Anda di halaman 1dari 8

RESUME

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM IMUN TUBUH

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Medikal Bedah

Dosen Pengampu:

Ns. Lia Mulyati., S.Kep., M.Kep

Disusun Oleh :

Rana Pristianti (CKR0180220)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

Jl. Kesambi No.237, Drajat, Kesambi, Kota Cirebon, Jawa Barat


45134

TAHUN 2020
A. Pengertian Sistem Imun

Tubuh manusia dilengkapi dengan sederetan mekanisme pertahanan


yang bekerja untuk mencegah masuk dan menyebarnya agen infeksi
yang disebut sebagai sistem imun. Sistem imun diperlukan tubuh untuk
mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan
berbagai bahan dalam lingkungan hidup.

Sistem imun dapat dibagi menjadi sistem imun alamiah atau non spesifik
(natural/innate/native) dan didapat atau spesifik (adaptive/acquired).

Respon imun diperantarai oleh berbagai sel dan molekul larut yang
disekresi oleh sel-sel tersebut. Sel-sel utama yang terlibat dalam reaksi
imun adalah limfosit (sel B, sel T, dan sel NK), fagosit (neutrofil,eosinofil,
monosit, dan makrofag), sel asesori (basofil,sel mast, dan trombosit), sel-
sel jaringan, dan lain-lain. Bahan larut yang disekresi dapat berupa
antibodi, komplemen, mediator radang, dan sitokin. Walaupun bukan
merupakan bagian utama dari respon imun, sel-sel lain dalam jaringan juga
dapat berperan serta dengan memberi isyarat pada limfosit atau berespons
terhadap sitokin yang dilepaskan oleh limfosit dan makrofag.

Beberapa komponen dari system imun yaitu:

1. Antigen
Antigen adalah suatu zat yang menyebabkan respons imun spesifik.
Antigen biasanya berupa zat dengan berat molekul besar dan juga
kompleks zat kimia seperti proteindan polisakarida.
• Determinan antigenic (epitop) adalah kelompok kimia terkecil dari
suatu antigen yang dapat membangkitkan respons imun.
• Hapten adalah senyawa kecil yang jika sendirian tidak dapat
menginduksi respons imun, tetapi senyawa ini menjadi imunogenik jika
bersatu dengan carrier yang berat molekulnya besar, seperti protein serum.
• Hapten dapat berupa obat, antibiotic, zat tambahan makanan, atau
kosmetik
2. Antibodi
Antibodi adalah suatu protein yang dihasilkan sistem imun sebagai respons
terhadap keberadaan antigen dan akan bereaksi khususnya dengan antigen
tersebut. Sebuah molekul antibodi terdiri dari empat rantai polipeptida: dua
rantai berat identic dan dua rantai ringan identik..

Macam system imunitas:

1. Sistem imun non Spesifik


Imunitas non spesifik fisiologik berupa komponen normal tubuh, selalu
ditemukan pada individu sehat dan siap mencegah mikroba masuk tubuh
dan dengan cepat menyingkirkannya. Semua mekanisme pertahanan ini
merupakan bawaan (innate), artinya pertahanan tersebut secara alamiah
ada dan tidak adanya pengaruh secara intrinsik oleh kontak dengan agen
infeksi sebelumnya. Mekanisme pertahanan ini berperan sebagai garis
pertahanan pertama dan penghambat kebanyakan patogen potensial
sebelum menjadi infeksi yang tampak.

a. Pertahanan fisik/mekanik
Kulit, selaput lendir, silia saluran napas, batuk dan bersin,
merupakan garis pertahanan terdepan terhadap infeksi.
b. Pertahanan biokimia pH asam keringat, sekresi sebaseus, berbagai
asam lemak yang dilepas kulit, lizosim dalam keringat, ludah, air
mata, dan air susu ibu, enzim saliva, asam lambung, enzim
proteolitik, antibodi, dan empedu dalam usus halus, mukosa saluran
nafas, gerakan silia.
c. Pertahanan humoral
Pertahanan humoral terdiri dari komplemen, protein fase akut,
mediator asal fosfolipid, sitokin IL-1, IL-6, TNF-α.
Komplemen terdiri atas sejumlah besar protein yang bila diaktifkan
akan memberikan proteksi terhadap infeksi dan berperan dalam
respons inflamasi. Komplemen berperan sebagai opsonin yang
meningkatkan fagositosis, sebagai faktor kemotaktik dan juga
menimbulkan destruksi/lisis bakteri dan parasit. Protein fase akut
terdiri dari CRP, lektin, dan protein fase akut lain α1-antitripsin,
amyloid serum A, haptoglobin, C9, faktor B dan fibrinogen.
Mediator asal fosfolipid diperlukan untuk produksi prostaglandin
dan leukotrien. Keduanya meningkatkan respons inflamasi melalui
peningkatan permeabilitas vaskular dan vasodilatasi.
d. Pertahanan seluler
Fagosit, sel NK, sel mast, dan eosinofil berperan dalam sistem
imun non spesifik seluler. Sel-sel imun tersebut dapat ditemukan
dalam sirkulasi atau jaringan. Contoh sel yang dapat ditemukan
dalam sirkulasi adalah neutrofil, eosinofil, basofil, monosit, sel T,
sel B, sel NK, sel darah merah, dan trombosit. Contoh sel-sel
dalam jaringan adalah eosinofil, sel mast, makrofag, sel T, sel
plasma, dan sel NK.

2. Sistem Imun Spesifik


Sistem pertahanan ini sangat efektif dalam memberantas infeksi serta
mengingat agen infeksi tertentu sehingga dapat mencegah terjadinya
penyakit di kemudian hari. Sistem imun spesifik terdiri atas sistem
humoral dan sistem seluler.
a. Sistem imun spesifik humoral
Pemeran utama dalam sistem imun spesifik humoral adalah limfosit B
atau sel B. Sel B yang dirangsang oleh benda asing akan berproliferasi,
berdiferensiasi, dan berkembang menjadi sel plasma yang
memproduksi antibodi. Fungsi utama antibodi ialah pertahanan
terhadap infeksi ekstraseluler, virus, dan bakteri serta menetralkan
toksinnya.
b. Sistem imun seluler
Limfosit T atau sel T berperan pada sistem imun spesifik seluler. Sel T
terdiri atas beberapa subset sel dengan fungsi yang berlainan yaitu sel
CD4+ (Th1, Th2), CD8+ atau CTL atau Tc dan Ts atau sel Tr atau Th3.
Fungsi utama sistem imun spesifik seluler ialah pertahanan terhadap
bakteri yang hidup intraseluler, virus, jamur, parasit, dan keganasan.
Sel CD4+ mengaktifkan sel Th1 yang selanjutnya mengaktifkan
makrofag untuk menghancurkan mikroba. Sel CD8+ memusnahkan sel
terinfeksi.
Th1 memproduksi IL-2 dan IFN-γ. Th2 memproduksi IL-4 dan IL-5.
Treg yang dibentuk dari timosit di timus mengekspresikan dan melepas
TGF-β dan IL-10 yang diduga merupakan petanda supresif. IL-10
menekan fungsi APC dan aktivasi makrofag sedang TGF-β menekan
proliferasi sel T dan aktivasi makrofag.

B. Sel-sel yang terlibat dalam respon sistem imun tubuh


1. Sel T
Progenitor asal sumsum tulang yang bermigrasi ke timus berdiferensiasi
menjadi sel T. Sel T merupakan imunitas selular yang berperan pada
sistem imun spesifik. Sel T terdiri atas sel CD4+, CD8+, sel T naif, NKT,
dan Tr/Treg/Ts/Th3. Sel T naif yang yang terpajan dengan kompleks
antigen MHC dan dipresentasikan APC atau rangsangan sitokin spesifik,
akan berkembang menjadi subset sel T berupa CD4+ dan CD8+ dengan
fungsi efektor yang berlainan. Dari timus, sel T naif dibawa darah ke
organ limfoid perifer. Sel naif yang terpajan dengan antigen akan
bekembang menjadi sel Th0 yang dipengaruhi oleh mekanisme autokrin
dari IL-2 untuk berproliferasi yang akan berdiferensiasi menjadi Th1 dan
Th2. Sel efektor Th1 yang berperan pada infeksi dan Th2 yang berperan
pada alergi.
2. Sel B
Fungsi sel B adalah antigen spesifik yang berproliferasi untuk merespon
antigen tertentu. Sel B berdiferensiasi menjadi sel plasma non-plorifirasi
yang menyintesis dan mensekresi antibodi (Sloane, 2004 : 259). Setiap
reseptor sel B (B cell receptor) untuk satu antingen adalah suatu molekul
berbentuk Y yang terdiri dari empat rantai polipeptida: dua rantai berat
(heavy chain) yang identik, dengan jembatan disulfide yang menautkan
rantai-rantai itu. Rantai ringan dan berat masing-masing memiliki
wilayah konstan (konstan region, C), tempan sekuens asam amino
sedikit bervariasi diantara reseptor-reseptor yang terdapat pada sel-sel B
yang berbeda (Campabell, 2008 : 2008 : 98).
3. Makrofag
Secara fagositik menelan zat asing dan melalui kerja enzimatik
menguraikan materi yang tertelan untuk diekskresi dan untuk pemakaian
ulang. a. Makrofag memproses antigen terfagositosis melalui denaturasi
atau mencerna sebagian antigen untuk menghasilkan fragmen yang
mengandung determinan antigenik; b. Makrofag akan meletakkan
fragmen antigen pada permukaan selnya sehingga terpapar untuk limfosit
T tertentu. Ini merupakan langkah penting dalam aktivasi sel T (Sloane,
2004 : 259).

C. Gangguan dalam Fungsi Sistem Imun


Dalam bukunya Campbell 2008 : 109-111 menyatakan, walaupun
kekebalan yang diperoleh menawarkan perlindungan terhadap berbagai
macam patogen, bukan berarti tipe kekebalan tersebut selalu berhasil.
Hubungan timbale balik yang sangat teregulasi di antara limfosit-limfosit,
sel-sel tubuh, dan zat-zat asing membangkitkan respon kekebalan yang
memberi perlindungan luar biasa terhadap banyak patogen. Ketika
kelainan alergi, autoimun, atau imunodefisiensi mengganggu
keseimbangan yang rapuh ini, efek-efek yang timbul seringkali parah dan
mengancam jiwa.
1. Alergi
Alergi adalah respon-respon yang berlebihan (hipersensitif) terhadap
antigen antigen tertentu yang disebut alergen (allergen). Gejala-gejala
alergi yang khas yaitu: bersin-bersin, mata berair, dan kontraksi otot polos
yang dapat menyebabkan kesulitan bernapas. Obat-obatan yang disebut
antihistamin mengurangi gejala-gejala alergi (dan inflamasi) dengan
memblokir reseptor untuk histamine. Respon alergi yang akut terkadang
menyebabkan syok anafilatik (anaphylactic shock), reaksi seluruh tubuh
yang mengancam jiwa dan dapat terjadi dalam beberapa detik setelah
paparan terhadap suatu alergen.
2. Penyakit Autoimun
Pada beberapa orang, sistem kekebalan menyerang molekul-molekul
tertentu dalam tubuh, menyebabkan penyakit autoimun (autoimmune
disease). Hilangnya toleransi diri ini dapat hadir dalam berbagai bentuk.
Dalam eritematosus lupus sistemik (systemic lupus erythematosus), sering
disebut lupus, sistem kekebalan menghasilkan antibodi yang menyerang
histon dan DNA yang dilepaskan melalui pemecahan normal sel-sel tubuh.
Anibodi-antibodi yang reaktif terhadap diri sendiri ini menyebabkan ruam
ruam kulit, demam, arthritis, dan gangguan ginjal. Penyakit autoimun
yang diperantarai antibodi lainnya, arthritis rematoid (rheumatoid
arthritis), menyebabkan kerusakan dan inflamasi yang menyakitkan di
kartilago dan tulang-tulang persendian.
3. Penyakit Imunodefisiensi
Gangguan kelainan atau ketiadaan kemampuan sistem kekebalan untuk
melindungi tubuh terhadap patogen disebut imunodefisiensi
(imonodeficiency). Imunodefisiensi bawaan (inborn imonodeficiency)
meupakan akibat dari cacat genetis atau perkembangan di dalam sistem
kekebalan. Imunodefisiensi yang diperoleh berkembang belakangan
setelah paparan terhadap agen kimiawi atau biologis. Apapun penyebab
dan asal-usulnya, imunodefisiensi dapat menyebabkan infeksi yang sering
terjadi dan berulang-ulang serta peningkatan kerentanan terhadap kanker
tertentu. Paparan terhadap agen-agen tertentu bias menyebabkan
imunodefisiensi yang berkembang belakangan dalam kehidupan. Obat-
obatan yang digunakan untuk memerangi penyakit autoimun atau
mencegah penolakan cangkokan menekan system kekebalan, sehingga
menyebabkan kondisi imunodefisiensi.
DAFTAR PUSTAKA

Kimball. J.W. 2005. Biologi Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta: Penerbit


Erlangga.

Sloane, E. 2004. Anatomi Fisiologi Manusia untuk Pemula. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Campbell, dkk. 2008. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 3. Jakarta: Penerbit


Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai