Anda di halaman 1dari 19

INFLAMASI

Hilma Yuniar Thamrin


Pendahuluan
Kata inflamasi berasal dari bahasa Latin "inflammo", yang berarti "Saya dibakar,
saya menyalakan". Inflamasi atau peradangan merupakan upaya tubuh untuk
perlindungan diri, bertujuan untuk menghilangkan rangsangan berbahaya, termasuk sel-sel
yang rusak, iritasi, atau patogen dan memulai proses penyembuhan.
Inflamasi atau peradangan adalah reaksi alamiah berupa respon vaskuler dan
seluler dari jaringan tubuh sebagai reaksi terhadap adanya stimuli. Adanya rangsang/ iritasi
akan menyebabkan munculnya respon neurogenik dan humoral. Inflamasi juga
merupakan suatu respon protektif yang ditujukan untuk menghilangkan penyebab awal
jejas sel serta membuang sel dan jaringan nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan asal.
Inflamasi melaksanakan tugas pertahanannya dengan mengencerkan,
menghancurkan atau menetralkan agen berbahaya (misalnya mikroba atau toksin).
Inflamasi kemudian menggerakkan berbagai kejadian yang akhirnya menyembuhkan dan
menyusun kembali tempat terjadinya jejas. Dengan demikian, inflamasi juga terkait erat
dengan proses perbaikan, yang mengganti jaringan yang rusak dengan regenerasi sel
parenkim, dan atau dengan pengisian setiap defek yang tersisa dengan jaringan parut
fibrosa. Walaupun efek inflamasi sering digambarkan menyebabkan beberapa kerugian,
namun proses tersebut tetap menguntungkan, antara lain adalah pengaruhnya dalam
menanggulangi pengaruh stres yang selalu ada dalam kehidupan sehari-hari.
Inflamasi distimulasi oleh faktor kimia (histamin, bradikinin, serotonin, leukotrien,
dan prostaglandin) yang dilepaskan oleh sel yang berperan sebagai mediator radang di
dalam sistem kekebalan untuk melindungi jaringan sekitar dari penyebaran infeksi.

SITOHISTOTEKNOLOGI 1
INFLAMASI
Inflamasi atau peradangan mempunyai tiga peran penting dalam perlawanan terhadap
infeksi:
1. Memungkinkan penambahan molekul dan sel efektor ke lokasi infeksi untuk
meningkatkan performa makrofag.
2. Menyediakan rintangan untuk mencegah penyebaran infeksi.
3. Mencetuskan proses perbaikan untuk jaringan yang rusak.

Fungsi peradangan antara lain :


1. Netralisasi dan pembuangan agen penyerang
2. Penghancuran jaringan nekrosis
3. Membantu mempersiapkan proses perbaikan dan pemulihan

Penyebab radang sangat banyak dan bervariasi, namun pada umumnya radang
merupakan proses respon imun terhadap mikroorganisme penyebab infeksi. Adanya
mikroorganime hidup dalam jaringan atau infeksi, hanya merupakan salah satu penyebab
terjadinya proses inflamasi. Beberapa penyebab radang lainnya adalah : trauma, operasi,
bahan kimia kaustik, panas dan dingin yang ekstrem dan iskhemia

Etiologi
Agen yang dapat menyebabkan cedera pada jaringan, yang kemudian diikuti oleh
proses inflamasi adalah kuman (mikroorganisme), benda (pisau, peluru, dsb.), suhu (panas
atau dingin), berbagai jenis sinar (sinar X atau sinar ultraviolet), listrik, zat-zat kimia, dan
lain-lain. Cedera radang yang ditimbulkan oleh berbagai agen ini menunjukkan proses
yang mempunyai pokok-pokok yang sama, yaitu terjadi cedera jaringan berupa
degenerasi (kemunduran) atau nekrosis (kematian) jaringan, pelebaran kapiler yang
disertai oleh cedera dinding kapiler, terkumpulnya cairan dan sel (cairan plasma, sel
darah, dan sel jaringan) pada tempat radang yang disertai oleh proliferasi sel jaringan
makrofag dan fibroblas, terjadinya proses fagositosis, dan terjadinya perubahan-
perubahan imunologik.

SITOHISTOTEKNOLOGI 2
INFLAMASI
Berikut beberapa penyebab terjadinya inflamasi, yaitu :
1. Benda Fisik
a. Benda benda Traumatik (Jarum, pisau, kapak, tombak, panah)
b. Suhu
c. Listrik (voltase tinggi)
d. Radiasi (Sinar X, Nuklir)
2. Bahan Kimiawi yang korosif / Toksik : HNO3, H2SO4, Toksin (Bisa Ular /
Kalajengking)
3. Benda Infektif (bakteri / kuman / basil)
a. Golongan Kokus (Stafilokokus, Streptokokus, Meningokokus , Pneumokokus,
Diplokokus)
b. Golongan virus (RNA : Polio, rabies, DNA : HIV)
c. Golongan Ricketsia
d. Golongan Klamidia
e. Golongan mikrobakterium (KP, MH)
f. Golongan Parasit( Malaria, Sifilis, Kencing tikus , Cacing : Cacing Kremi,
cacing pita, cacing tambang, cacing gelang, Elephanthiasis
g. Golongan Jamur- jamur (Kandida sp, Kriptokokus neoformans,
Epidermophyta, Aspergyllus sp, Tinea : Ingunialis, Kapitis, Versikolor

Tanda-tanda Inflamasi
Gambaran makroskopik peradangan sudah diuraikan 2000 tahun yang lampau.
Tanda-tanda radang ini oleh Celsus, seorang sarjana Roma yang hidup pada abad
pertama sesudah Masehi, sudah dikenal dan disebut tanda-tanda radang utama. Tanda-
tanda radang ini masih digunakan hingga saat ini. Tanda-tanda radang mencakup rubor
(kemerahan), kalor (panas), dolor (rasa sakit), dan tumor (pembengkakan). Tanda pokok
yang kelima ditambahkan pada abad terakhir yaitu functiolaesa (perubahan fungsi).

SITOHISTOTEKNOLOGI 3
INFLAMASI
1. Kemerahan (rubor)
Terjadinya warna kemerahan ini karena arteri yang mengedarkan darah ke daerah
tersebut berdilatasi sehingga terjadi peningkatan aliran darah ke tempat cedera.
2. Rasa panas (kalor)
Rasa panas dan warna kemerahan terjadi secara bersamaan. Dimana rasa panas
disebabkan karena hiperemi vaskuler, jumlah darah lebih banyak di tempat radang
daripada di daerah lain di sekitar radang. Fenomena panas ini terjadi bila terjadi di
permukaan kulit. Sedangkan bila terjadi jauh di dalam tubuh tidak dapat kita lihat
dan rasakan.
3. Rasa sakit (dolor)
Rasa sakit akibat radang dapat disebabkan beberapa hal: (1) adanya peregangan
jaringan akibat adanya edema sehingga terjadi peningkatan tekanan lokal yang
dapat menimbulkan rasa nyeri, (2) adanya pengeluaran zat zat kimia atau
mediator nyeri seperti prostaglandin, histamin, bradikinin yang dapat merangsang
saraf saraf perifer di sekitar radang sehingga dirasakan nyeri.
4. Pembengkakan (tumor)
Gejala paling nyata pada peradangan adalah pembengkakan yang disebabkan oleh
terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler, adanya peningkatan aliran darah dan
cairan ke jaringan yang mengalami cedera sehingga protein plasma dapat keluar
dari pembuluh darah ke ruang interstitium.
5. Fungsiolaesa
Fungsiolaesa merupakan gangguan fungsi dari jaringan yang terkena inflamasi dan
sekitarnya akibat proses inflamasi.

Tipe-tipe Inflamasi
Terdapat 2 tipe inflamasi yaitu Akut dan kronis
1. Akut (eksudatif) merupakan respon awal terhadap gangguan, merupakan reaksi
non spesifik dan mungkin menimbulkan pengaruh yang fatal. Durasi biasanya
pendek, umumnya terjadi sebelum respon immun menjadi jelas dan ditujukan

SITOHISTOTEKNOLOGI 4
INFLAMASI
terutama untuk menghilangkan agen penyebab gangguan dan membatasi jumlah
jaringan yang rusak
2. Kronis (proliferative) berlangsung selama berminggu-minggu, berbulan-bulan
bahkan bisa bertahun-tahun. Radang kronis bisa merupakan hasil perkembangan
radang akut. Ciri radang kronis adalah adanya infiltrasi sel mononuklear
(makrofag). limfosit dan proliferasi fibroblas. Agen penyebab biasanya merupakan
iritan yang mengganggu secara persisten namun tidak mampu melakukan penetrasi
lebih dalam atau menyebar secara cepat. Contoh konkret penyebab radang kronis
antara lain : benda asing, silikon, asbes dan benang jahit operasi.

Jenis-jenis Inflamasi
Inflamasi dapat dibedakan menjadi inflamasi akut, kronis, akut dengan hipersensitivitas
cepat, serta kronis dengan peran eosinofil. Perbedaan jenis-jenis tersebut akan diuraikan
pada tabel berikut.

Tabel 1. Jenis-jenis inflamasi


Perbedaan Inflamasi akut inflamasi kronis Inflamasi akut inflamasi kronis
(piogenik) (granulomatosa) (hipersensitivitas (peran eosinofil)
cepat)
Mikobakteri,
pemicu khas Staphilococcus cacing cacing
Hepatitis B
sel pemicu makrofag makrofag ? ?
sel efektor
imunitas netrofil makrofag, sel NK sel mast sel mast, eosinofil
nonspesifik
sel efektor
imunitas tidak ada Th1 Th2, sel B Th2, Sel B
spesifik
komplemen, IL-3, IL-4, IL-5.
TNF, IL-12, IL-18, Histamin, sel
mediator GM-CSF, TNF, leukotrin,
IFN-, kemokin mast,
kemokin kemokin
respon fase akut,
respon fase eosinofilia, IgE
efek sistemik efek kronis TNF, anafilaksis
akut, netrofilia meningkat
netrofilia
edem, mucus,
jenis pembentukan granuloma dapat inflamasi difus di
kontraksi otot
kerusakan nanah, abses ditemukan mukosa atau kulit
polos

SITOHISTOTEKNOLOGI 5
INFLAMASI
Mekanisme Inflamasi
Inflamasi terjadi sebagai reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera yang
melibatkan lebih banyak mediator dibandingkan dengan respon imun spesifik. Seperti
dikemukakan sebelumnya, inflamasi dapat terjadi secara lokal, sistemik, akut dan kronis
yang dapat menimbulkan kelainan patologis. Dalam beberapa menit setelah terjadi cedera
jaringan, ditemukan vasodilatasi yang menghasilkan peningkatan volume darah sehingga
menimbulkan perdarahan.

respon vaskuler
cedera

aktivasi mediator inflamasi

vasodilatasi kapiler

respon seluler
aktivasi leukosit

fagositosis

Gambaran Respon Inflamasi

Permeabilitas vaskuler yang meningkat menimbulkan kebocoran cairan pembuluh


darah sehingga terjadi edema. Ketika Inflamasi terjadi, maka beberapa sel-sel inflamasi dan
mediatornya akan terlibat dalam proses perjalanan inflamasi dan respon perbaikan.

SITOHISTOTEKNOLOGI 6
INFLAMASI
A. SEL-SEL INFLAMASI
Sel-sel sistem imun nonspesifik seperti netrofil, sel mast, basophil, eosinofil dan
makrofag jaringan berperan dalam proses inflamasi. Sel-sel tersebut diproduksi dan
disimpan sebagai persediaan untuk sementara di sumsum tulang, masa hidup tidak lama
dan jumlahnya yang diperlukan ditempat inflamasi dipertahankan oleh influx sel-sel baru
dari persediaan tersebut.
Netrofil merupakan sel utama pada inflamasi dini, bermigrasi ke jaringan dan
puncaknya terjadi pada 6 jam pertama. Untuk memenuhi hal tersebut diperlukan
peningkatan produksi netrofil dalam sumsum tulang. Orang dewasa normal memproduksi
lebih dari 1010 netrofil perhari, tapi pada inflamasi dapat meningkat sampai 10 kali lipat.
Proses inflamasi diperlukan sebagai pertahanan pejamu terhadap mikroorganisme yang
masuk kedalam tubuh serta untuk penyembuhan luka yang membutuhkan komponen
seluler untuk membersihkan debris lokasi cedera serta meningkatkan perbaikan jaringan.
Sel fagosit diperlukan untuk menyingkirkan bahan-bahan asing dan mati di jaringan
yang cedera. Mediator inflamasi yang dilepaskan oleh fagosit seperti enzim, radikal bebas
anion superoksid dan oksida nitrit berperan untuk menghancurkan makromolekul dalam
cairan eksudat. Selain sel-sel yang disebutkan diatas, masih ada beberapa sel yang terlibat
dalam proses inflamasi.
1. Sel endotel
Sel endotel (SE) merupakan pembatas antara darah dan rongga ekstravaskular.
Pada keadaan normal, SE merupakan permukaan yang tidak lengket sehingga dapat
mencegah koagulasi, adhesi sel dan kebocoran cairan rongga intravascular. Sel endotel
juga berperan dalam pengaturan tonus vascular dan perfusi jaringan melalui pelepasan
komponen vasodilator (prostasiklin/PGI2, adenosine dan EDRF) dan komponen
vasokonstriksi (endotelin). Bila SE rusak, maka sifat antikoagulasi akan hilang dan
membrane basal terpajan, sehingga akan menimbulkan agregasi trombosit dan
leukosit.

SITOHISTOTEKNOLOGI 7
INFLAMASI
Sel endotel pembuluh darah vena

2. Molekul adhesi-migrasi leukosit


Dalam keadaan normal, leukosit hanya sedikit melekat pada SE, tetapi jika terjadi
proses inflamasi, adhesi antara leukosit dan SE sangat ditingkatkan. Interaksi adhesi
(gaya tarik menarik antara molekul yang tidak sejenis) diatur oleh ekspresi permukaan
sel yaitu molekul adhesi serta ligan/reseptornya. Ikatan leukosit dan SE diawali oleh
ekspresi L-selektin pada permukaan leukosit, P-selektin dan E-selektin pada permukaan
SE, dengan reseptornya berupa hidrat arang. Interaksi inilah yang memungkinkan
terjadinya marginasi leukosit sepanjang dinding vascular di tempat inflamasi dan
menandai awal proses inflamasi.
Pelepasan mediator inflamasi meningkatkan molekul adhesi, baik pada sel inflamasi
(netrofil, monosit) maupun pada SE. hal tersebut akan meningkatkan adhesi,
perubahan arus darah, marginasi dan migrasi sel-sel (netrofil, monosit dan eosinofil) ke
pusat inflamasi. Migrasi tersebut juga diarahkan oleh faktor-faktor kemotaktik yang
diproduksi berbagai sel, mikroba, komplemen dan sel mast. Pada tabel berikut dapat
kita lihat beberapa molekul adhesi yang berperan pada migrasi leukosit.

SITOHISTOTEKNOLOGI 8
INFLAMASI
Tabel 2. Molekul adhesi yang berperan pada migrasi leukosit
Molekul Struktur lokasi fungsi
Selektin P Selektin endotel inflamasi akut
netrofil adhesi netrofil
trombosit hemostasis
Selektin E Selektin endotel melambatkan leukosit
Selektin L Selektin limfosit mengikat HEV
netrofil melambatkan leukosit
ICAM-1 Famili Ig endotel adhesi & migrasi
ICAM-2 Famili Ig endotel adhesi & migrasi
VCAM-1 Famili Ig endotel adhesi
MadCAM-1 Famili Ig Limfoid Homing Limfosit
PECAM Famili Ig Endotel aktivasi adhesi
limfosit pengarahan migrasi
LFA-1 Integrin aLb2 leukosit migrasi
CR3 Integrin aMb2 fagosit Migrasi, mengikat kompleks imun
CR4 Integrin axb2 fagosit adhesi, mengikat kompleks imun
VLA-4 integrin A4b1 limfosit Adhesi di tempat inflamasi dan HEV
LPAM Integrin A4b7 limfosit migrasi kejaringan limfoid
GlyCAM-1 sialoglikoprotein HEV kontrol adhesi
PSGL-1 Sialoglikoprotein netrofil melambatkan pada inflamasi akut
CLA glikoprotein limfosit migrasi limfosit ke kulit
Sumber: Imunologi Dasar;Karnen

3. Ekstravasasi leukosit
Segera setelah timbulnya respon inflamasi, berbagai sitokin dan mediator inflamasi
lainnya bekerja terhadap endotel pembuluh darah lokal berupa peningkatan ekspresi
CAM. Netrofil dan monosit direkrut dari dalam pembuluh darah menuju ketempat
infeksi, hal inilah yang disebut sebagai ekstravasasi leukosit. Netrofil dan monosit akan
berikatan dengan molekul adhesi endothelial dan berespon dengan kemoaktraktan
yang diproduksi pada saat inflamasi dimulai.

SITOHISTOTEKNOLOGI 9
INFLAMASI
Netrofil merupakan sel pertama yang berikatan dengan SE dan bergerak keluar
vaskuler. rangkaian ekstravasasi leukosit dibagi dalam 4 tahap, yaitu :
a. Penambatan dan menggulir
Sel endotel yang berada dilapisan vascular disekitar tempat infeksi akan
meningkatkan ekspresi molekul adhesi yaitu selektin. Sehingga akan terjadi
interaksi antara selektin-L yang diekspresikan oleh leukosit dengan selektin-P dan
E yang diinduksi pada sel endotel. Hal ini akan menyebabkan leukosit bergulir
sepanjang endotel secara berulang, serta menstimulasi leukosit berikutnya untuk
melakukan hal yang sama.
b. Aktivasi oleh rangsangan kemoaktraktan
Selanjutnya akan terjadi aktifasi dan penguatan melalui induksi cepat, dimana
kemokin meningkatkan afinitas integrin. Kemokin ini diproduksi oleh makrofag
jaringan lalu dibawa ke permukaan sel endotel. Kemudian akan berikatan dengan
reseptornya yang berada di permukaan leukosit sehingga interaksi yang tadinya
lemah akan menjadi kuat melalui peningkatan afinitas integrin.
c. Adhesi
Adanya peningkatan afinitas integrin ini akan membuat leukosit melekat dengan
sangat kuat, teratur dan tersebar pada endotel.
d. Migrasi Transendotel
Kemokin atau kemoaktraktan lain, mengikat reseptor spesifik pada netrofil dan
mengaktifkan jalur sinyal transduksi yang menghasilkan dalam perubahan
konformasional pada molekul integrin sehingga memungkinkan leukosit untuk
menempel dengan kuat pada molekul adhesi. Hal ini juga menstimulasi leukosit
berpindah melewati ruang interendotelial.

SITOHISTOTEKNOLOGI 10
INFLAMASI
Ekstravasasi Leukosit pada proses inflamasi

B. MEDIATOR INFLAMASI
Inflamasi disebabkan oleh pelepasan berbagai mediator yang berasal dari jaringan
rusak, sel mast, leukosit dan komplemen. Meskipun sebeb pemicunya berbeda, namun
jalur akhir inflamasi adalah sama, kecuali inflamasi yang disebabkan alergi (IgE-sel
mast) yang terjadi lebih cepat dan dapat menjadi sistemik. Mediator-mediator tersebut
menimbulkan gejala-gejala klasik inflamasi yaitu edema, bengkak, kemerahan, nyeri,
serta gangguan fungsi. Kejadian tingkat molekuler/seluler pada inflamasi adalah
vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vascular dan infiltrasi selular. Hal-hal tersebut

SITOHISTOTEKNOLOGI 11
INFLAMASI
disebabkan berbagai mediator kimia yang disebarluaskan ke seluruh tubuh dalam
bentuk aktif atau tidak aktif.

Tabel 3. Mediator pada inflamasi akut


Mediator Asal Efek
Histamin Sel mast, basofil Peningkatan permeabilitas
kontraksi Otot polos, kemokinosis
1 5-Hidroksi triptamin Trombosit, Permeabilitas vaskuler
mastosit
Platelet activating factor Basofil, Pelepasan mediator dari
neutrofil, trombosit, permeabilitas vaskuler
makrofag meningkat, kontraksi otot polos,
aktivasi neutrophil
Neutrofil chemotactic factor Mastosit Kemotaksis neutrofil
Chemokines Leukosit Merangsang kemotaksis
C3a Komplemen C3 Degranulasi mastosit, kontraksi
otot polos
C5a Komplemen C5 Degranulasi mastosit, kemotaksin
neutrofil dan makrofag, aktivasi
neutrofil, kontraksi otot polos,
permeabilitas vaskuler meningkat
Bradikinin Sistem kinin Vasodilatasi, kontraksi otot polos
peningkatan permeabilitas, rasa
sakit
Fibrinopeptida dan produk Sistem Permeabilitas vaskuler,
asal fibrin koagulasih kemotaksis neutrophil &
makrofag
Prostaglandin E-2 Jalur Vasodilatasi, peningkatan
siklooksigenase permeabilitas vaskuler oleh
histamin dan bradikinin
Leukotrin B4 Jalur Kemotaksis neutrofil, sinergistik
Lipoksigenase dgn prostaglandin E2 dalam
meningkatkan permeabilitas
vaskuler
Leukotrin D4 Jalur Kontraksi otot polos,
lipoksigenase permeabilitas vaskuler meningkat
Sumber : Baratawidjaja, 2002

SITOHISTOTEKNOLOGI 12
INFLAMASI
Tabel 4. Efek Mediator Inflamasi
Efek Mediator
Peningkatan permeabilitas Histamin, bradikinin, C3a, C5a, LTR : C4,D4,E4 & PAF
Vasodilatasi Histamin, PG, PAF
Nyeri Bradikinin, PG
Adhesi Leukosit LTB4, IL-1, TNF-, C5a
Kemotaksis leukosit C5a, C3a, IL-8, PAF, LTB4, fragmen fibrin & kolagen
Respon Fase akut IL-1, TNF-, IL-6
Kerusakan jaringan protease dan radikal bebas
Sumber : Baratawidjaja, 2002

C. PERJALANAN INFLAMASI
Proses inflamasi akan berjalan sampai antigen atau benda asing dapat disingkirkan. Hal
tersebut umumnya terjadi cepat berupa inflamasi akut yang berlangsung beberapa jam
sampai hari. Inflamasi akan pulih setelah mediator-mediator diinaktifkan. Bila
penyebab inflamasi tidak dapat disingkirkan atau terjadi pajanan berulang dengan
antigen, akan terjadi inflamasi kronis yang dapat merusak jaringan dan kehilangan
fungsi secara permanen.
1. Inflamasi lokal, proses ini memberikan proteksi dini terhadap infeksi atau cedera
jaringan. Inflamasi akut melibatkan baik respon lokal maupun sistemik. reaksi
lokal terdiri atas tumor, rubor, kalor, dolor dan gangguan fungsi. Dalam
beberapa jam setelah dimulainya proses ini, netrofil menempel pada sel endotel
dan bermigrasi keluar dari pembuluh darah menuju rongga jaringan, memakan
pathogen/antigen dan melepas mediator yang berperan dalam proses inflamasi.
2. Inflamasi akut, umumnya menunjukkan waktu yang cepat dan berlangsung
singkat. Inflamasi akut biasanya disertai reaksi sistemik yang disebut respons fase
akut, ditandai dengan perubahan cepat dalam kadar beberapa protein plasma.
Reaksi dapat menimbulkan reaksi berantai yang berdampak terjaddinya
vasodilatasi, kebocoran vaskulator mikro dengan eksudasi cairan dan protein
serta infiltrasi lokal sel-sel inflamasi. Inflamasi akut ditujukan untuk eradikasi
bahan atau mikroorganisme yang memacu respon awal. Monosit-makrofag
berperan untuk mencerna mikroba, debris seluler dan netrofil yang berdegenerasi

SITOHISTOTEKNOLOGI 13
INFLAMASI
serta penyembuhan luka dan memperbaiki parenkim. Inflamasi akut dapat
disebabkan oleh adanya benda asing yang masuk tubuh, invasi mikroorganisme,
trauma, bahan kimia yang berbahaya, faktor fisik dan alergi.
3. Inflamasi akut sistemik, dapat terjadi sebagai efek jaringan lokal berupa
peningkatan produksi mucus kelenjar dan remodeling jaringan atas pengaruh
fibroblast dan sel endotel, yang akhirnya akan menimbulkan jaringan parut.
4. Inflamasi kronis, terjadi bila proses inflamasi akut gagal dan antigen menetap.
Inflamasi akut berbeda dengan inflamasi kronis. Antigen yang persisten
menimbulkan aktivasi dan akumulasi makrofag yang terus menerus. Tabel berikut
akan memperlihatkan perbedaan antara inflamasi akut dan kronis.
Tabel 5. Perbedaan Inflamasi akut dan kronis
Perbedaan Inflamasi akut Inflamasi kronis
Sel yang terlibat netrofil, monosit makrofag yang berubah, limfosit
Mediator Kinin, komplemen, Sitokin asal sel T dan makrofag
PG dan LT
Lesi khas Abses granuloma
Sumber : Baratawidjaja, 2002

Manifestasi Inflamasi
1. Inflamasi akut, dibedakan menjadi dua kategori :
a) Respon vaskuler, terjadi sejak timbulnya vasokonstriksi pembuluh darah
kecil didaerah radang. Vasokonstriksi akan segera diikuti vasodilatasi
arteriola dan venula yang mensuplai daerah radang. Sebagai hasil dari reaksi
tersebut, maka daerah radang menjadi kongesti yang menyebabkan jaringan
berwarna merah dan panas. Bersamaan dengan itu, permeabilitas kapiler
akan meningkat, yang menyebabkan cairan berpindah ke jaringan dan
menyebabkan kebengkakan, rasa sakit dan gangguan fungsi
b) Respon seluler pada keradangan akut ditandai dengan adanya proses
fagositosis dari sel darah putih.

SITOHISTOTEKNOLOGI 14
INFLAMASI
2. Inflamasi kronis, berbeda dengan radang akut, radang kronis menciri dengan
adanya infiltrasi sel mononuklear termasuk makrofag, limfosit dan plasma sel;
jaringan yang terdestruksi, proliferasi pembuluh darah kecil (angiogenesis) dan
fibrosis.

Reaksi jaringan selama radang


Berdasarkan proses kimiawi dan kerjasama berbagai sel dan jaringan dalam tubuh,
penampakan perubahan jaringan selama keradangan dibedakan menjadi 3 stadium :
1. Stadium hiperemis : selama stadium ini, perubahan gambaran jaringan disertai
dengan aaanya dilatasi pembuluh darah setempat, peningkatan aliran darah dan
peningkatan aliran limfe.
2. Stadium stagnasi : Pada stadium ini aliran darah justru menurun, namun tekanan
setempat meningkat. Timbul eksudasi leukosit di jaringan interseluler, perubahan
sel menjadi fagosit dsan jaringan ikat setempat berubah menjadi fibroblas.
3. Stadium Resolusi : Stagnasi sedikit demi sedikit berkurang, sistem limfe kembali
normal, deposit fibrin karena diserap leukosit dan munculnya kapiler-kapiler darah
yang baru.

Ketika terjadi inflamasi, maka permeabilitas vaskuler serta tekanan hidrostatik


akan meningkat. Kedua hal ini akan menyebabkan cairan plasma keluar dari pembuluh
darah sehingga terjadi penimbunan cairan pada jaringan interstitial atau rongga serosa.
Inilah yang menjadi pencetus timbulnya edema.
Edema ini dapat berupa cairan eksudat maupun transudat. Eksudat adalah
cairan radang ekstra sel yang mengandung protein konsentrasi tinggi, banyak sel
debris, dengan berat jenis diatas 1,020. Sedangkan transudat adalah cairan dengan
kadar protein rendah dengan berat jenis dibawah 1,020. Kedua cairan ini, baik eksudat
maupun transudat, sama sama merupakan cairan dari ultrafiltrat plasma darah dan
terjadi akibat ketidakseimbangan tekanan hidrostatik didalam pembuluh darah.

SITOHISTOTEKNOLOGI 15
INFLAMASI
Tabel 6. Perbedaan transudat dan eksudat
No Jenis Transudat Eksudat

1 Warna Kuning pucat, jernih Jernih, keruh, purulen, hemoragik

2 Bekuan - -/+

3 Berat jenis < 1018 > 1018

4 Leukosit < 1000/ uL Bervariasi, > 1000/ uL

5 Eritrosit Sedikit Biasanya banyak

6 Hitung jenis MN ( limfosit/ mesotel ) Terutama ( PMN )

7 Protein total < 50 % serum > 50 % serum

8 LDH < 60 % serum > 60 % serum

9 Glukosa = plasma = / < plasma

10 Fibrinogen 0,3-4 % 4-6 % atau lebih

11 Amilase - > 50 % serum

12 Bakteri - -/+

Terdapat 3 komponen histologis dasar pada daerah inflamasi :


1. vaskularisasi yang disertai peningkatan suhu namun statis dari aliran darah yang
menyebabkan panas dan kemerahan,
2. eksudasi seluler terutama sel fagosit (neutrofil dan monosit) yang menyebabkan
pembengkakan,
3. eksudasi cairan yang mengandung protein tinggi (fibrinogen) menyebabkan
kebengkakan disertai iritasi nervus yang menyebabkan sakit dan gangguan fungsi.

SITOHISTOTEKNOLOGI 16
INFLAMASI
Gambaran histologi inflamasi akut dan kronik

Gambaran histologi sel-sel inflamasi

Gambaran histologi eksudasi seluler

SITOHISTOTEKNOLOGI 17
INFLAMASI
D. RESPON PERBAIKAN ATAU PENYEMBUHAN
Proses perbaikan atau penyembuhan merupakan proses pergantian sel-sel atau
jaringan rusak dan mati dengan jaringan yang sehat derivat parenkim atau jaringan
konektivus (Celluti dan Lauferb, 2001). Penyembuhan adalah respon alamiah terhadap
jaringan yang rusak, merupakan interaksi dari cascade kompleks dari sel-sel yang
menghasilkan pembentukan jaringan baru sehingga jaringan yang rusak akan kembali baik
dan memiliki kekuatan seperti sedia kala (Romo, 2001). Proses penyembuhan merupakan
proses yang dinamis, interaktif yang melibatkan mediator, sel-sel darah, matriks
ekstraseluler dan sel-sel parenkim (Singer and Clarck, 1999). Bila fase inflamasi sudah
dibetralkan oleh molekul anti inflamasi, penyembuhan jaringan dimulai dengan
melibatkan berbagai sel seperti fibroblast dan makrofag. Sel-sel tersebut memproduksi
kolagen yang diperlukan untuk perbaikan jaringan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesembuhan luka.


Meskipun secara alamiah kesembuhan luka berjalan dengan sendirinya, banyak
faktor dapat mempengaruhi kesembuhan luka, sehingga mekanisme yang seharusnya
terjadi menjadi terhambat, sehingga kesembuhan berjalan lambat atau tidak terjadi sama
sekali. Beberapa faktor yang berpengaruh pada proses kesembuhan luka antara lain :
1. Faktor Umum : defisiensi protein, defisiensi vitamin A, defisiensi asam askorbat,
defisiensi Zn, obesitas, faktor genetik, anemia, leukopenia, hormon dan umur.
2. Faktor Lokal : Vaskularisasi lokal, trauma luka, hematoma, durasi operasi, infeksi,
adanya benda asing, jahitan yang tidak baik serta suplai nervus.

Fase Penyembuhan
Fase-fase ini terdiri dari :
1. Fase koagulasi : setelah luka terjadi, terjadi perdarahan pada daerah luka yang
diikuti dengan aktifasi kaskade pembekuan darah sehingga terbentuk klot
hematoma. Proses ini diikuti oleh proses selanjutnya yaitu fase inflamasi.
2. Fase inflamasi : Fase inflamasi mempunyai prioritas fungsional yaitu menggalakkan
hemostasis, menyingkirkan jaringan mati, dan mencegah infeksi oleh bakteri

SITOHISTOTEKNOLOGI 18
INFLAMASI
patogen terutama bakteria. Pada fase ini platelet yang membentuk klot hematom
mengalami degranulasi, melepaskan faktor pertumbuhan seperti platelet derived
growth factor (PDGF) dan transforming growth factor (TGF), granulocyte
colony stimulating factor (G-CSF), C5a, TNF, IL-1 dan IL-8. Leukosit bermigrasi
menuju daerah luka. Terjadi deposit matriks fibrin yang mengawali proses
penutupan luka. Proses ini terjadi pada hari 2-4.
3. Fase proliperatif : Fase proliperatif terjadi dari hari ke 4-21 setelah trauma.
Keratinosit disekitar luka mengalami perubahan fenotif. Regresi hubungan
desmosomal antara keratinosit pada membran basal menyebabkan sel keratin
bermigrasi kearah lateral. Keratinosit bergerak melalui interaksi dengan matriks
protein ekstraselular (fibronectin,vitronectin dan kolagen tipe I). Faktor
proangiogenik dilepaskan oleh makrofag, vascular endothelial growth factor
(VEGF) sehingga terjadi neovaskularisasi dan pembentukan jaringan granulasi.
4. Fase remodeling : Remodeling merupakan fase yang paling lama pada proses
penyembuhan luka,terjadi pada hari ke 21-hingga 1 tahun. Terjadi kontraksi luka,
akibat pembentukan aktin myofibroblas dengan aktin mikrofilamen yang
memberikan kekuatan kontraksi pada penyembuhan luka. Pada fase ini terjadi
juga remodeling kolagen. Kolagen tipe III digantikan kolagen tipe I yang dimediasi
matriks metalloproteinase yang disekresi makrofag, fibroblas, dan sel endotel.
Pada masa 3 minggu penyembuhan, luka telah mendapatkan kembali 20%
kekuatan jaringan normal.

Sumber:
Archibald, J., 1974, Canine Surgery, 2 ed, 22-29. Baratawidjaja, K.G., 2002, Imunologi Dasar, Edisi ke 5,Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta,314-325 Celloti, F and Laufer, S., 2001, Inflammation, Healing and
Repair Synopsis, J. Phar. Res., Vol. 43, No. 5, 2001 Cotran, R.S., Kumar, V., and Robbins, S.L., 1994, Robbins Pathologic
basis of Disease, 5 ed, WB. Saunders Company, Philadelphia, London, toronto, Montreal, Sydney, Tokyo,51-92.
NN, 2003, Inflammation, Tissue repair and Fever dalam Connection.lww.com/go/porth, Chapter 9. halaman 150-167.
Romo III, T.,2001, Skin Wound Healing, JMS., sepetmber 10, 2001, Department of Otolaryngology, Division of Plastic
Surgery and reconstructive Surgery, New York Eye and ear Infirmy, Singer, A.J. and Clarck, R.A.F., 1999, Cutaneous
Wound Healing, NEJM, Vol 341, September 2, 1999, Number 10, pp. 738-746 Thomson, R.G., 1978, General
Veterinary Pathology, W.B. Saunders Company, Phyladelphia, London, Toronto, 152-211. (Hunt,2003;
Mann,dkk;2001,Ting,dkk;2008).

SITOHISTOTEKNOLOGI 19
INFLAMASI

Anda mungkin juga menyukai