Anda di halaman 1dari 58

Imunologi Periodontal

Berbagai mikroba yang berperan dalam terjadinya periodontitis telah dibahas


sebelumnya. Bab ini menjelaskan karakteristik dari respon imun pejamu yang
mempengaruhi kolonisasi, kelangsungan hidup dan invasi jaringan bakteri ini yang
mengakibatkan berbagai stadium penyakit periodontal.
Pertahanan utama meliputi:
• Sistem komplemen neutrofil-antibodi
• Sistem limfosit-makrofag
• Sistem pengaturan kekebalan tubuh

Tabel 12.1 Jaringan/Sel, Mediator inflamasi dan perannya dalam penyakit


periodontal.
Jaringan / sel Peranannya pada penyakit Mediator inflamasi
periodontal
Neutrofil Bakterisidal • Antibodi IgG
• Komplemen-C3
• Sekresi enzim
ekstraseluler dan
spesies oksigen
reaktif
Limfosit B dan T Jaringan perusak Limfokin
Makrofag Jaringan perusak Sekresi enzim dan spesies
oksigen reaktif
Monosit Regulasi imun
Sel T-helper dan T- Regulasi imun Limfokin, Interleukin, dan
suppressor molekul penekan lainnya
Sel Langerhans Regulasi imun Faktor pelarut, produk
MHC
Mucosal-associated Mengurangi kolonisasi Sekresi antibodi IgA
lymphoid tissue (MALT) bakteri pada permukaan
dan sel plasma IgA lokal

Mikroba dapat dibunuh di


• Situs kolonisasi awal
• Melengkapi sitolisis bergantung
• Sitolisis yang dimediasi antibodi-komplemen
• Fagositosis oleh neutrofil adalah yang paling efektif

KONSEP DASAR IMUNOLOGI DAN INFLAMASI


Imunologi adalah ilmu yang mempelajari reaksi komponen sistem imun
terhadap rangsangan antigenik.
INFLAMASI: Respon protektif lokal yang ditimbulkan oleh mikroba terdekat
dan/atau cedera jaringan, yang berfungsi untuk menghancurkan, mengencerkan, atau
membatasi agen penyebab cedera dan jaringan yang cedera. Reaksi seluler dan
vaskular jaringan terhadap cedera. (Glosarium Istilah Periodontal, 2001).
Inflamasi adalah respon atau reaksi seluler dan vaskular terhadap cedera.
Inflamasi merupakan respons protektif terhadap cedera dan membantu membersihkan
tubuh dari penyebab dan konsekuensi cedera. Peradangan dapat disebabkan oleh
trauma, patogen, alergen, dll. Peradangan ditandai dengan vasodilatasi, peningkatan
permeabilitas kapiler, edema dan migrasi leukosit. Lima tanda utama peradangan
adalah:
a. Rubor: kemerahan
b. Tumor: bengkak
c. Kalor: panas
d. Dolor: sakit
e. Functio laesia: hilangnya fungsi.

Ketika terdapat transisi dari sehat ke peradangan awal, terdapat perekrutan dan
aktivasi PMN dengan pelepasan bradikinin dan prostaglandin (vasodilatasi), histamin
dan leukotrien (permeabilitas vaskular) bersama dengan kemokin dan komplemen
(kemotaksis dan perekrutan sel inflamasi lainnya). Hal ini diikuti oleh sel penyaji
antigen yang berinteraksi dengan limfosit T yang mengarah pada pembentukan sel
plasma yang mensekresi antibodi.
Emigrasi adalah pergerakan leukosit melalui dinding pembuluh darah.
DIAPEDESIS: Bagian luar sel melalui pembuluh darah utuh. (Glosarium Istilah
Periodontal, 2001)
KEMOTAKSIS: perpindahan sel-sel bersamaan dengan konsentrasi gradien
atraktan. (Glossary of Periodontal terms,2001). Ini adalah sebuah proses yang
memungkinkan perpindahan neutrofil-neutrofil ke tempat sumber infeksi atau
inflamasi yang disebut kemotaksis. Proses dari pergerakan selular ini diarahkan oleh
gradien dari soluble messengers (kemotasin). Yang termasuk kemotaksin adalah
komponen seperti fragmen komplemen (C5a), leukotrin B4 (disekresikan oleh sel mast,
neutrofil dan makrofag), produk-produk bakterial (lipopolysaccharide-N-formyl-
methionyl peptides), kemokin, dan faktor-faktor pelepasan penghanjur jaringan.
Reseptor kemotaktik pada neutrofil termasuk dalam famili G-protein coupled.
Kemokin adalah sitokin peptida kecil, yang perannya pertama dikenal sebagai
kemoatraktan.

Fagositosis
FAGOSITOSIS: proses dari memakan seluler dan pencernaan dari bahan-bahan
solid atau semi solid, seperti sel-sel lain, bakteri, sedikit dari jaringan yang nekrosis,
dan partikel-pertikel asing. (Glossary of Periodontal terms, 2001). Fagositosis
merupakan proses dimana fagosit memakan partikel-partikel yang ukurannya terlihat
oleh mikroskop. Neutofil, monosit, dan makrofag adalah fagosit. Fagositosis adalah
sebuah bentuk spesifik endositosis yang melibatkan internalisasi vesikular dari
partikel-partikel solid, seperti bakteri. Neutrofil dapat memfagosit dan membunuh
banyak mikroorganisme dalam satu waktu.
Degradasi oleh bakteri yang dimakan dapat berupa bergantung oksigen (oxygen
depend) atau tidak bergantung oksigen (oxygen-independent)
Degradasi bergantung oksigen tergantung pada NADPH dan produksi dari
reactive oxygen species seperti anion superoksida beracun (O2*). Hidrogen perioksida
(H2O2) dan sistem myeloperioksidase dimana mengarahkan pada penghancuran
bakteri. Pada kondisi anaerobik, neutrofil menghasilkan asam hipoklorus, hidrogen
perioksida dan kloramin sebagai agen antibakterial.
Degradasi tidak bergantung oksigen tergantung pada pelepasan granul-granul
azurofilik, yang mengandung enzim-enzim proteolitik seperti asam hidrolase, defensin,
lisozyme, dan protein kationik. Antimikrobial peptida lain termasuk laktoferrin yang
mnghambat besi dan menghambat pertumbuhan bakteri.

SISTEM IMUN- BENTENG PELINDUNG


IMUNITAS: semua mekanisme yang digunakan oleh tubuh sebgai proteksi
melawan agen-agen lingkungan yang asing oleh tubuh. (Glossary of Periodontal terms,
2001). Imunitas adalah kondisi sebuah organisme dimana ia berhasil melawan atau
tidak rentan terhadap kerusakan atau infeksi. Hal ini didefinisikan sebagai perlawanan
terhadap penyakit infeksius.
IMUNITAS INNATE/ imunitas alami: sebuah kemampuan yang diturunkan untuk
tetap tahan melawan, atau tidak terpengaruh oleh penyakit tertentu. Imunitas innate
menyediakan pertahanan langsung terhadap infeksi.
Fungsi dari imunitas innate adalah
• Merekrut sel-sel imun ke daerah infeksi dan inflamasi, melewati produksi
mediator kimia (sitokin). Sitokin: kelompok protein inflamasi yang besar yang
terbuat dari sel-sel yang dapat meregulasi berbagai fungsi-sungsi seluler.
(Glossary of Periodontal terms, 2001)
• Mengaktivasi kaskade komplemen untuk mengidentifikasi bakteri, sel-sel aktif
dan untuk mendukung pembersihan sel-sel mati.
• Identifikasi dan membuang subtansi asing yang ada di organ, jaringan, darah
dan pembuluh limfa oleh sel-sel darah putih.
• Aktivasi sistem imun adaptif melewati proses yang dikenal sebagai presentasi
antigen.
IMUNITAS SPESIFIK: Imunitas yang didapat (adaptif atau spesifik) tidak dibawa
saat lahir. Hal ini dipelajari. Sistem imun manusia menghadapi substansi asing
(antigen), komponen-komponen dari imunitas yang didapatkan belajar dengan cara
terbaik dengan saling menyerang antigen dan mulai untuk mengembangkan
memori untuk antigen tersebut. Imunitas yang didapatkan juga disebut imunitas
spesifik karena ia menyerang antigen spesifik sebelumnya yang pernah ditemui.
Keunggulan imunitas spesifik adalah kemampuan untuk mempelajari,
menyesuaikan, dan mengingat. Imunitas yang didapat butuh waktu untuk
berkembang setelah paparan pertama terhadapa antigen baru. Namun, karena
memori sudah dibentuk, respon selanjutnya terhadap antigen sebelumnya yang
pernah ditemui lebih efektif dan lebih cepat daripada hasil imunitas innate.
Limfosit adalah jenis sel darah putih yang bertanggung jawab terhadap imunitas
yang didapatkan. Khususnya, respon imun yang didapat dimulai ketika antibodi
,yang diproduksi oleh sel B(limfosit B), bertemu antigen. Sel-sel dendritik, sitokin
dan sistem komplemen (yang meningkatkan efektifitas antibodi) juga terlibat.
IMUNITAS HUMORAL: merujuk kepada produksi antibodi, dan proses
tambahan yang menyertainya. (humor: cairan atau serum sel yang tidak punya
badan).
IMUNITAS DIPERANTARAI SEL/ imunitas seluler adalah sebuah respon
imun yang melibatkan aktivasi dari makrofag, natural killer (NK), antigen-spesifik
limfosit sitotoksik T dan pelepasan berbagai macam sitokin dalam respon terhadap
antigen.
Proteksi imunitas seluler terhadap tubuh dengan cara
1. Mengaktivasi antigen-sitotoksik spesifik T-limfosit yang dapat meyebabkan
apoptosis di badan sel (sel terinfeksi virus, sel dengan bakteri intraseluler, sel kanker).
2. Mengaktivasi makrofag dan sel natural killer, mengizinkan mereka untuk
menghancurkan patogen-patogen intraseluler; dan
3. Menstimulasi sel-sel untuk mensekresi berbagai macam sitokin yang mempengaruhi
fungsi sel-sel lain yang terlibat dalam respon sistem imun adaptifdan respon sistem
imun innate.
Respon Imun Segera:
Terdapat 3 fase respon imun- Fase Segera (Immediate) yang mengisi jarak antara fase
innate dan adaptif. Ini disusun oleh sel T dan sel B. Pada fase ini, sel B tidak
membutuhkan bantuan sel T untuk aktivasi dan diferensiasi menjadi sel-sel plasma. Ini
merupakan respon cepat, dimana tidak membutuhkan afinitas maturasi.

Tabel 12.2: Komponen-komponen imunitas innate dan adaptif


Imunitas Innate Imunitas Adaptif
Penghalang fisik oleh epitel junction Antigen presenting cell-MHC-I,-II
Cairan krevikular gingiva Sel Th1
Membran basal Sel Th2
Fibroblas Sel B
Neutrofil- Pertahanan primer Sel plasma
Antimikroba peptida Perpindahan epitel junction
Komplemen Melepas sitokin
Monosit/Makrofag Aktivasi osteoklas dan kehilangan tulang
Sel Mast

SEL-SEL IMUNITAS:
NEUTROFIL (Limfosit polimorfonuklear/ Neutrofil Granulosit):
NEUTROFIL: leukosit polimorfonuklear predominan yang terdiri dari 70% sel darah
putih perifer. Ini penting dalam perbaikan infeksi dan cedera; dan dapat mempengaruhi
fungsi dalam beberapa bentuk pada awal onset periodintitis. (Glossary of Periodontal
terms, 2001)
Neutrofil merupakan komponen terpenting dalam pertahanan akut. Neutrofil
diturunkan dari sel-sel hemopoietik sumsum tulang dan di karakteristikkan oleh nukles
multilobed. Ini merupakan tanda dari inflamasi akut.
Neutrofil mempunyai diameter rata-rata 12-15µm pada apusan darah perifer.
Neutrofil merupakan jenis sel darah putih yang paling banyak. Neutrofil terhitung
sekitar 70% dari jumlah leukosit. Nilainya sekitar 4000-8000 sel/mm3. Neutrofil
mempunyai masa hidup 2-3 hari. Merka memiliki reseptor untuk komplemen 1,3,4 dan
IgG antibodi FcɤR.
Neutofil mengandung,
• Granul primer atau granul Azurofilik- Myeloperoksidase, permeabilitas bakteri
yang meningkatkan protein, Defesins, Serine protease, Cathepsin G.
• Granul sekunder atau granul spesifik- Alkalin fosfat, Laktoferrin, dan
Cathelicidin.
• Granul tersier- Cathepsin dan Gelatinase

FUNGSI
Fungsi primer dari neutrofil adalah
• Aderens
• Perpindahan Trans-endotel dan transepitel
• Kemotaksis
• Fagositosis: Intra-phagolysomal killing
• Extra phagolysomal / nonphagocytic killing:
o Pelepasan enzim mikrobisidal dan metabolit asam arakidonat
o Sintesis metabolit oksigen
Neutrofil penting untuk kesehatan periodontal. Kemotaksis yang kurang baik
dari neutrofil dan monosit berhubungan dengan penyakit periodontal yang berat. Defek
kuantitatif atau kualitatif apapun dalam neutrofil meningkatkan kerentanan untuk
kerusakan dan penyakit periodontal. Penurunan jumlah neutrofil (cth., neutropenia
siklik), fungsi neutrofil yang cacat (cth., defisiensi adesi leukosit, sindrom Papillion
lefevre, lazy leukocyte syndrome dan Chediak-Higashi syndrome) dan fungsi neutrofil
yang terganggu (cth., granulomatosis kronik, Diabetes, Down’s Sindrom) berhubungan
dengan penyakit periodontal. Berbagai macam bentuk periodontitis yang telah
ditunjukkan berhubungan erat dengan defek pada neutrofil/granulosit.
Neutrofil juga bertanggung jawab atas penghancuran jaringan periodontal
dalam keadaan sakit. Hal itu dikarenakan tingginya level enzim lisosomal seperti
neutrofil elastase, generasi superoksida dan turunan reaktif oksigen. Peningkatan level
elastase dapat dideteksi pada CGF dan dapat menjadi indikator untuk keparahan
inflamasi pada daerah tersendiri.
Histamin adalah amina vasoaktif yang diproduksi oleh histidine decarboxylase
yang diekspresikan pada neutrofil, makrofag dan fibroblas gingiva. Histamin
meningkatkan produksi IL-8 dan PGE2 yang berkontribusi dalam inflamasi. Histamin
dapat juga meningkatkan jumlah dan reseptor aktivator nuclear factor kappa-B ligand
(RANKL) yang merupakan tanda dari osteoklas yang mengarah pada resorpsi tulang.
Kadar histman pada saliva dapat menjadi faktor prediksi untuk menentukan onset
penyakit periodontal dan berhubungan dengan keparahannya.
Protease-activated receptors (PARs) sebagai perantara reaksi terhadap trombin
dan trypsin-like serine proteases. Mereka dinyatakan dalam neutrofil, fibroblas gingiva
dan osteoblas.
Lysosomal cysteine proteinases- Katepsin dan inhibitornya- Sistatin berperan
penting dalam penyakit periodontal. Mikroba-mikroba periodontal dan sitokin pro-
inflamatori menstimulasi pelepasan sistatin dan meningkatkan kadarnya dari sehat ke
periodontitis.
Inhibitor protease disekresi oleh sel-sel epitel untuk melindungi kerusakan
jaringan. Hal ini termasuk Secretory Leukocyte Protease Inhibitor (SLPI), Elastase-
Spesific Inhibitor (ELAFIN), Squamous Cell Carcinoma Antigen (SCCA) dan
Protease Inhibitors (SERPINS. Kadar tersebut berkurang pada periodontitis.
Metabolit Asam Arakidonat (AA) termasuk prostaglandin, prostasiklin dan
tromboksan. Merka dilepaskan dari sel membran plasma yang rusak oleh Fosfolipase
A2 pada jalur Siklo-oksigenase dan Lipoksigenase. Peningkatan kadar PGE2 dan
metabolit AA lainnya dapat dilihat pada GCF dan jaringan periodontal yang inflamasi.

Sel Dendritik
Terdiri dari famili poten, antigen capture dan Antigen-presenting cell yang terdapat di
mukosa, kulit dan organ lainnya di tubuh. Sel dendritik berperan dalam pertahanan host
melawan partikel-partikel asing termasuk mikroba. Sel dendritik berpindah menuju
mikroba dan juga ke organ limfoid untuk mengaktifkan imunitas adaptif. Sel dendritik
menjaga homeostasis jaringan dengan menjaga komensal dan menjaga perlawanan
self-antigens. Sel ini dapat berpindah dalam keadaan imatur ke organ-organ limfoid
dan menimbulkan toleransi dan regulatori sel T. Sel dendritik jarang terdapat pada
tulang alveolar yang baik atau stroma yang berdekatan.
Pengawasan Imun
Ini merupakan interaksi antara sel-sel imun yang berpatroli dari jaringan perifer
seperti mukosa oral sampai organ-organ limfoid sekunder. Kemokin dan reseptornya
meregulasi pola dari limfoid/myeloid sub-populasi. Mereka dapat menemukan sel T
dan B untuk mengaktifasi dan menginisiasi imunitas adaptif. Mereka juga dapat
menstimulasi ulang sel T dan B yang sebelumnya sudah teraktivasi dari sel-sel perifer.
MIP-3α, MIP-3β dan reseptornya CCR6, CCR7 menuju ke sel densritik masuk
kedalam jaringan. Sel-sel dendritik imatur menunjukkan kadar CCR6 yang tinggi dan
sel-sel matur menunjukkan kadar CCR7 yang tinggi. Sel-sel langerhans dan sel T
menandakan CCR6 yang membantu dalam perekrutan mukosa oleh MIP-3α.
Prekursor sel dendritik juga direkrutoleh Timus dan aktivasi-regulasi sitokin
bersamaan dengan makrofag-turunan sitokin yang berligan untuk CCR4. Ini membantu
perpindahan lokal sel Th2 yang terlihat di periodontitis.
Sel dendritik imatur diaktivasi oleh patogen yang berhubungan dengan molekul
seperti lipopolisakarida dan menghasilkan kemokin lain seperti IL-8, pertumbuhan
terkait onkogen yang merekruit PMN, Sel T teraktivasi, sel NK, dan sel-sel dendritik.
Paparan terhadap sitokin IL-12 dan IL-23 mengarah pada respon Th1saat IL-
10 mendukung respon Th2. TGF-β mendukung supresi imun.
Kegagalan perpindahan atau maturasi sel-sel dendritik atau kemampuan untuk
menimbulkan respon Th2 mengarah pada daya tahan. P. Gingivalis berperan seperti
serigala berbulu domba, muncul sebagai host komensal dan lolos dari kekebalan imun
karena lipopolisakarida menginduksi IL-10 tetapi tidak IL-12 untuk menekan maturasi
sel dendritik.
Setelah perpindahan sel-sel dendritik, prekursor monosit berpindah dari aliran
darah dan sumsum tulang. CCR2 merekrut monosit dari sumsum tulang dan merupakan
sebuah prekursor untuk sel Langerhans di jaringan
Tempat tinggal kedua seluler dan sel-sel imun humoral lebih jelas di penyakit
jaringan periodontal, dan proliferasi lokaladalah peran aminor. Terdapat perpindahan
dari sel-T ke sel-B yang dominan ketika penyakit berkembang dari gingivitis ke
periodontitis.
Pengenalan Pola
Toll-like receptors (TLR) pada sel dendritik dan makrofag berfungsi sebagai
reseptor transmembran yang menerjemahkan informasi tentang patogen atau komensal
melewati sinyal NF- κB. TLR mengenali peptidoglikan bakterial, lipoprotein,
liposakarida (LPS) dan Asam lipoteikoik (LTAs).
Protein NACHT-LRR atau NODs didalam sel dendritik juga membantu
mengenali patogen-patogen. NOD 1, NOD2 mengenali muropeptida dari bakteri gram
negatif dan gram positif.
Reseptor C-type Lectin diekspresikan oleh sel dendritik (CD209), sel
langerhans (Langerin, CD207) dan makrofag jaringan (CD206) yang berinteraksi
dengan berbagai macam patogen. Beberapa bakteri secara spesifik menargetkan
resptor-reseptor ini untuk lolos kekebalan.

Dermal dendorosit (Histiosit)


Histiosit: fagosit besar (makrofag) yang berada di jaringan konektif yang
mempunyai pengolahan antigen penting, imunoregulator dan sifat fagositik (Glossary
of Periodontal terms, 2001).
Dermal dendrosit mewakili populasi sel resdiden dermis yang baru-baru ini
diidentifikasi berdasarkan tanda imunohistokimia dari faktor koagulasi XIIIa (fXIIIa).
Dermal dendrosit dapat berperan sebagai makrofag, antigen-presenting cells dan
berpartisipasi dalam homeostasis makromolekul.

SEL MAST/ MASTOSIT


Merupakan sel residen beberapa jenis jaringan konektif dan mengandung
banyak granul, kaya akan histamin dan heparin. Sel mast ada dua jenis, sel mast
mukosa dan sel mast jaringan konektif. Sel mast memainkan peran utama dalam proses
inflamatori. Nilai antibodi IgE yang tinggi dicatat didalam penyakit periodontal
menyebabkan reaksi yang mirip pasif kutaneus anafilaktik terhadap plak sub-gingival.
BASOFIL: leukosit granular yang mengandung amino vaskular seperti
histamin dan serotonin. (Glossary of Periodontal terms,2001)
EOSINOFIL
Eosinofil melawan parasit dan berkontribusi terhadap reaksi alergi. Mereka
mudah dikenali dengan granul yang berwarna merah muda terang pada sitoplasmanya.
Normalnya, hanya ada beberapa eosinofil yang terdapat di sirkulasi perifer. Mereka
berjumlah hanya 1-3% dari jumlah seluruh leukosit. Masa hidup eosinofil tipikal di
dalam darah sekitar 6-12 jam. Eosinofil dikenal mengikat pada parasit besar dan merilis
substansi-substansi dari granulnya yang merusak atau membunuh parasit. Dikarenakan
eosinofil membunuh patogen, merka dikelompokkan sebagai sel-sel sitotoksik.
Eosinofil juga berpartisipasi dalam reaksi alergi, dengan berkontribusi terhadap
inflamasi dan kerusakan jaringan dengan melepaskan enzim-enzim beracun.
MONOSIT
MONOSIT: prekursor makrofag jaringan yang memasuki aliran
darah.(Glossary of Periodontal term, 2001)
Monosit adalah fagosit mononuklear yang besar di dalam darah perifer. Mereka
merupakan makrofag yang masih ditahap imatur. Monosit bervariasi tergantung pada,
ukuran diameternya berkisar dari 10-30µm. Ukuran rasio nekleus terhadap sitoplasma
berkisar dari 2:1 sampai 1:1. Nukleus biasanya berbentuk pita (Sepatu kuda), atau
reniform (berbentuk ginjal). Ini dapat dilipat diatas dirinya sendiri, sehingga
menunjukkan otak seperti konvolusi. Sitoplasmaberlimpah dan berwarna biru abu
dengan banyak granul halus azurofilik, memberikan penampakan ground glass
appearance. Mungkin terdapat vakuola.
MAKROFAG
Sel mononuklear fagositik diturunkan dari monosit-monosit sumsum tulang
dan terdapat didalam jaringan dan daerah inflamasi. Makrofag sebagai peran tambahan
dalam imunitas seluler. Fungsi dari monosit/makrofag adalah
• Fagositosi
• Pinositosis
• Proses antigen dan penyajiannya
• Produksi dan sekresi berbagai bahan-bahan biologi aktif:
o Enzim: enzim lisosomal
o Sitokin seperti IL-I, interferon.
o Prostaglandin
o Komplemen

LIMFOSIT
LIMFOSIT: sel speris dari seri limfoid, besar diameternya 7 sampai
20µm,berinti bulat dan sedikit sitoplasma. Ini adalah sel utama yang terlibat dalam
respon imun. Ada dua populasi mayor, T-(or thymus-dependent) limfosit dan B-(or
bursa-equivalent) limfosit. Limfosit B dapat berdiferensiasi menjadi sel plasma
penghasil antibodi, sedangkan limfosit T terlibat dalam reaksi imun yang dipengaruhi
sel. (Glossary pf Periodontal, 2001)
Limfosit mengandung nukleus dengan kromatin yang padat dan sitoplasma
yang kecil. limfosit termasuk sel-T dan sel-B, yang mempunyai peran utama dalam
imunitas adaptif.

Gambar.12.1 Jenis-jenis Limfosit

SEL-T/ LIMFOSIT-T:
Sel yang berasal dari timus yang berpartisipasi dalam berbagai reaksi imun
yang diperantarai sel. Sel T dihasilkan oleh timus. Disana, mereka belajar bagaimana
membedakan diri dari non-self. Hanya sel T yang mengabaikan molekul-molekul self-
antigen yang dibolehkan untuk matur dan meninggalkan timus. Sel T dapat menyerang
badan sel dan jaringan. Sel T mempunyai ukuran yang bervariasi mulai dari 6-7µm
danmenjadi 10µm ketika diaktivasi.
Sel T yang matur disimpan dalam organ-organ limfoid sekunder (kelenjar getah
bening, limfa, tonsil, appendiks, dan Peyer’s patch pada usus kecil). sel-sel ini
bersirkulasi didalam aliran darah dan sistem limfatik. Setelah merka menemukan sel
asing atau abnormal, mereka diaktivasi dan mencari sel-sel tertentu tersebut.
Terdapat berbagai jenis sel T yaitu sel T helper dan T supressor yang membantu
meregulasi respon imun oleh pelepasan sitokin-sitokin. Sel T sitotoksik membunuh sel
lainnya dengan interaksi seldengan sel.

Sel Thelper/ Sel Th


Ketika respon imun dimulai dan menginduksi aktivitas sel-sel imun lainnya,
mereka dinamakan sel T-helper.
Sel Th menandakan reseptor CD4 dan merupakan 60-65% sel T matur.
Sebahagian membantu sel B menghasilkan antibodi untuk melawan antigen
asing. Sebahagian meregulasi fungsi dari sel B. Lainnya mengaktifkan sel T killer
untuk membunuh benda asing atau sel abnormal atau mengaktivasi makrofag untuk
memakan benda asing atau sel abnormal secara efisien.
Sel T helper diklasifikasikan menjadi fenotipe T helper tipe 1 dan fenotipe T
helper tipe 2. Sel Th mendukung ekspansi klonal dari sel sekretor spesifik dan
menghambat fungsi jenis lain. IL- 1 Ra dan IL-12 meregulasi respon imun innate dan
adaptif.
• Fenotipe T-helper tipe 1 (Th 1) bekerja melawan patogen dengan mengaktifkan
makrofag. Mereka menghasilkan IL-2, IFN-γ, dan TNF-β. Mereka menurunkan
regulasi perkembangan sel-B dan fungsinya. Mereka mendorong pertukaran Ig
isotipe menjadi IgG2a.
• Fenotipe T-helper tipe 2 (Th2) menginduksi produksi antibodi pada sel-B.
Mereka menghasilkan IL-4,-5,-10 dan -13. Mereka meningkatkan regulasi
aktivitas sel-B, mendukung produksi antibodi dan mendorong pertukaran IgG
menjadi IgG1.

Sel T Sitotoksik/ Sel Tc


Sel T sitotoksik juga disebut limfosit T Sitotoksik, sel T-killer, sel T-sitolitik,
sel T killer. Sel T sitotoksik memainkan peran utama dalam kekebalan yang
diperantarai sel.
Sel T sitotoksik menandakan protein CD8 dan berhubungan dengan MHC kelas
1. Sel T sitotoksik merupakan 30-35% dari jumlah sel T.
Sel ini dapat menghancurkan sel yang terinfeksi virus, sel-sel tumor dan
jaringan. Aktivasi mereka mengarah pada pembunuhan langsung sel target dengan
menginduksi apoptosis, pelepasan granul sitotoksik dan limpokin.
Sel T sitotoksik menempel pada sel asing atau abnormal karena mereka pernah
bertemu sebelumnya. Sel T-killer dapat membunuh sel-sel ini dengan membuat lubang
pada membran sel dan memasukkan enzim kedalam sel tersebut atau dengan mengikat
pada bagian tertentu dipermukaan sel yang dinamakan reseptor kematian. Ikatan ini
memicu reaksi didalam sel asing atau abnormal yang mengarah pada kematian sel.

Regulasi sel-T/ Sel-T supresor/Sel Ts


Sel ini terdiri dari 5-10% populasi sel T yang bersirkulasi. Sel Ts menghasilkan
subtansi-substansi yang membantu mengakhiri respon imun atau terkadang mencegah
terjadinya respon berbahaya tertentu. Mereka menekan sel-B berdiferensiasi menjadi
sel plasma.
Ada dua kelompok sel- Alami dan didapat/adaptif.
• Sel Ts alami- CD4+, CD25+, CTLA-4+ dan FoxP3+ Sel T dihasilkan langsung
dari timus.
• Sel Ts didapat- sel-sel ini dihasilkan di perifer oleh dosis kecil antigen Antigen-
presenting cell, IL-4,-10 & -17, TGF-β dan RANKL. Ada 2 jenis,
o Sel Tr 1 menghasilkan kadar IL-5, TGF-β yang tinggi dan tidak IL-4
o SEL Th3 menghasilkan TGF-β dan IL-1 inhibitor.
• Sel Tdelayed atau sel TD: adalah sel Th 1 yang menghasilkan rekasi
hipersensitivitas lambat. Sel ini bertanggungjawab untuk aktivasi makrofag dan
sel-sel no-spesifik inflamatori.
• Sel Th 17: sel ini dihasilkan IL-17 dan bertanggung jawab terhadap penyakit-
penyakit auto-imun. Faktor transkripsi retinoid-retinoid orphan receptor γt
(ROR γt) dan human homologue RORC2 merupakan marker spesifik dari sel
TH17.
Sel tersebut memediasi inflamasi dengan menstimulasi produksi
sitokin-sitokin inflamatori seperti IL-1β, IL-6 dan TNF-α. Mereka mendorong
pengerahan neutrofil dan makrofag. mereka memperkuat respon imun dan
memperberat periodontitis
Malfungsi dari sel T dapat mengakibatkan kelainan autoimun, dimana
tubuh melawan jaringannya sendiri.

Fungsi Sel T:
a. regulasi imun: meregulasi tingkat dan kualitas reaksi imun.
b. membantu produksi antibodi.
c. aktivasi fagosit.
d. Mengenali antigen.
e. mengenali dan menghancurkan sel yang terinfeksi virus.

Sel-T dalam penyakit periodontal:


• Pada lesi awal/4-6 hari terjadi akumulasi plak di gigngivitis eksperimental,
dapat terlihat sel T/ makrofag-didominasi infiltrat seluler..
• Jumlah seluruh sel T lebih sedikit dari sel B pada periodontitis, dimana sel Th2
lebih predominan daripada sel Th1.
• Sel Ts berpartisipasi dalam penyakit periodontal.

Sel B
Sel B mempunyai peran penting dalam imunitas humoral. Fungsi utama dari sel
B adalah mensisntesi imunoglobulin melawan antigen. Mereka juga mempunyai fungsi
regulasi imun dengan mempengaruhi sel lain lewat keberadaan antigen dan produksi
sitokin.
IMMUNOGLOBULIN: Sebuah glikoprotein yang terdiri dari rantai peptida
“berat” dan “ringan”; berfungsi sebagai antobodi didalam sekresi serum. Terdapat 5
kelas utama (IgG, IgA, IgM, IgE, dan IgD), masing-masing dengan fungsi khusus.
(Glossary of Periodontal terms,2001)
Sel B dibentuk di sumsum tulang. Mereka mempunyai ukuran 6-7µm dan
rentang hidup berbulan-bulan. Sel B mempunyai site tertentu (reseptor) pada
permukaannya dimana antigen dapat melekat. Sel-B berperan penting dalam imunitas
adaptif dan diregulasi oleh sel T.
Respon sel-B terhadap antigen mempunyai dua tahap:
• Respon imun primer: ketika sel B pertama kali berjumpa dengan antigen,
antigen akan melekat ke reseptor, menstimulasi sel B. Beberapa sel-B berubah menjadi
sel memori, dimana akan mengingat antigen spesifik dan yang lain berubah menjadi
sel plasma. Sel T helper membantu sel B dalam proses ini.
SEL PLASMA: Antibodi yang menghasilkan limfosit B yang mencapai akhir
dari jalur diferensiasinya. (Glossary of Periodontal terms,2001) Sel plasma (10-15µm)
menghasilkan antobodi yang spesifik terhadap antigen yang menstimulasi
produksinya. Setelah pertemuan pertama dengan antigen, produksi antobodi spesifik
membutuhkan beberpa hari. Sehingga, respon imun primer terjadi lambat.
• Respon imun sekunder: sesudah itu, kapan saja sel B bertemu dengan
antigen lagi, sel B memori dapat dengan cepat mengenali antigen, memperbanyak diri,
berubah menjadi sel plasma dan menghasilkan antibodi. Respon ini terjadi cepat dan
sangat efisien.
Sel B sebagai antigen-presenting cell:
APC profesional seperti sel langerhans, makrofag, dan sel dendritik
mengambil antigen dengan pinositosis atau internalisasi antigen oleh kompleks imun.
Internalisasi antigen sel B oleh reseptor imunoglobulin (Sel-B reseptor). Antigen di
degradasi menjadi petida-peptida, melekat pada molekul MHC kelas II, diantar balik
ke membran sel dan dibawakan ke sel T-helper.
Afinitas tinggi dari antigen terhadap sel B sangat efektif walau dalam
konsentrasi rendah. Namun, densitas klon sel B sangat rendah dan ekpansinya
membutuhkan aktivasi sel T-helper lewat molekul CD40 dan CD154. Sel B teraktivasi
juga menandakan CD86, CD25 dan CD27 sebuah molekul ko-stimulator untuk sel-B
lainnya dan aktivator dari sel T-helper.
Sel B autoreaktif juga bisa mempunyai self-antigen yang mengarah kepada
penyakit autoimun.

Subset Limfosit:
Sel B berkembang dari stem sel dalam hati janin sebelum lahir dan kemudian
didalam sumsum tulang. Terdapat subset sel-B matur perifer yang telah dikenali pada
model tikus yang dinamakan, sel B-1 dan sel B-2.
• Sel B-1/ Unconventional B-lineage cells
o Membutuhkan reseptor imunoglobulin- sinyal yang dihasilkan untuk
perkembangan, kelangsungan hidup dan ekspansi dan ekspresi fenotipe.
o Dua kelompok dapat diidentifikasi,
▪ B-1 a- menandakan CD5
▪ B-1 b- tidak menandakan CD5
o CD5 mendukung penurunan regulasi dari reaksi reseptor Ig dan mencegah
reseptor Ig- kematian dimediasi sel. CD5 mendorong produksi IL-10.
o Mereka berada di kompartemen anatomi seperti pleura dan peritoneum.
o Bertanggungjawab atas respon imun awal.
o Bisa jadi sel T independen, poli-reaktif dan mempinyai afinitas yang rendah.
o Memproduksi IgM dan merespon terhadap patogen yang berkaitan dengan
antigen karbohidrat. Mereka juga melindungi respon innate dengan menghasilkan igm
dan menekan igg- respon autoantibodi.
o mereka juga dapat menghasilkan IgA didalam jatingan usus yang
menjaga komensal.
o Sel B-1 dapat menghasilkan IgG auto-antibodi setelah aktivasi sel T
yang mengarah pada penyakit autoimun.
• Sel B-2/ Conventional B cells:
o Sel B tradisional dan representatif dari imunitas adaptif
o Bereaksi dengan sel-T dan membentuk sel memori afinitas tinggi dan sel
plasma yang berumur panjang.
o IgA dihasilkan oleh sel B-2 dapat mengenali berbagai macam epitop dan
mengikat dengan afinitas tinggi yang mengarah ke eliminasi dari patogen.
Sel B dan destruksi jaringan
Setelah mengaktivasi sel B, mereka berproliferasi, matur, berganti isotipe dan
berdiferensiasi menjadi antibodi-sekresi sel plasma. Sel plasma juga menghasilkan
sitokin seperti IL-6,-10, TNFα, tnf-β, dan VEGF.
Sel plasma berlimpah didalam penyakit kronik seperti periodontitis, dan MMP-
perantara kerusakan jaringan.
Matrix Metalloproteinase (MMP):
Mereka berbeda secara genetik namun secara struktur berkaitan dengan zinc dan
kalsium-dependent endopeptidases yang digambarkan oleh Gross dan Lapiere pada
tahun1962. Mereka dilepaskan oleh neutrofil, makrofag, fibroblas, sel epitel dan
osteoklas. Sekarang, jumlah MMP yang teridentifikasi dan diurutkan dari nomor 1-28
namun MMP -4,-5 dan -6 hilang.
MMP terlibat dalam perkembangan jaringan, remodeling dan penyembuhan luka.
Mereka juga mengatur komunikasi sel, pelepasan molekuler dan respon imun dengan
reseptor dipermukaan sel, sitokin, hormoon, defensin, adesi molekul dan faktor
pertumbuhan. . Penanda ini diinduksi oleh sinyal eksogen. Ada beberapa tipe membran
(MT-MMPs) yang mana jarang didihambat oleh TIMP-1.
MMP-8 dan -9 disimpan dan disekresi dari neutrofil dan eosinofil. Sel epitel
sekretori menunjukan aktivitas MMP-7. Sel mast menunjukkan aktivitas MMP-1,-2
dan -8.
Penanda MMP rendah pada jaringan normal namun menigkat banyak pada
penyakit-penyakit.
Mereka bertanggung jawab untuk degradasi kolagen dimana menjadi penanda
penyakit periodontal. Kolagenase dapat disekresi oleh neutrofil dan fibroblas yang
mendegradasi kolagen tipe I, II, dan III.
MMPs dapat dibagi menjadi 6 kelompok utama berdasarkan dari substart spesifik
dan homologi sebagai berikut
• Kolagenase- KOLAGENASE: metaloproteinase netral yang mengkatalis
degradasi kolagen. (Glossary of Periodontal terms, 20021) MMP-1,-8 (Kolagenase-2),
-13 (Kolagenase-3)
• Gelatinase- Enzim yang menghidrolisa gelatin. MMP-2 (Gelatinase-A), -9
(Gelatinase-B)
• Stromelisin- memecah protein matriks ektraseluler namun tidak kolagen helikel
tripel- MMP -3 (Stromelisisn-1), -10, -11
• Matrilisin, lebih dari 28 matrilisin diketahui dan berperan dalam remodeling
stromal dan terlihat dalam infeksi
• Memran-tipe MMPSs – MMP -14, -15, -16
• MMPs lainnya.

Inhibitor jaringan dari Matrix metaloprotenase (TIMP)


TIMP’s adalah inhibitor endogen dari matrix metaloproteinase. Mereka diproduksi
secara lokal dan menetralkan efek dari MMPs. TIMP pertama digambarkan sebagai
protein pada tahun 1975, dimana menghambat aktivitas kolagenase. Sejak itu, 3 TIMPS
baru diidentifikasi dengan nama, TIMP -2, -3 dan -4. Tidak semua jaringan mempunyai
keempat TIMPS.
TIMP-1 dipetakan ke X-kromosom Xp11.3 – 11.23,
TIMP-2 terhadap 17q25, TIMP-3 terhadap 22q12.1-q13.2 dan TIMP-4 terhadap
3p25.
TIMP-1 dan -3 bersifat inducible (dapat diinduksi). TIMP-2 bersifat konstitutif.
TIMP-4 sangat teratur dan sangat terbatas.
TIMP-1 terutama diproduksi oleh sel-B, dan ekspresi TIMP-2 terbatas pada sel-T.
TGF-β menurunkan regulasi ekspresi dari ekspresi MMP dan meningkatkan regulasi
TIMP.
Fungsi:
• penghambatan MMP
• TIMP-2 dapat mengaktifkan pro-MMP-2.
• TIMP-1 dan -2 adalah faktor pertumbuhan yang kuat untuk berbagai macam sel
termasuk fibroblas di pulpa dan gingiva.
• TIMP-2 dapat menghambat angiogenesis.
• TIMP-3 berikatan erat dengan matriks ekstraseluler.
• Mereka mengatur apoptosis.
• Mereka dapat menghambat metalloproteinase lain seperti A Disintegrin and
Metalloproteinase (ADAMs)
• Mereka dapat mengatur tekanan darah dengan menghambat efek MMP-2 pada
vasokonstriksi.

MMP dan TIMP pada penyakit periodontal:


Ketidakseimbangan TIMP dan MMP mengakibatkan kerusakan jaringan
patologis pada penyakit periodontal. Baik TIMPs dan MMPs diekspresikan dalam
semua cairan tubuh seperti air liur, GCF, serum dan urin.
• Plak: MMP-2, -8 dan -9 terlibat dalam ruptur plak.
• GCF: Kadar MMP-8 dan -9 yang lebih tinggi dapat dideteksi di GCF tempat
yang sakit. MMP-13 kurang banyak di GCF.
Pada Gingivitis dan Penyakit Periodontal:
• MMP-9 dapat dideteksi pada sel epitel Junctional, sulkular dan kantong
epitel.
• Peningkatan aktivitas MMP terlihat pada gingivitis dan periodontitis.
Kadar mereka berkorelasi dengan tingkat keparahan penyakit.
• Kadar MMP menurun dengan pengobatan
• Dalam kasus periodontitis kronis yang tidak diobati, kadar kolagenase aktif
yang lebih tinggi dapat terdeteksi pada sampel air liur atau obat kumur yang
mencerminkan keadaan atau aktivitas penyakit.
• Aksi MMP-2, MMP-3, MMP-8, MMP-9 dan MMP-13 bertanggung jawab
atas penghancuran matriks ekstraseluler.
• MMP-8 & MMP-9 disekresikan dari neutrofil, monosit, makrofag, dan sel
periodontal residen.
• MMP-13 diekspresikan oleh sel epitel sulkular, makrofag, fibroblas, sel
plasma, dan osteoblas. Ini mendegradasi membran basal kolagen Tipe IV,
proteoglikan dan fibronektin bersama dengan kerusakan tulang. Dapat
mengaktifkan proMMP-9 di jaringan yang sakit.
• MMPs dapat membelah monosit chemoattractant protein (MCPs) dan
menonaktifkannya
• Peningkatan mRNA MMP-3 dan MMP-8 telah dicatat pada penyakit
periodontal.
• Tingkat TIMP-1 yang lebih tinggi diamati pada individu yang sehat secara
periodontal. Penurunan kadar TIMP bisa menjadi penanda kerentanan
penyakit.
• Rasio MMP-8 terhadap TIMP-1 lebih tinggi pada pasien dengan
periodontitis berat. Pergeseran keseimbangan ini bisa mewakili
kerusakan jaringan yang lebih besar.
• Tingkat IL-1β dan MMP-8 yang lebih tinggi dapat dikaitkan dengan
peningkatan kehilangan perlekatan.

Sel-B dalam penyakit periodontal


limfosit dan sel plasma mendominasi sel-sel pada lesi periodontitis. Sel plasma
mewakili sekitar 50% sel dalam lesi ini sedangkan sel B terdiri dari sekitar 18%.
Proporsi sel B lebih besar dari semua sel T. Terdapat lebih banyak sel T helper
daripada sel T sitotoksik. Perbedaan kepadatan sel B dan sel plasma bervariasi
menurut tingkat keparahan penyakit.
Kerusakan jaringan merupakan salah satu ciri periodontitis dan sel B serta sel
plasma tampaknya berkontribusi terhadap degradasi struktur jaringan ikat pada
periodontitis dan penyakit inflamasi kronis lainnya.
Sel Plasma merupakan sel sekretori yang paling aktif di gingiva. IgG dan IgA
dipertimbangkan mempunyai peran proteksi pada penyakit periodontal. Antibodi ini
berasal dari sirkulasi dan juga diproduksi secara lokal yang menyebabkan
peningkatan konsentrasi di sulkus gingiva. IgM, protein subkelas IgA, dan rantai-J
juga diproduksi secara lokal di jaringan granulasi periodontitis. Sel pengekspresi
mRNA IgG1 juga dicatat dalam jaringan granulasi di dalam gingiva
Kehadiran epitop 9G4 dalam sel-B sangat terkait dengan auto-reaktivitas.
Patogen periodontal menginduksi respon IL-10 hiperaktif yang menyebabkan
proliferasi sel B-1a dan auto-antibodi pada diabetes tipe I. Proporsi sel B-1a 4-5 kali
lebih tinggi pada pasien periodontitis. Kadar B-1a sistemik dapat menjadi penanda
kerentanan terhadap periodontitis.
Kadar antibodi lebih tinggi terhadap kolagen Tipe I dalam darah perifer, kadar
IgG dan IgA yang lebih tinggi ditemukan pada jaringan gingiva dan GCF pasien
periodontitis. IgG anti-desmosomal di GCF telah diketahui mempunyai nilai yang
lebih tinggi di daerah yang sakit daripada daerah yang sehat.
Jumlah antibodi sitoplasma Anti-neutrofil yang lebih tinggi diamati pada
pasien dengan lupus eritematosus sistemik dan periodontitis yang dikaitkan dengan
peningkatan aktivasi sel B.
Nilai antibodi anti-fosfolipid yang lebih tinggi terdeteksi dalam serum
periodontitis kronis dan periodontitis agresif umum. Antibodi tersebut mungkin
berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular di antara pasien
periodontitis.
Sel yang terinfeksi EBV sering muncul pada lesi periodontitis, dan dapat
menyebabkan aktivasi dan proliferasi sel B. Reaksi autoimun terhadap Heat-shock
protein (HSP60) dan bakteri homolog (GroEL/chaperonin) juga terlihat pada pasien
periodontitis.
Patogen spesifik

PMN, Antibodi Antigen, LPS, Faktor virulensi lain

Respon imun Host

Matrix metallo-proteinase Sitokin, Prostaglandin

Jaringan ikat dan metabolisme tulang

Faktor resiko Lingkungan Faktor resiko didapat Faktor resiko genetik

Inisiasi dan progresi PenyakitPeriodontal

Gambar12.2 Inisiasi dan progresi penyakit periodontal

PERAN KOMPLEMEN:
KOMPLEMEN: Sekelompok protein serum yang terlibat dalam pengendalian
inflamasi, aktivasi fagosit, dan serangan litik pada membran sel. Sistem ini dapat
diaktifkan oleh interaksi dengan kompleks antigenantibodi atau oleh zat bakteri.
(Glossary of Periodontal terms, 2001)
ZYMOGEN: Prekursor inaktif yang berubah menjadi enzim aktif oleh aksi substansi
lain. Perozyme (Glossary of Periodontal terms, 2001)
OPSONIN: Sebuah substansi (cth. Antibodi, komplemen) yang dapat meningkatkan
fagositosis. (Glossary of Periodontal terms, 2001)
Komplemen adalah jaringan yang berinteraksi dari 30 membran yang
berhubungan dengan reseptor sel dan glikoprotein larut . Sistem komplemen adalah
kaskade biokimia yang membantu membersihkan patogen dari suatu organisme. Ini
adalah komponen integral dari sistem kekebalan tubuh bawaan. Mereka diproduksi
secara lokal dan secara sistemik.
Sistem komplemen terdiri dari protein kecil yang ditemukan dalam darah,
biasanya bersirkulasi sebagai zimogen tidak aktif. Ketika dirangsang oleh salah satu
dari beberapa pemicu, protease dalam sistem membelah protein spesifik untuk
melepaskan sitokin dan memulai kaskade pembelahan lebih lanjut. Hasil akhir dari
kaskade aktivasi ini adalah amplifikasi besar-besaran dari respons dan aktivasi
kompleks serangan membran pembunuh sel.
Berbagai protein dan fragmen protein membentuk sistem komplemen,
termasuk protein serum (C1 sampai C9), protein serosal, molekul pengenalan pola,
konvertase dan protease lain, regulator dan reseptor membran sel yang berinteraksi
dengan mediator imun lainnya. Protein ini disintesis terutama di hati, dan mereka
menyumbang sekitar 5% dari fraksi globulin dalam serum.
Tiga jalur biokimia mengaktifkan sistem komplemen: jalur komplemen
klasik, jalur komplemen alternatif, dan jalur lektin pengikat mannose.
Fungsi Komplemen:
Sistem komplemen sangat penting untuk pertahanan Host dan peradangan. Peran
komplemen termasuk,
• Merekrut dan mengaktifkan sel-sel inflamasi
• Ia juga mengopsonisasi, memfagosit dan melisiskan mikroba.
• Berinteraksi dan berkoordinasi dengan sistem lain melalui crosstalk dan Toll-
like receptor.
• Dapat mengaktifkan dan membedakan sel T dan B.
• Dapat mencegah invasi dan penyebaran bakteri dengan meningkatkan
mekanisme pembekuan lokal.
• Dapat mengisi kembali sistem kekebalan dengan memobilisasi sel punca
hematopoietik dan sel progenitor dari sumsum tulang.
• Opsonisasi antigen partikulat. C3b adalah opsonin yang membantu dalam
fagositosis. (OPSONISASI mengacu pada pelapisan partikel seperti bakteri,
dengan protein inang yang memfasilitasi fagositosis.)
• Melisiskan bakteri, sel yang dipenuhi bakteri dan virus.
o MEMBRAN ATTACK COMPLEX/MAC (C5b, C6, C7, C8 dan
polymeric C9) adalah produk akhir sitolitik dari kaskade komplemen.
Ia membentuk saluran transmembran yang mengarah ke lisis osmotik
sel target.
• Mengikat reseptor komplemen spesifik pada sel sistem imun, memicu fungsi
sel spesifik (aktivasi leukosit), inflamasi, dan molekul imunoregulasi tertentu.
• Immune clearance: Menghilangkan kompleks kekebalan dari sistem kekebalan
dan menyimpannya di limpa dan hati.
• Merekrutmen sel inflamasi dan mendegranulasinya:
• C5a menyebabkan kemotaksis berbagai sel inflamasi terutama neutrofil dan
degranulasinya.
• C3a-menyebabkan ledakan pernapasan pada neutrofil
Komplemen biasanya tidak diaktifkan pada sel host. Gangguan pada
komplemen seperti aktivasi berlebihan, defisiensi, SNP atau mutasi dari regulator dapat
menyebabkan kerusakan jaringan inflamasi. Periodontitis adalah penyakit inflamasi
yang disebabkan oleh infeksi dan inflamasi yang diperantarai oleh komplemen.
• Komplemen aktif terdeteksi pada tingkat yang lebih tinggi dalam GCF
periodontitis – faktor B, Bb, C3, C3b, C3c, C4, C5a, C9
• Tingkat komplemen yang tinggi dapat dideteksi pada gingiva sedang inflamasi-
C1q, faktor B, Bb, C3, C3a, C3b, C3c, C3d, C5, C5b, C9
• Peningkatan kadar fragmen pecahan komplemen pada gingivitis eksperimental
– Bb, C3
• Konversi C3 ke C3c lebih tinggi pada GCF selama inflamasi dan berkurang
setelah terapi.
• Gen C3 regulasinya menurun setelah terapi periodontal.
• Defisiensi C1NH berhubungan dengan periodontitis agresif.
• Mutasi gen C4 dan SNP pada C5 menjadi catatatn pada penyakit periodontal.
• Bakteri periodontal dapat menghambat atau mengaktifkan komplemen tertentu
yang mencoba menghindari pembersihan imun dan juga merangsang
peradangan untuk mendapatkan nutrisi untuk pertumbuhan.
➢ P.gingivalis (Gingipains - hRgpA, RgpB) dan P.intermedia (InpA)
mencerna C3 dan menghambat aktivasinya.
➢ P.gingivalis (HRgpA) dan T.denticola (Lipoprotein) membajak protein
regulator komplemen seperti C4BP dan Factor H
➢ P.gingivalis (Kgp) dapat melisiskan protein regulator komplemen
seperti CD46, CD55 dan CD59 dari permukaan sel inang yang
menyebabkan pelepasan interleukin dan sel lisis.
➢ P.gingivalis (hRgpA, RgpB), P.intermedia (InpA), T.denticola
(Dentilisin) dapat menghasilkan fragmen komplemen seperti
Anaphylatoxins, iC3b
➢ P.gingivalis (fimbriae) dapat berikatan langsung dengan reseptor
komplemen (CR3)
➢ P.gingivalis (Gingipains) dapat menghasilkan C5a dan meningkatkan
peradangan.

Perawatan Periodontal
Periodontitis dapat dikendalikan dengan mengatur inflamasi dan respon host
terhadap patogen. Melengkapi intervensi terapeutik yang ditargetkan dapat dilakukan
untuk membalikkan peradangan dan meningkatkan pertahanan host. Obat-obatan
spesifik pelengkap seperti antagonis C5aR dapat disuntikkan ke dalam gingiva untuk
mengontrol peradangan. Pada destruksi periodontal, hilangnya perlekatan klinis yang
terlihat pada penyakit periodontal merupakan hasil dari respon imun yang tidak diatur
dengan benar terhadap infeksi bakteri daripada dari bakteri patogen itu sendiri.
Sitokin dan perananya dalam penyakit periodontal:
SITOKIN: Sekelompok besar protein yang dibuat oleh sel yang mampu
mengatur berbagai fungsi seluler. (Glosarium Istilah Periodontal, 2001)
Sitokin adalah protein kecil (sekitar 8-80kDa) yang biasanya bekerja secara
autokrin, parakrin atau endokrin. Sitokin sangat kuat, bertindak pada picomolar dan
bahkan terkadang pada tingkat femtomolar.
Interaksi sel-sel langsung dan produksi lokal mediator terlarut mengontrol
komunikasi antara sel-sel sistem kekebalan. Sitokin adalah bagian penting dari jaringan
pembawa pesan. Mayoritas respon imun terjadi secara lokal daripada sistemik dalam
area kecil jaringan dan sering antara dua sel yang terkonjugasi satu sama lain.
Sitokin merupakan pengatur sel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap
produksi dan aktivasi sel efektor yang berbeda. Sitokin adalah peptida dengan berat
molekul kecil atau glikopeptida. Sitokin mengatur semua fungsi biologis penting
seperti proliferasi sel, pertumbuhan sel, aktivasi sel, peradangan, kekebalan, dan
perbaikan. Beberapa sitokin diproduksi oleh jenis sel terbatas, seperti IL-2 yang
diproduksi oleh sel T. Sedangkan yang lain, termasuk IL-l dan IL-6 diproduksi oleh sel
yang sangat berbeda. Selain itu, sel target mungkin terbatas atau sangat beragam,
banyak sitokin bersifat pleiotropik, memiliki banyak aktivitas pada sel target yang
berbeda dan atau tindakan regulasi sel yang tumpang tindih.
Sejak penemuan IL-2 pada tahun 1976, banyak sitokin telah dikarakterisasi
yang penting untuk proliferasi dan diferensiasi sel imun. Terdapat lebih dari 200 sitokin
manusia yang dikenal.
Mediator awal dilepaskan oleh imunitas bawaan/dimediasi sel - makrofag dan
sel NK membantu dalam aktivasi makrofag dan induksi sel T CD4 dan CD8. Mediator
akhir diproduksi oleh imunitas adaptif/humoral – sel T dan B yang ditandai dengan
produksi antibodi.
Pengaruh sitokin:
o Pertumbuhan sel.
o Diferensiasi sel.
o Kematian sel/apoptosis.
o Kemotaksis dan kemokinesis.
o Induksi fenotip efektor kemotaktik.
o Induksi fenotip fagositik.
o Mempromosikan adhesi antar sel.
o Regulasi adhesi ke matriks ekstraseluler.
o Resistensi terhadap infeksi virus.
o Menginduksi non-responsif terhadap sitokin/sel lain.
o Menginduksi responsivitas terhadap sitokin/sel lain.
o Menginduksi sekresi sitokin lain.
Istilah
▪ Pleiotropi – Bekerja pada lebih dari satu jenis sel (IL-6, IFN , )
▪ Redundansi – Lebih dari satu sitokin dapat melakukan hal yang sama (IFN , ,
g)
▪ Sinergi - Dua atau lebih sitokin bekerja sama untuk menghasilkan efek yang
berbeda atau lebih besar dari efek gabungan kedua sitokin ketika berfungsi
secara terpisah (IL-12 dan IL-8)
▪ Antagonisme - Dua atau lebih sitokin bekerja melawan satu sama lain (IL-4 dan
IL-12).
Sitokin dapat secara luas dikelompokkan sebagai:
INTERLEUKIN: Sebuah keluarga protein potent yang berfungsi sebagai
penghubung antara sel-sel penginduksi dan efektor selama respon imun dan inflamasi;
terlibat dalam perekrutan sel-sel prekursor imun dan inflamasi. Beberapa interleukin
telah terlibat dalam patogenesis penyakit periodontal. (Glosarium istilah Periodontal,
2001).
▪ Interleukin (1-22)
▪ Interferon (α, , g)
▪ Kemokin-α, kemokin-β; Macrophage Inflammatory Protein (MIP-1 );
Monokin Diinduksi oleh Interferon g (MIG); Diatur pada Aktivasi Sel T
Normal Diekspresikan dan Disekresikan (RANTES); Eotaksin
▪ Lainnya – CSF, TNFs, GFs Interleukin adalah sekelompok besar sitokin yang
diproduksi terutama oleh sel T dan juga oleh beberapa fagosit mononuklear.
Interferon adalah sitokin yang melindungi sel dari infeksi virus. Kemokin
adalah sekelompok 40 sitokin kecil yang terlibat dalam migrasi sel, aktivasi,
dan kemotaksis. Molekul sitokin ini menghasilkan efeknya dengan mengikat
reseptor spesifik pada sel target.
Keluarga reseptor sitokin:
✓ Superfamili reseptor tipe I - Keluarga reseptor hematopoietin
✓ Keluarga tipe II dari reseptor sitokin terkait - Interferon
✓ Reseptor sitokin tipe III.
▪ Reseptor pensinyalan kematian Fas atau CD95, DR4 dan DR5.
▪ Limfotoksin.
✓ Keluarga reseptor kemokin tipe IV
✓ Reseptor kemokin - antigen Duffy.
Spesifisitas sitokin:
- Hanya sel yang mengekspresikan reseptor untuk sitokin spesifik yang dapat
diaktifkan olehnya.
- Banyak sitokin memiliki waktu paruh yang sangat pendek.
- Konsentrasi sitokin yang tinggi diperlukan untuk aktivasi.
- Hanya sel dalam jarak dekat yang diaktifkan.
- Memerlukan kontak sel ke sel.
Peran sitokin dalam respon imun:
- Waspada terhadap infeksi, tumor, dll.
- Merekrut sel ke lokasi.
- Menentukan jenis respon imun.
- Fase efektor imun.
- Penurunan kekebalan oleh Interleukin dan TGF-β, yang menghambat
proliferasi dan produksi sitokin.
- Kekebalan memori dan mengatur ulang sistem.
- Mediator awal (IFN α/β).
- Kemokin (MIP-1α).
- Mediator awal & akhir (IL-2, IFN g, IL-4, IL-5).
- Down-regulator (IL-10, TNF g).
- Sitokin pemeliharaan (GM-CSF, IL-3, -7, -9) yang menginduksi diferensiasi sel
dan pertumbuhan sel.
Etiopatogenesis Dari Penyakit Periodontal
Tabel 12.3 Komponen penginduksi sitokin dari bakteri gram positif
Komponen Sel Target Sitokin
Protein Sel darah perifer IL-1a, IL-4, IL-6TNFα,
mononuklear manusia INFg
Asam lipiteichoic HPBMCs IL-1β IL-6,IL-8,TNFα
Lipoarabinomannan HPBMCs IL-1α, IL-1β,IL-6,IL-
(LAM) 8,IL-10,GM-CSF,TNFα
58 kDa protein HPBMCs TNFα
mikobakteri

Tabel 12.4 Komponen penginduksi sitokin dari bakteri gram negatif


Komponen Sel Target Sitokin
LAP HPBMCs IL-1β
Porin HPBMCs IL-1, IL-4, IL-6, IL-8,
TNFα, GM-CSF, INFɣ
Protein luar membran Makrofag murine TNFα, IL-6
lipoprotein Makrofag murine TNFα

Tabel 12.5 Sitokin yang diinduksi oleh LPS dari patogen periodontal selain P.
Gingivalis
Sumber LPS Sel target Sitokin yang dihasilkan
Prev Intermedia Makrofag murine IL-1β
Prev Intermedia HPBCs IL-1β
Prev Intermedia HGFs IL-1α,IL-1β,IL-6,IL-8
A. actinomycetemcomitans Makrofag murine IL-1, IL-1ra
A. actinomycetemcomitans HPBMCs IL-1,TNFα
A. actinomycetemcomitans Makrofag manusia IL-1α,IL-1β, TNFα
A. actinomycetemcomitans HGFs IL-1β, IL-6
F. Nucleatum Makrofag murine IL-1

Tabel 12.6 Sitokin yang dihasilkan oleh sel host sebagai respon terhadap
komponen/produk dari periodontopatogen
Sitokin Penginduksi
IL-1α LPS, fimbrial protein
IL-1β LPS, polisakarida, LAP
IL-4 Komponen tidak dikenal
IL-6 LPS, permukaan protein, fimbrial
protein, LPA
IL-8 LPS,protein fimbrial
TNF-α LPS, fimbrial protein, permukaan
protein
GM-csf LPS, permukaan protein
INFg LPS
MCP-1 LPS
IL-1 ra LPS
KC Fimbrial protein
TGF-β Komponen tidak dikenal

Regulasi Sitokin
Banyak faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan subset sel-T, sel penyaji
antigen, sifat dan konsentrasi antigen menentukan induksi sel T. Th1 dan Th2 adalah
dua subset berbeda yang diturunkan dari sel T helper CD4. Produk dari sel Th1 dan
Th2 menghasilkan sitokin yang berbeda termasuk IL-3, TNF-α, dan GM-CSF. Sel Th1
menghasilkan IL-2, IFN-g,dan TNF-β. Sel Th2 menghasilkan IL-4, -5, -6, -10, -13.
Keseimbangan dua himpunan bagian menentukan respon penyakit. Aktivitas Th1
dengan imunitas yang diperantarai sel pada kusta tuberkuloid dan aktivitas Th2 dengan
respons humoral pada kusta lepromatosa menentukan prognosis.

Penyakit yang berhubungan dengan sitokin


• Syok septik bakteri dan penyakit terkait
• Kanker limfoid dan myeloid
• Penyakit Chaga dengan imunosupresi parah
• Infeksi EBV mendukung generasi sel T-helper yang tidak menghasilkan IL-2
dan mendukung produksi selTh2 daripada Th1
• Parasit seperti cacing pita menyebabkan tingkat IgE yang tinggi.
Tabel 12.7 Pengaruh Sitokin dan faktor pertumbuhan pada inflamasi dan
penyembuhan luka
Pro-inflammatory sitokin IL-1, TNF-α, IL-6, INF-g, IL-8,
MCP-1, MIP-2α
Anti-inflammatory sitokin IL-4, IL-10, IL-13 (IL-1 receptor
antagonist), TGF-β
Fibrogenic sitokin TGF-β, CTGF, IL-4, IL-13, FGF-2,
IGF-1, PDGF, GM-CSF
Anti-fibrotic sitokin INF-ɣ, IL -1, IL-10, IL-12, IL-17
Angiogenic sitokin FGF2, VEGF-A, angiogenins,
angiopoietins, IL-8 MCP-1
Jaringan parut TGF-β, IGF-1, CTGF, IL-6
Anti-angiogenic IL-10
Anti-scar(jaringan parut) IL-10

Aktivitas Berbagai Sitokin Yang Terlibat Dalam Penyakit Periodontal


Interleukin-1
Famili IL-1 memiliki dua protein dengan aktivitas biologis yang serupa (IL-1 dan IL-
1β). Ia juga memiliki antagonis reseptor IL- (IL-1Ra), ligan tanpa sinyal dengan 2
reseptor (IL-RI dan IL-RII). Pengikatan dengan IL-RI menyebabkan pensinyalan sel
sedangkan pengikatan IL-RII tidak mengarah pada pensinyalan.
IL-1 adalah mediator inflamasi multi-fungsi yang memodulasi resorpsi tulang dengan
mengaktifkan osteoklas dan merangsang sintesis PGE2. IL-1 disintesis oleh monosit,
keratinosit, dan fibroblas gingiva sebagai respons terhadap bakteri patogen. Tingkat
mereka meningkat pada penyakit periodontal.

Interleukin-1
1. penghambatan pembentukan tulang
2. peningkatan resorpsi tulang
3. Stimulasi prostaglandin dan sintesis tromboksan
4. stimulasi produksi kolagenase dan protease
5. Potensiasi degranulasi neutrofil dan produksi superoksida
6. Peningkatan adhesi leukosit sel endotel
7. Stimulasi proliferasi fibroblas dan keratinosit.

Interleukin-4
IL-4 diproduksi oleh sel T, sel mast, dan basofil dan merupakan faktor penting dalam
ekspansi klonal sel B spesifik antigen. Sintesis IgE pada tikus dan manusia, IgG1 dalam
sel B murine dan IgG4 dalam sel manusia semuanya ditingkatkan oleh IL-4
IL-4 memiliki peran ganda terhadap sel yang berhubungan dengan imunitas
• Sitokin ini menginduksi proliferasi pada sel manusia dan sel murine T
• Sitokin ini juga memiliki aktivitas anti-tumor yang kuat, adhesi sel lainnya.
yang telah dikaitkan dengan infiltrasi eosinofil sitotoksik diikuti oleh induksi sel T
sitolitik spesifik tumor.
• IL-4 membantu regulasi kekebalan negatif untuk mengurangi reseptor IL-2 dan
dengan demikian menghambat beberapa aktivitas yang diinduksi IL-2. Ini termasuk
generasi sel pembunuh alami yang diinduksi IL-2 dan IFNg-peningkatan aktivitas
seperti aktivasi makrofag dan aktivitas antimikrobanya.
• IL-4 juga dapat memblokir makrofag generasi makrofag dan generasi nitric
okisigen, Namun, diperlukan untuk membunuh parasit intraseluler.
• Studi juga menunjukkan bahwa IL-4 menurunkan produksi sitokin lain
termasuk IL-1, TNF dan IL-6 dalam monosit darah perifer manusia.
• Akhirnya, IL-4 mengatur induksi sel Th2.

Faktor Nekrosis Tumor (TNF)


Bertolini pada tahun 1986 menunjukkan bahwa TNF merangsang resorpsi tulang
dengan membantu proliferasi dan diferensiasi progenitor osteoklas dan aktivasi tidak
langsung dari osteoklas yang terbentuk. TNF juga memediasi kerusakan jaringan
dengan merangsang kolagenase dan degradasi kolagen tipe I oleh fibroblas yang
menyebabkan kerusakan jaringan ikat. IL-6 adalah sitokin pleiotropik yang
merangsang produksi Ig oleh sel B, mengaktifkan sel T, merangsang sintesis protein
fase akut oleh hepatosit dan mengaktifkan komplemen kaskade. Produksinya dibantu
oleh lipopolisakarida dalam fibroblas gingiva. Tingkatnya sangan menurun pada
kondisi sehat dan meningkat pada inflamasi.
• TNF juga merupakan stimulator ampuh pada diferensiasi osteoklas. TNF juga
merangsang pembentukan sel berinti banyak dengan fitur yang mirip dengan
osteoklas.
• TNF meningkatkan resorpsi tulang dan menghambat pembentukan tulang.

Interleukin-8:
IL-8 yang dibentuk oleh sel-sel gingiva bekerja secara autokrin atau parakrin untuk
menarik dan mengaktifkan neutrofil ke gingiva yang mengalami inflamasi.
• Ini adalah sitokin pro-inflamasi.
• Sitokin ini menginduksi IFNg,IL-12, dan molekul Ini juga memiliki aktivitas
anti-tumor yang kuat, adhesi sel lainnya..
• Dengan IL-1, ia berperan pada rheumatoid arthritis dan penyakit autoimun.

Interleukin 10:
IL-10 memainkan peran utama dalam menekan kekebalan dan dengan kemampuannya
untuk menurunkan sistem imun dan respon inflamasi. IL-10 diproduksi oleh sel T
termasuk sel Th0, Th1 dan Th2 manusia, sel B dan monosit dan makrofag setelah
aktivasi.
IL-10 menekan respon sel T manusia dan tikus dengan menghambat kapasitas antigen-
presenting sel dari makrofag dan sel langerhans. Namun, Ding & Shevac telah
menunjukkan bahwa kemampuan sel B atau sel dendritik untuk menyajikan antigen
tidak dipengaruhi oleh IL-10.
• IL-10 manusia menurunkan proliferasi dan produksi sitokin oleh klon Th1 dan
Th2 yang terpapar antigen spesifik dan phytohemagglutinin secara signifikan.
• IL-10 memiliki efek penghambatan langsung dari produksi IFN dan telah
terbukti membantu penekanan penghancuran imun patogen yang dimediasi makrofag
yang diinduksi IFN.
• Menariknya, sitokin ini ditemukan bertindak sebagai faktor kemotaksis spesifik
terhadap sel T CD8+ sambil menekan kemampuan sel T CD4+ untuk bermigrasi
sebagai respons terhadap IL-8.
• IL-10 adalah faktor pertumbuhan dan diferensiasi yang kuat untuk sel B
manusia yang diaktifkan dan memainkan peran penting dalam memperkuat respon
imun humoral.
• Sintesis sitokin proinflamasi yang diturunkan dari monosit termasuk IL-1, IL-
6 dan IL-8 dihambat oleh IL-10.
• Ini juga meningkatkan produksi antagonis reseptor IL-1 (IL-1Ra) dan meredam
proliferasi imun dan respons inflamasi.
• IL-10 meningkatkan respons Th2 sambil menekan reaksi hipersensitivitas tipe
lambat dan respons yang diperantarai sel Th1 lainnya.
• Sebagai reagen anti-inflamasi yang kuat, IL-10 diteliti untuk mengatur penyakit
seperti rheumatoid arthritis, sepsis bakteri, dan psoriasis.

Interleukin 12
IL-12 awalnya digambarkan sebagai faktor yang menyajikan pembunuh alami (NK)
dan aktivitas sel T sitolitik. IL-12 diproduksi terutama oleh monosit dan makrofag, sel
dendritik dan neutrofil polimorfonuklear dengan keratinosit. Sel Langerhans dan sel B
hanya menghasilkan tingkat yang rendah.
Sel NK dapat mempengaruhi jalur perkembangan Th1 dan Th2 ketika sel T spesifik
antigen mulai mengalami ekspansi dan diferensiasi klon. Dalam konteks ini, sel
pembunuh alami dapat mewakili sumber awal IFN, yang akan membantu pada
pengembangan respons Th1. Mereka tampaknya paling efektif dalam mencegah infeksi
dini, tetapi sel T dan B dan produknya diperlukan untuk mengatasi infeksi.
Selain bersifat protektif, IL-12 juga dapat menimbulkan efek merugikan. Pemberian
IL-12 selama infeksi virus eksperimental dilaporkan bermanfaat pada infeksi lain yang
mengakibatkan efek samping, termasuk penghambatan aktivitas sel T sitolitik dan CD8
yang menyebabkan virus CD8+ Ekspansi sel T; induksi TNF yang menyertai
merupakan faktor penting dalam patologi berikutnya. Dosis IL-12 yang lebih rendah
meningkatkan ekspansi CD8+ dan pembersihan virus.
• IL-12 menyediakan hubungan antara resistensi alami yang dimediasi oleh sel
fagosit dan sel NK dan imunitas adaptif yang dimediasi oleh sel T helper, sel T sitolitik
dan sel B.
• IL-12 memiliki efek pleiotropik pada sel NK dan sel T. Ini termasuk
peningkatan proliferasi dan aktivitas sitotoksik sel NK dan sel T setelah aktivasi oleh
rangsangan lain.
• IL-12 menyebabkan produksi IFN dengan mengistirahatkan dan mengaktifkan
sel T dan NK.
• Produksi awal IL-12 merupakan proses mendasar dalam aktivasi sel NK dan
resistensi bawaan.
• IL-12 memainkan peran penting dalam diferensiasi sel Th1. Ini bekerja
langsung pada sel Th1 dan pada prekursornya, dan sebagian dari aktivitas ini
disebabkan oleh induksi produksi IFN oleh T dan sel pembunuh alami. IFN memiliki
efek umpan balik positif dengan meningkatkan produksi IL-12 oleh monosit dan
makrofag, sedangkan sitokin IL-4 dan IL-10 adalah penghambat kuat produksi IL-12.
• Telah disarankan bahwa IL-12 mungkin setara dengan IL-4 untuk diferensiasi
sel Th1, dan kedua sitokin ini dapat menentukan keseimbangan sel Th1 dan Th2.

Interleukin 13
IL-13 adalah modulator kuat dari monosit manusia dan fungsi sel B dengan aktivitas
anti-inflamasi potensial bersama dengan IL-4 dan IL-10. Gen IL-13 dan IL-4 terkait
erat pada genom manusia dan tikus, dan ada homologi urutan antara protein yang
disekresikan. Reseptor IL-4 dan IL-13 juga berbagi subunit yang sama, meskipun
reseptor IL-4 tidak mengikat IL-13.
Meskipun IL-13 tampak seperti IL-4, aktivitas biologisnya lebih terbatas daripada IL-
4. Ini tidak bekerja pada sel T manusia atau tikus atau pada sel B tikus, meskipun ia
bertindak sebagai
sinyal co-stimulator untuk sel B manusia. Produksi protein mutan IL-4 untuk bertindak
sebagai antagonis reseptor untuk kedua IL-4 dan IL-13 mungkin memiliki nilai
terapeutik dalam perawatan infeksi dominan Th2.
Sitokin ini disekresikan oleh klon sel T manusia CD4+ dan CD8+, sel CD4+ memiliki
profil Th0, Th1, dan Th2. IL-13 diproduksi lebih awal setelah aktivasi dan dalam
periode waktu yang lama, berbeda dengan IL-4, yang disekresikan lebih lama dan
terjadi secara sementara.
• Penanda permukaan sel monosit termasuk CD23, MHC kelas II, dan beberapa
molekul integrin diregulasi oleh IL-13.
• Produksi sitokin IL-1. IL-6, IL-8 dan TNF yang diinduksi oleh monosit manusia
yang distimulasi lipopolisakarida juga dihambat oleh IL-13.
• Sekresi IL-1Ra ditingkatkan.
• Seperti IL-4, IL-13 mungkin mendukung perkembangan respon Th2 karena ia
menurunkan produksi IL-12.
• Juga seperti IL-4, IL-13 menginduksi sintesis IgG4 dan IgE. Ini mengarahkan
peralihan isotipe IgE pada manusia.

Interleukin-17 (IL-17):
Terletak pada kromosom 6. Dapat merangsang fibroblas, sel epitel dan sel endotel
untuk menghasilkan IL-6, IL-8, dan PGE2. Ia dapat menginduksi osteoklast dengan
aktivator reseptor ligan faktor-κB nuklir (RANKL) pada osteoblast.
interferon-g:
karakteristik awal interferon sebagai zat yang merespons untuk menghambat replikasi
virus, meskipun sekarang diketahui bahwa mereka memiliki banyak aktivitas
modulator imun. Efek regulasinya termasuk aktivasi makrofag untuk membantu
fagositosis dan kemampuan membunuh tumornya, serta aktivasi IL-1 dan TNF dan
peningkatan pertumbuhan sel T sitoliti dan sel NK.
IFN-g berbeda dalam biokimia dan sifat biologis dari IFN- α dan IFN-β. Yang terakhir
diproduksi oleh sel yang terinfeksi virus sementara IFN-g diproduksi selama respon
imun oleh sel T spesifik antigen dan sel NK yang direkrut oleh IL-2.
• IFN-ɣ-up mengatur tanda antigen MHC kelas I dan membantu MHC kelas II
dan reseptor Fc-ɣ pada makrofag dan banyak jenis sel lainnya termasuk sel limfoid,
sel endotel, sel mast, dan fibroblas. Dengan demikian, ini mempengaruhi kapasitas sel
untuk menyajikan antigen. Dengan meningkatkan ekspresi molekul MHC kelas II pada
sel seperti sel endotel, sel-sel ini kemudian dapat menjadi rentan terhadap aksi sel T
sitolitik spesifik kelas II.
• IFN-ɣ memainkan peran utama dalam pematangan sel B dan sekresi
imunoglobulin,
• IFN-ɣ mendukung kemampuan kekebalan sistem humoral untuk
menghancurkan mikroba patogen.
• IFN-ɣ menghambat sebagian besar aktivitas yang dibantu oleh IL-4,
menunjukkan bahwa kedua sitokin ini secara timbal balik mengatur produksi
imunoglobulin isotipe dalam respon imun sel T yang bergantung. Akhirnya, kehadiran
IFN-ɣ menjadi syarat untuk induksi subset Th1.

Sitokin dalam kerusakan jaringan


IL-1 adalah mediator utama dari respon inflamasi yang bekerja pada banyak tipe sel.
Ini diproduksi oleh banyak sel yang berbeda, termasuk makrofag, sel endotel, sel B,
fibroblas, sel epitel, astrosit dan osteoblas sebagai respons terhadap mikroorganisme,
toksin bakteri, komponen kompleks atau cedera jaringan. Salah satu aksi penting IL-1
adalah induksi sitokin, dan tampaknya menjadi bagian dari kerja sitokin dengan sifat
pengaturan diri dan penekanan diri.
TNF juga merupakan sitokin multipoten yang memiliki variasi efek biologis yang luas
dan diduga memiliki efek yang serupa dengan IL-1. TNF diproduksi terutama oleh
makrofag sebagai respons terhadap agen seperti lipopolisakarida. Baik TNF dan IL-1
telah terbukti bekerja pada sel endotel untuk meningkatkan perlekatan PMN dan
monosit dan dengan demikian membantu membawa sel-sel ini ke lokasi inflamasi.
IL-1 dan TNF adalah mediator kunci dari penyakit inflamasi kronis dan memiliki
potensi untuk mulai terjadinya kerusakan jaringan dan kehilangan tulang pada penyakit
periodontal. IL-1 telah terbukti merangsang fibroblas dalam kultur untuk menghasilkan
kolagenase. TNF juga memediasi kerusakan jaringan dengan merangsang kolagenase
dan degradasi kolagen tipe 1 oleh fibroblas yang menyebabkan kerusakan jaringan ikat.
IL-1 adalah penginduksi paling kuat yang diketahui untuk demineralisasi tulang dan
bersinergi dengan TNF dalam merangsang resorpsi tulang, serta perubahan signifikan
dalam matriks jaringan ikat.
Dengan sendirinya, TNF seratus kali lipat lebih kuat daripada IL-1 dalam uji resorpsi
tulang. Molekul TNF merangsang resorpsi tulang dengan menginduksi proliferasi dan
diferensiasi progenitor osteoklas dan mengaktifkan osteoklas yang terbentuk secara
tidak langsung. IL-6 diproduksi oleh sel-sel hemopoietik dan non-hemopoietik. Ini
membantu sekresi imunoglobulin di kedua murine dan sel B manusia yang telah
diaktifkan sebelumnya dan, oleh karena itu, membantu pematangan akhir sel B menjadi
sel-sel yang mensekresi imunoglobulin tingkat tinggi. Seperti IL-1, tampaknya
memiliki peran utama dalam mediasi respon inflamasi dan imun yang diprakarsai oleh
infeksi atau cedera IL-6.

Sitokin destruktif pada penyakit periodontal


• Tingkat IL-1 telah terbukti meningkat pada gingiva pasien periodontitis dewasa
dibandingkan dengan individu yang sehat secara klinis atau yang terkena gingivitis dan
dari periodontitis aktif versus bagian yang terinflamasi.
• Kadar IL-1 menurun setelah perawatan penyakit periodontal
• IL-6 juga telah terbukti meningkat pada GCF pasien dengan periodontitis dan
gingivitis yang sulit disembuhkan.
• IL-1-β dan TNF-α hadir dalam sampel GCF yang dikumpulkan dari kerusakan
periodontal yang parah;
• Makrofag yang diaktifkan juga merupakan sumber IL-1-β yang sudah mapan
yang memproduksi RNA messenger IL-1-α hingga 10 kali lebih banyak daripada RNA
messenger IL-1-α. Tingkat IL-1 mRNA lebih tinggi di jaringan ikat terjauh dari epitel
poket, menunjukkan peran dalam resorpsi tulang alveolar yang terjadi pada penyakit
periodontal.
• Pemberian IL-1-β mempercepat destruksi tulang alveolar pada ligatur
menyebabkan inflamasi jaringan periodontal pada tikus selama periode 2 minggu.
• Fibroblas gingiva manusia juga dapat membantu tingkat inflamasi sitokin
tertentu dalam jaringan gingiva. Oleh karena itu, Fibroblas Gingiva mungkin dapat
berpengaruh pada inflamasi jaringan periodontal.
• Formalin – membunuh preparat dari dua kemungkinan patogen
periodontal,AACdanC. Rektus etelah terbukti merangsang produksi IL-6 dan IL-8 oleh
fibroblas gingiva manusia.
• Reddi et al juga menunjukkan bahwa material terkait permukaan (SAM) dari
sejumlah patogen mulut termasuk:AAC, E. corrodens, P.gingivalis, C.rectus dan
P.intermediamenginduksi IL-6 tetapi tidak IL-1-β atau TNF-α dari fibroblas gingiva,
meskipun ketiga sitokin diinduksi dari sel mononuklear darah perifer.
• Hendley et al. menyarankan bahwa neutrofil polimorfonuklear oral dapat
menjadi sumber penting IL-1β pada penyakit periodontal, karena jumlah yang
dihasilkan oleh sel-sel ini secara mencolok lebih besar daripada yang dihasilkan oleh
sirkulasi neutrofil polimorfonuklear yang diaktifkan secara in vitro.
• Keratinosit yang telah terbukti menghasilkan IL-1α, juga dapat menjadi sumber
IL-1 pada jaringan gingiva.
• Lipopolisakarida dari bakteri gram negatif dalam poket periodontal dapat
menginduksi diferensiasi osteoklastik dan meningkatkan kehilangan tulang alveolar
pada penyakit periodontal MIP-1α, IFN-g-protein yang dapat diinduksi10, CCR5,
CXCR3 meningkat pada periodontitis agresif.
• Mediator untuk toleransi endotoksin, tanda TLR mRNA diturunkan dan tanda
SHIP-1 diregulasi pada periodontitis.
• Sel positif TLR-2 dan TLR-4 meningkat pada periodontitis kronis.

Terapi host modulation


• Ini menargetkan respon host modulasi untuk mengontrol dan mengobati
penyakit periodontal. Ini mengurangi tingkat enzim, sitokin, dan prostanoid yang
berlebihan dan memodulasi aktivitas osteoklast. Mereka termasuk modifikasi NSAID,
antimikroba, bifosfonat sistemik, obat sitokin, melepaskan resorpsi tulang, anti-
metabolit, dan lipoksin
• Penyakit periodontal dapat dikontrol pada berbagai tingkat yang termasuk.
• Regulasi respon imun dan inflamasi
- Imunisasi dengan antibodi pelindung terhadap periodontitis – Vaksin terhadap
TLR dan Gingipains
- Tahapan host modulasi
- Regulasi spesies oksigen reaktif – pengangkut antioksidan , Pencegahan dan
Enzim seperti asam askorbat, alfa-tokoferol, keratinida
- Mengatur sitokin, analog sitokin, penstabil sel mast
• Regulasi produksi MMP yang berlebihan
- Mengatur transkripsi gen MMP oral dapat menjadi sumber penting IL-1β pada
penyakit periodontal, karena jumlah yang dihasilkan oleh
- Mengatur aktivasi Prekursor dengan bahan kimia, enzim proteolitik
- spesifitas substrat
- penghambatan MMP dengan TIMPs dan turunan tetrasiklin.
- regulasi metabolit asam arakidonat dengan NSAIDs
-Regulasi metabolisme tulang dengan Bifosfonat, Terapi penggantian hormon, dan
agen terapi OPG.

Terapi Sitokin
• Sitokin diberikan untuk mengubah perjalanan penyakit atau untuk meringankan
gejala atau efek samping dari terapi lain dan menjadi alat penting dalam kedokteran
klinis. Sitokin secara teoritis dapat digunakan sebagai modalitas terapi dalam berbagai
bentuk,
• Produksi sitokin yang berlebihan dapat dihambat oleh obat anti inflamasi
penekan sitokin.
• Sitokin yang hilang, rusak, atau berkurang dan reseptornya dapat diganti secara
langsung untuk menyusun kembali sistem kekebalan yang berkurang
• Stimulasi sistem kekebalan dalam kasus infeksi atau neoplasia yang berlebihan.
Penggunaan terapeutik sitokin dapat:
• Modulasi aktivasi sel Th
• Mengganggu fungsi reseptor
• Mengganggu sitokin
• Membuatnya tidak dapat mengikat reseptor
• Membuatnya tidak dapat bertindak
Contoh penggunaan terapeutik
• Reseptor sel T larut
• Anti-IL-2R
• Analog interleukin yang mengikat reseptor tetapi tidak memicu aktivasi
(mengikat reseptor)
• Toksin digabungkan dengan sitokin yang membunuh sel T aktif.
• Pemberian sitokin untuk meningkatkan kekebalan (efek samping/waktu paruh
pendek) pada kasus Alergi.
• Penggunaan antagonis reseptor untuk kemokin seperti CCR1.
• Meskipun beberapa hasil yang menjanjikan, harus diingat bahwa terapi sitokin
masih dalam tahap awal dan sementara banyak aplikasi tampaknya mungkin, banyak
perangkap dalam mencapai hasil yang signifikan secara klinis.

Biomarker
Biomarker-Perubahan seluler, biokimia, molekuler atau genetik dimana proses normal,
abnormal, atau biologis sederhana dapat dikenali atau dipantau.(Baum BJ dkk., 2011).
Biomarker adalah karakteristik yang diukur dan dievaluasi secara objektif sebagai
indikator proses biologis atau patogenik normal, atau sebagai respons farmakologis
terhadap intervensi terapeutik atau intervensi perawatan kesehatan lainnya.(Zia, 2011).
Sebuah biomarker harus kuat, diskriminatif dengan spesifisitas dan sensitivitas tinggi
dan divalidasi dalam studi klinis. Mereka harus mudah untuk dianalisis, dan hasilnya
harus mudah ditafsirkan. Ia seharusnya mampu:
• Sebelum diagnosis
- Screening
- penilaian risiko
- Memantau status kesehatan
- Memprediksi kerentanan penyakit
• Selama diagnosis
- Mengukur aktivitas penyakit
- Stadium penyakit
- Grading penyakit
- Memprediksi timbulnya penyakit dan hasil perawatan.
- Pemilihan terapi
• Selama terapi dan tindak lanjut
- Memantau perkembangan penyakit
- Pantau resolusi penyakit dengan terapi
- Pilih terapi tambahan
- Identifikasi penyakit berulang

Alat penilaian konvensional untuk periodontitis termasuk perubahan visual,


pengukuran kedalaman poket, perlekatan jaringan dan perdarahan saat probing
bersama dengan pemeriksaan radiografi
Prosedur ini memberikan riwayat aktivitas penyakit masa lalu tetapi tidak dapat menilai
status atau memprediksi risiko perkembangan di masa depan.
Respon imun seluler dan humoral berfungsi dalam kesehatan dan penyakit. Selama
proses penyakit, cairan berkumpul di dalam sulkus dan poket periodontal, yang
mengandung molekul turunan mikroba, seluler, serum, inflamasi, imun, dan jaringan.
Berbagai biomarker digunakan untuk menilai penyakit periodontal termasuk enzim,
protein, sel host, penanda aktivitas seluler dan humoral, ion, hormon, penanda stres
oksidatif dan antioksidan.

Penanda pergantian tulang


Fosfatase alkali spesifik tulang serum (S-BAP), deoxypyridinoline urin (U-DPD) dan
serum osteocalcin (SOC) sering diukur untuk menilai pergantian tulang. S-BAP
mengukur aktivitas enzimatik osteoblast; U-DPD adalah produk pematangan kolagen,
dan S-OC adalah protein pengikat kalsium tulang dan protein non-kolagen yang
melimpah di jaringan yang termineralisasi.
• Tingkat S-OC yang lebih rendah dapat dikorelasikan dengan kehilangan
perlekatan klinis. Ini bisa mencerminkan tingkat metabolisme tulang yang lebih rendah
terutama pada orang tua.

Biomarker dalam cairan sulkus gingiva


Cairan sulkus gingiva (gingival crevicular fluid/GCF) muncul pada margin gingiva dan
sebaliknya disebut transudat atau eksudat. Laju aliran berhubungan dengan derajat
inflamasi gingiva, dan laju 0,05 sampai 0,20 L per menit telah dilaporkan selama
inflamasi minimal.
Sementara di tempat yang sehat GCF mewakili transudat jaringan interstisial, dalam
perjalanan gingivitis dan periodontitis, berubah menjadi eksudat inflamasi sejati.
Peningkatan laju aliran GCF dari sulkus gingiva adalah tanda klinis awal inflamasi.
GCF dianggap mengembangkan peran protektif penting dalam mekanisme pertahanan
sulkus gingiva melalui kehadiran zat defensif, seperti neutrofil PMN, dan melalui sifat
mekanik, seperti tindakan pembilasan, mampu menghilangkan partikel karbon dan
bakteri dari sulkus gingiva. Secara keseluruhan, temuan ini menunjukkan bahwa tidak
adanya GCF tanpa adanya stimulasi mekanis akan mewakili kesehatan gingiva
sementara kehadirannya tanpa adanya stimulasi mekanis akan menunjukkan inflamasi
gingiva. Analisis komponen GCF adalah metode non-invasif untuk mempelajari
respons seluler dari ligamen periodontal di bawahnya. GCF dapat diambil sampelnya
menurut metode ekstra dan intra-crevicular.

Definisi
• Laju aliran dan volume istirahat GCF lebih tinggi di daerah maksila
dibandingkan dengan mandibula.
• Peningkatan kadar GCF telah dilaporkan sebagai tanda pertama
berkembangnya inflamasi gingiva.
• Stewart dkk. menyarankan bahwa pengukuran cairan sulkus harus dilihat
sebagai indikator objektif dari tingkat inflamasi pada jaringan periodontal.
• GCF mengandung infiltrat dari jaringan gingiva yang berdekatan yang masuk
ke celah gingiva, mencerminkan aktivitas enzim di GCF dalam jaringan gingiva.
Sitokin inflamasi seperti IL-1β dan TNF-α diinduksi, sedangkan sitokin antiinflamasi,
TFG-β, menghambat sintesis dan sekresi II-PLA2. Mereka hadir dalam GCF dan kadar
IL-Iβ dalam jaringan gingiva berkorelasi baik dengan aktivitas penyakit periodontitis.
• Lactate Dehydrogenase (LDH), suatu enzim yang biasanya terbatas pada
sitoplasma sel, dilepaskan secara ekstraseluler hanya setelah kematian sel. Penelitian
sebelumnya telah menunjukkan bahwa LDH dalam cairan sulkus gingiva secara
signifikan berhubungan dengan inflamasi gingiva dan kerusakan jaringan periodontal.
Aktivitas LDH dalam cairan sulkus gingiva telah diusulkan sebagai penanda potensial
untuk memantau metabolisme periodontal.
• Analisis komponen GCF adalah metode non-invasif untuk mempelajari respons
seluler dari ligamen periodontal di bawahnya. Aliran GCF meningkat seiring dengan
peningkatan inflamasi dan analisis komponen GCF digunakan sebagai alat diagnostik
untuk periodontitis.
• Peningkatan laju aliran GCF bisa menjadi indikator inflamasi, meskipun
jaringan tampak normal secara klinis. Obat-obatan yang disekresikan dalam GCF dapat
digunakan secara menguntungkan dalam terapi periodontal.
• Tetrasiklin ditemukan 10 kali lebih tinggi dalam konsentrasi GCF daripada di
plasma
• Metronidazole disekresikan dari GCF dan ditemukan konsentrasi 2 kali lipat
dalam plasma.
• Identifikasi protein C-Reaktif dan biomarker inflamasi lain di GCF bisa
menjadi indikator inflamasi sistemik.
• Kadar alkaline phosphatase (ALP) pada GCF dapat menjadi indikator
percepatan pertumbuhan pubertas. Konsentrasi ALP menunjukkan korelasi positif
dengan kehilangan perlekatan klinis dan di lokasi penyakit periodontal aktif.
• Virus termasuk Human Cytomegalovirus, virus Herpes simplex dan virus
Epstein-Barr telah diidentifikasi pada GCF pasien periodontitis.
• Lipoksin yang dipicu aspirin (15-epi-lipoxin-A4) adalah PGE2 intermediate,
yang mengikat sel dan membantu resolusi dan penyembuhan. Setelah pemberian
aspirin selama 7 hari, konsentrasi 500 kali lipat lebih tinggi dari lipoksin ini tercatat di
GCF.
• Spektroskopi inframerah dapat digunakan dalam diagnosis untuk tanda
penyakit tertentu pada penyakit periodontal.
• Konsentrasi IL-1β yang lebih tinggi ditemukan pada sampel GCF pada
periodontitis. Hal ini dapat dikorelasikan dengan perdarahan saat probing dan
kedalaman poket.
• Jumlah MMP -1, -2, -3, -8, -9, -13 yang meningkat dilihat pada GCF dan
gingiva pada pasien periodontitis.
• Faktor sel induk (SCF/kit ligand/faktor pertumbuhan sel mast/steel factor)
adalah mediator inflamasi dan tingkat nya di GCF lebih tinggi pada pasien periodontitis
kronis

Biomarker Saliva
Analisis biomarker dari GCF adalah prosedur yang tidak menarik untuk menilai
sampel dalam jumlah terbatas. Oleh karena itu, tidak dapat digunakan untuk
penggunaan yang luas.
Saliva adalah media kompleks yang mengandung sekresi dari kelenjar ludah, GCF dan
komponen diet bersama dengan plak dan flora mulut. Karena jumlahnya yang
melimpah dan akses yang mudah, saliva adalah alat potensial untuk menganalisis
biomarker untuk berbagai penyakit. Pengumpulan saliva tidak invasif dan ditoleransi
dengan baik oleh pasien. Bahkan, penyakit sistemik seperti kanker, penyakit
kardiovaskular, diabetes mellitus, rheumatoid arthritis, infeksi virus, infeksi bakteri dan
HIV dapat dideteksi dari saliva.
Biomarker yang andal dapat mengidentifikasi penyakit periodontal pada fase awal dan
dengan demikian perawatan pencegahan dapat dapat dimulai.
• Dapat diterapkan dalam survei epidemiologi yang besar karena lebih sederhana
daripada pemeriksaan radiografi. Seluruh saliva mewakili status penyakit rongga mulut
sementara GCF mewakili penyakit individu.
• Dapat menunjukkan berbagai fase perkembangan penyakit periodontal.
• Dapat digunakan untuk menilai risiko karies.

Peran Dalam Penyakit Periodontal


Mediator inflamasi dilepaskan dari periodonsium yang mengalami inflamasi dan dapat
dideteksi dalam saliva. Perubahan kualitatif dalam komposisi biomarker ini dapat
bersifat diagnostik. Ada 4 jalur yang berbeda untuk kerusakan periodontal termasuk
jalur yang bergantung pada plasminogen, fagositik, dan osteoklastik dan MMP yang
dapat dideteksi dalam air liur dan GCF.
Berdasarkan studi yang dipublikasikan, mereka dikelompokkan sebagai:
• Biomarker kuat yang menunjukkan diskriminasi penyakit dan terbukti secara
klinis.
- IL-1β
- LDH
- AST
- HGF
- MMP-8, MMP-9
- TIMP-1
• Biomarker potensial dengan korelasi positif dan laporan yang kurang
kontradiktif
- sCD14
- MIP-1α
- IL-6
- prokalsitonin
- C3
- ALP/A:T
- MMP-2
- -glukuronidase
- Glutathione peroksidase
• Biomarker yang tidak pasti dengan studi positif tunggal tetapi beberapa laporan
yang kontradiktif
- IL-4. -6, -8, -13, -17
- GM-CSF
- Calprotectin
- RANKL
- Osteonektin
- Osteokalsin
- CRP/C4
- MMP -1, -3, -14
- sTLR2
- Cystatine
- Lysozyme
• Biomarker yang tidak mungkin dengan banyak laporan negatif:
- TNFα
- IL-2, -3, -10, -12
- OPG
- ICTP

• Biomarker lain dalam saliva


- Ca2+
- Kortisol
- Hidrogen sulfida
- 8-hidroksi-deoksiguanosin
- Faktor pengaktif trombosit
- Faktor pertumbuhan
- fibronektin
- Imunoglobulin
- Laktoferin
- Gula darah
- sensitivitas tinggi (juga mengidentifikasi risiko kardiovaskular)
- b-hexosaminidase (b -HEX A% or B%)

Biomarker proteomik
Analisis proteomik saliva dengan pemisahan protein dan metode spektrometri baru-
baru ini telah mengidentifikasi penanda untuk sindrom Sjogren dan kanker rongga
mulut. Sebagian besar sampel saliva dapat diidentifikasi dengan protein fase akut dan
beberapa regulator inflamasi. Ada variasi sampel saliva yang diambil selama penyakit
dan setelah terapi bila dibandingkan dengan kontrol yang sehat.
• Peningkatan nilai -amilase, laktoferin, IgG2, IgA2 dan albumin pada
periodontitis agresif umum.
• Penurunan faktor elongasi 2, 14-3-3 sigma, laktotransferin, PLUNC-2 dicatat
pada periodontitis agresif umum.
• Peningkatan protein pengikat Vitamin D pada periodontitis agresif lokal.
• Peningkatan -amilase, rantai berat Ig dan albumin dengan penurunan kadar
cystatin dicatat pada periodontitis kronis dan gingivitis Peningkatan MMP-9, MMP-9,
2-mikroglobulin dan komplemen C3 tinggi pada periodontitis.
• Penurunan penanda saliva dapat dicatat pada perokok. Ini bisa jadi karena
berkurangnya aliran GCF dan efek langsung pada sel-sel inflamasi.
• Kadar elastase serum meningkat pada periodontitis agresif. Terdapat
peningkatan protein reaktan fase akut seperti fibrinogen dan CRP pada periodontitis
lanjut.
Biomarker Stress Dalam Darah Dan Saliva
Stres adalah suatu keadaan ketegangan fisiologis atau psikologis yang disebabkan oleh
rangsangan yang merugikan, fisik, mental atau emosional, internal atau eksternal yang
cenderung mengganggu fungsi organisme dan yang secara alami ingin dihindari oleh
organisme.
Stres sering diklasifikasikan sebagai tipe akut dan kronis. Stres akut berlangsung
selama beberapa menit hingga beberapa jam, sedangkan stres kronis berlangsung
selama beberapa jam, sehari, berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan. Stres
mempengaruhi Hipotalamus-Hipofisis- aksis Adrenal (HPA) dan sistem saraf otonom
menginduksi pelepasan kortisol, katekolamin, chromogranin A.
Penyakit periodontal juga merupakan manifestasi karena perubahan respon imun yang
dimodifikasi oleh stres.
• Glukokortikoid seperti kortisol dapat dideteksi pada infeksi darah, saliva, dan
GCF. Ini mencerminkan aktivitas sumbu HPA.
• Amilase saliva merupakan indikator tidak langsung dari aktivitas saraf otonom
• Katekolamin saliva dan chromogranin A merupakan indikator aktivitas
Sympathy- Adrenomedullary system (SAM).

Tantangan Masa Depan


Harus ada studi klinis terkontrol untuk memantau efisiensi biomarker saliva ini dalam
memantau periodontitis. Sebagian besar penelitian yang dilaporkan bersifat
crosssectional. Seiring berkembangnya periodontitis sebagai fase dengan periode
rentetan/episode aktivitas dan keadaan yang tidak bergerak/diam, studi longitudinal
dengan biomarker ini bersifat meyakinkan.
Protokol pengumpulan saliva harus distandarisasi untuk memperhitungkan variasi laju
aliran saliva, saliva terstimulasi/tidak terstimulasi, atau saliva utuh atau saliva dari
masing-masing kelenjar. Beberapa penelitian menggunakan protokol pencucian mulut
untuk pengumpulan sampel.
ELISA sistem mikrofluida, dapat menganalisis sampel volume rendah), sistem Micro-
Electro-Mechanical (MEMS) memediasi (miniatur chairside dan perangkat genggam
untuk protein fase akut dari hati. Analisis tanpa memerlukan fasilitas lab),
Nanoelectrofluidic sistem (NEMS) dan analisis multipleks (Menganalisis beberapa
biomarker dengan penyimpanan data dan transmisi) digunakan untuk analisis
biomarker saliva. Perangkat masa depan harus memiliki throughput tinggi, otomatisasi,
portabel, biaya rendah, fungsionalitas tinggi, dan penggunaan yang mudah.

Protein Fase Akut


Respon host menyebabkan kerusakan jaringan dengan produksi protein fase akut,
sitokin, dan
prostaglandin. Respon fase akut adalah proses non spesifik yang mungkin terjadi pada
respon awal host terhadap cedera, infeksi, nekrosis iskemik atau keganasan. Ini dimulai
dengan aktivasi makrofag lokal, fibroblast, dan sel endotel. Fungsinya termasuk sifat
pro-inflamasi, aktivasi komplemen, netralisasi patogen, dan stimulasi perbaikan dan
regenerasi jaringan.
Protein fase akut dan protein plasma hadir dalam inflamasi akut dan dalam jangka
panjang, kronis. mereka dapat digunakan sebagai tanda untuk evaluasi dari
periodontitis. Pentraxin dan fibrinogen adalah reaktan fase akut yang memediasi
penyakit periodontal.
Petraxins(PTXs) merupakan superfamili dari protein fase akut. Mereka sangat penting
untuk kekebalan humoral. PTX pendek seperti protein C-reaktif dan komponen serum
amiloid P diproduksi terutama di hati sebagai respons terhadap rangsangan inflamasi
seperti IL-6.
PTX3 adalah PTX panjang yang dihasilkan oleh neutrofil, fibroblas,
monosit/makrofag, sel dendritik, sel epitel, sel endotel dan sel otot polos pembuluh
darah. Rendah pada kondisi normal (<2 ng/ml) dan meningkat dengan cepat pada
inflamasi dan infeksi hingga (200-800ng/ml) dalam 6-8 jam.
PTX3 dapat dideteksi di GCF sebagai penanda diagnostik pada periodontitis, terutama
selama fase aktif penyakit.
Protein C reaktif
Protein C reaktif adalah protein plasma reaktan fase akut Tipe-I sebagai respons
terhadap rangsangan inflamasi. Ini adalah protein non-spesifik yang meningkat sebagai
respons terhadap panas, trauma,dan hipoksia . IL-6 diindusi dari CRP dan fase akut
lainnya dari hati. Awalnya terdeteksi sebagai endapan dengan ekstrak C polisakarida
dari Streptokokus pneumonia.
IL-6 adalah pengatur utama sintesis CRP. Karena IL-6 meningkat pada periodontitis,
hal itu dapat mempengaruhi kadar CRP.
• Kuantitas normal dalam mg/l, tetapi meningkat menjadi lebih besar dari
100g/ml dalam 72 jam setelah cedera jaringan. Nilainya menurun setelah terapi atau
pengurangan aktivitas penyakit.
• Ini adalah penanda kunci untuk aterosklerosis, dan merupakan penanda awal
kerusakan jaringan.
• Tingkat yang lebih tinggi berkorelasi dengan kecelakaan serebrovaskular, pre-
eklampsia dan bayi dengan berat lahir rendah/ prematur.
• Memiliki banyak efek pro-inflamasi seperti:
- Ini dapat mengikat ligan yang terpapar pada jaringan yang rusak dan kemudian
mengaktifkan komplemen, yang menyebabkan cedera jaringan yang dimediasi oleh
komplemen.
- Memperkuat inflamasi dan meningkatkan kerusakan jaringan
- Potensiasi sitokin dan molekul adhesi dalam sel endotel

• Tingkat opsonisasi
- Inaktivasi mikroba, sebagai bagian dari pertahanan host.
- Fagositosis bahan sel host seperti konstituen inti.

• Kadarnya dapat dipengaruhi oleh merokok, diet, dan indeks massa tubuh.
• Kadarnya meningkat pada hipertensi, diabetes tipe 2, obesitas dan sindrom
metabolik.
• Tingkat CRP dapat dikurangi dengan statin, obat-obat yang digunakan untuk
mengontrol hyperlipidemia.
• Nilai CRP yang lebih tinggi berkorelasi positif dengan penyakit periodontal
yang parah ini baik periodontitis kronis maupun periodontitis agresif.
• Beberapa penelitian tidak menemukan adanya perubahan kadar CRP sebelum
dan sesudah terapi periodontal.
• Jika hsCRP <1 mg/L – risiko rendah, <1-3mg/L – risiko sedang dan >3 mg/L
dikaitkan dengan risiko kardiovaskular yang lebih tinggi.
• Kadar CRP dalam GCF kurang akurat dibandingkan estimasi serum.
• Uji microchip CRP dalam saliva manusia menunjukkan tingkat CRP yang lebih
tinggi pada periodontitis kronis.
• Peningkatan titer IgG ke P gingivalis dan P intermedia dikaitkan dengan kadar
CRP serum yang lebih tinggi tetapi tidak dengan AAC.
• Tingkat CRP yang lebih tinggi berkorelasi dengan kehilangan gigi yang luas
dan kehilangan perlekatan tinggi.
• Tingkat serum CRP berkurang dengan pemeliharaan periodontitis atau
eliminasi plak dengan terapi periodontitis lokal atau pencabutan gigi.

Peptida Antimikroba
Epitel dan neutrofil dapat menghasilkan reseptor anti-penetralisir menghambat jalur ini
dengan mengikat peptida mikroba termasuk empat keluarga, (α-RANKL. Mereka
memainkan peran penting dalam pengembangan dan defensin, -defensin, cathelicidin,
dan saposin).
Mereka juga diidentifikasi dalam saliiva dan dento-gingiva junction. Mereka memiliki
aktivitas melawan bakteri gram positif dan gram negatif, jamur dan virus. Mereka
membentuk pori-pori pada permukaan mikroba dan agen antimikroba saliva seperti
histatins, lysozyme, dan Ig.
Human β defensins
Human β defensins kecil, kationik, dan merupakan peptida antimikroba spektrum luas
yang disekresikan oleh kulit dan sel epitel mukosa. Ini adalah peptida antimikroba tipe
cathelicidin (LL37) yang membunuh patogen periodontal.
Dapat mengaktifkan sel dendritik yang belum matang dan T-sel memori. Mereka dapat
terdegradasi dan dinonaktifkan oleh sistein protease seperti Cathepsin B, L dan S.
Mereka bisa jadi penanda diferensiasi epitel. Neutrofil mengekspresikan LL37 sedikit
pada jaringan yang sehat dan meningkat pada inflamasi.
• HBD-1, -2 dan -3 terdeteksi pada jaringan sehat seperti gingiva normal. Tanda
juga terlihat pada margin gingiva, berdekatan dengan pembentukan plak dan epitel
sulkular yang inflamasi.
• HBD-1 dan -2 ditandai secara kuat pada permukaan epitel gingiva sebagai
bagian dari pertahanan bakteri.
• Tanda mereka menurun pada jaringan yang meradang.

Remodelling Tulang
Remodeling tulang dan homeostasis diatur oleh sitokin osteogenik, faktor pertumbuhan
dan hormon mempengaruhi osteoblast dan osteoklast, Keluarga TNF molekul-
Receptor Activator of Nuclear factor-κB Ligand (RANKL), reseptornya RANK dan
antagonis alaminya Osteoprotegerin (OPG) adalah pengatur remodeling tulang.
Mereka menginduksi diferensiasi, aktivasi dan kelangsungan hidup osteoklast gigi
yang luas dan prekursor osteoklast.
Pengikatan RANKL ke RANK pada preosteoklas memulai diferensiasi dan proliferasi
sel-sel ini. Ini mendorong multinukleasi, fusi osteoklas, dan aktivasi. Aktivasi jalur
RANKL-RANK menekan apoptosis osteoklas, dengan demikian meningkatkan jumlah
osteoklas yang teraktivasi. Di sisi lain, OPG, yang larut menghambat jalur ini dengan
mengikat RANK. Mereka memainkan peran penting dalam pengembangan dan
pemeliharaan tulang.
IL -1, -6, -10, dan TNFα mengatur ekspreis OPG, FRANKL dan MMP-8 pada jaringan
periodontal. Ketidakseimbangan juga dicatat pada osteoporosis, osteopenia dan
kehilangan tulang pasca menopause.
Tikus- tikus yang kekurangan RANKL, RANK dan makrofag CC menunjukkan
osteopetrosis karena kerusakan pada osteoklastogen. Jadi sumbu RANKL-
RANK/OPG bersama dengan RANKL an cytokine interactions network- RACIN”
adalah jalur pusat yang mengontrol pembentukan posteoklast pada jaringan
periodonsium.
Osteoklast aktif didefinisikan sebagai sel raksasa berinti banyak yang mengekspresikan
tartrate resistant acid phosphatase (TRAP). Reseptor kalsitonin, integrin Cathepsin-K
aβ, dan mampu melarutkan matriks tulang. tingkat RANKL yang lebih tinggi dan
tingkat OPG yang lebih rendah terdeteksi pada periodontitis dibandingkan dengan
gingiva yang sehat. Sel CD4+ yang teraktivasi mengekspresikan RANKL yang
menyebabkan kehilangan tulang alveolar pada penyakit periodontal. Injeksi OPG
menyebabkan menurunnya kehilangan tulang pada periodontitis.
Sel-sel dendritik berkumpul dengan sel T melalui pensinyalan RANK-al RANKL.
Keseimbangan antara sitokin pe Th1 dan Th2 dengan RANKL-RANK bertanggung
jawab untuk osteoklast (pembentukan R dan remodeling tulang. Sel dendritik
(CD11c+( dapat bertindak seperti prekursor osteoklast selama reaksi imun dengan sel
T CD4+
Calprotectin termasuk dalam kelompok protein S100 dan diekspresikan dalam sitosol
neutrofil, monosit, makrofag teraktivasi dan keratinosit. Kadar calprotectin yang lebih
tinggi terdeteksi pada GCF pasien periodontitis.
Osteocalcin adalah protein pengikat kalsium dalam tulang yang bergantung pada
Vitamin K dan D. Ini diproduksi oleh osteoblast dewasa, osteosit, dan odontoblast. Ini
dapat dideteksi dalam matriks tulang ekstraseluler termineralisasi dan dalam serum. Ini
mengatur fungsi osteroblast, regulasi pergantian tulang dan mineralisasi.
Biomarker resorpsi tulang termasuk produk pemecahan kolagen tipe 1 dan
mencerminkan aktivitas osteoklastik. N-terminal cross-linked peptide (NTx)
dilepaskan selama resorpsi tulang dan dapat dideteksi dalam serum atau urin.
Alkaline phosphatase (ALP) adalah membran terikat glikoprotein yang dilepaskan oleh
PMN selama inflamasi, osteoblas selama pembentukan tulang dan fibroblas PDL
selama regenerasi. Ini memiliki peran ganda dalam inflamasi dan penyembuhan. Ini
disimpan dalam butiran tertentu dan dilepaskan selama migrasi menuju infeksi. Ini juga
memungkinkan mineralisasi tulang dengan melepaskan fosfat organik menghidrolisis
pirofosfat anorganik yang menghambat pembentukan kristal hidroksiapatit. Tingkat
ALP GCF tiga kali lipat dari serum pada penyakit periodontal. Ini memiliki korelasi
signifikan dengan kedalaman poket, kehilangan perlekatan klinis dan di tempat
penyakit aktif.

Spesies oksigen reaktif (ROS) dan Antioksidan pada periodontitis


Mereka memainkan peran penting dalam fisiologis normal (termasuk respon terhadap
faktor pertumbuhan,respon imun dan apoptosis sel yang rusak. Mereka penting untuk
aktivitas bakterisida.
Radikal bebas telah didefinisikan sebagai setiap spesies yang mampu berdiri sendiri
yang mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan (Karlsson J,1997)
Radikal bebas sejati termasuk superoksida hidroksil (O2-), perhidroksil (HO2-),
hidropeksil (HOO*), alkoxyl (RO), ariloksil (ArO), arilperoksil (ArOO), peroksil
(ROO-), ariloksil (ArO), arilperoksil(ArOO), peroksil (ROO-), asiloksil (RCOO) dan
asilperoksil (RCOOO), sedangkan ROS meliputi hidrogen peroksida (H2O2), asam
hipoklorit (HOCl), oksigen singlet(102), dan ozon (O3).
Radikal bebas sejati termasuk superoksida hidroksil anion, hidrogen peroksida, radikal
hidroksil, dan oksigen singlet.
Mereka terutama dilepaskan dari pernapasan oleh fagosit yang diaktifkan. Mereka
memiliki waktu paruh yang sangat singkat (10-9 hingga 10-10 detik) tetapi masih
menginduksi kerusakan jaringan oleh reaksi berantai radikal bebas.
Mereka juga sangat beracun dan destruktif ketika bernafas yang menyebabkan
kerusakan jaringan dan penyakit yang terkait dengan infiltrasi fagosit. Mereka dapat
menghasilkan pelipatan protein, pembukaan protein, fragmentasi, dan degradasi
protease. Mereka dapat mendegradasi lipid dengan peroksidasi. Mereka juga
menyebabkan kerusakan DNA.
Antioksidan adalah zat-zat yang bila hadir dalam konsentrasi yang lebih rendah
dibandingkan dengan substrat yang dapat dioksidasi, akan secara signifikan menunda
atau menghambat oksidasi substrat itu.”(Hallwell&Gutteridge, 1995)
Antioksidan menawarkan perlindungan melawan ROS dengan mencegah
pembentukan, mencegah dan mengais molekul reaktif, memperbaiki kerusakan dan
melengkapi antioksidan lainnya. Mereka ada di intraseluler, ekstraseluler dan membran
terkait.

Mereka diklasifikasikan sebagai:


• Preventative Antioksidan:
- Enzim anti-oksidan – Superoksida dismutase, Katalase, Glutathione peroksidase
- Enzim perbaikan DNA – Poly ADP-Ribose Polymerase
- Penyerap ion logam – Albumin, Laktoferin, Transferin, Asam urat
• Antioksidan pemulung: Askorbat, Karotenoid, Polifenol, dll
Superoksida dismutase adalah metaloenzyme yang merupakan antioksidan kuat. Ini
mengubah O2- ke H2HAI 2 dan O2. Anaerob biasanya kekurangan superoksida
dismutase dan katalase, yang mengais spesies reaktif ini. Variasi dalam produksi enzim
ini bisa menjadi faktor virulensi untuk patogen tersebut.
Hilangnya keseimbangan antara ROS dan pertahanan merupakan faktor etiologi untuk
penyakit periodontal, yaitu:
• Peningkatan stres oksidatif
• Pengurangan kapasitas antioksidan total
• Penurunan kadar antioksidan individu.
Uric acid merupakan antioksidan utama dalam saliva dan menyumbang 70% dari total
kapasitas antioksidan saliva. Tingkat uric acid bervariasi dengan tingkat keparahan
periodontitis. Penurunan kadar uric acid dicatat pada gingivitis dan periodontitis.
Tingkat serum yang lebih rendah dari Vitamin C, E dan glutathione, telah terdeteksi
pada pasien periodontitis.
Terapi antioksidan dengan likopen, seng dan selenium dapat dimulai sebagai tambahan
untuk perawatan periodontal

Pertanyaan Essay:
1. Diskusikan peran GCF sebagai tanda penyakit periodontal.
2. Diskusikan peran penyakit periodontal interleukin-1/
3. Apa itu sitokin? Jelaskan peran sitokin pada penyait periodontal.
4. jelaskan aktivasi komplemen dan perannya dalam patogenesis penyakit periodontal.
Catatan singkat:
5. neutrofil
6. Fagositosis
7.biomarker saliva untuk penyakit periodontal
8. protein C-reaktif
9. host modulasi dalam terapi periodontal.
10. Interleukin
11. dasar inflamasi seluler
12. kemotaksis
13. imunoglobulin
14. matrix metalloproteinase (MMP)
15. penghambat jaringan matrix metalloproteinase (TIMP)
16. sel mast.

Anda mungkin juga menyukai