuk
memakan kompleks dan akan melepas granulnya. Kejadian ini menimbulkan
banyak kerusakan jaringan. Makrofag yang dikerahkan ke tempat tersebut
melepas berbagai mediator, antara lain enzim-enzim yang dapat merusak jaringan
sekitarnya. Manifestasi klinisnya antara lain lupus eritamatosis sistemik, penyakit
serum, artritis reumatoid, infeksi malaria, virus, dan lepra.

4) Hipersensitivitas Tipe IV
Hypersensitivitas yang terjadi melalui sel CD4 dan T Cell
Mediated Cytolysis yang terjadi melalui sel CD8.

1. Delayed Type Hipersensitivity (DTH)


Pada tipe ini, sel CD4 Th1 mengaktifkan makrofag yang berperan sebagai sel
efektor. CD4 Th1 melepas sitokin yang mengaktifkan makrofag dan menginduksi
inflamasi. Pada DTH, kerusakan jaringan disebabkan oleh produk makrofag yang
diaktifkan seperti enzim hidrolitik, oksigen reaktif intermediat, oksida nitrat, dan
sitokin proinflamasi. DTH dapat juga terjadi sebagai respon terhadap bahan yang
tidak berbahaya dalam lingkungan seperti nikel yang menimbulkan dermatitis
kontak. Pada keadaan yang paling menguntungkan DTH berakhir dengan
hancurnya mikroorganisme oleh enzim lisosom dan produk makrofag lainnya
seperti peroksid radikal dan superoksid. DTH dapat merupakan reaksi fisiologik
terhadap patogen yang sulit disingkirkan misalnya M. Tuberkulosis.

2. T Cell Mediated Cytolysis


Dalam T Cell Mediated Cytolysis, kerusakan terjadi melalui sel CD8 yang
langsung membunuh sel sasaran. Penyakit yang ditimbulkan hipersensitivitas
selular cenderung terbatas kepada beberapa organ saja dan biasanya tidak
sistemik.
Manifestasi klinisnya antara lain dermatitis kontak, diabetes insulin dependen,
artritis reumatoid, sklerosis multipel.1,3,4

Anda mungkin juga menyukai