IMUNOLOGI
MODUL III.1
IMUNOLOGI DASAR
KOLEGIUM ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG
TENGGOROK BEDAH KEPALA DAN LEHER
materi
presentasi
Sistem Imun Bawaan (Innate) dan Didapat (Adaptive)
Komponen Seluler dan Humoral
interaksi sistem imun bawaan (innate ) dan didapat (adaptive) untuk
membangkitkan respon imun
Jenis-jenis dan Fungsi Imunoglobulin.
Fungsi dan Peran Sitokin, Interferon dan Kemokin dalam Sistem
Imun
Proses inflamasi saluran nafas atas dan bawah adalah satu atau dengan kata lain mempunyai
proses yang sama.
Proses inflamasi lokal maupun sistemik dapat terlihat secara umum pada saluran nafas. Hal ini
memperjelas bahwa fungsi saluran nafas merupakan satu kesatuan yang utuh.
Seorang spesialis T.H.T.K.L. harus dapat menyadari bahwa penyakit pada saluran nafas atas dan
bawah selalu terjadi bersamaan, akibatnya bila kita mendiagnosis rinitis alergi atau rinitis non
alergi, kemungkinan dapat terjadi peningkatan asma.
Hygiene Hypothesis
• Fagosit. Proses fagositosis terjadi dalam beberapa tingkat sebagai berikut: kemotaksis, menangkap,
membunuh dan mencerna.
• Natural Killer cell (selNK). Sel NK adalah sel limfosit tanpa ciri-ciri sel limfoid sistem imun spesifik
yang ditemukan dalam sirkulasi. Oleh karena itu disebut juga sel non B non T atau sel populasi ke tiga
atau null cell. Morfologis, sel NK merupakan limfosit dengan granul besar, oleh karena itu disebut juga
Large Granular Lymphocyte/LGL.
• Sel mast. Sel mast berperan dalam reaksi alergi, pertahanan pejamu yang jumlahnya menurun pada
sindrom imunodefisiensi, berperan pada imunitas terhadap parasit dalam usus dan terhadap invasi
bakteri.
Sistem imun didapat (Adaptive Immunity)
• Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi
dirinya
• Sistem imun spesifik dapat bekerja sendiri untuk menghancurkan benda asing yang berbahaya bagi
badan, tetapi pada umumnya terjalin kerja sama yang baik antara antibodi, komplemen, fagosit dan
antara sel T-makrofag
• Limfosit berasal dari stem cell di sumsum tulang yang akan menjadi matang dalam bentuk sel B,
sel T dan sel NK. Sel B akan bertanggung jawab terhadap produksi antibodi, sedangkan sel T
mempunyai fungsi sebagai anti viral, anti fungal dan imunoregulator.
ANTIGEN DAN ANTIBODI
Antigen
• Antigen poten alamiah terbanyak adalah protein besar dengan berat molekul
lebih dan 40.000 dalton dan kompleks polisakarida mikrobial.
• Glikolipid dan lipoprotein dapat juga bersifat imunogenik.
• Asam nukleat dapat bertindak sebagai imunogen dalam penyakit autoimun
tertentu, tetapi tidak dalam keadaan normal.
Pembagian antigen menurut spesifisitas
1. T dependen: memerlukan pengenalan oleh sel T terlebih dahulu untuk dapat menimbulkan
respons antibodi. Kebanyakan antigen protein termasuk dalam golongan ini.
2. T independent: dapat merangsang sel B tanpa bantuan sel T untuk membentuk antibodi.
Kebanyakan antigen golongan ini berupa molekul besar polimerik yang dipecah di dalam
tubuh secara perlahan-lahan, misalnya lipopolisakarida, ficol, dekstran, levan, flagelin
polimerik bakteri
Pembagian antigen menurut sifat kimiawi
• Antigen yang juga disebut imunogen adalah bahan yang dapat merangsang respons imun
atau bahan yang dapat bereaksi dengan antibodi yang sudah ada tanpa memperhatikan
kemampuannya untuk merangsang produksi antibodi.
• Kompleks yang terdiri atas molekul kecil (disebut hapten) dan molekul besar (disebut
carrier atau molekul pembawa) dapat berperan sebagai imunogen.
ANTIBODI
• Sitokin tipe 2 yang berlebih pada saluran napas bawah akan memicu
1. Rinitis vasomotor
2. Rinitis gustatorik
3. Rinitis Hormonal
4. Rinitis medikamentosa
5. Rinitis karena okupasi / pekerjaan
6. Rinitis akibat kelainan anatomi
7. NARES
8. Rinitis atropi
PATOGENESIS RINITIS ALERGI
Cara menghindari :
Esensial :
- Membungkus kasur dan bantal
- Mencuci alas tidur, sarung bantal dan selimut seminggu sekali dengan
air panas atau menjemur cucian dibawah sinar matahari langsung.
Optimal :
a. Menggunakan lantai rumah dengan bahan yang dapat dibersihkan seperti
b. Sedikit mungkin menggunakan furniture dari kain/kain berbulu
c. Menggunakan penghisap debu integral dengan filter HEPA dan kantong yang bahannya tebal
d. Gunakan korden yang dapat dicuci
e. Mainan dari kain/berbulu yang dapat dicuci.
ELIMINASI ALERGEN
Cara yang paling sederhana tetapi kadang sangat sulit yaitu dengan tidak
memelihara binatang tersebut dan bila pernah, membersihkan karpet,
kasur dan kursi dengan penghisap debu berulang.
Tatalaksana Rinitis Alergi
Anti
Imunoterapi
Leukotrien
ALERGI
IMUNOLOGI
MODUL III.3
RHINITIS NON-ALERGI
NON-INFEKSI
KOLEGIUM ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG
TENGGOROK BEDAH KEPALA DAN LEHER
Rinitis non alergi merupakan kondisi inflamasi
kronis hidung dengan gejala berupa kongesti
hidung, obstruksi dan rinorea tanpa ada
pemicu alergi (hasil tes alergi kulit atau serum
negatif).
● Rinitis non alergi merupakan mekanisme pertahanan normal yang terjadi secara
berlebihan
● Produksi mukus berlebihan di anterior menyebabkan rinorrhea dan di belakang
menyebabkan post nasal drip.
● Hiperresponsif ini dapat disebabkan karena perubahan struktur dan fungsi dari
mukosa hidung baik akibat faktor genetik ataupun patologis.
● Mekanisme pasti dari rinitis non alergi masih belum jelas
KLASIFIKASI
Rinitis Idiopatik
• Sindrom klinis dengan gejala berupa bersin, hidung gatal, rinorea, namun tanpa
adanya atopi sistemik, dan ditemukannya eosinofilia pada kerokan hidung
• Patofisiologinya saat ini belum dapat dimengerti, diduga eosinofil dan aktivasi sel
mast memainkan peranan yang penting.
• Terapi dengan kortikosteroid. Steroid oral lebih efektif dari pada steroid topikal.
Antihistamin dikatakan lebih bermanfaat jika dikombinasikan bersama steroid
topikal.
KLASIFIKASI
Rinitis Hormonal
• Kongesti hidung dan rinorea terjadi secara sekunder dari peningkatan kadar
estrogen dan progresteron
• Penurunan kadar estrogen dan progesteron setelah melahirkan diketahui memiliki
korelasi yang baik dengan resolusi cepat dari gejala rinitis setelah melahirkan.
• Irigasi salin merupakan metode yang sangat efektif dan digunakan sebagai terapi
lini pertama.
• Nasal cromolyn efektif meredakan gejala rinore, bersin, dan gatal
KLASIFIKASI
Rinitis Atrofi
Penyakit sistemik
penyebab Rinitis
nonalergi
KLASIFIKASI
• Setelah memasuki kehidupan dekade ke enam atau tujuh, terjadi perubahan mukosa
hidung, melemahnya struktur kartilago hidung, dan polifarmasi
• Pasien mengalami pengentalan sekret hidung, krusta, posnasal drip, dahak, berdehem yang
berlebihan, kongesti hidung dan penurunan indra penciuman serta pengecapan dan
merasakan adanya rinore cair yang dipicu oleh makanan, perubahan temperatur, dan
kegiatan olahraga yang lebih mengarah ke rinitis vasomotor.
• Terapi andalannya adalah semprot hidung dan irigasi. Penambahan mukolitik seperti
guaifenesin dapat melancarkan sekresi cairan hidung.
• Obat yang perlu dihindari pada populasi ini adalah antihistamin dan dekongestan.
KLASIFIKASI
Rinitis Gustatori
• Sindroma hipersekresi hidung akibat induksi makanan, yang ditandai dengan onset akut,
berupa rinorea serous, kadang mukoid, yang terjadi segera setelah menelan makanan
tertentu (biasanya makanan panas dan pedas).
• Klasifikasi menjadi 4 subkategori: idiopatik, postraumatik, postsurgikal, dan yang
berhubungan dengan neuropati saraf kranial.
• Penatalaksanaan awal dengan menghidari (avoidance) zat yang dapat menyebabkan
terjadinya rinitis gustatori. Namun jika avoidance tidak mungkin dilakukan, dapat
diberikan antikolinergik intranasal (ipratropium bromide).
DIAGNOSIS
● Ditemukan seluruh kelas immunoglobulin (Ig), yaitu IgA, IgG, IgM, IgD, dan IgE.
● Konsentrasi IgA dan IgG pada cairan mukoid efusi telinga tengah sangat tinggi
dibandingkan dengan yang terdapat pada serum
● Otitis Media Efusi rekuren yang tidak lagi respon dengan pengobatan disebut
dengan Otitis Media tipe Eosinofilik (Eosinophilic Otitis Media /EOM)
● karakteristik adanya cairan efusi di telinga tengah berwarna kuning kental
yang mengandung banyak sel eosinofil
● Inflamasi aktif yang terjadi pada eosinofil tersebut ditandai dengan tingginya
ECP
● Terapi antiIgE antibodi (Omalizumab) dapat menghentikan proses perjalanan
EOM.
ALERGI IMUNOLOGI
MODUL III.4.2
PROFIL INFLAMASI TIPE 2
PADA RINOSINUSITIS
KRONIS