Anda di halaman 1dari 22

Oleh : Rifka Haerani

ANTIGEN

 Suatu substansi yang dianggap asing oleh tubuh dan akan memacu
terjadinya respons imun  menyebabkan produksi antibodi sebagai
bagian dari pertahanan tubuh terhadap infeksi penyakit
 Antigen Eksogen berupa : bahan kimia, bakteri, virus, jamur atau
serbuk sari
 Antigen Endogen berupa : toksin bakteri atau sel sel jaringan
 Epitop : tempat melekatnya antibody pada antigen
 Variabel : tempat melekatnya antigen pada antibodi

ANTIBODI

 Biomolekul yang tersusun atas protein  dibentuk sebagai respons


terhadap keberadaan benda-benda asing yang tidak dikehendaki dalam
tubuh kita
 Antibodi dihasilkan oleh limfosit B atau sel-sel B
 Tiap kali ada benda asing masuk ke tubuh diperlukan 10-14 hari untuk
membentuk antibody
 Setiap jenis antibody spesifik terhadap antigen jenis tertentu
 Setiap antibody terdiri dari 2 rantai berat besar dan 2 rantai ringan

Gambar 1. Struktur Antigen/epitope (kiri) dan Antibodi (kanan)

Jenis-Jenis Antibodi
Gambar 2. Jenis Antibodi

a. Immunoglobulin G (IgG)
 Antibody paling umum (sekitar 80% dari seluruh antibody)
 Terbentuk 2-3 bulan setelah infeksi
 Terdapat pada darah, sistem getah bening, dan usus
 Dapat menembus plasenta dan memberikan imunitas pada bayi yang
baru lahir
 Berfungsi sebagai pelindung terhadap mikroorganisme dan toksin,
mengaktivasi komplemen dan meningkatkan efektivitas sel fagositik
b. Immunoglobulin A (IgA)
 Berjumlah sekitar 15% dari semua antibody dalam serum darah
 Terdapat pada bagian tubuh yang dilapisi oleh selaput lendir seperti
hidung, mata, paru-paru dan usus
 Ditemukan juga pada darah dan zat sekresi seperti keringat, ludah, air
mata, ASI dan sekresi usus
 Berfungsi melawan mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh dan
melindungi janin dari berbagai penyakit.
c. Immunoglobulin M (IgM)
 antibodi pertama yang dihasilkan tubuh untuk melawan antigen dan tiba
di lokasi infeksi
 menetap dalam pembuluh darah, getah bening, dan permukaan sel-sel B
 tidak ditemukan pada organ maupun jaringan
 berfungsi mengaktivasi komplemen dan meningkatkan fagositosis
d. Immunoglobulin D (IgD)
 Ditemukan pada limfosit B, sedangkan pada serum darah dan limpa
sedikit
 Memicu respons imunitas dengan menempelkan dirinya pada permukaan
sel T dan membantu sel T menangkap antigen
e. Immunoglobulin E (IgE)
 Ditemukan dalam darah dengan konsentrasi rendah
 Terikat pada reseptor sel tiang dan basophil
 Menyebabkan pelepasan histamin dan mediator kimia lainnya
 Meningkat selama reaksi alergi dan pada penyakit parasitic tertentu

Cara Kerja Antibodi

Gambar 3. Pelekatan antibodi pada antigen

a. Penetralan
Antibodi menetralkan racun yang dihasilkan oleh antigen dan menjadikannya
tidak berbahaya sehingga dapat disekresi dari tubuh melalui tubulus-tubulus
ginjal.
b. Pengendapan (Presipitasi)
Mengendapkan molekul-molekul antigen dengan menjadikannya gumpalan-
gumpalan tidak larut sehingga dapat ditelan oleh sel fagosit, dicernah dan
menjadikannya tidak berbahaya.
c. Pelekatan
Melekat pada antigen sebagai opsonin sehingga dapat difagosit dan
dihancurkan oleh neutrophil.
d. Aktivasi Protein Komplemen
Bekerja sama dengan protein komplemen dalam plasma, melekat pada dinding
sel antigen, dan mengidentifikasi mereka untuk sel-sel T.
Mekanisme Sistem Pertahanan Tubuh
1. Pertahanan Tubuh Nonspesifik
Telah ada sejak lahir dan tidak ditujukan untuk antigen tertentu (nonspesifik)
tetapi dapat memberikan respon langsung terhadap berbagai antigen untuk
melindungi tubuh.
a. Pertahanan Eksternal
Pertahanan tubuh sebelum mikroorganisme masuk ke dalam tubuh yang
meliputi kulit dan lapisan mukosa. Terdiri dari pertahanan fisik, kimia dan
mekanis terhadap agen infeksi
 Fisik, kulit sebagai garis pertahanan pertama terhadap antigen. Kulit
memiliki lapisan sel mati yang merupakan bagian terluar dan
menghasilkan suatu protein kuat disebut keratin. Selain kulit,
membrane mukosa yang melapisi permukaan bagian dalam tubuh ,
menyekresikan mucus sehingga dapat memerangkap antigen dan
menutup jalan masuk menuju sel epitelium.
 Kimia, pada kulit menghasilkan keringat dan minyak sehingga
mencegah tumbuhnya mikroorganisme pathogen karena bersifat
asam.
 Mekanis, pembilasan oleh air mata, saliva dan urine berperan juga
dalam perlindungan terhadap infeksi
b. Pertahanan Internal
 Fagositosis

Gambar 4. Mekanisme Fagositosis


Fagositosis merupakan garis pertahanan kedua meliputi proses
penelanan dan pencernaan mikroorgranisme dan toksin yang berhasil
masuk ke dalam tubuh oleh sel-sel darah putih seperti neutrophil,
monosit, makrofag, dan eusinofil.

 Inflamasi (Peradangan)
Tanggapan atau respons cepat terhadap kerusakan jaringan akibat
teriris, tersengat, tergigit atau infeksi mikroorganisme.Tanda-
tanda respons inflamasi yaitu kemerahan, panas, pembengkakan,
nyeri, atau kehilangan fungsi.

Gambar 5. Mekanisme Peradangan


 Sel Natural killer
Suatu limfosit granular yang memberikan respons terhadap mikroba
intraselular dengan cara membunuh sel yang terinfeksi dan
memproduksi sitokin untuk mengaktivasi makrofag. Sel ini menyerang
parasite dengan mengeluarkan senyawa penghancur disebut perofin.
Sel NK dapat melisiskan dan membunuh sel kanker serta virus
sebelum kekebalan adaptif diaktivasi.

Gambar 6. Sel Natural Killer


 Senyawa Antimikroba
Senyawa antimikroba dapat menghancurkan mikroba yang masuk atau
menghambat reproduksi mikroba tersebut. Protein antimikroba
meliputi protein komplemen dan interferon. Protein komplemen
dihasilkan oleh hati dan beredar pada pembuluh darah dalam
keadaaan tidak aktif. Infeksi mikroba akan mengaktifkan protein
komplemen pertama yang akan mengaktifkan protein selanjutnya
secara berurutan. Protein komplemen akan melisiskan berbagai
mikroba penginfeksi. Sedangkan interferon merupakan senyawa
kimia yang dihasilkan makrofag sebagai respons dari serangan virus
ke dalam tubuh. Interferon ini akan menghancurkan virus dengan
menghambat perbanyakan virus pada tubuh.

Gambar 7. Mekanisme Interferon melawan virus

Gambar 8. Mekanisme pertahan tubuh menggunakan


komplemen
2. Pertahanan Tubuh Spesifik
Merespons antigen dengan cara yang spesifik ditandai dengan produksi
antibodi oleh limfosit sebagai respons kekebalan. Limfosit terdiri dari limfosit
B dan limfosit T. Limfosit B dihasilkan sel-sel punca di dalam sumsum tulang.
Kemudian bermigrasi ke kelenjar timus. Di dalam kelenjar timus, limfosit
tersebut akan membelah diri dan mengalami pematangan menajdi sel T
(limfosit T).
Sel T memproduksi limfokin untuk membantu sel B mengenali antigen dan
meningkatkan aktivasi makrofag memfagosit antigen. Saat pengenalan antigen
asing, sel T berdiferensiasi menjadi sel T memori dan sel T efektor. Sel T
efektor dibagi menjadi 3 jenis, yaitu
 sel T sitotoksik berperan untuk mengenali dan menghancurkan sel
yang memiliki antigen asing pada permukaannya serta mengenali
antigen MHC kelas 1 yang ditemukan pada smeua permukaan sel yang
berinti.
 Sel T penolong berfungsi mengenali antigen MHC kelas 2 yang hanya
ditemukan pada jenis sel tertentu terutama sel B dan makrofag.
 Sel T penekan berfungsi menekan produksi antibodi sel B dan
aktivitas sel T sitotoksik serta sel T penolong untuk mengakhiri
reaksi kekebalan
a. Respons Pertahanan tubuh humoral (diperantarai antibodi)
Respons kekebalan (imunitas) humoral melibatkan aktivasi sel B yang akan
menghasilkan antibodi dalam plasma darah dan limfa. Mekanisme respons
imunitas humoral sebagai berikut.
 Antigen (patogen) menginvasi (memasuki) tubuh. Antigen dibawa ke
limfosit B di dalam nodus limfa.
 Sel T penolong mengaktifkan limfosit B. Limfosit B berproliferasi
melalui pembelahan mitosis, sehingga menghasilkan tiruan sel B.
 Klon (tiruan) sel B banyak yang terdiferensiasi menjadi sel plasma.
Sel plasma menyekresikan antibodi untuk dibawa ke lokasi infeksi.
 Di lokasi infeksi, kompleks antigen-antibodi secara langsung
menginaktifkan antigen
 Sebagian tiruan sel B tidak terdiferensiasi dan menjadi sel limfosit
memori B yang menetap pada jaringan limfoid. Sel limfosit memori B
ini hanya menyekresikan sedikit antibodi, jauh setelah infeksi
teratasi, dan berfungsi dalam respons imunitas sekunder jika terjadi
pajanan antigen berulang.
b. Resons Pertahanan tubuh seluler (diperantarai sel)
Ekstraseluler (jika ancigen dicerna oleh makrofag)
 Antigen (misalnya bakteri) ditelan oleh makrofag. Makrofag
mengandung fragmen protein (peptida) dari antigen tersebut.
 Makrofag membentuk molekul MHC kelas II, dan molekul tersebut
bergerak menuju ke permukaan makrofag
 MHC kelas II menangkap peptida antigen dan membawanya ke
permukaan, serta memperlihatkannya ke sel T penolong
 Sel T penolong akan mengaktivasi makrofag untuk menghancurkan
mikroorganisme yang ditelan.

Intraseluler (jika antigen menginfeksi sel)

 Antigen (misalnya virus) menginfeksi sel tubuh. Sel mengandung


fragmen protein (peptida) virus, jika virus bereplikasi dalam sel
tersebut.
 Sel tubuh membentuk molekul MHC kelas I, molekul tersebut
bergerak ke permukaan sel.
 MHC kelas I tersebut menangkap peptida virus dan membawanya ke
permukaan sel, serta memperlihatkannya ke sel T sitotoksik (CTL)
 Sel T sitotoksik (CTI) akan teraktivasi oleh kompleks MHC kelas I,
peptida virus pada sel yang terinfeksi, dan sel T penolong. Sel T
sitotoksik kemudian berdiferensiasi menjadi sel pembunuh aktif
yang akan menghancurkan selterinfeksi.
 Sel T sitotoksik yang tidak berdiferensiasi akan menjadi sel T
memori.
 Sel-sel T memori berfungsi dalam respons imunitas sekunder jika
terjadi pajanan antigen berulang.
Gambar 9. Pertahanan tubuh spesifik
Cara Memperoleh Kekebalan Tubuh
Dari manakah tubuh kita memperoleh kekebalan? Berdasarkan cara memperolehnya,
sistem kekebalan tubuh kita dibagi menjadi dua, yaitu kekebalan alami (inate imunity)
dan kekebalan dapatan (acquired immunity),

1. Kekebalan Alami
 Kekebalan alami adalah pertahanan tubuh dasar yang kita miliki sejak lahir dan
bersifat nonspesifik (artinya, tidak bersifat khusus terhadap antigen
tertentu).
 sistem kekebalan alami tidak memiliki kemampuan mengingat antigen yang
pernah masuk ke dalam tubuh.
 Komponen-komponen yang terlibat dalam sistem kekebalan alami meliputi kulit,
makosa, senyawa-senyawa kimia (asam lambung, interferon, interleukin, dan
enzim), protein komplemen, serta sel-sel fagosit seperti neutrofil, monosit,
dan makrofag.
2. Kekebalan Dapatan
 Kekebalan dapatan adalah kekebalan yang didapat atau diperoleh setelah lahir.
 Komponen yang terlibat adalah limfosit B (sel-sel B) dan limfosit T (sel sel T).
Kekebalan dapatan bersifat spesifik dan memiliki memori atau ingatan.
Artinya, kekebalan dapatan memiliki suatu rekaman atau ingatan atas setiap
antigen yang ditemuinya.
 Jika tubuh pernah terpapar atau dimasuki antigen tertentu, selama jangka
waktu tertentu sel-sel B atau sel-sel T akan terus mengingatnya sehingga jika
suatu saat tubuh dimasuki lagi oleh antigen sejenis, sel-sel tersebut akan
memberikan respons spesifik.
 sel-sel B atau sel-sel T akan menghasilkan antibodi spesifik secara lebih cepat
dan lebih banyak untuk antigen tersebut. Dengan adanya respons spesifik
tersebut, seseorang tidak akan mendenta cacar air atan campak lebih dari satu
kali.
 Kekebalan dapatan dibedakan menjadi 2 yaitu kekebalan aktif dan kekebalan
pasif.
a) Kekebalan Aktif
Dapat diperoleh akibat kontak langsung dengan toksin atau patogen
sehingga tubuh mampu memproduksi antibodinya sendiri. Dibedakan
menjadi 2 macam yaitu kekebalan aktif alami dan kekebalan aktif buatan.
Kekebalan aktif alami terjadi jika seseorang terpapar suatu jenis penyakit,
kemudian sistem imun memproduksi antibodi dan limfosit khusus.
Contohnya, kekebalan yang diperoleh seseorang setelah menderita
penyakit cacar atau campak. Sedangkan kekebalan aktif buatan merupakan
hasil vaksinasi. Vaksin adalah pathogen yang mati/dilemahkan atau toksin
yang sudah diubah sehingga tidak menyebabkan penyakit. Vaksinasi
pertama kali dilakukan oleh seorang dokter Inggris bernama Edward
Jenner pada tahun 1771 untuk mencegah penyakit cacar.

b)
c) Kekebalan Pasif
Jika antibodi dari suatu individu dipindahkan ke individu lainnya. Kekebalan
pasif dibedakan mnejadi kekebalan pasif alami dan kekebalan pasif buatan.
Kekebalan pasif alami meliputi antibodi yang diperoleh janin dari darah
ibunya melalui plasenta serta diperoleh juga dari kolostrum. Sedangkan
kekebalan pasif buatan terjadi melalui injeksi antibodi dalam serum yang
dihasilkan oleh orang atau hewan yang kebal karena pernah terpapar
antigen tersebut.
Imunisasi
1. Imunisasi BCG
Imunisasi BCG (Bacillus Calmette-Guerin) akan memberikan kekebalan aktif
terhadap penyakit tuberkulosis (TBC). Imunisasi ini diberikan hanya sekali
sebelum bayi berumur dua bulan.
2. Imunisasi DPT
Imunisasi DPT adalah vaksin three in one yang melindungi anak dan penyakit
difteri, pertusis, dan tetanus. Imunisasi ini diberikan sebanyak empat kali
sejak bayi berumur dua bulan dengan selang penyuntikkan satu hingga dua
bulan. Efek samping yang mungkin timbul adalah demam, nyeri dan bengkak
pada permukaan kulit.
3. Imunisasi TT
Imunisasi TT (tetanus taxoid) memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit
tetanus. Tetanus juga dapat dicegah dan diobati dengan pemberian ATS
(antiteta nus serum) untuk mendapatkan kekebalan pasif.
4. Imunisasi Campak
Imunisasi campak memberikan kekebalan akaif terhadap penyakit campak
Imunisasi ini diberikan sebanyak satu kali pada bayi berumur sembilan bulan
atau lebih.
5. Imunisasi MMR
Imunisasi MMR (measles, mumps, rubella) diberikan sebanyak dua kali untuk
memberikan perlindungan terhadap penyakit campak (measles), gondongan atau
parotitis (mumps), dan campak jerman (rubella). Ketiganya merupakan jenis
penyakit berbahaya yang mudah menyerang anak-anak. Berdasarkan
rekomendasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI), imunisasi MMR umumnya
diberikan kepada anak-anak yang berumur 12-18 bulan, dengan dosis penguat
diberikan sebelum memasuki umur sekolah (sekitar 5 atau 6 tahun).
6. Imunisasi HiB
Imunisasi HiB (Haemophilus influenza type B) membantu mencegah penyakit
meningitis, pneumonia, dan infeksi tenggorokan berat yang disebabkan oleh
virus Haemophilus influence tipe B.
7. Imunisasi Varisella
Imunisasi ini memberikan perlindungan terhadap penyakit cacar air atau
chicken pox, yaitu penyakit yang disebabkan oleh virus Varicella zooster
Imunisasi ini berikan sebanyak 1 kali, yakni pada usia antara 10-12 tahun.
8. Imunisasi HBV
Imunisasi HBV (hepatitis type B virus) memberikan kekebalan aktif terhadap
hepatitis B. yaitu penyakit yang dapat menyebabkan kanker hati dan kematian.
Imunisasi HBV biasanya diberikan kepada bayi yang baru lahir. Ini sangat
penting untuk mencegah bayi tertular penyakit tersebut. Manfaat imunisasi
HBV akan meningkat jika diberikan sejak dini, biasanya pada usia bayi 0 sampai
7 hari.
9. Imunisasi Polio
Pemberian imunisasi polio akan menimbulkan kekebalan aktif terhadap pe
nyakit poliomielitis. Imunisasi polio dapat diberikan sebanyak empat kali
dengan selang waktu tidak kurang dari satu bulan. Imunisasi ulangan dapat
diberikan sebelum anak masuk sekolah dasar (umur 5-6 tahun) dan saat
meninggalkan sekolah dasar (umur 12 tahun). Vaksin polio diberikan secara oral,
yaitu dengan cara meneteskan dua tetes vaksin polio ke dalam mulut anak.
10. Imunisasi PCV
Imunisasi jenis ini tergolong baru di Indonesia. PCV atau pneumococed vaccine
alias imunisasi pneumokokus memberikan kekebalan terhadap serangan
penyakit IPD (masive pramococcal diseases), yakni meningitis (radang selaput
otak bakteremia (infeksi darah), dan pneumonia (radang paru) Ketiga penyakit
ini disebabkan kuman Streptococcus pneumoniae atau Pneumokokus yang
penularannya lewat udara. Imunisasi ini dapat diberikan kepada bayi sejak usia
2 bulan kemudian berikutnya di usia 4 dan 6 bulan. Adapun pemberian ke-4 bisa
dilakukan saat anak berusia 12-15 bulan atau ketika sudah berusia 2 tahun.
11. Imunisasi Tifoid
Ada dua jenis vaksin tifoid yang bisa diberikan kepada anak, yakni vaksin oral
(Vivon) dan vaksin suntikan (Typhim Vi). Keduanya efektif mencekal demam
tifoid alas penyakit tifus, yaitu infeksi akut yang disebabkan bakteri
Salmonella typhi, Vaksin suntikan diberikan satu kali kepada anak umur 2 tahun
dan diulang setiap 3 tahun. Sementara vaksin oral diberikan kepada anak umur
6 tahun atau lebih.
Gangguan Sistem Pertahanan Tubuh
1. AIDS
 Acquired Immune Deficiency Syndrome disebabkan oleh Human Immune
Deficiency Virus (HIV).
 Pertama kali diidentifikasi pada thaun 1983
 Sel-sel T penolong berkurang, sehingga kehilangan tim pemikir dan sistem
imun menjadi melemah
 HIV dapat mencegah penghancuran oleh sistem imun dengan 2 strategi.
Pertama, HIV menginfeksi sel T penolong sehingga melemahkan kemampuan
mereka dalam member respons kekebalan. Kedua, HIV berusaha untuk tidak
dikenali oleh sistem imun dengan cara menginfeksi sel T penolong secara
laten (tersembunyi).
 HIV membuat sel T penolong tidak membentuk protein virus sehingga tidak
mampu mendeteksi sel yang terinfeksi, akibatnya virus tersebut tidak bisa
dihancurkan.
2. Reaksi Autoimun
 Kelainan pada sistem imun yang ditandai dengan sel atau jaringan tubuh
sebagai antigen yang kemudian diserang oleh sel-sel T
 Reaksi autoimun dapat dipicu oleh beberapa hal, antara lain :
a) Suatu zat dalam tubuh yang (dalam keadaan normal) hanya terdapat
di suatu daerah khusus, dilepaskan ke dalam aliran darah. Misalnya,
dalam keadaan normal cairan bola mata hanya terdapat pada rongga
bola mata. Namun, misalnya terjadi suatu tusukan pada bola mata,
cairan tersebut terlepas ke aliran darah sehingga sistem imun akan
bereaksi melawan.
b) Adanya perubahan pada suatu zat tubuh yang normal. Contohnya,
virus, obat, cahaya matahari atau penyinaran dapat mengubah
struktur protein dalam tubuh sehingga sistem imun mengenalinya
sebagai benda asing.
c) Sistem imun memberikan respons terhadap zat asing yang
menyerupai zat tubuh alami dan menyerangnya sebagai benda asing.
d) Adanya kelainan fungsi sel yang mengendalikan pembentukan
antibodi. Missal, sel B yang ganas mampu menghasilkan antibodi
abnormal yang menyerang sel darah merah,
 Akibat reaksi autoimun : demam, kerusakan jaringan (pembuluh darah,
tulang rawan dan kulit), kerusakan organ, peradangan, kerusakan jaringan
penyebab gagal ginjal, gangguan pernapasan, kelainan fungsi jantung, nyeri,
gangguan mental dan kematian.
 Penyakit akibat reaksi auto imun diantaranya lupus, artritis rheumatoid,
demam reumatik, diabetes mellitus tipe 1.
3. Alergi
 Peningkatan sensitivitas atau reaktivitas terhadap antigen yang pernah
dikenal sebelumnya.
 Reaksi alergi melibatkan antibodi IgE
 Zat atau bahan yang menimbulkan alergi disebut allergen
 Allergen tidak berbahaya, tetapi karena sistem imun salah menangkap
responsnnya, sehingga dianggap berbahaya
 Faktor penyebab alergi :
a) Genetik : jika orang tua mengidap alergi resiko anak terkena alergi
lebih dari 60% . Sedangkan jika orang tua tidak mengidap alergi, anak
hanya beresiko alergi sebesar 15 %.
b) Lingkungan : alergen
c) Faktor lain : kebiasaan merokok, polusi, infeksi dan hormone
 Apa yang terjadi selama reaksi alergi?
a) Tubuh menghasilan antibodi jenis tertentu, yaitu IgE untuk mengikat
allergen
b) Antibodi menempel ke bentuk sel darah (sel mast). Sel mast
ditemukan di saluran udara atau usus sehingga daerah tersebut
rentan terhadap paparan allergen
c) Mengikat allergen ke IgE yang melekat pada sel mast, sehingga sel
mast mengeluarkan berbagai senyawa kimia seperti histamine dan
leukotriene ke dalam darah sehingga menyebabkan reaksi alergi.
Selamat Belajar!

Anda mungkin juga menyukai