TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem imun
Tubuh manusia dilengkapi dengan sederetan mekanisme pertahanan yang
bekerja untuk mencegah masuk dan menyebarnya agen infeksi yang disebut sebagai
sistem imun. Sistem imun diperlukan tubuh untuk mempertahankan keutuhannya
terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup.
Sistem imun dapat dibagi menjadi sistem imun alamiah atau non spesifik
(natural/innate/native) dan didapat atau spesifik (adaptive/acquired). Respon imun
diperantarai oleh berbagai sel dan molekul larut yang disekresi oleh sel-sel tersebut. Sel-
sel utama yang terlibat dalam reaksi imun adalah limfosit (sel B, sel T, dan sel NK),
fagosit (neutrofil,eosinofil, monosit, dan makrofag), sel asesori (basofil,sel mast, dan
trombosit), sel-sel jaringan, dan lain-lain. Bahan larut yang disekresi dapat berupa
antibodi, komplemen, mediator radang, dan sitokin. Walaupun bukan merupakan bagian
utama dari respon imun, sel-sel lain dalam jaringan juga dapat berperan serta dengan
memberi isyarat pada limfosit atau berespons terhadap sitokin yang dilepaskan oleh
limfosit dan makrofag.(Hang Tuah M. J, 2008)
Sel ini memiliki reseptor untuk IgE serta dapat menempel pada partikel
yang dilapisi IgE. Antibodi ini akan membentuk jembatan penghubung antara
eosinofil dan agen patogen, proses ini disebut sebagai Antibody Dependent Cell
mediated Citotoxicity (ADCC). ADCC ini bekerja untuk membantu
menghancurkan agen patogen yang berukuran besar yang tidak dapat difagositosis.
Dari beberapa penelitian pada coba yang diinfeksi oleh cacing nematoda
menunjukkan bahwa eosinofil dapat melawan parasit dengan kondisi yang lemah
atau pada cacing yang hampir mati. Namun pada parasit cacing yang hidup dan
kondisinya akan menghambat intesa eosinofil (Chernin jack, 2000). pertumbuhan
dan perbedaan eosinofil dirangsang oleh sitokin yang diproduksi oleh sel T, yaitu
IL-5 dan aktivasi dari sel T ini akan menyebabkan akumulasi eosinofil pada tempat
infestasi parasit dan reaksi alergi. Eosinofil bergerak ke arah sel target karena
rangsangan mediator yang diproduksi sel T, mastosit dan basofil yang disebut
sebagai faktor kemotaksis eosinofil dari anafilaksis (ECF-A). Aktivasi eosinofil
akan menghasilkan protein dasar utama (MBP) serta bermuatan protein positif
yang dapat merusak membran sel target yang tidak dapat merusak dengan
fagositosis. Selain itu eosinofil mengeluarkan enzim yang dapat menghancurkan
berbagai mediator yang dapat dilihat oleh basofil dan mastosit. Karena hal
tersebut, eosinofil dapat merusak sel target, juga diduga bekerja untuk
mengendalikan atau mengurangi reaksi hipersensitifitas (Mitre Edward and
Nutman.B.Thomas, 2006)
2.2.2 Mastosit
Sel ini biasanya didapatkan jaringan dan epitel mukosa, memiliki inti
berlobus tunggal, granula basofil yang jumlahnya lebih banyak dari basofil dan
berukuran lebih kecil dari basofil. Sel ini berperan dalam imunitas bawaan dan
adaptif. Pada permukaan membran sel mast terdapat reseptor terhadap IgE, IgG,
C3a, dan C5a yang bertindak sebagai sensor terhadap berbagai perubahan
(kerusakan, perubahan suhu, konsentrasi oksigen atau keberadaan agen patogen).
Atas rangsangan perubahan tersebut menyebabkan degranulasi sel mast. Granula
yang terdapat didalam sel mast merupakan mediator yang menyebabkan terjadinya
reaksi anafilaktik.
2.4 Sitokin
Sitokin atau yang disebut interleukin merupakan substansi serupa hormon yang
dikeluarkan oleh sel B, sel T (limfokin) atau sel-sel yang berfungsi sebagai sinyal
interseluler yang mengatur respons dalam lamasi lokal maupun sistemik, respons imun
spesifik maupun yang spesifik terhadap rangsangan dari luar. Pengeluaran sitokin ini
bersifat terbatas, sehingga setelah diproduksi dengan cepat akan menghasilkan dan
menghasilkan aktivitas yang diperlukan. Setiap sitokin dapat diproduksi oleh lebih dari
1 jenis sel, bereaksi terhadap berbagai jenis sel yang berbeda, dampak yang
ditimbulkannya pada setiap sel berbeda-beda. Satu sitokin dapat mempengaruhi aktivitas
sitokin lainnya (dapat meningkatkan atau menghambat), aktivitas sitokin dapat bersifat
lokal (baik beraktivitas di dalam sel yang memproduksinya/autokrin atau beraktivitas di
dekat sel yang memproduksinya/ parakrin) atau sistematik (jika diproduksi dalam jumlah
besar, sitokin dapat masuk peredaran darah / endokrin). Sitokin memulai aksinya dengan
berikatan dengan reseptor pada membran sel sasaran. Ekspresi sel T dan sel B akan
meningkatkan ekspresi dari sitokin. Sitokin akan memicu terjadinya perubahan ekspresi
gen pada sel target, sehingga mengakibatkan perubahan fungsi atau terjadinya proliferasi
sel target (kecuali chemokine dan TNF) (Kesno Boedina Siti, 2001).
Interleukin yang berkaitan dengan infeksi cacing adalah IL-4, IL-5, IL-9, IL-10 dan
IL 13.
a. Interleukin 4
IL-4 diproduksi olch sel T, mastosit dan sel BCD5+ (sumber utama IL-4 adalah sel T
CD4, khususnya TH-2), IL-4 memudahkan terjadinya pergantian kelas menjadi IgG-
1 dan IgE sementara menekan pembentukan IgM, IgG3, IgG2a dan IgG2b. Selain
itu IL-4 bekerja sebagai imunoregulator pada respon imun yang diperantarai oleh IgE
dan sel mastosit dan eosinofil.
b. Interleukin 5
Sitokin ini diproduksi oleh selT dan mastest yang teraktivasi. Salah satu fungsi dari
sitokin ini adalah membangkitkan pertumbuhan dan differensiasi cosinofil dan
mengaktivasi eosinofil.
c. Interleukin 9
Sitokin ini memiliki 2 zat yang berbeda yaitu leukimia inhibitory factor (LIF) dan
P40. Substansi yang berkaitan dengan infeksi cacing adalah P40, dimana sitokin ini
diproduksi sel T CD4. Fungsi sitokin secara in vitro akan mendukung pertumbuhan
beberapa klon sel dan meningkatkan respons mastosit di atas rangsangan IL-3.
d. Interletkin 10
Sitokin ini diproduksi oleh sel Th-2 da memiliki kemampuan untuk menghambat
produksi sitokin oleh sel Th-1. Fungsi sitakin ini adalah menghambat produksi
beberapa sitakin (TNF, IL-1, IL-12 dan chemokine), menghambat fungsi makrofag,
membantu aktivasi sel T dan bekerja sama dengan sitokin lain kita mengaktifkan
proliferasi selB dan sel mastos pada mukosa (Kesno Boedina Siti, 2001)
2.5 IgE
IgE merupakan salah satu kelas imunoglobulin yang disintesa oleb se limfosit B.
Imunoglobulin merupakan molekul glikoprotein yang terdiri atas kompones polipeptida
sebanyak 82-96% dan sisanya karbohidrat. Fungsinya yang utama dalam respons adalah
mengikat dan menghancurkan antigen, namun pengikatan antigen tidak akan
memberikan dampak yang nyata jika tidak disertai fungsi efektor sekunder(fungsi efektor
sekunder yang terpenting adalah memacu aktivasi komplemen dan meningkatkan
histamin oleh basofil atau mastosit dalam reaksi hipersensitivitas tipe segera Opsonisasi
antigen oleh imunoglobulin akan meningkatkan fagositosis, memudahkan APC
memproses dan menyajikan antigen kepada sel T dan meningkatkan fungsi sel NK dalam
mekanisme ADCC.(9) IgE dapat ditemukan dalam serum dengan kadar yang sangat
rendah yaitu 0,0004% dari kadar imunoglobulin total. IgE memiliki kemampuan untuk
melekat pada permukaan mastosit atau basofil melalui reseptor Fc. IgE dikenal sebagai
reaksi reaksi dari hipersensitifitas tipe segera karena kemampuannya untuk membuka sel
yang tertutupnya jika terpapar allergen akan melepaskan mediator reaksi hipersensitifitas
yang sangat poten (Kesno Boedina Siti, 2001) (Hang Tuah M. J, 2008)
DAPUS
Chernin jack. (2000). Life Lines Parasitology. Taylor and Francis publisher.
Hang Tuah M. J. (2008). medical jurnal volume 6 Nomor 2 Mei 2008.pdf (pp. 43–116). Hang
Tuah University Press.
Kesno Boedina Siti. (2001). imunologi : Diagnosis dan prosedur Laboratorium. FK-UI.