Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Respon terhadap cedera jaringan dan infeksi biasa kita sebut dengan inflamasi.
Meskipun ada hubungan antara inflamasi dan infeksi, tetapi tidak boleh dianggap sama. Infeksi
disebabkan oleh mikroorganisme yang menyebabkan inflamasi, tetapi tidak semua inflamasi
disebabkan oleh infeksi. Inflamasi distimulasi oleh faktor kimia (histamin, bradikinin, serotonin,
leukotrien, dan  prostaglandin) yang dilepaskan oleh sel yang berperan sebagai mediator radang
di dalam sistem kekebalan untuk melindungi jaringan sekitar dari penyebaran infeksi(Tjay dan
Kirana,2007).

Ketika  proses inflamasi berlangsung, terjadi reaksi vaskular dimana cairan, elemen-
elemen darah, sel darah putih (leukosit) dan mediator kimia berkumpul pada tempat cedera
jaringan atau infeksi. Saat terjadi inflamasi terdapat lima tanda umum dari inflamsai yaitu
dolor(nyeri), kalor (panas), tumor(bengkak), rubor(kebiruan), dan fungsio lesa (hilangnya fungsi).
Kesemua rasa tersebut mengakibatkan pasien yang mengalami inflamasi menglami hal yang
tidak nyaman.

Oleh karena itu, bidang kesehatan khususnya farmasi mengembangkan obat untuk
meringankan gejala dari inflamasi agar tidak terlalu sakit lagi. Sebagai seorang farmsis kita
diwajibkan untuk tahu sistem kerja, jenis, dan onset dari masing masing obat antiinflamasi agar
dapat memberikan obat kepada pasien deengan diagnosa yang tepat. Karena itulah, sangat
penting dilakukannya praktikun uji obat antiinflamasi ini dan meemahaminya dengan sungguh
sungguh.

1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah praktikan mampu mempelajari daya antiinflamasi obat pada
hewan coba.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori

2.1.1 Pengertian Antinflamasi

Inflamasi adalah respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan
jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung (sekuestrasi) baik agen
pencedera maupun jaringan yang cedera itu. Apabila jaringan dalam tubuh mengalami cedera
misalnya karena terbakar, teriris atau karena infeksi kuman, maka pada jaringan tersebut akan
terjadi rangkaian reaksi yang memusnahkan agen yang membahayakan jaringan atau yang
mencegah agen menyebar lebih luas. Reaksi-reaksi ini kemudian juga menyebabkan jaringan
yang cedera diperbaiki atau diganti dengan jaringan baru. Rangkaian reaksi ini disebut radang.
Inflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi atau merusak organisme yang menyerang,
menghilangkan zat iritan, dan mengatur derajat perbaikan jaringan ( Mycek, 2001 ).
Apabila jaringan cedera misalnya karena terbakar, teriris atau karena infeksi kuman,
maka pada jaringan ini akan terjadi rangkaian reaksi yang memusnahkan agen yang
membahayakan jaringan atau yang mencegah agen menyebar lebih luas. Reaksi-reaksi ini
kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera diperbaiki atau diganti dengan jaringan baru.
Rangkaian reaksi ini disebut radang (Rukmono, 2000).
Agen yang dapat menyebabkan cedera pada jaringan, yang kemudian diikuti oleh radang
adalah kuman (mikroorganisme), benda (pisau, peluru, dsb.), suhu (panas atau dingin), berbagai
jenis sinar (sinar X atau sinar ultraviolet), listrik, zat-zat kimia, dan lain-lain. Cedera radang yang
ditimbulkan oleh berbagai agen ini menunjukkan proses yang mempunyai pokok-pokok yang
sama, yaitu terjadi cedera jaringan berupa degenerasi (kemunduran) atau nekrosis (kematian)
jaringan, pelebaran kapiler yang disertai oleh cedera dinding kapiler, terkumpulnya cairan dan
sel (cairan plasma, sel darah, dan sel jaringan) pada tempat radang yang disertai oleh proliferasi
sel jaringan makrofag dan fibroblas, terjadinya proses fagositosis, dan terjadinya perubahan-
perubahan imunologik (Rukmono, 2000).

2.1.2 Ciri Ciri Infamasi


Gambaran makroskopik peradangan sudah diuraikan 2000 tahun yang lampau.
Tanda-tanda radang ini oleh Celsus, seorang sarjana Roma yang hidup pada abad pertama
sesudah Masehi, sudah dikenal dan disebut tanda-tanda radang utama. Tanda-tanda
radang ini masih digunakan hingga saat ini. Tanda-tanda radang mencakup rubor
(kemerahan), kalor (panas), dolor (rasa sakit), dan tumor (pembengkakan). Tanda pokok
yang kelima ditambahkan pada abad terakhir yaitu functio laesa (perubahan fungsi)
( Mitchell, 2003).
Umumnya, rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah
yang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran arteriola
yang mensuplai darah ke daerah peradangan. Sehingga lebih banyak darah mengalir ke
mikrosirkulasi lokal dan kapiler meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah.
Keadaan ini disebut hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena
peradangan akut (Abrams, 2005).
Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut. Kalor
disebabkan pula oleh sirkulasi darah yang meningkat. Sebab darah yang memiliki suhu
37oC disalurkan ke permukaan tubuh yang mengalami radang lebih banyak daripada ke
daerah normal (Rukmono, 2000).
Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang
ujung-ujung saraf. Pengeluaran zat seperti histamin atau zat bioaktif lainnya dapat
merangsang saraf. Rasa sakit disebabkan pula oleh tekanan yang meninggi akibat
pembengkakan jaringan yang meradang (Rukmono, 2000).
Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar ditimbulkan
oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial.
Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat
meradang (Rukmono, 2000).
Berdasarkan asal katanya, functio laesa adalah fungsi yang hilang (Dorland,
2002). Functio laesa merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal. Akan tetapi belum
diketahui secara mendalam mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang meradang
(Abrams, 2005).

2.1.3 Mekanisme Terjadinya Inflamasi

Secara garis besar, peradangan ditandai dengan vasodilatasi


pembuluh darah lokal yang mengakibatkan terjadinya aliran darah setempat yang
berlebihan, kenaikan permeabilitas kapiler disertai dengan kebocoran cairan dalam
jumlah besar ke dalam ruang interstisial, pembekuan cairan dalam ruang interstisial yang
disebabkan oleh fibrinogen dan protein lainnya yang bocor dari kapiler dalam jumlah
berlebihan, migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit ke dalam jaringan, dan
pembengkakan sel jaringan. Beberapa produk jaringan yang menimbulkan reaksi ini
adalah histamin, bradikinin, serotonin, prostaglandin, beberapa macam produk reaksi
sistem komplemen, produk reaksi sistem pembekuan darah, dan berbagai substansi
hormonal yang disebut limfokin yang dilepaskan oleh sel T yang tersensitisasi (Guyton,
1997).
Proses inflamasi ini juga dipengaruhi dengan adanya mediator-mediator yang
berperan, di antaranya adalah sebagai berikut (Abrams, 2005) :
 amina vasoaktif: histamin & 5-hidroksi tritophan (5-HT/serotonin). Keduanya
terjadi melalui inaktivasi epinefrin dan norepinefrin secara bersama-sama
 plasma protease: kinin, sistem komplemen & sistem koagulasi fibrinolitik,
plasmin, lisosomalesterase, kinin, dan fraksi komplemen
 metabolik asam arakidonat: prostaglandin, leukotrien (LTB4 LTC4, LTD4,
LTE4 , 5-HETE (asam 5-hidroksi-eikosatetraenoat)
 produk leukosit – enzim lisosomal dan limfokin
 activating factor dan radikal bebas
Banyak obat – obat antiinflamasi yang bekerja dengan jalan menghambat sintesis
salah satu mediator kimiawi yaitu prostaglandin. Sintesis prostaglandin yaitu (Mycek,
2001) :
Asam arakidonat , suatu asam lemak 20 karbon adalah prekursor utama
prostaglandin dan senyawa yang berkaitan. Asam arakidonat terdapat dalam komponen
fosfolipid membran sel, terutama fosfotidil inositol dan kompleks lipid lainnya. Asam
arakidonat bebas dilepaskan dari jaringan fosfolipid oleh kerja fosfolipase A2 dan asil
hidrolase lainnya. Melalui suatu proses yang dikontrol oleh hormon dan rangsangan
lainnya. Ada 2 jalan utama sintesis eukosanoid dari asam arakidonat
1. Jalan siklo-oksigenase
Semua eikosanoid berstruktur cincin sehingga prostaglandin, tromboksan, dan
prostasiklin disintesis melalui jalan siklo – oksigenase. Telah diketahui dua siklo-
oksigenase : COX-1 dan COX-2 Yang pertama bersifat ada dimana – mana dan
pembentuk, sedangkan yang kedua diinduksi dalam respon terhadap rangsangan
inflamasi.
2. Jalan lipoksigenase
Jalan lain, beberapa lipoksigenase dapat bekerja pada asam arakidonat untuk
membentuk HPETE, 12-HPETE dan 15-HPETE yang merupakan turunan peroksidasi
tidak stabil yang dikorvensi menjadi turunan hidroksilasi yang sesuai (HETES) atau
menjadi leukotrien atau lipoksin, tergantung pada jaringan.
2.1.4 Obat – Obat Antiinflamasi

Obat anti inflamasi (anti radang) non steroid, atau yang lebih dikenal dengan

sebutan NSAID (Non Steroidal Anti-inflammatory Drugs)/AINS adalah suatu golongan obat

yang memiliki khasiat analgesik (pereda nyeri), anti piretik (penurun panas), dan anti inflamasi

(anti radang). Istilah "non steroid" digunakan untuk membedakan jenis obat-obatan ini dengan

steroid, yang juga memiliki khasiat serupa. AINS bukan tergolong obat-obatan jenis narkotika.

Inflamasi adalah salah satu respon utama dari system kekebalan tubuh terhadap infeksi atau

iritasi(Abrams, 2005).

OAINS dikelompokkan kedalam beberapa golongan kimiawi. Meskipun terdapat banyak


perbedaan dalam kinetik OAINS, semuanya memiliki kesamaan dalam beberapa sifat umum.
Metabolisme OAINS terutama dilanjutkan oleh famili CYP3A atau CYP2C dari enzim P450
dihati. Meskipun eksresi ginjal merupakan jalur eliminasi terakhir yang paling penting, hampir
semua OAINS mengalami eksresi dan reabsorbsi bilier yang bervariasi. Kebanyakan OAINS
sangat terikat pada protein (~98%) biasanya kepada albumin. Semua OAINS dapat ditemukan
dalam cairan sinovial setelah pemberian dosis berulang. Obat – obat yang digunakan untuk
sebagai anti inflamasi non steroid antara lain ( Mycek, 2001 ):

1.    Aspirin dan salisilat lain

Mekanisme kerjanya : efek antipiretik dan anti inflamasi salisilat terjadi karena penghambatan
sintesis prostaglandindi pusat pengatur panas dan hipotalamus dan perifer di daerah target. Lebih
lanjut,  dengan menurunkan sintesis prostaglandin, salisilat juga mencegah sensitisasi reseptor
rasa sakit  terhadap rangsangan mekanis dan kimiawi.

2.    Derivat asam propionat

Obat – obat ini menghambat reversible siklo-oksigenase dan karena itu, seperti aspirin
menghambat sintesis prostaglandin tetapi tidak menghambat leukotrien.

3.    Asam Indolasetat

Yang termasuk dalam grup obat  - obat ini adalah indometasin, sulindak dan etolondak. Semua
mempunyai aktivitas antiinflamasi , analgetik dan antipiretik. Bekerja dengan cara menghambat
siklo-oksigenase secara reversible. Umumnya tidak digunakan untuk menurunkan demam.

4.    Derivat oksikam


Pada waktu ini, hanya piroksikam yang tersedia di amerika serikat. Anggota lain dalam grup ini
sedang diselidiki dan mungkin akan disediakan juga. Mekanisme kerjanya belum jelas, tetapi
piroksikam digunakan untuk pengobatan artritis rematoid, spondilitis ankilosa, dan osteoartritis.

5.    Fenamat

Asam mefenamat dan meklofenamat tidak mempunyai anti inflamasi dibandingkan obat AINS
yang lain. Efek samping seperti diare dapat berat dan berhubungan dengan peradangan abdomen.

6.    Fenilbutazon

Fenilbutazon mempunyai efek anti inflamasi  kuat tetapi tetapi aktivitas analgetik dan
antipiretiknya lemah. Obat ini bukan merupakan obat first line.

7.    Obat – obat lain

a.    Diklofenak : Penghambat siklo – oksigenase. Diklofenak digunakan untuk pengobatan jangka
lama arthritis rematoid, osteoartritis, dan spondilitis ankilosa.

b.    Ketorolak : Obat ini bekerja sama seperti obat AINS yang lain

c.    Tolmetin dan nabumeton : Tolmetin dan nabumeton sama kuatnya dengan aspirin dalam
mengobati artritis rematoid atau osteoartritis dewasa.
Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di bagian korteks
kelenjar adrenal sebagai tanggapan atas hormone adrenokortikotropik (ACTH) yang dilepaskan
oleh kelenjar hipofisis atau atas angiotensin II. Hormone ini berperan pada banyak system
fisiologis pada tubuh, misalnya tanggapan terhadap stress, tanggapan system kekebalan tubuh
dan pengaturan inflamasi, metabolisme karbohidrat, pemecahan protein, kadar elektrolit darah,
serta tingkah laku. Dengan efek yang sama, bahkan berlipat ganda, maka kortikosteroid sanggup
mereduksi sistem imun (kekebalan tubuh) dan inflamasi (Chang dan Daly, 2009).

Obat kortikosteroid anti-inflamasi, seperti kortisol dan prednisone menghambat pengaktifan


fosfolipase A2 dengan menyebabkan sintesis protein inhibitor yang disebut lipokortin. Lipokortin
menghambat aktifitas fosfolipase sehingga membatasi produksi PG. Preparat steroid juga
mengganggu fungsi limfosit sehingga produksi IL menjadi lebih sedikit. Keadaan ini mengurangi
komunikasi antar limfosit dan proliferasi limfosit. Oleh karena itu, pasien uang menggunakan
steroid dalam jangka pnjang lebih rentang terkena infeksi. (Chang dan Daly, 2009).

2.1.5 Karagenin
Uji utama yang sering dipakai dalam menapis zat antiradang nonsteroid baru,
mengukur kemampuan suatu senyawa untuk mengurangi edema lokal pada cengkraman tikus
yang disebabkan oleh suntikan zat pengiritasi karagenan, yaitu suatu mukopolisakarida yang
diperoleh dari lumut laut Irlandia, Chondrus crispus. Zat antiradang yang paling banyak
digunakan diklinik untuk menekan edema macam ini. Sifat antiradang indometasin, yaitu zat
antiradang nonsteroid yang banyak dipakai, pada mulanya ditentukan uji karagenan. (Hamor,
G.H., 1996).

Karagenan polisakarida dari algae, suatu ekstrak rumput laut, yang memiliki sejumlah manfaat,
terutama dalam industri makanan dan sejenisnya. Karagenan adalah suatu senyawa hidrokoloid
yang terdiri atas ester kalium, natrium dan magnesium atau kalsium sulfat dengan galaktosa dan
kopolimer 3,6 anhidrogalaktosa (Fajar RP, 2005). Menurut Guiseley et. alkaragenan adalah
polisakarida dengan rantai lurus (linier) yang terdiri dari D-glukosa 3.6 anhidrogalaktosa dan
ester sulfat.

Berdasarkan kandungan sulfatnya, karagenan dibedakan menjadi 2 fraksi kappa karagenan


dengan kandungan sulfat kurang dari 28% dan iota karagenan dengan kandungan sulfat lebih
dari 30%. Sedangkan menurut Peterson and Johnson, berdasarkan struktur pendulangan unit
polisakarida, karagenan dapat dibagi menjadi tiga fraksi utama (k-(kappa), λ-(Lambda), dan ί-
(iota) karagenan. Secara prinsip fraksi-fraksi karagenan ini berbeda dalam nomor dan posisi grup
ester. (Jatilaksono, 2007).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Farmakologi dan Toksikologi yang berjudul “ANALISIS EFEK OBAT ANTIINFLAMASI
PADA HEWAN COBA” Ini dilaksanakan pada hari Kamis, 22 April 2020. Praktikum ini dilaksanakan di
Laboratorium Farmasi Klinik Jurusan Farmasi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

3.2 Alat

Alat alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah

3.2.1 Plestimograph

3.2.2 Alat suntik

3.3 Bahan

Bahan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah

3.3.1 Karagenin 1% dalam tilosa 1%

3.3.2 Indometasin 1%

3.3.3 Deksaetason

3.3.4 Aspirin dalam tilosa 1%

3.4 Hewan Coba

Hewan coba yang digunakan adalah tikus jantan wistar 200-300 gram
3.5 cara kerja

Sampel

----4 ekor tikus ditimbang dan kedua kaki belakang diberi tanda diatas lutut

----tikus kontrol (n=1) telapak kaki kanan disuntik dengan karagenin 0,1 ml dan diukur segera
volume odem dengan mencelupkan telapak kaki (sampai tanda ) ke dalam air raksa pada alat
pletismograph. Pengukuran diulangi pada 3 jam kemudian. Untuk telapak kaki kiri, disuntik dengan
0,1% dan diukur volume telapak kaki seperti diatas

----tikus perlakuan, tikus dibagi menjadi 3 kelompok. Tiap kelompok diberi obat intra peritonial
dengan volume suntikan 40 ml/kg BB seperti berikut :

Aspirin

Indometasin 12,5 mg/kg BB

Deksametaso 4 mg/kg BB

----satu jam sesudah pemberian obat’ tikus disuntik dengan karagenin seperti diatas (no 2)
pengukuran volume udem dilakukan segera dan 3 jam setelah pemberian karagenin

----tugas praktikan

a. menghitung persen penghambataninflamasi untuk tiap obat pada tiap dosis uji
b. b Jika daya antiinflamasi aspirrn diberi skor absolut, hitung potensi relative tiap obat pada tiap
dosis

Hasil
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Pengamatan

1. Volume Udem kaki Kontrol (CMC Na)

Volume Udem Kaki Kontrol = Vol. setelah diberi penginduksi


radang – Vol. kaki awal

2,7+2,8+2,8+2,5+ 2,3+1,7+1,8
- Tikus 2 = −¿ 0,9 ml
7
= 2,37– 0,9 ml = 1,47ml

2. Volume Udem Kaki Uji (Aspirin)

Volume Udem Kaki Uji = Vol. setelah diberi penginduksi radang


dan bahan uji – Vol. kaki awal

2,8+2,9+2,6+2,4 +1.9+1,4+ 0,95


- Tikus 3 = −¿1,0 ml
7
= 2,13 ml – 1,0 ml = 1,13 ml

3. Volume Udem Kaki Uji (Indometasin)

Volume Udem Kaki Uji = Vol. setelah diberi penginduksi radang


dan bahan uji – Vol. kaki awal

2,5+2,5+2,1+1,5+1,1+0,85+0,9
- Tikus 3 = −¿0,9 ml
7
= 1,63 ml – 0,9 ml = 0,73 ml

4. Volume Udem Kaki Uji (Dexametason)

Volume Udem Kaki Uji = Vol. setelah diberi penginduksi radang


dan bahan uji – Vol. kaki awal

2,4+2,2+1,6+1,0+ 0 , 95+0,85+0,9
- Tikus 3 = −¿ 0,9 ml
7
= 1,41 ml – 0,9 ml = 0,51 ml

5. Volume Udem
Volume udem = Vol. udem kaki kontrol – Vol. udem kaki uji

1. Volume udem dari kelompok Aspirin

Tikus 3 = 1,47 ml – 1,13 ml

= 0,34 ml

2. Volume udem dari kelompok Indometasin


Tikus 3 = 1,47 ml – 0,73 ml
= 0,74 ml

3. Volume udem dari kelompok Dexametason


Tikus 3 = 1,47 ml – 0,51 ml
= 0,96 ml

6. % Hambatan/Efektivitas

X−Y
% Hambatan/Efektivitas = x 100%
X
X: Volume udem kelompok kontrol

Y: Volume udem kelompok uji

% Hambatan/Efektivitas

1. Volume udem dari kelompok aspirin

Tikus 3 = 1, 47 ml – 1,13 ml x 100% = 23%


1,47

1. Volume udem dari kelompok Indometasin

1,47 ml−0,73 ml
Tikus 3 = x 100 %=50 %
1,47 ml
2. Volume udem dari kelompok Dexametason

1,47 ml−0 ,51 ml


Tikus 3 = x 100 %=65 %
1,47 ml

4.2 Pembahasan

Inflamasi merupakan tindakan protektif yang berperan dalam melawan agen penyebab jejas sel.
Inflamasi melakukan misi pertahanannya dengan cara melarutkan, menghancurkan, atau menetralkan
agen patologis . Fenomena yang terjadi dalam proses inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskular,
meningkatnya permeabilitas kapiler dan migrasi leukosit menuju jaringan radang. Tanda-tanda dari
proses inflamasi antara lain rubor, kalor, tumor, dolor, dan functio laesa. Rubor, kalor, dan tumor pada
inflamasi akut terjadi karena peningkatan aliran darah dan edema (Utami dkk,2011).

Saat berlangsungnya feomena inflamasi ini banyak mediator kimiawi yang dilepaskan secara
lokal seperti histamin, 5-hidroksitriptamin (5HT) atau serotonin, faktor kemotaktik, bradikinin,
leukotrien, dan prostaglandin. Inflamasi dapat dibedakan menjadi akut dan kronik. Inflamasi akut
memiliki onset dan durasi lebih cepat. Inflamasi akut dapat terjadi beberapa menit hingga beberapa
hari, ditandai dengan adanya cairan eksudasi protein plasma maupun akumulasi leukosit neutrofilik yang
dominan. Inflamasi kronik memiliki durasi yang lebih lama (hari hingga tahun). Inflamasi kronis dapat
bersifat berbahaya. Tipe dari inflamasi kronik ditentukan oleh peningkatan limfosit dan makrofag yang
berhubungan dengan proliferasi vaskular dan fibrosis (Utami dkk,2011).

Oedema adalah pembengkakan yang disebabkan oleh penimbunan cairan didalam


tubuh(Rustono dkk, 2019). Karagenan merupakan suatu mukopolisakarida yang diperoleh dari
rumput laut merah Irlandia (Chondrus crispus). Karagenan juga merupakan suatu zat asing
(antigen) yang bila masuk ke dalam tubuh akan merangsang pelepasan mediator radang seperti
histamin sehingga menimbulkan radang akibat antibodi tubuh bereaksi terhadap antigen tersebut
untuk melawan  pengaruhnya. Karagenan terbagi atas tiga fraksi, yaitu kapaa karagenan, iota
karagenan, dan lambda karagenan. Praktikum ini menggunakan karagenin sebagai induksi
inflamasi pada kaki tikus uji (Zhao dkk, 2018).
4.2.1 Mencit Perlakuan Aspirin
Aspirin tergolong obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS) yang banyak dikonsumsi
masyarakat untuk mengobati penyakit rematik. Selain sebagai anti-inflamasi, aspirin merupakan
agen anti-trombotik yang banyak dipergunakan pada penyakit jantung koroner (PJK) untuk
mencegah terjadinya agregasi trombosit. Penggunaan aspirin lebih sering ditujukan untuk
mengatasi rasa nyeri, meskipun aspirin juga merupakan antipiretik yang efektif. Food Drugs
Administration (FDA) telah menyetujui penggunaan aspirin dosis 325 mg/hari untuk pencegahan
primer pada infark miokard dan menganjurkan agar penggunaan obat ini dilakukan secara hati-
hati oleh masyarakat umum. Obat ini sebaiknya digunakan bila telah diresepkan oleh dokter, dan
dipakai sebagai tambahan untuk mengurangi risiko kejadian vaskuler sekunder antara lain infark
miokard akut (IMA)(Lintong dkk,2013).
Mekanisme kerja dari aspirin berhubungan dengan kemampuannya untuk menginaktivasi
secara permanen aktivitas cyclooxygenase (COX), yaitu sintase PGH1 dan sintase PGH2 yang
meliputi COX-1 dan COX-2. Kedua isoenzim tersebut mengkatalisis biosintesis prostanoid
(mengubah asam arakidonat menjadi PGH2). PGH2 adalah prekursor dari PGD2, PGE2, PGF2α,
PGI2, dan TXA2. Aspirin memiliki efek utama antitrombotik dengan mengasetilasi secara
irreversible gugus hidroksil dari residu serin tunggal pada posisi 529 dalam rantai polipeptida
sintase platelet COX-1 sehingga menurunkan sintesis TXA2 yang berperan penting sebagai
vasokonstriktor dan agregator platelet yang poten.6–8 Dosis aspirin sebagai antiagregasi platelet
adalah 75–325 mg/hari (Yunita dkk, 2015).
4.2.2 Mencit dengan Perlakuan Indometasin
Indometasin adalah obat yang memiliki efek sebagai antiinflamasi. Berdasarkan efek
tersebut, indometasin sering ditambahkan secara ilegal ke dalam produk obat herbal yang
memiliki khasiat untuk menghilangkan pegal linu atau rematik. Indometasin merupakan salah
satu obat NSAIDs (Non-Steroidal Anti-Inflammatory Drugs) derivat indolilasetat. Mekanisme
kerja dari indometasin adalah sebagai penghambat COX nonselektif yang poten sehingga dapat
menurunkan pembentukan prekusor prostaglandin (Wahyudie dkk,2013).
4.2.3 Mencit dengan Perlakuan Dexametason
Deksametason merupakan kortikosteroid dari golongan glukokortikoid yang mempunyai
efek anti-inflamasi yang adekuat. Pemberian deksametason akan menekan pembentukan
bradikinin dan juga pelepasan neuropeptida dari ujung-ujung saraf, hal tersebut dapat
menimbulkan rangsangan nyeri pada jaringan yang mengalami proses inflamasi. Penekanan
produksi prostaglandin oleh deksametason akan menghasilkan efek analgesia melalui
penghambatan sintesis enzim cyclooksigenase di jaringan perifer tubuh. Deksametason juga
menekan mediator inflamasi seperti tumor necrosis factor-α (TNF-α), interleukin 1-β (IL-1 β),
dan interleukin-6 (IL-6)(Elangga dkk, 2015).
4.2.3 Perbandingan Efektivitas Obat Inflamasi
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini praktikan telah mampu
mempelajari daya antiinflamasi obat pada hewan coba. Peraktikum ini menggunakan tiga obat
antiinflamasi steroid dan non steroid, yaitu untuk golongan NSAID memakai aspirin dan
indometasin, sedangkan untuk obat kortikosteroid yaitu deksametason.

Anda mungkin juga menyukai