Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tubuh manusia sebenarnya telah mempunyai sistem kekebalan sebagai
mekanisme pertahanan dalam mencegah masuk dan menyebarnya agen infeksi.
Mekanisme pertahanan ini terdiri dari dua kelompok fungsional, yaitu pertahanan
non spesifik dan spesifik yang saling bekerja sama. Pertahanan non spesifik
diantaranya adalah kulit dan membran mukosa, sel-sel fagosit, komplemen,
lisozim, interferon, dan berbagai faktor humoral lain. Pertahanan non spesifik
berperan sebagai garis pertahanan pertama.
Semua pertahanan ini merupakan bawaan (innate) artinya pertahanan
tersebut secara alamiah ada dan tidak adanya dipengaruhi secara instriksik oleh
kontak dengan agen infeksi sebelumnya. Mekanisme pertahanan spesifik meliputi
sistem produksi antibodi oleh sel B dan sistem imunitas seluler oleh sel T.
Antigen adalah zat-zat asing yang pada umumnya merupakan protein yang
berkaitan dengan bakteri dan virus yang

masuk ke dalam tubuh. Antibodi

merupakan protein-protein yang terbentuk sebagai respon terhadap antigen yang


masuk ke tubuh, yang bereaksi

secara spesifik dengan antigen tersebut.

Konfigurasi molekul antigen-antibodi sedemikian rupa sehingga hanya antibodi


yang timbul sebagai respon terhadap suatu antigen tertentu saja yang cocok
dengan permukaan antigen itu sekaligus bereaksi dengannya.
Inflamasi merupakan reaksi yang kompleks terhadap agen penyebab
penyakit,seperti mikroba dan kerusakan sel. Respon inflamasi berhubungan erat
denganproses penyembuhan, karena inflamasi menghancurkan agen penyebab
penyakit

dan

menyebabkan

rangkaian

kejadian

yang

bertujuan

untuk

menyembuhkan atau memperbaiki jaringan yang rusak (Kumaret al., 2005).


Interferon merupakan sitokin yang mengatur aktivitas semua komponen
system imun, merupakan bagian dari sistem imun non-spesifik yang timbul pada
tahap awal infeksi virus sebelum timbulnya reaksi dari sistem imun
spesifik.Interferon gamma(IFN-) dihasilkan oleh sel T yang telah teraktivasi dan
sel NK, sebagai reaksi terhadap antigen (termasuk antigen virus dalam derajat
1

rendah) atau sebagai akibat stimulasi limfosit oleh mitogen. IFN- meningkatkan
ekspresi molekul MHC-II pada Antigen Presenting Cell (APC) yang kemudian
akan meningkatkan presentasi antigen pada sel T helper. IFN- juga dapat
mengaktifkan kemampuan makrofag untuk melawan infeksi virus (aktivitas virus
intrinsik) dan membunuh sel lain yang telah terinfeksi (aktivitas virus ekstrinsik)
(Hunt,2006).
Listeria monocytogenes merupakan food-borne pathogen yang menyebabkan
reaksi inflamasi. Infeksi oleh Listeria monocytogenes pada penderita
imunokompeten memberikan gejala seperti flu, namun pada penderita
imunosupresi dapat menyebabkan kematian. Selain itu bila terjadi pada ibu hamil
akan meningkatkan kematian fetus (Garifulin and Boyartchuk, 2005).
1.2 Rumusan Masalah
Untuk mengetahui bagaimana respon imun tubuh terhadap inflamasi
1.3 Tujuan Penulisan
Untuk Mengetahui definisi inflamasi
Untuk mengetahui bagaimana terjadinya inflamasi
Untuk mengerahui macam-macam inflamasi
Untuk mengetahui bagaimana proses penyembuhan inflamasi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi inflamasi


Inflamasi (bahasa Inggris: inflammation) adalah respon dari suatu organisme
terhadap patogen dan alterasi mekanis dalam jaringan, berupa rangkaian reaksi
yang terjadi pada tempat jaringan yang mengalami cedera, seperti karena terbakar,
atau terinfeksi. Radang atau inflamasi adalah satu dari respon utama sistem
kekebalan terhadap infeksi dan iritasi.
Inflamasi merupakan respons protektif setempat yang ditimbulkan oleh
cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau
mengurung (sekuestrasi) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu
(Dorland, 2002).
Inflamasi merupakan

respon

terhadap

cedera.

Arti

khususnya, inflamasi adalah reaksi vascular yang hasilnya merupakan pengiriman


cairan, zat-zat yang terlarut dan sel-sel dari sirklasi darah ke jaringan interstitial
pada daerah cedera atau nekrosis. Inflamasi sebenarnya adalah gejala yang
menguntungkan dan pertahanan, hasilnya adalah netralisasi dan pembuangan
agen-agen penyerang, penghancur jaringan nekrosis, dan pembentukan keadaan
yang dibutuhkan untuk perbaikan dan pemulihan.
Apabila jaringan cedera misalnya karena terbakar, teriris atau karena infeksi
kuman, maka pada jaringan ini akan terjadi rangkaian reaksi yang memusnahkan
agen yang membahayakan jaringan atau yang mencegah agen menyebar lebih
luas. Reaksi-reaksi ini kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera
diperbaiki

atau

diganti

dengan

jaringan

disebut inflamasi (Rukmono, 1973).

baru.

Rangkaian

reaksi

ini

Inflamasi atau inflamasi adalah satu dari respon utama sistem kekebalan
terhadap infeksi dan iritasi. Inflamasi distimulasi oleh faktor kimia (histamin,
bradikinin, serotonin, leukotrien, dan prostaglandin) yang dilepaskan oleh sel
yang berperan sebagai mediator inflamasi di dalam sistem kekebalan untuk
melindungi jaringan sekitar dari penyebaran infeksi.
Reaksi peradangan merupakan reaksi defensif (pertahanan diri) sebagai
respon terhadap cedera berupa reaksi vaskular yang hasilnya merupakan
pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah ke
jaringan-jaringan interstitial pada daerah cedera atau nekrosis. Peradangan dapat
juga dimasukkan dalam suatu reaksi non spesifik, dari hospes terhadap infeksi.
Hasil reaksi peradangan adalah netralisasi dan pembuangan agen penyerang,
penghancuran jaringan nekrosis, dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan
untuk perbaikan dan pemulihan.
Inflamasi merupakan rangkaian reaksi yang menyebabkan musnahnya agen
yang membahayakan jaringan atau mencegah agen ini menyebar lebih luas
sehingga mengakibatkan jaringan yang cedera diperbaharui atau di ganti dengan
jaringan baru. (Patologi FKUI)
2.2 Sel sel yang berperan dalam proses inflamasi
1. Makrofag
Merupakan monosit yang lama hidupnya kurang lebih 1 hari, akan pergi ke
daerah peradangan dikarenakan molekul adhesi dan faktor kemoatraktan dalam
jaringan, monosit akan berubah menjadi makrofag yang jika bersatu membentuk
endotelium. Sinyal-sinual yang berpengaruk saat pengaktifan makrofag adalah
IFM-y . sitokin, endotoksin, mediator lain yang diprosuksi saat terjasi radang
akut, dan matrix extraceluler, seperti fibronectin. Makrofag aktif mampu
mengaktifkan zat-zat yang membuat suatu jaringan menjadi nekrosis atau fibrosis.
Contohnya adalah asam dan basa protease, komponen komplemen dan faktorfaktor pembekuan, oksigen reaktif NO, metabolit asam arakhidonat, sitokin IL-1,
TNF san berbagai growth factor

2. Limfosit
Limfosit sikerahkan di kedua reaksi imun humoral dan seluler dan bahkan
dalam peradangan non imun. Antigen distimulasi (efektor dan memori) dan
berbagai jenis limfosit (T, B) menggunakan berbagai molekul adhesi pasangan
(terutama yang integrins dan ligan) dan kemokin untuk bermigrasi ke situs
peradangan. Sitokin dari makrofag diaktifkan, terutama TNF, IL-1, da kemokin.
Sel ini mempersiapkan proses peradangan
Limfosit dan makrofag berinteraksi dakan cara dua arah, dan reaksi-reaksi ini
memainkan peran penting dalam peradangan kronis. Limfosit T aktif akan
mengaktifkan

makrofag

serta

mengeluarkan

mediator

radang

untuk

mempengaruhi sel lain, saat makrofag aktif, dia akan mengaktifkan limfosit T dan
tak lupa mengeluarkan mediator radang untuk mempengaruhi sel disekitarnya.
3. Eusinofil
Eusinofil berlimpah dalam reaksi kekebalan yang diperantarai oleh IgE dan
infeksi parasit. Salah satu kemokin yang terutama penting bagi perekrutan
eusinofil adalah eotaxin, Eusinofil memiliki granula yang mengandung protein
dasar utama, yang sangat kationik protein yang beracun bagi parasit tetapi juga
menyebabkan lisis sel epitel mamalis. Itulah sebabnya ia sangat berperan dalam
memerangi infeksi parasit tetapi juga berkontribusi pada kerusakan jaringan
dalam reaksi kekebalan.
4.

Sel Mast

Sel ini didistribusikan secara luas di jaringan ikat dan berpartisipasi dalam
reaksi peradangan akut dan kronis. Pada reaksi akut, antibodi IgE yang terikat
pada Fc reseptor khusus mengenali antigen, dan sel-sel degranulate dan
melepaskan mediator seperti histamin dan produksi oksidasi AA, Jenis respon
terjadi selama reaksi anafilaksis makanan, racun serangga atau obat-obatanm
sering dengan hasil becana. Bila diatur dengan benar, respon ini dapat bermanfaat
5

bagi tuan rumah. Sel mast juga hadir dalam reaksi peradangan kronis, dan
mungkin menghasilkan sitokin yang berkontribusi terhadap fibrosis.
2.3 Jenis Inflamasi

Inflamasi akut

Inflamasi akut akan terjadi secara cepat (menit hari) dengan ciri khas utama
eksudasi cairan, akumulasi neutrofil memiliki tanda-tanda umum berupa rubor
(redness), calor (heat), tumor (swelling), Dolor (pain), Functio laesa (lose of
function). bersihkan setiap mikroba dengan dua proses utama, perubahan vaskular
(vasodilatasi, peningkatan permeabilitas) dan perubahan selular (rekrutmen dan
aktivasi selular). Perubahan makroskopik yang dapat diamati berupa hiperem
terjadi karena tujuan utama : mengirim leukosit ke tempat yang memberikan
penampakan eritema, exudation yang memberikan penampakan edema, dan
emigrasi leukosit.
1. Hyperaemia
Yang terbentuk pertama-tama akan menyebabkan dilatasi arteri lokal
(didahului vasokonstriksi sesaat). Dengan demikian mikrovaskular pada lokasi
jejas melebar, aliran darah mengalami perlambatan, dan terjadi bendungan darah
yang berisi eritrosit pada bagian tersebut, yang disebut hiperemia seperti terlihat
pada Gambar 1. Pelebaran ini lah yang menyebabkan timbulnya warna merah
(eritema) dan hangat. Perlambatan dan bendungan ini terlihat setelah 10-30 menit.
Hyperaemia

di

dalam inflamasi berhubungan

dengan

perubahan

mikrovaskular. yang disebut Lewis triple response berupa a FLUSH, a FLARE


and a WEAL. The FLUSH ditandai dengan garis putih (dikarenakan adanya
vasokonstriksi). The FLUSH merupakan garis merah (dikarenakan dilatasi
kapiler). The FLARE merupakan daerah dengan warna merah yang lebih terang di
sekitarnya (dikarenakan dilatasi arteri).

2. Exudating
Selanjutnya, terjadi peningkatan permeabilitas endotel disertai keluarnya
protein plasma dan sel-sel leukosit ke daerah extravaskular yang disebut eksudasi.
Hal ini menyebabkan sel darah merah dalam darah terkonsentrasi, viskositas >>,
sirkulasi <<, terutama pada pembuluh darah-pembuluh darah kecil yang sisebut
stasis.
Pada ujung arteriol kapiler, tekanan hidrostatik yang tinggi mendesak cairan
keluar ke dalam ruang jaringan interstisial dengan cara ultrafiltrasi. Hal ini
berakibat meningkatnya konsentrasi protein plasma dan menyebabkan tekanan
osmotik koloid bertambah besar, dengan menarik kembali cairan pada pangkal
kapiler venula. Pertukaran normal tersebut akan menyisakan sedikit cairan dalam
jaringan interstisial yang mengalir dari ruang jaringan melalui saluran limfatik.
Umumnya, dinding kapiler dapat dilalui air, garam, dan larutan sampai berat jenis
10.000 dalton
Eksudat adalah cairan radang ekstravaskuler dengan berat jenis tinggi (di atas
1.020) dan seringkali mengandung protein 2-4 mg% serta sel-sel darah putih yang
melakukan

emigrasi.

Cairan

ini

tertimbun

sebagai

akibat

peningkatan

permeabilitas vaskuler (yang memungkinkan protein plasma dengan molekul


besar dapat terlepas), bertambahnya tekanan hidrostatik intravaskular sebagai
akibat aliran darah lokal yang meningkat pula dan serentetan peristiwa rumit
leukosit yang menyebabkan emigrasinya
Mekanisme :
1. Protein passage
membentuk formasi bercelah untuk meningkatkan permeabilitas antar
endothelial. Sinyal kimiawi merangsang kontraksi endotelial
2. Fluid movement
Proses fluid movement
3. Emigration of leucocyte

Penimbunan sel-sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit


pada lokasi jejas, merupakan aspek terpenting reaksi radang. Sel-sel darah
putih mampu memfagosit bahan yang bersifat asing, termasuk bakteri dan
debris sel-sel nekrosis, dan enzim lisosom yang terdapat di dalamnya
membantu pertahanan tubuh dengan beberapa cara. Beberapa produk sel
darah putih merupakan penggerak reaksi radang, dan pada hal-hal tertentu
menimbulkan kerusakan jaringan yang berarti. Baik neutrofil, maupun sel
berinti tunggal dapat melewati celah antar sel endhotelial dengan
menggunakan pergerakan amoeboid menuju jaringan target.
Dalam fokus radang, awal bendungan sirkulasi mikro akan
menyebabkan sel-sel darah merah menggumpal dan membentuk agregatagregat yang lebih besar daripada leukosit sendiri. Menurut hukum fisika
aliran, massa sel darah merah akan terdapat di bagian tengah dalam aliran
aksial, dan sel-sel darah putih pindah ke bagian tepi (marginasi). Mulamula sel darah putih bergerak dan menggulung pelan-pelan sepanjang
permukaan endotel pada aliran yang tersendat tetapi kemudian sel-sel
4.

tersebut akan melekat dan melapisi permukaan endotel.


Proses emigrasi Leukosit
Emigrasi adalah proses perpindahan sel darah putih yang bergerak
keluar dari pembuluh darah. Tempat utama emigrasi leukosit adalah
pertemuan antar-sel endotel. Walaupun pelebaran pertemuan antar-sel
memudahkan emigrasi leukosit, tetapi leukosit mampu menyusup sendiri
melalui pertemuan antar-sel endotel yang tampak tertutup tanpa perubahan

nyata
5. Kemotaksis
Setelah meninggalkan pembuluh darah, leukosit bergerak menuju
ke arah utama lokasi jejas. Migrasi sel darah putih yang terarah ini
disebabkan oleh pengaruh-pengaruh kimia yang dapat berdifusi disebut
kemotaksis. Hampir semua jenis sel darah putih dipengaruhi oleh faktorfaktor kemotaksis dalam derajat yang berbeda-beda. Neutrofil dan monosit
paling reaktif terhadap rangsang kemotaksis. Sebaliknya limfosit bereaksi
lemah. Beberapa faktor kemotaksis dapat mempengaruhi neutrofil maupun
monosit, yang lainnya bekerja secara selektif terhadap beberapa jenis sel
darah putih. Faktor-faktor kemotaksis dapat endogen berasal dari protein
8

plasma atau eksogen, misalnya produk bakteri berupa protein maupun


polipeptida
6.

Fagositosis
Setelah leukosit sampai di lokasi radang, terjadilah proses
fagositosis. Meskipun sel-sel fagosit dapat melekat pada partikel dan
bakteri tanpa didahului oleh suatu proses pengenalan yang khas, tetapi
fagositosis akan sangat ditunjang apabila mikroorganisme diliputi oleh
opsonin, yang terdapat dalam serum (misalnya IgG, C3). Setelah bakteri
yang mengalami opsonisasi melekat pada permukaan, selanjutnya sel
fagosit sebagian besar akan meliputi partikel, berdampak pada
pembentukan kantung yang dalam. Partikel ini terletak pada vesikel
sitoplasma yang masih terikat pada selaput sel, disebut fagosom.
Meskipun pada waktu pembentukan fagosom, sebelum menutup lengkap,
granula-granula sitoplasma neutrofil menyatu dengan fagosom dan
melepaskan isinya ke dalamnya, suatu proses yang disebut degranulasi.
Sebagian besar mikroorganisme yang telah mengalami pelahapan mudah
dihancurkan oleh fagosit yang berakibat pada kematian mikroorganisme.
Walaupun beberapa organisme yang virulen dapat menghancurkan
leukosit.

Proses Fagositosis
Fagositosis merupakan sebuah proses yang efisien, yaitu:
1) OPSONIN merupakan antibodi natural maupun antibodi spesifik
2) Fraksinasi sistem KOMPLEMEN
3) Nerupakan tahap FISIS dari lingkungan sosial
Aktivitas opsonik dipengaruhi oleh ke-solid-an, dan ke-rigid-an organ maupun
medium tempatnya berada. Dimana kondisi loose dan lebih cair, aktivitasnya
terhenti.

Inflamasi kronis

Inflamasi kronis dianggap perasangan berkepanjangan di mana peradangan


aktif, kerusakan jaringan, dan usaha-usaha perbaikan yang berjalan secara
bersamaan. Peradangan kronis terjadi biasanya sebagai kelanjutan radang akut,
infeksi persisten oleh mikroorganisme tertentu, seperti basil tuberkel, treponema
pallidum, beberapa virus dan jamur, dan parasit, terpapat toksik dalam waktu
berkepanjangan (endogen maupun eksogen), dan jika terjadi autoimun, tubuh
dikenali sebagai benda asing, sehingga seakan-akan terdapat benda asing dalam
tubbuh secara terus menerus.
Ciri-ciri :
Inflamasi kronik memiliki beberapa perbedaan dengan peradangan akut,
yang dimanifestasikan oleh peribahan vaskular, edema, dan infiltrasi neutrofil,
peradangan kronis dicirikan oleh:
a) Infiltrasi sel mononuklear, meliputi makrofag, limfosit, dan sel
plasma
b) Kehancuran jaringan, yang disebabkan oleh agen yang terus
menerus mengganggu atau oleh sel-sel inflamasi
c) Usaha-usaha penyembuhan oleh jaringan penghubung penggantian
jaringan yang rusak, dilakukan dengan poliferasi pembuluh darah
kecil (angiogenesis), dan khususnya, fibrosis
d) Dapat terjadi setelah radang akut, baik karena rangsang pencetus
yang terus-menerus ada, maupun karena gangguan penyembuhan.
e) Adanya radang akut yang berulang
Radang kronik yg mulai secara perlahan tanpa didahului radang akut klasik akibat
dari :
Infeksi persisten oleh mikroba interseluler yang mempunyai toksisitas
rendah tapi sudah mencetuskan reaksi imunologik.
Kontak dengan bahan yg tdk dpt hancur ( zat nondegradable) silikosis &
asbestosis pada paru
Reaksi imun terhadap jaringan tubuh itu sendiri (autoimun)

2.4 Mekanisme terjadinya Inflamasi dapat dibagi menjadi 2 fase yaitu:


10

Perubahan vascular
Respon vaskular pada tempat terjadinya cedera merupakan suatu yang
mendasar untuk reaksi inflamasi akut. Perubahan ini meliputi perubahan
aliran darah dan permeabilitas pembuluh darah. Perubahan aliran darah
karena terjadi dilatasi arteri lokal sehingga terjadi pertambahan aliran
darah (hypermia) yang disusul dengan perlambatan aliran darah.
Akibatnya bagian tersebut menjadi merah dan panas. Sel darah putih akan
berkumpul di sepanjang dinding pembuluh darah dengan cara menempel.
Dinding pembuluh menjadi longgar susunannya sehingga memungkinkan
sel darah putih keluar melalui dinding pembuluh. Sel darah putih bertindak
sebagai sistem pertahanan untuk menghadapi serangan benda-benda asing.

Pembentukan cairan inflamasi


Peningkatan permeabilitas pembuluh darah disertai dengan keluarnya sel
darah putih dan protein plasma ke dalam jaringan disebut eksudasi. Cairan
inilah yang menjadi dasar terjadinya pembengkakan. Pembengkakan
menyebabkan terjadinya tegangan dan tekanan pada sel syaraf sehingga
menimbulkan rasa sakit (Mansjoer, 1999).

11

2.5 Tanda tanda Inflamasi


Rubor
Rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di
daerah yang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi
pelebaran arteriola yang mensuplai darah ke daerah peradangan. Dengan
demikian, lebih banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan kapiler
meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut
hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena
peradangan akut. Timbulnya hyperemia pada permulaan reaksi peradangan
diatur oleh tubuh baik secara neurogenik maupun secara kimia, melalui
pengeluaran zat seperti histamine.
Kalor
Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi
peradangan yang hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam
keadaan normal lebih dingin dari 37 C yaitu suhu di dalam tubuh. Daerah
peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya sebab darah
yang disalurkan tubuh kepermukaan daerah yang terkena lebih banyak
daripada yang disalurkan kedaerah normal. Fenomena panas lokal ini tidak
terlihat pada daerah-daerah yang terkena radang jauh di dalam tubuh,
karena jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti 37C,
hyperemia lokal tidak menimbulkan perubahan.
Dolor
Dolor atau rasa sakit, dari reaksi peradangan dapat dihasilkan
dengan berbagai cara. Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion
tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Pengeluaran zat seperti
histamin atau zat bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Rasa sakit
12

disebabkan pula oleh tekanan yang meninggi akibat pembengkakan


jaringan yang meradang. Pembengkakan jaringan yang meradang
mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi dapat
menimbulkan rasa sakit.
Tumor
Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar
ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke
jaringan-jaringan interstitial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun
di daerah peradangan disebut eksudat meradang. Pada keadaan dini reaksi
peradangan sebagian besar eksudat adalah cair, seperti yang terjadi pada
lepuhan yang disebabkan oleh luka bakar ringan. Kemudian sel-sel darah
putih atau leukosit meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai
bagian dari eksudat.
Functio Laesa
Berdasarkan asal katanya, functio laesa adalah fungsi yang hilang.
Functio laesa merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal. Akan
tetapi belum diketahui secara mendalam mekanisme terganggunya fungsi
jaringan yang meradang.

2.6 Proses Penyembuhan dan perbaikan Jaringan


Proses Penyembuhan dan perbaikan jaringan terjadi dalam 4 tahap yaitu :
1) Resolusi
Resolusi adalah hasil penyembuhan ideal & terjadi pada respons radang
akut hingga cedera minor atau cedera dengan nekrosis sel parenkim minimal.
Jaringan dipulihkan ke keadaan sebelum cedera. Proses resolusi meliputi :
Pembuluh darah kecil di daerah peradangan kembali ke
permeabilitas normalnya.
13

Aliran cairan yang keluar pembuluh darah berhenti


Cairan yang sudah dikeluarkan dari pembuluh darah diabsorpsi
oleh limfatik
Sel-sel eksudat mengalami disintegrasi keluar melalui limfatik
atau benar-benar dihilangkan dari tubuh.
Namun, apabila jumlah jaringan yang dihancurkan cukup banyak
maka resolusi tidak terjadi.

14

2) Regenerisasi
Regenerasi adalah penggantian sel parenkim yang hilang dengan
pembelahan sel parenkim yang bertahan di sekitarnya. Hasil akhirnya adalah
penggantian unsur-unsur yang hilang dengan jenis sel-sel yang sama. Faktorfaktor penentu regenerasi :
Kemampuan regenerasi sel yang terkena cedera (kemampuan
untuk membelah)
Jumlah sel viabel yang bertahan
Keberadaan/keutuhan kerangka jaringan ikat yang cedera, atau
keutuhan arsitektur stroma.
3) Perbaikan / pemulihan dengan pembentukan jaringan ikat
Pertumbuhan jaringan ikat muda ke arah dalam daerah peradangan
disebut organisasi .Jaringan ikat yang tumbuh itu disebut jaringan
granulasi.
Secara mikroskopik jaringan Granulasi terdiridari pembuluhpembuluh darah kecil yang baru terbentuk (angioblas), fibroblas,
sisa sel radang (berbagai jenis leukosit ; makrofag, limosit,
eosinofil, basofil, & neutrofil) , bagian cairan eksudat dan zat dasar
jaringan ikat longgar setengah cair. Fibroblas & angioblas pada
jaringan granulasi yang berasal dari fibroblas dan kapiler di
sekelilingnya yang sebelumnya ada.
Setelah kurang lebih 1 minggu, jaringan granulasi masih cukup longgar &
selular. Pada saatini, fibroblas jaringan granulasi sedikit demi sedikit mulai
menyekresikan prekursor protein kolagen yang larut, saat ini sedikit demi sedikit
akan mengendap sebagai fibril-fibril di dalam ruang intersisial jaringan granulasi.
Setelah beberapa waktu,semakin banyak kolagen yang tertimbun didalam jaringan
granulasi,yang sekarang secara bertahap semakin matang menjadi jaringan ikat
kolagen yang agak padat atau jaringan parut..Walaupun jaringan parut telah cukup
kuat setelah kira-kira 2 minggu, proses remodeling masih terus berlanjut,serta
15

densitas & kekuatan jaringan parut ini juga meningkat. Jaringan granulasi,yang
pada awalnya cukup selular & vaskula, lambat laun kurang selular & kurang
vaskular serta menjadi kolagen yang lebih padat.
4) Penyembuhan luka
Proses penyembuhan luka yang mudah dipahami adalah proses
penyembuhan pada luka kulit. Proses penyembuhan luka terbagi
menjadi 2 macam yaitu :
Penyembuhan primer ( healing by first intention)
Penyembuhan Sekunder ( healing by secondintention )
Hari pertama pasca bedah.Setelah luka disambung & dijahit,garis
insisi segera
Terisi oleh bekuan darah yang membentuk kerak yang menutupi
luka. Reaksi radang akut terlihat pada tepi luka. Dan tampak
infiltrat polimorfonuklear yang mencolok.
Hari kedua, terjadi Reepitelialisasi permukaan & pembentukan
jembatan yang terdiri dari jaringan fibrosa yang menghubungkan
kedua tepi celah subepitel. Keduanya sangat tergantung pada
anyaman fibrin pada bekuan darah., karena ini memberikan
kerangka bagi sel epitel, fibroblas, dan tunas kapiler yang
bermigrasi. Jalur-jalur tipis sel menonjol di bawah permukan
kerak, dari tepi epitel menuju ke arah sentral. Tonjolan ini
berhubungan satu sam lain, dengan demikian luka telah tertutup
oleh epitel.
Hari ketiga, respon radang akut mulai berkurang, neutrofil
digantikan oleh makrofag yang membersihkan tepi luka dari sel-sel
yang rusak dan pecahan fibrin.
Hari kelima, celah insisi biasanya terdiri dari jaringan granulasi
yang kaya pembuluh darah dan longgar. Dapat dilihat adanya
serabut-serabut kolagen dimana-mana.
Akhir minggu pertama, luka telah tertutup oleh epidermis dengan
ketebalan yang lebih kurang normal, dan celah subepitel yang telah
terisi jaringan ikat kaya pembuluh darah ini mulai membentuk
serabut-serabut kolagen.
Minggu kedua, fibroblas & pembuluh darah berploriferasi terus
menerus, dan tampak adanya timbunan progresif serabut kolagen.
16

Kerangka fibrin sudah lenyap. Jaringan parut masih tetap berwarna


merah cerah sebagai akibat peningkatan vaskularisasai. Luka
belum memiliki daya rentang yang cukup berarti. Reksi radang
hampir seluruhnya hilang.
Akhir minggu kedua, struktur jaringan dasar parut telah mantap.
Jaringan parut berwarna lebih muda akibat tekanan pada pembuluh
darah, timbunan kolagen dan peningkatan daya rentang luka.Luka
bedah yang sembuh sempurna tidak akan mencapai
Kembali daya rentang, ekstensibilitas dan elastisitas yang dimiliki
oleh kulit normal.

17

BAB III
PENUTUP
3.1.

Kesimpulan
Inflamasi atau radang adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan

fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya


mediator radang seperti histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin dan lainnya
yang menimbulkan reaksi inflamasi berupa panas, nyeri, merah, bengkak dan
disertai gangguan fungsi.
Dapat kita simpulkan bahwa inflamasi bukanlah suatu penyakit, melainkan
manifestasi dari suatu penyakit. Dimana inflamasi merupakan respon fisiologis
lokal terhadap cidera jaringan. Inflamasi dapat pula mempunyai pengaruh yang
menguntungkan, selain berfungsi sebagai penghancuran mikroorganisme yang
masuk dan pembuatan dinding pada rongga akses, inflamasi juga dapat mencegah
penyebaran infeksi. Tetapi ada juga pengaruh yang merugikan dari inflamasi,
karena secara seimbang radang juga memproduksi penyakit. Misalnya, abses otak
dan mengakibatkan terjadinya distori jaringan yang permanen dan menyebabkan
gangguan fungsi.

18

DAFTAR PUSTAKA

Abadi,

Hanung.
2009.
Radang.
http://hanungabadi.blogspot.com
/
2009/04/radang.html. Diakses pada tanggal 29 november 2013 pukul
21.00 WITA.
Abhique. 2009. Reaksi Inflamasi. http://abhique.blogspot.com/2009/10/reaksiinflmasi.html. Diakses pada tanggal 29 november 2013 pukul 21.00
WITA.
Abrams, G.D. 1995. Respon tubuh terhadap cedera. Jakarta: EGC (Buku asli
diterbitkan 1992).
Biotekhno Dauz. 2013. Patologi Radang. http://dauzbiotekhno.blogspot.com /
2013/03/patologi-radang.html. Diakses pada tanggal 29 november 2013
pukul 21.00 WITA.
Damchin, Sadam. 2012. Makalah Reaksi Peradangan. http://sadamdamchin.blogspot.com/2012/04/makalah-reaksi-peradangan.html. Diakses
pada tanggal 29 november 2013 pukul 21.00 WITA.
Dorland, W.A.N. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC. (Buku asli
diterbitkan 2000).
Gibson, J.M. 1996. Mikrobiologi dan Patologi Modern untuk Perawat. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran.
Guyton, A.C. dkk. 1997. Buku ajar fisiologi kedokteran (9th ed). Jakarta: EGC
(Buku asli diterbitkan 1996).
Hyoo. 2011. Inflamasi Akut. http://b2st23.blogspot.com/2011/10/inflamasiakut.html. Diakses pada tanggal 29 november 2013 pukul 21.00 WITA.
Mitchell, R.N. & Cotran, R.S. 2003. Acute and chronic inflammation (7th ed.).
Philadelphia: Elsevier Saunders.
Putu Amijaya, Ari. 2013. Perbedaan radang akut dengan radang kronis.
http://ariputuamijaya.wordpress.com/2011/12/10/perbedaan-radang-akutdengan-radang-kronis/. Diakses pada tanggal 29 november 2013 pukul
21.00 WITA.
Robbins, Stanley L. & Kumar, Vinay. 1995. Buku Ajar Patologi I, edisi 4. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran,
Rukmono. 1973. Kumpulan kuliah patologi. Jakarta: Bagian patologi anatomik
FK UI.
Sadrak, Agus. 2013. Proses Peradangan. http://agus-sadrak.blogspot.com /
2012/04/proses-peradangan.html. Diakses pada tanggal 29 november 2013
pukul 21.00 WITA.
Sugianto, Monita. 2013. Radang. http://doktermonita.blogspot.com /
2013/02/radang-inflamasi.html. Diakses pada tanggal 29 november 2013
pukul 21.00 WITA.
Taqwim, Ali. 2011. Radang. http://dentosca.wordpress.com/2011/04/17/radanginflamasi/. Diakses pada tanggal 29 november 2013 pukul 21.00 WITA.
Adam, Syamsunir., 1995, DASAR DASAR PATOLOGI seri

19

keperawatan, EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta


http://id.wikipedia.org/wiki/Radang
http://jenispenyakit.blogspot.com/2009/07/penyakit-radang.html
http://davidd-sastra.blogspot.com/2010/04/pengertian-radang-dan-prosesterjadinya.html

20

Anda mungkin juga menyukai