Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH INFLAMASI

PRAMEGITA CAHYANI
H41116004

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
PERADANGAN ATAU INFLAMASI
A. Pengertian
Peradangan atau inflamasi adalah suatu respon protektif yang ditujukan untuk menghilangkan
penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan jaringan nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan
asal (Mitchel & Cotran, 2003). Inflamasi melaksanakan tugas pertahanannya dengan mengencerkan,
menghancurkan atau menetralkan agen berbahaya (misalnya mikroba atau toksin). Inflamasi
kemudian menggerakkan berbagai kejadian yang akhirnya menyembuhkan dan menyusun kembali
tempat terjadinya jejas. Dengan demikian, inflamasi juga terkait erta dengan proses perbaikan, yang
mengganti jaringan yang rusak dengan regenerasi sel parenkim, dan atau dengan pengisian setiap
defek yang tersisa dengan jaringan parut fibrosa (Kumala et al., 1998; Mitchel & Cotran, 2003).
Pada saat respon radang meliputi suatu perangkat kompleks berbagai kejadian yang sangat
harmonis, garis besar suatu inflamasi adalah sebagai berikut. Stimulus awal radang memicu
pelepasan mediator kimia dari plasma atau dari jaringan ikat. Mediator terlarut itu, bekerja bersama
atau secara berurutan, memperkuat respon awal radang dan mempengaruhi perubahannya dengan
mengatur respon vaskular dan selular berikutnya. Respon radang diakhiri ketika stimulus yang
membahayakan menghilang dan mediator radang telah hilang, dikatabolisme atau diinhibisi (Mitchel
& Cotran, 2003).
Pada bentuk akutnya ditandai oleh tanda klasik : nyeri (dolor), panas (kolor), kemerahan
(rubor), bengkak (tumor), dan hilangnya fungsi (fungsiolesa). Secara histologis, menyangkut
rangkaian kejadian yang rumit, mencakup dilatasi arteriol, kapiler, dan venula, disertai peningkatan
permeabilitas dan aliran darah; eksudasi cairan, termasuk protein plasma; dan migrasi leukositik ke
dalam fokus peradangan. (Kumala et al., 1998; Spector, 1993).
Apabila jaringan cedera misalnya karena terbakar, teriris atau karena infeksi kuman, maka
pada jaringan ini akan terjadi rangkaian reaksi yang memusnahkan agen yang membahayakan
jaringan atau yang mencegah agen menyebar lebih luas. Reaksi-reaksi ini kemudian juga
menyebabkan jaringan yang cedera diperbaiki atau diganti dengan jaringan baru. Rangkaian reaksi
ini disebut radang (Rukmono, 1973).
Agen yang dapat menyebabkan cedera pada jaringan, yang kemudian diikuti oleh radang
adalah kuman (mikroorganisme), benda (pisau, peluru, dsb.), suhu (panas atau dingin), berbagai jenis
sinar (sinar X atau sinar ultraviolet), listrik, zat-zat kimia, dan lain-lain. Cedera radang yang
ditimbulkan oleh berbagai agen ini menunjukkan proses yang mempunyai pokok-pokok yang sama,
yaitu terjadi cedera jaringan berupa degenerasi (kemunduran) atau nekrosis (kematian) jaringan,
pelebaran kapiler yang disertai oleh cedera dinding kapiler, terkumpulnya cairan dan sel (cairan
plasma, sel darah, dan sel jaringan) pada tempat radang yang disertai oleh proliferasi sel jaringan
makrofag dan fibroblas, terjadinya proses fagositosis, dan terjadinya perubahan-perubahan
imunologik (Rukmono, 1973).
Secara garis besar, peradangan ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah lokal yang
mengakibatkan terjadinya aliran darah setempat yang berlebihan, kenaikan permeabilitas kapiler
disertai dengan kebocoran cairan dalam jumlah besar ke dalam ruang interstisial, pembekuan cairan
dalam ruang interstisial yang disebabkan oleh fibrinogen dan protein lainnya yang bocor dari kapiler
dalam jumlah berlebihan, migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit ke dalam jaringan, dan
pembengkakan sel jaringan. Beberapa produk jaringan yang menimbulkan reaksi ini adalah histamin,
bradikinin, serotonin, prostaglandin, beberapa macam produk reaksi sistem komplemen, produk
reaksi sistem pembekuan darah, dan berbagai substansi hormonal yang disebut limfokin yang
dilepaskan oleh sel T yang tersensitisasi (Guyton & Hall, 1997).
respon dari suatu organisme terhadap patogen dan alterasi mekanis dalam jaringan, berupa
rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan yang mengalami cedera, seperti karena terbakar,
atau terinfeksi
satu dari respon utama sistem kekebalan terhadap infeksi dan iritasi. Inflamasi distimulasi
oleh faktor kimia (histamin, bradikinin, serotonin, leukotrien, dan prostaglandin) yang dilepaskan
oleh sel yang berperan sebagai mediator radang di dalam sistem kekebalan untuk melindungi
jaringan sekitar dari penyebaran infeksi.

B. Penyebab

1.Benda Fisik

a) Benda – benda Traumatik :

Jarum

Pisau

Kapak

Tombak

Panah
Binatang buas

b) Suhu

c) Listrik

- Voltase tinggi

d) Radiasi

- Sinar X

- Nuklir

2. Bahan Kimiawi yang Korosif / Toksik :

HNO3

H2SO4

Toksin : Bisa Ular / Kalajengking

3. Benda Infektif

1. Bakteri / Kuman / Basil

Golongan Kokus

1) Stafilokokus

2) Streptokokus

3) Meningokokus
4) Pneumokokus

5) Diplokokus

Golongan virus

1) RNA : Polio, rabies

2) DNA : HIV

Golongan Ricketsia

Golongan Klamidia

Golongan mikrobakterium :

1) KP

2) MH

Golongan Parasit

1) Malaria

2) Sifilis

3) Kencing tikus

4) Cacing : Cacing Kremi, cacing pita, cacing tambang, cacing gelang

5) Elephanthiasis

Golongan Jamur- jamur

1) Kandida sp

2) Kriptokokus neoformans

3) Epidermophyta

4) Aspergyllus sp

5) Tinea : Ingunialis, Kapitis, Versikolor


Gambaran makroskopik peradangan sudah diuraikan 2000 tahun yang lampau. Tanda-tanda radang
ini oleh Celsus, seorang sarjana Roma yang hidup pada abad pertama sesudah Masehi, sudah dikenal
dan disebut tanda-tanda radang utama. Tanda-tanda radang ini (Tabel 1) masih digunakan hingga
saat ini. Tanda-tanda radang mencakup rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (rasa sakit), dan
tumor (pembengkakan). Tanda pokok yang kelima ditambahkan pada abad terakhir yaitu functio
laesa (perubahan fungsi) (Abrams, 1995; Rukmono, 1973; Mitchell & Cotran, 2003).
Tanda-tanda cardinal inflamsi :
1. Rubor
Rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan.
Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran arteriola yang mensuplai darah ke daerah
peradangan. Dengan demikian, lebih banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan kapiler
meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut hiperemia atau kongesti,
menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut. Timbulnya hyperemia pada permulaan
reaksi peradangan diatur oleh tubuh baik secara neurogenik maupun secara kimia, melalui
pengeluaran zat seperti histamin (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).
2. Kalor
Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan yang hanya terjadi
pada permukaan tubuh, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari 37 °C yaitu suhu di dalam
tubuh. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya sebab darah yang
disalurkan tubuh kepermukaan daerah yang terkena lebih banyak daripada yang disalurkan kedaerah
normal. Fenomena panas lokal ini tidak terlihat pada daerah-daerah yang terkena radang jauh di
dalam tubuh, karena jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti 37°C, hyperemia lokal
tidak menimbulkan perubahan (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).
3. Dolor ( nyeri )
Dolor atau rasa sakit, dari reaksi peradangan dapat dihasilkan dengan berbagai cara. Perubahan pH
lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Pengeluaran zat
seperti histamin atau zat bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Rasa sakit disebabkan pula oleh
tekanan yang meninggi akibat pembengkakan jaringan yang meradang. Pembengkakan jaringan
yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi dapat
menimbulkan rasa sakit (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).
4. Tumor

Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar ditimbulkan oleh pengiriman
cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial. Campuran dari cairan dan sel
yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat meradang. Pada keadaan dini reaksi
peradangan sebagian besar eksudat adalah cair, seperti yang terjadi pada lepuhan yang disebabkan
oleh luka bakar ringan. Kemudian sel-sel darah putih atau leukosit meninggalkan aliran darah dan
tertimbun sebagai bagian dari eksudat. (Abrams, 1995; Rukmono, n
Berdasarkan asal katanya, functio laesa adalah fungsi yang hilang (Dorland, 2002). Functio laesa
merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal. Akan tetapi belum diketahui secara mendalam
mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang meradang (Abrams, 1995).
D. Mekanisme Radang

a. Radang akut

Radang akut adalah respon yang cepat dan segera terhadap cedera yang didesain untuk mengirimkan
leukosit ke daerah cedera. Leukosit membersihkan berbagai mikroba yang menginvasi dan memulai
proses pembongkaran jaringan nekrotik. Terdapat 2 komponen utama dalam proses radang akut,
yaitu perubahan penampang dan struktural dari pembuluh darah serta emigrasi dari leukosit.
Perubahan penampang pembuluh darah akan mengakibatkan meningkatnya aliran darah dan
terjadinya perubahan struktural pada pembuluh darah mikro akan memungkinkan protein plasma dan
leukosit meninggalkan sirkulasi darah. Leukosit yang berasal dari mikrosirkulasi akan melakukan
emigrasi dan selanjutnya berakumulasi di lokasi cedera (Mitchell & Cotran, 2003).
Segera setelah jejas, terjadi dilatasi arteriol lokal yang mungkin didahului oleh vasokonstriksi
singkat. Sfingter prakapiler membuka dengan akibat aliran darah dalam kapiler yang telah berfungsi
meningkat dan juga dibukanya anyaman
kapiler yang sebelumnya inaktif. Akibatnya anyaman venular pasca kapiler melebar dan diisi darah
yang mengalir deras. Dengan demikian, mikrovaskular pada lokasi jejas melebar dan berisi darah
terbendung. Kecuali pada jejas yang sangat ringan, bertambahnya aliran darah (hiperemia) pada
tahap awal akan disusul oleh perlambatan aliran darah, perubahan tekanan intravaskular dan
perubahan pada orientasi unsur-unsur berbentuk darah terhadap dinding pembuluhnya. Perubahan
pembuluh darah dilihat dari segi waktu, sedikit banyak tergantung dari parahnya jejas. Dilatasi
arteriol timbul dalam beberapa menit setelah jejas. Perlambatan dan bendungan tampak setelah 10-30
menit (Robbins & Kumar, 1995).
Peningkatan permeabilitas vaskuler disertai keluarnya protein plasma dan sel-sel darah putih ke
dalam jaringan disebut eksudasi dan merupakan gambaran utama reaksi radang akut. Vaskulatur-
mikro pada dasarnya terdiri dari saluran-saluran yang berkesinambungan berlapis endotel yang
bercabang-cabang dan mengadakan anastomosis. Sel endotel dilapisi oleh selaput basalis yang
berkesinambungan (Robbins & Kumar, 1995).
Pada ujung arteriol kapiler, tekanan hidrostatik yang tinggi mendesak cairan keluar ke dalam ruang
jaringan interstisial dengan cara ultrafiltrasi. Hal ini berakibat meningkatnya konsentrasi protein
plasma dan menyebabkan tekanan osmotik koloid bertambah besar, dengan menarik kembali cairan
pada pangkal kapiler venula. Pertukaran normal tersebut akan menyisakan sedikit cairan dalam
jaringan interstisial yang mengalir dari ruang jaringan melalui saluran limfatik. Umumnya, dinding
kapiler dapat dilalui air, garam, dan larutan sampai berat jenis 10.000 dalton (Robbins & Kumar,
1995).
Eksudat adalah cairan radang ekstravaskuler dengan berat jenis tinggi (di atas 1.020) dan seringkali
mengandung protein 2-4 mg% serta sel-sel darah putih yang melakukan emigrasi. Cairan ini
tertimbun sebagai akibat peningkatan permeabilitas vaskuler (yang memungkinkan protein plasma
dengan molekul besar dapat terlepas), bertambahnya tekanan hidrostatik intravaskular sebagai akibat
aliran darah lokal yang meningkat pula dan serentetan peristiwa rumit leukosit yang menyebabkan
emigrasinya (Robbins & Kumar, 1995).
Penimbunan sel-sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit pada lokasi jejas, merupakan aspek
terpenting reaksi radang. Sel-sel darah putih mampu memfagosit bahan yang bersifat asing, termasuk
bakteri dan debris sel-sel nekrosis, dan enzim lisosom yang terdapat di dalamnya membantu
pertahanan tubuh dengan beberapa cara. Beberapa produk sel darah putih merupakan penggerak
reaksi radang, dan pada hal-hal tertentu menimbulkan kerusakan jaringan yang berarti (Robbins &
Kumar, 1995).
Dalam fokus radang, awal bendungan sirkulasi mikro akan menyebabkan sel-sel darah merah
menggumpal dan membentuk agregat-agregat yang lebih besar daripada leukosit sendiri. Menurut
hukum fisika aliran, massa sel darah merah akan terdapat di bagian tengah dalam aliran aksial, dan
sel-sel darah putih pindah ke bagian tepi (marginasi). Mula-mula sel darah putih bergerak dan
menggulung pelan-pelan sepanjang permukaan endotel pada aliran yang tersendat tetapi kemudian
sel-sel tersebut akan melekat dan melapisi permukaan endotel (Robbins & Kumar, 1995).
Emigrasi adalah proses perpindahan sel darah putih yang bergerak keluar dari pembuluh darah.
Tempat utama emigrasi leukosit adalah pertemuan antar-sel endotel. Walaupun pelebaran pertemuan
antar-sel memudahkan emigrasi leukosit, tetapi leukosit mampu menyusup sendiri melalui pertemuan
antar-sel endotel yang tampak tertutup tanpa perubahan nyata (Robbins & Kumar, 1995).
Setelah meninggalkan pembuluh darah, leukosit bergerak menuju ke arah utama lokasi jejas. Migrasi
sel darah putih yang terarah ini disebabkan oleh pengaruh-pengaruh kimia yang dapat berdifusi
disebut kemotaksis. Hampir semua jenis sel darah putih dipengaruhi oleh faktor-faktor kemotaksis
dalam derajat yang berbeda-beda. Neutrofil dan monosit paling reaktif terhadap rangsang
kemotaksis. Sebaliknya limfosit bereaksi lemah. Beberapa faktor kemotaksis dapat mempengaruhi
neutrofil maupun monosit, yang lainnya bekerja secara selektif terhadap beberapa jenis sel darah
putih. Faktor-faktor kemotaksis dapat endogen berasal dari protein plasma atau eksogen, misalnya
produk bakteri (Robbins & Kumar, 1995).
Setelah leukosit sampai di lokasi radang, terjadilah proses fagositosis. Meskipun sel-sel fagosit dapat
melekat pada partikel dan bakteri tanpa didahului oleh suatu proses pengenalan yang khas, tetapi
fagositosis akan sangat ditunjang apabila mikroorganisme diliputi oleh opsonin, yang terdapat dalam
serum (misalnya IgG, C3). Setelah bakteri yang mengalami opsonisasi melekat pada permukaan,
selanjutnya sel fagosit sebagian besar akan meliputi partikel, berdampak pada pembentukan kantung
yang dalam. Partikel ini terletak pada vesikel sitoplasma yang masih terikat pada selaput sel, disebut
fagosom. Meskipun pada waktu pembentukan fagosom, sebelum menutup lengkap, granula-granula
sitoplasma neutrofil menyatu dengan fagosom dan melepaskan isinya ke dalamnya, suatu proses
yang disebut degranulasi. Sebagian besar mikroorganisme yang telah mengalami pelahapan mudah
dihancurkan oleh fagosit yang berakibat pada kematian mikroorganisme. Walaupun beberapa
organisme yang virulen dapat menghancurkan leukosit (Robbins & Kumar, 1995).
b. Radang kronis

Radang kronis dapat diartikan sebagai inflamasi yang berdurasi panjang (berminggu-minggu hingga
bertahun-tahun) dan terjadi proses secara simultan dari inflamasi aktif, cedera jaringan, dan
penyembuhan. Perbedaannya dengan radang akut, radang akut ditandai dengan perubahan vaskuler,
edema, dan infiltrasi neutrofil dalam jumlah besar. Sedangkan radang kronik ditandai oleh infiltrasi
sel mononuklir (seperti makrofag, limfosit, dan sel plasma), destruksi jaringan, dan perbaikan
(meliputi proliferasi pembuluh darah baru/angiogenesis dan fibrosis) (Mitchell & Cotran, 2003).
Radang kronik dapat timbul melalui satu atau dua jalan. Dapat timbul menyusul radang akut, atau
responnya sejak awal bersifat kronik. Perubahan radang akut menjadi radang kronik berlangsung bila
respon radang akut tidak dapat reda, disebabkan agen penyebab jejas yang menetap atau terdapat
gangguan pada proses penyembuhan normal. Ada kalanya radang kronik sejak awal merupakan
proses primer. Sering penyebab jejas memiliki toksisitas rendah dibandingkan dengan penyebab yang
menimbulkan radang akut. Terdapat 3 kelompok besar
yang menjadi penyebabnya, yaitu infeksi persisten oleh mikroorganisme intrasel tertentu (seperti
basil tuberkel, Treponema palidum, dan jamur-jamur tertentu), kontak lama dengan bahan yang tidak
dapat hancur (misalnya silika), penyakit autoimun. Bila suatu radang berlangsung lebih lama dari 4
atau 6 minggu disebut kronik. Tetapi karena banyak kebergantungan respon efektif tuan rumah dan
sifat alami jejas, maka batasan waktu tidak banyak artinya. Pembedaan antara radang akut dan kronik
sebaiknya berdasarkan pola morfologi reaksi (Robbins & Kumar, 1995).
Akibat dari radang akut dan kronik
Akibat utama radang adalah perubahan jaringan. Bisa berupa degenerasi, lisis jaringan, proliferasi
jaringan.
Dipengaruhi antara lain oleh:
Faktor-faktor host
a) Usia:
\muda
Remaja
Tua
b) Gizi : kwasiorkor
c) Penyakit – penyakit : DM

Faktor-faktor penyebab
a) Virulensi
b) Sifat - sifat / kekhasan :
Streptokokus → hyaluronidase, enzim proteolitik

Keuntungan Radang :
a) Pengenceran toxin

b) Antibodi masuk jaringan ekstravaskuler

c) Transportasi obat

d) Pembentukan fibrin

e) Penyaluran nutrien
f) Stimulasi respons imun

g) Lokasi jaringan yang rusak

h) Persiapan untuk pemulihan jaringan

Kerugian radang :
a) Jaringan normal dirusak

b) Sembab:epilogtis, rongga

c) Nyeri : gangguan fungsi

d) Ruptura organ

e) Fistula

f) Reaksi imun kurang tepat

g) Akibat penyakit : Glomerulonefritis arthritis, bronchitis

h) Fibrosis berlebihan : keloid, obstruksi usus, steril.

Pembagian radang
Berdasarkan cepat / lambatnya
a) Radang akut / radang eksudasi :

1. Leukosit netrofil

Contoh: Boil ( tanpa jaringan parut )


b) Radang kronik / radang proliferasi

1. Limfosit

Contoh : TBC ( dengan jaringan parut )


Berdasarkan kekhasan etiologinya
Radang spesifik / radang kronik Granulamatosa :
1) Terbentuk jaringan granulasi yang khas / spesifik
Sarcoidosis
Mycotic Infections
Reactive to Irritant Lipid
Berdasarkan macam eksudat
Serosa
Purulenta
Kataralis
Fibrinosa
Pseudomembranosa

E. Macam- macam Sel dan Mediator Inflamasi Kronik

Makrofag
merupakan sel yang relatif besar dengan diameter sekitar 30μm, bergerak dengan cara ameboid,
memberikan respons terhadap rangsangan kemotaksis tertentu (sitokin dan kompleks antigen-
antibodi) dan mempunyai kemampuan fagositik untuk mencerna mikroorganisme dan sel debris. Bila
dibandingkan dengan neutrofil, makrofag memiliki jangka waktu hidup yang lebih lama dan
kemampuan mencerna material yang lebih banyak jenisnya. Selain itu, makrofag dapat membatasi
organisme (agen asing) yang hidup andaikata tidak mampu membunuhnya dengan enzim lisosom,
contohnya adalah pada Mikobakterum tuberkulosis dan Mikobakterium lepra. Apabila makrofag
kemudian ikut serta dalam reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap organisme tersebut, makrofag
sering mengalami kematian dan melepaskan enzim lisosomnya sehingga menyebabkan nekrosis yang
meluas.
Makrofag pada jaringan yang mengalami radang berasal dari monosit darah yang telah bermigrasi
keluar dari pembuluh darah dan mengalami perubahan (aktivasi) di dalam jaringan. Karena itu
makrofag merupakan bagian dari sistem fagosit mononuklear.
Pada jaringan ikat makrofag tersebar secara difus, sedangkan di organ dijumpai makrofag yang khas
seperti sel Kupffer (hati), sel mikroglia (otak) atau makrofag alveolus (paru).
Aktivasi makrofag saat bermigrasi ke daerah yang mengalami peradangan diperlihatkan dalam
bentuk ukurannya yang bertambah besar, sintesis protein, mobilitas, aktivitas fagositik dan
kandungan enzim lisosom yang dimilikinya. Aktivasi ini diinduksi oleh sinyal-sinyal, mencakup
sitokin yang diproduksi oleh limfosit-T yang tersensitisasi (IFN γ), endotoksin bakteri, berbagai
mediator selama radang akut dan protein matriks ekstrasel seperti fibronektin.
Makrofag yang sudah teraktivasi (siap untuk menjalankan proses fagositosis) akan menghasilkan
produk sebagai berikut:
a. Protease asam dan protease netral

Protase asam dan protease netral merupakan mediator kerusakan jaringan pada peradangan.
b. Komponen komplemen dan faktor koagulasi

Makrofag teraktivasi dapat mengeluarkan komponen komplemen dan faktor koagulasi, meliputi
protein komplemen C1-C5, properdin, faktor koagulasi V dan VIII dan faktor jaringan.
c. Spesies oksigen reaktif dan NO

Spesies oksigen reaktif berfungsi dalam proses fagositosis dan degradasi mikroba.
d. Metabolit asam arakhidonat

Metabolit asam arakhidonat seperti prostaglandin dan leukotrien merupakan mediator dalam proses
peradangan.
e. Sitokin
Sitokin seperti IFN α dan β, IL 1, 6 dan 8, faktor nekrosis tumor (TNF α) serta berbagai faktor
pertumbuhan yang mempengaruhi proliferasi sel otot polos, fibroblas dan matriks ekstraselular.
Pada radang kronik, makrofag dapat berakumulasi dan berproliferasi di tempat peradangan. Limfosit
teraktivasi akan mengeluarkan IFN- γ yang akan mengaktivasi makrofag. Makrofag teraktivasi,
selain bekerja memfagositosis penyebab radang dan mengeluarkan mediator-mediator lain, juga akan
mengeluarkan IL-1 dan TNF yang akan mengaktivasi limfosit, sehingga dengan demikian akan
membentuk suatu timbal balik antara makrofag dan limfosit, yang menyebabkan makrofag akan
bertambah banyak di jaringan dan menyebabkan terbentuknya fokus radang. Selain itu makrofag juga
dapat berfusi menjadi sel besar berinti banyak disebut sel Datia.
Limfosit, sel plasma, eosinofil dan sel mast
Selain makrofag, pada peradangan kronik juga ditemukan limfosit, sel plasma, eosinofil dan sel mast.
Limfosit-T dan limfosit-B bermigrasi ke tempat radang dengan menggunakan beberapa pasangan
molekul adhesi dan kemokin yang serupa dengan molekul yang merekrut monosit. Limfosit
dimobilisasi pada keadaan setiap ada rangsang imun spesifik (infeksi) dan peradangan yang
diperantarai nonimun (infark atau trauma jaringan). Telah disebutkan di atas bahwa aktivasi limfosit
memiliki hubungan dengan aktivasi makrofag, menyebabkan terjadinya fokus radang akibat
proliferasi dan akumulasi makrofag di tempat cedera.
Sel plasma merupakan produk akhir dari aktivasi sel limfosit-B yang mengalami diferensiasi akhir.
Sel plasma dapat menghasilkan antibodi yang diarahkan untuk melawan antigen di tempat radang
atau melawan komponen jaringan yang berubah.
Eosinofil secara khusus dapat ditemukan di tempat radang sekitar terjadinya infeksi parasit atau
bagian reaksi imun yang diperantarai oleh IgE yang berkaitan khusus dengan alergi. Kedatangan
eosinofi dikendalikan oleh molekul adhesi yang sama seperti yang digunakan oleh neutrofil dan juga
kemokin eotaksin yang dihasilkan oleh sel leukosit atau sel epitel. Granula eosinofil mengandung
suatu protein disebut MBP
(major basic protein), yaitu suatu protein kationik bermuatan besar dan bersifat toksik terhadap
bakteri. Adapun sel mast merupakan sel yang tersebar luas dalam jaringan ikat dan dilengkapi oleh
IgE terhadap antigen tertentu. Apabila terpajan dengan antigen tersebut, maka sel mast akan
mengeluarkan histamin dan produk asam arakhidonat yang menyebabkan perubahan vaskular pada
radang akut. Sel mast juga dapat mengelaborasi sitokin seperti TNF yang berperan pada respons
kronik yang lebih besar.
Kerjasama seluler pada radang kronik
Infiltrat jaringan limfositik pada radang kronik meliputi dua jenis utama limfosit, yaitu limfosit-B
dan limfosit-T. Limfosit-B, pada saat kontak dengan antigen, cepat berubah menjadi sel plasma, yang
merupakan sel khusus yang sesuai untuk produksi antibodi. Sedangkan limfosit-T bertanggung jawab
pada sel perantara imunitas. Pada saat kontak dengan antigen, limfosit-T memproduksi berbagai
faktor pelarut yang disebut sitokin yang memiliki sejumlah aktivitas penting:
Pengumpulan makrofag ke dalam area

Telah diketahui bahwa makrofag dikumpulkan ke daerah lesi terutama dipengaruhi oleh faktor
penghambat migrasi (migration inhibition factors = MIF) yang akan mengikat makrofag dalam
jaringan. Faktor pengaktif makrofag (makrofag activation factors = MAF) merangsang makrofag
memakan dan membunuh bakteri.
Produksi mediator radang

Limfosit-T memproduksi sejumlah mediator radang, termasuk sitokin, faktor kemotaksis untuk
neutrofil, dan faktor lain yang meningkatkan permeabilitas vaskuler.
Pengumpulan limfosit lain

Interleukin merangsang limfosit lain untuk membelah dan memberikan kemampuan membentuk sel
perantara respons imun terhadap berbagai antigen. Limfosit-T juga bekerja sama dengan limfosit-B
membantunya untuk mengenali antigen.
Destruksi sel target

Faktor-faktor seperti perforin diproduksi untuk menghancurkan sel lain melalui perusakan membran
selnya.
Produksi interferon

Interferon γ, diproduksi oleh sel-T teraktivasi, mempunyai sifat antivirus dan pada saat tertentu
mengaktifkan makrofag. Interferon α dan β, diproduksi oleh makrofag dan fibroblas, yang
mempunyai sifat antivirus dan sel pembunuh alami yang aktif (activate natural killer cells = NK
cells) dan makrofag.
1. Makrofag

Oleh karena merupakan hal utama dan inti pada inflamasi kronik, makrofagmerupakan sel jaringan
yang berasal dari monosit dalam sirkulasi setelah berimigrasi dari aliran darah.
Makrofag normalnya tersebar difus pada sebagian besar jaringan ikat juga bisa ditemukandalam
jumlah yang meningkat di organ, seperti hati (disebut sel kupffer), limfa, dan kelenjar getah bening
(disebut histiosit sinus), system saraf pusat (sel mikroglia), dan paru (makrofagalveolus). Di tempat
ini, makrofag bertindak sebagai filter terhadap bahan berukuran partikelmikroba, dan sel-sel yang
mengalami proses kematian atau senescent (disebut juga sistem fagositmononuklear), dan bekerja
sebagai sentinel untuk memperingatkan komponen spesifik systemimun (limfosit T dan B) terhadap
rangsang yang berbahaya.Pada saat mencapai jaringan ekstravaskular, monosit berubah menjadi
makrofag yangbesar, dan mampu melakukan fagositosis besar. Makrofag juga bisa menjadi
teraktivasi, suatuproses yang menyebabkan ukuran sel bertambah besar, meningkatnya kandungan
enzim lisosom,memiliki metabolisme yang lebih aktif dan memiliki kemampuan lebih besar untuk
membunuhorganisme yang dimangsa. Dengan mikroskop cahaya dan pewarnaan H & E standar, sel
initampak besar, pipih dan bewarna merah muda,terkadang
gambaran ini menyerupai sel squamosasehingga sel teraktivasi ini disebut makrofag epiteloid.
Setelah aktivasi makrofag menyekresi produk yang aktif secara biologis dalam jumlahberagam, yang
apabila tidak diawasi, dapat menyebabkan jejas jaringan dan menimbulkan tandafibrosis inflamasi
kronik. Produk tersebut mencakup:1. Protesa asam dan protesa netral.2. Komponen komplemen dan
faktor koagulasi.Walaupun hepatosit merupakan sumber protein ini di dalam plasma,
makrofagteraktivasi dapat melepaskan protein ini dalam jumlah yang bermakna secara local kedalam
matriks ekstraseluler.3. Spesies oksigen reaktif dan NO.
Metabolit AA (eikosanoid)5. Sitokin.Di tempat inflamasi kronik, akumulasi makrofag menetap, dan
makrofag dapat berploriferasi.
Sel-Sel Lain yang Muncul Pada Inflamasi Kronik :
a) Limfosit

Limfosit T dan B, keduanya berimigrasi ke tempat radang dengan menekan beberapapasangan


molekul adhesi dan kemokin serupa yang merekrut monosit. Limfosit dimobilisasipada keadaan
infeksi dan pada inflamasi yang diperantarai non-imun (yaitu karena infark atautrauma jaringan).
b) Eosinofil

Eosinofil secara khusus ditemukan di tempat radang sekitar terjadinya infeksi parasit atausebagai
bagian reaksi imun yang diperantarai oleh IgE, yang berkaitan khusus dengan alergi.
Imigrasinya dikendalikan oleh molekul adhesi yang serupa dengan molekul adhesi yangdigunakan
oleh neotrofil, dan oleh kemokin spesifik (yaitu eotaksin) yang berasal dari selleukosit dan sel
epitel.3. Sel MastSel
mast merupakan sel sentinel yang tersebar luas dalam jaringan ikat di seluruh tubuhdan dapat
berperan serta dalam respon radang akut maupun kronik. Sel mast dipersenjataidengan IgE terhadap
antigen tertentu. Sel mast yang dipersenjatai IgE merupakan pemain utamapada shock anafilatik,
tetapi sel mast juga memainkan peranan yang menguntungkan pada berbagai infeksi, terutama infeksi
parasit. Sel mast juga dapat mengelaborasi sitokin, seperti TNFsehingga berperan pada respon kronik
yang lebih besar.4. Sel PlasmaMerupakan produk akhir dari aktivasi sel B yang mengalami
diferensiasi akhir. Selplasma dapat menghasilkan antibody yang diarahkan untuk melawan antigen
ditempat radangatau melawan komponen jaringan yang berubah.
Zat Zat / Bahan –bahan yang berperan apabila terjadi radang :
Bahan yang disintetis oleh sel mast al:
1. HISTAMIN : penyebab relaksasi pembuluh darah sehingga terjadi peningkatan aliran darah.Zat ini
juga penyebab meningkatnya permeabilitas dinding kapiler.

2. FAKTOR KEMOTAKSIS NEUTROFIL DAN EOSINOPIL: Yg. Menarik sel-sel darah putih ke
tempat radang.

3. PROSTAGLANDIN , berfungsi meningkatkan aliran darah ke daerah radang juga meningkatkan


permebilitas Kapiler

4. LEUKOTRIEN yg. Merupakan bahan anafilaksis yang bereaksi lambat, meningkatkan


permeabilitas kapiler

Sekresi histamine mengakibatkan :


.Peningkatan aliran darah lokal

.Peningkatan permeabilitas kapiler


.Permembesan arteri dan fibrinogen dalam jaringan interstitial

Edema ektraseluler

Pembekuan cairan ekstraseluler dan cairan limfe.

Gambar inflamasi akut pada kulit


Inflamasi akut yang di sebabkan alergi terhadap obat

Inflamasi akut terhadap kulit

Anda mungkin juga menyukai