Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Inflamasi adalah proses yang kompleks, yang sering dikaitkan dengan rasa
sakit dan melibatkan kejadian seperti peningkatan permeabilitas pembuluh darah,
peningkatan denaturasi protein dan perubahan membran (Leelaprakash & Mohan
Dass, 2011).Inflamasi yaitu keadaan atau proses dimana tubuh menunjukkan
tanda sedang sakit (Aldi, 2016). Inflamasi yaitu terjadinya respon terhadap
rangsangan yang merusak secara kimia, fisika dan biologi. Rangsangan yang
merusak tersebut menyebabkan pecahnya sel mast dan melepaskan mediato-
mediator radang dan enzim lisosom yang berperan pada proses inflamasi
(Harbone, 1997).
Faktor yang dapat menyebabkan cedera pada jaringan, yang kemudian
diikuti oleh inflamasi adalah patogen, iritan kimia (asam dan basa kuat, fenol,
racun) dan iritan fisika (trauma, benda asing, dingin, arus listrik, radiasi).
Inflamasi adalah upaya perlindungan tubuh untuk menghilangkan rangsangan
.merugikan serta memulai proses penyembuhan untuk jaringan (Rizki et al.,
2018). Pada umumnya pengobatan yang dipakai untuk mengatasi terjadinya
inflamasi adalah obat modern dari golongan obat anti inflamasi non steroid
(OAINS) dan steroid yang berguna untuk mengurangi pembengkakan dan rasa
sakit peradangan. Tetapi obat-obatan ini membawa risiko toksisitas
gastrointestinal, toksisitas jantung dan lainnya untuk penggunaan yang
berkepanjangan. Oleh karena itu, tumbuhan lebih banyak dipilih sebagai obat
alternatif dan alami untuk pengobatan berbagai penyakit, tetapi masih kurangnya
kebenaran khasiat tumbuhan tersebut secara ilmiah (Madhavi, 2012).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksud dengan inflamasi ?
2. Apa saja gejala-gejala inflamasi ?
3. Jelaskan mekanisme dari inflamasi ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari inflamasi
2. Untuk mengetahui gejala-gejala dari inflamasi
3. Untuk mengetahui mekanisme inflamasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Inflamasi
2.1.1 Pengertian Inflamasi
Inflamasi adalah reaksi jaringan tubuh tehadap luka, seperti trauma fisik,
benda asing, zat kimia, pembedahan, radiasi, atau arus listrik. Tujuan akhir dari
respon inflamasi adalah menarik protein plasma dan fagosit ke tempat yang
mengalami cedera atau terinvasi agar keduanya dapat mengisolasi,
menghancurkan, atau menginaktifkan antigen yang masuk, membersihkan debris
dan mempersiapkan jaringan untuk proses penyembuhan (Robbins, 2007).
Inflamasi merupakan respons protektif setempat yang ditimbulkan oleh
cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau
mengurung (sekuestrasi) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu
(Dorland, 2002). Inflamasi merupakan sebuah reaksi yang kompleks dari sistem
imun tubuh pada jaringan vaskuler yang menyebabkan akumulasi dan aktivasi
leukosit serta protein plasma yang terjadi pada saat infeksi, keracunan maupun
kerusakan sel (Abbas dkk, 2014). Respon ini merupakan usaha tubuh untuk
menginaktivasi/merusak organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan,
dan mengatur derajat perbaikan jaringan (Mycek dkk, 2001).

2.1.2 Gejala- Gejala Inflamasi


Inflamasi ditandai oleh adanya vasodilatasi lokal yang mengakibatkan
terjadinya aliran darah setempat yang berlebihan (peningkatan permeabilitas
kapiler). Tanda umum yang terjadi pada proses inflamasi yaitu rubor
(kemerahan), tumor (pembengkakan), kalor (panas setempat yang berlebihan),
dolor (rasa nyeri), dan functiolaesa (gangguan fungsi/kehilangan fungsi jaringan
yang terkena).
a. Rubor (kemerahan), merupakan tahap pertama dari proses inflamasi yang
terjadi karena darah terkumpul di daerah jaringan yang cedera akibat dari
pelepasan mediator kimia tubuh (kinin, prostaglandin, histamin). Ketika
reaksi radang timbul maka pembuluh darah melebar (vasodilatasi) sehingga
lebih banyak darah yang mengalir ke dalam jaringan yang cedera.
b. Tumor (pembengkakan), merupakan tahap kedua dari inflamasi yang ditandai
adanya aliran plasma ke daerah jaringan yang cedera.
c. Kalor (panas), disebabkan oleh bertambahnya pengumpulan darah
(banyaknya darah yang disalurkan), atau karena pirogen yang menggangu
pusat pengaturan panas pada hipotalamus.
d. Dolor (nyeri), disebabkan banyak hal seperti : perubahan lokal ion-ion
tertentu, hiperalgesia, dan pembengkakan jaringan yang meradang.
e. Functiolaesa (gangguan fungsi/kehilangan fungsi jaringan yang terkena),
karena adanya perubahan, gangguan, kegagalan fungsi, pada daerah yang
bengkak dan sakit disertai dengan adanya sirkulasi yang abnormal akibat
penumpukan dan aliran darah yang meningkat maka akan menghasilkan
lingkungan lokal yang abnormal sehingga jaringan yang terinflamasi tersebut
tidak dapat berfungsi secara normal (Price dan Wilson, 2005).

2.1.3 Patofisiologi Inflamasi


Terdapat dua stadium pada reaksi inflamasi akut, yaitu vaskular dan
selular. Stadium vaskular pada respon inflamasi dimulai segera setelah jaringan
mengalami cedera. Arteriol di daerah tersebut berdilatasi, sehingga terjadi
peningkatan aliran darah ke tempat cedera. Hal ini menyebabkan timbulnya gejala
rubor (kemerahan) dan kalor (panas). Vasodilatasi ini terutama akibat pelepasan
bahan kimia dari degranulasi sel mast dan pelepasan mediator-mediator kimia lain
selama inflamasi. Peningkatan aliran darah lokal tersebut menyebabkan lebih
banyak leukosit fagositik dan protein plasma yang tiba di tempat cedera. Pada
waktu yang bersamaan, histamin dan mediator kimia yang dibebaskan selama
inflamasi menyebabkan membesarnya pori-pori kapiler (ruang antar sel endotel),
sehingga permeabilitas kapiler meningkat. Protein plasma yang dalam keadaan
normal tidak dapat keluar dari pembuluh darah dapat lolos ke ruang interstisium.
Peningkatan tekanan osmotik koloid di ruang interstisium yang disebabkan oleh
kebocoran protein plasma dan peningkatan tekanan darah kapiler akibat
peningkatan aliran darah lokal dapat menimbulkan udem lokal yang disebut juga
turgor (pembengkakan) (Corwin & Elizabeth, 2008).
Stadium selular dimulai setelah peningkatan aliran darah ke bagian yang
mengalami cedera. Leukosit dan trombosit tertarik ke daerah tersebut karena
bahan kimia yang dilepaskan oleh sel yang cedera, sel mast dan produksi sitokin.
Penarikan leukosit yang meliputi neutrofil dan monosit ke daerah cedera disebut
kemotaksis. Satu jam setelah cedera, daerah yang cedera sudah dipadati oleh
leukosit yang keluar dari pembuluh darah. Neutrofil adalah sel yang pertama kali
tiba kemudian diikuti oleh monosit yang dapat membesar dan berubah menjadi
makrofag dalam periode delapan sampai dua belas jam berikutnya. Emigrasi
leukosit dari darah ke jaringan melibatkan proses marginasi, diapedesis dan
gerakan amuboid. Marginasi adalah melekatnya leukosit darah, terutama neutrofil
dan monosit ke bagian dalam lapisan endotel kapiler pada jaringan yang cedera.
Leukosit segera keluar dari darah ke dalam jaringan dengan berprilaku seperti
amuba dan menyelinap melalui pori-pori kapiler yang disebut diapadesis. Gerakan
leukosit ini juga dibantu oleh adanya kemokin, yaitu suatu mediator kimiawi yang
bersifat kemotaksis yang dapat menarik leukosit ke daerah inflamasi. Neutrofil
dan makrofag membersihkan daerah yang meradang dari zat toksik dan debris
jaringan dengan cara fagositosis. Setelah sel-sel fagositik memasukkan benda
sasaran, terjadi fusi lisosom dengan membran yang membungkus benda tersebut
dan lisosom mengeluarkan enzim hidrolitiknya ke dalam vesikel dalam membrane
tersebut, sehingga benda yang terperangkap dapat diuraikan. Trombosit yang
masuk ke daerah cedera merangsang pembekuan untuk mengisolasi infeksi dan
mengontrol pendarahan. Sel-sel yang tertarik ke daerah cedera akhirnya akan
berperan melakukan penyembuhan (Corwin & Elizabeth, 2008).
Gambar 1. Mekanisme Inflamasi (Pringgoutomo, 2000).

2.2 Obat Antiinflamasi

a. Obat Anti-inflamasi Steroid

Kortikosteroid disintesis secara alami di korteks adrenal dan merupakan


hasil biosintesis dari kolesterol, dengan contoh hidrokortison dan kortison,
yang banyak digunakan untuk pengobatan inflamasi karena dapat
menghambat fase-fase dalam proses inflamasi. Bentuk-bentuk semi sintesis
dari hormon ini lebih banyak digunakan antara lain deksametason dan
prednison. Mekanisme kerja anti-inflamasi steroid adalah menghambat
pelepasan prostaglandin dari membran sel dengan cara membatasi
ketersediaan substrat asam arakidonat. Anti-inflamasi ini juga mengurangi
ketersediaan substrat untuk enzim lain yang memetabolisir asam arakidonat
seperti lipoksigenase yang tidak terhambat oleh aspirin dan obat jenis lainnya
(Gilman et al., 1985).
b. Obat Anti-inflammasi Non-Steroid

Obat-obat yang termasuk golongan ini adalah asam salisilat, indometasin,


asam mefenamat, fenilbutason dan diklofenak. Mekanisme kerja obat ini
adalah menahan migrasi dari mediator-mediator inflamasi, menghambat
pembentukan mediator inflamasi dan mengurangi aktivitas protease inflamasi.
Obat-obat tersebut juga diyakini menghambat fosfolirasi oksidatif yang
meniadakan energi metabolisme yang diperlukan oleh jaringan inflamasi
(Gilman et al.,1985).
2.3 Tumbuhan Antiinflamasi
1) Tapak Liman
 Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonale
Subkelas : Asteridae
Bangsa : Asterales
Familia : Asteraceae
Genus : Elephantopus
Spesies :Elephantopus scaber L.
 Nama Daerah:
Sumatera: Tutup bumi (Melayu), Jawa: Balagaduk, jukut,
cangcang-cangcang, tapak liman (Sunda), tapak liman, tapak
tangan (Jawa), talpak tana (Madura). Indonesia: tapak liman
(Depkes RI, 1989).
 Morfologi
Terna, tegak dengan rimpang yang menjalar, tinggi 10 cm sampai
80 cm, batang kaku, berbulu panjang dan rapat, bercabang. Daun
berkumpul dibawah, membentuk roset, bentuk daun jorong, bundar
telur sungsang, panjang 3 cm sampai 38 cm, lebar 1 cm sampai 6
cm, permukaan daun agak berbulu. Perbungaan berupa bonggol,
banyak, bentuk bulat telur dan sangat tajam, daun pelindung kaku,
daun pembalut dari tiap bunga kepala berbentuk jorong, lanset,
sangat tajam dan berselaput, 4 daun pembalut dibagian luar
panjang 5 mm, tidak berbulu, 4 daun pembalut dibagian dalam
panjang 10 mm, berbulu rapat; panjang mahkota bunga 7 mm
sampai 9 mm, berbentuk tabung, berwarna putih, ungu kemerahan,
ungu pucat. Buah merupakan buah longkah, panjang 4 mm,
berbulu; papus berbulu kasar 5, kadang-kadang melebar pada
bagian pangkalnya, kaku berbulu, panjang 5 mm sampai 6 mm
(Depkes RI, 1989; Yuniarti, 2008).
 Kandungan kimia dari tapak liman adalah flavonoidluteolin-7
glukosida, epipriedelinol, lupeol, stigmaserin, triacontan-1-ol,
dotria-contan-1-ol, lupeol acetat, deoxyelephantopin, Isodeoxy
elephantopin (Depkes RI, 1989). Kandungan kimia dari tumbuhan
tapak liman (Elephantopus scaber L.) yang berkhasiat sebagai
antiinflamasi adalah flavonoid dengan mekanisme kerja
menginhibisi enzim siklooksigenase, sehingga sintesis
prostaglandin terhambat (Robinson, 1995) dan steroid yang
berfungsi sebagai penghambat radikal bebas dan menstabilkan
membran eritrosit dari induksi larutan hipotonik (Sankari
dkk,2009).
 Penggunaan tapak liman di daerah
Seluruh bagian dari tanaman tapak liman dapat dimanfaatkan
sebagai bahan pengobatan dalam bentuk segar maupun kering.
Penggunaan tapak liman pada daerah kalimantan biasanya
digunakan sebagai obat batuk, perut kembung, disentri, diare.
Sedangkan pada daerah bali biasanya digunakan untuk pengobatan
hepatitis dan gigitan ular.
 Bukti tapak liman Digunakan Sebagai Antiinflamasi
Dari Jurnal “potensi analgesik dan antiinflamasi dari ekstrak tapak liman
(Elephantophus scraber” didapatkan hasil bahwa Pemberian ekstrak
tapak liman dosis 400 mg/kg BB dapat menghambat inflamasi telapak
kaki tikus yang diinduksi dengan karagenin (Setyari&Sudjarwo, 2008)

2) Temu Putih
 Klasifikasi
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Zingiberidae
Subfamili : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma zedoaria (Christm.) Roscoe
 Nama Daerah:
Kunyit putih, temu putih, atau koneng bodas (Dalimartha, 2005).
 Morfologi
Bunga majemuk susunan bulir, di ketiak rimpang primer, tangkai
berambut. Daun pelindung berjumlah banyak, hijau atau hijau
dengan garis tepi ungu, seludang bunga dan daun pelindung rata-
rata 3-8 x 3,5-5 cm, bulu daun pelindung berwarna ungu atau
merah muda gelap. Daun kelopak 3, putih atau kekuningan, bagian
tengah merah atau cokelat kemerahan, panjang 3-4 cm. Daun
mahkota 3, putih kekuningan, tinggi rata-rata 4,5 cm. Bibir
membulat atau bulat telur terbalik, ujung berlekuk 3, kekuningan
dengan pita kuning gelap dibagian tengah, ukuran 14-18 x 14-20
mm. Benang sari 1, tidak sempurna, bulat telur terbalik, kuning
terang. Ukuran 12-16 x 10-115 mm; tangkai benang sari terlipat
membujur, ukuran 3-5 x 2-4 mm, putih kekuningan; kepala sari
putih dengan tali panjang, panjang 6 mm. Buah berambut, rata-rata
2 cm. Daun tunggal, pelepah daun membentuk batang semu,
berwarna hijau dengan pita ungu sepanjang tulang daun, helaian 2-
9 buah, bentuk lanset memanjang, ukuran 25-75 x 7-20 cm, ujung
runcing-meruncing, berambut tidak nyata, hijau atau hijau dengan
bercak cokelat ungu di tulang daun pangkal. Batang semu, warna
cokelat muda sampai cokelat tua, didalamnya putih atau putih
kebiruan, rimpang bulat dan aromatis. Herba setahun, tinggi dapat
lebih dari 2 m. Waktu berbunga Agustus-Mei. (Badan POM RI,
2010).
 Kandungan Kimia:
kandungan kimia yang terdapat dalam ektrak temu putih adalah
seskuiterpen, furanoiden, furanodienon, zedoaron, kurzerenon,
kurzeon, germakran, 13-hidroksi germakran, dihidrokurdion,
kurkumenon, zedoarenodiol, kurkumanolida A, B, fenil propanoid:
etilparametoksisinamat, α dan β-turmeron; kurkuminoid:
kurkumin, bisdemetoksi kurkumin; tetrahidrodemetoksi kurkumin,
tetrahidrobisdemetoksi kurkumin; fitosterol: sitosterol dan
stigmasterol; minyak atsiri: epikurzerenon, kurzeren, 1,8-sineol,
simen, α-felandren, β-eudesmol. Selain itu rimpang temu putih
juga mengandung flavonoid, sulfur, gum, resin, tepung dan sedikit
lemak (Dalimartha, 2003). Rimpang temu putih juga dilaporkan
mengandung diarilheptanoid (Park dkk, 2012) dan juga 5
seskuiterpen termasuk isoprocurcumenol, garmakron, curzerenon,
curcumenol dan curcuzedoalid (Jung dkk, 2018).
 Penggunaan temu putih di daerah
Penghilang rasa sakit, penawar racun gigitan ular, obat alergi
alami, penghilang rasa sakit, anti mikroba dan anti jamur.
 Bukti Temu Putih Digunakan Sebagai Antiinflamasi
Rimpang temu putih mengandung kurkumin, minyak atsiri dan
flaavonoid. Kurkumin telah dilaporkan mempunyai efek anti
inflamasi pada mencit yang diinduksi karagenin. Mekanisme
aktivitas kurkumin sebagai anti inflamasi adalah dengan
menghambat produksi prostaglandin yang dapat diperantarai
melalui penghambatan aktivitas enzim siklooksigenasedan
kemampuannya mengikat radikal bebas oksigen yang dapat
menyebabkan proses peradangan (Sudjarwo, 2003)

3) Kelor
 Klasifikasi
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Capparales
Famili : Moringaceae
Genus : Moringa
Spesies : Moringa oleifera Lam
 Nama Daerah:
imaran, kelintang (Jawa), murong (Sumatera), wona marungga,
kelohe,parangge, kewona (Nusa tenggara), rowe, kelo, wori
(Sulawesi),kanele, oewa herelo (Maluku). Diluar negeri dikenal
dengan namadrumstick tree, horseradish tree (Inggris), nugge
(Kannada), la ken (Cina), mungna, saijna, shajna (Hindi) (Depkes
RI,1989).
 Morfologi
Kelor (Moringa oleifera L.) tumbuh dalam bentuk pohon,
berumur panjang (perenial) dengan tinggi 7 - 12 m. Batang
berkayu (lignosus), tegak, berwarna putih kotor, kulit tipis,
permukaan kasar. Percabangan simpodial, arah cabang tegak atau
miring, cenderung tumbuh lurus dan memanjang. Daun majemuk,
bertangkai panjang, tersusun berseling (alternate), beranak daun
gasal (imparipinnatus), helai daun saat muda berwarna hijau muda,
setelah dewasa hijau tua, bentuk helai daun bulat telur, panjang 1 -
2 cm, lebar 1 - 2 cm, tipis lemas, ujung dan pangkal tumpul
(obtusus), tepi rata, susunan pertulangan menyirip (pinnate),
permukaan atas dan bawah halus. Bunga muncul di ketiak daun
(axillaris), bertangkai panjang, kelopak berwarna putih agak krem,
menebar aroma khas. Buah kelor berbentuk panjang bersegi tiga,
panjang 20 - 60 cm, buah muda berwarna hijau setelah tua menjadi
cokelat, bentuk biji bulat berwarna coklat kehitaman, berbuah
setelah berumur 12 - 18 bulan. Akar tunggang, berwarna putih,
membesar seperti lobak. Perbanyakan bisa secara generatif (biji)
maupun vegetatif (stek batang). Tumbuh di dataran rendah maupun
dataran tinggi sampai di ketinggian ± 1000 m dpl (Anonym, 2005).
 Kandungan Kimia
Daun kelor kaya asam askorbat, asam amino, sterol, glukosida
isoquarsetin, karoten, ramentin, kaemperol dan kaemferitin. Hasil
analisis nutrien juga melaporkan adanya kandungan senyawa-
senywa berikut: 6,7 mg protein, 1,7 mg lemak (ekstrak eter), 13,4
mg karbohidrat, 0,9 mg serat dan 2,3% bahan mineral: 440 mg
kalsium, 70 mg fosfor, dan besi 7,0 mg/100 g daun. Daun kelor
juga mengandung 11.300 IU karoten (prekursor vitamin A),
vitamin B, 220 mg vitamin C dan 7,4 mg tokoferol /100g daun.
Daun kelor juga mengandung substansi estrogenik dan esterase
pektin. Asam amino esensial yang terdapat dalam protein daun
adalah (/16g daun): 6,0 mg arginin, 2,0 mg metionin, 4,9 mg
treonin, 9,3 mg leusin, 6,3 mg isoleusin dan7,1 mg valin (Singh et
al., 2012).
 Penggunaan kelor di daerah
Pada sumatra daun kelor biasanya bermanfaat untuk mengobati
penyakit diabetes tipe 2, penyakit jantung, dan kolesterol serta
bermanfaat untuk mengatasi nyeri haid dan melindungi tubuh dari
paparan racun arsenik
 Bukti Kelor Digunakan Sebagai Antiinflamasi
Dari jurnal uji aktivitas antiinflamasi ekstrak daun kelor (Moringa
oleifera Lam.) dengan metode stabilisasi membran sel darah merah
secara invitro di dapat hasil daun kelor memiliki aktivitas
antiinflamasi pada dosis 500mg/kgBB tikus putih jantan dengan
metode induksi karagenan (singh dkk, 2012)

4) Sambung Nyawa
 Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivision : Angiospermae
Classsis : Dicotyledonae
Ordo : Asterales
Familia : Asteraceae
Genus : Gynura
Spesies : Gynura procumbens (Lour.) Merr.
 Nama Daerah
Tanaman ini memiliki nama daerah: sambung nyawa, beluntas cina
(Melayu), daun sambung nyawa (Sumatera), ngokilo, tempuyung
(Jawa) Jombang, lalakina, galibug, lempung, rayana (Sunda)
(Dalimartha, 2005).
 Morfologi
Tumbuhan ini merupakan tumbuhan semak semusim dengan tinggi
sekitar 20-60 cm. Berbatang lunak dengan penampang bulat dan
berwarna ungu kehijauan. Berdaun tunggal, berbentuk bulat telur,
berwarna hijau, tepi daun rata atau agak bergelombang, serta
panjangnya bias mencapai 15 cm dan lebar 7 cm. Daun bertangkai,
letak berseling, berdaging, ujung dan pangkal meruncing, serta
pertulangan menyirip. Tumbuhan sambung nyawa berakar serabut
dan tidak berbunga (Maryani, 2003).
 Kandungan Kimia
Daun tanaman sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour.)
Merr.) mengandung senyawa flavonoid, sterol tak jenuh, triterpen,
polivenol dan minyak atsiri (Sudarto dkk., 1985). Hasil penelitian
lain juga melaporkan bahwa tumbuhan ini mengandung senyawa
flavonoid (flavonol dan isoflavon), tanin, saponin, steroid,
triterpenoid, asam klorogenat, asam kafeat, asam vanilat, asam
parakumarat, asam p-hidroksi benzoate dan kuersetin (Suganda
dkk, 1988 ).
 Penggunaan sambung nyawa di Setiap Daerah
Di indonesia tanaman ini digunakan sebagai anti inflamasi,
antihipertensi, anti hiperpoliferasi, antibakteri, antidiabetes,
antikanker, proteksi organ (Putri &Tjitraresmi 2017)
 Bukti sambung nyawa Digunakan Sebagai Antiinflamasi
Jurnal dengan judul “uji efek anti inflamasi ekstrak anti inflamasi
ekstrak etanol daun sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour.)
Merr.) terhadap kaki tikus putih jantan” Hasil penelitian tersebut
menunjukkan hasil penelitian kelompok kontrol negatif memiliki
persen radang 0 %, kelompok kontrol positif memiliki persen
radang 78,67 %, kelompok dosis 75 mg/kg BB memiliki nilai
persen radang 60,31 %, kelompok dosis 150 mg/kg BB memiliki
nilai persen radang 30,95 %, dan kelompok dosis 300 mg/kg BB
memiliki nilai persen radang 69,94 %. Dari ketiga variasi dosis
ekstrak daun sambung nyawa dapat dilihat yang memiliki persen
radang paling besar adalah dosis 300 mg/kg BB memiliki nilai
persen radang 69,94 % sedangkan persen radang terkecil yaitu
dosis 150 mg/kg BB memiliki nilai persen radang 30,95 %.
Apabila di bandingkan dengan kontrol positif, ketiga variasi dosis
memiliki persen radang lebih kecil, yang artinya ketiga variasi
dosis dapat menurunkan persen radang (Uthia dkk, 2018).

5) Daun Srikaya
 Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
ordo : Ranunculales
famili : Annonaceae
gennus : Annona
spesies : Annona squamosa L.
 Nama daerah
Di Sumatera dinamai sebagai delima bintang, serba bintang,
sarikaya, dan seraikaya. Di Jawa disebut dengan sarikaya, srikaya,
serkaya, surikaya, srikawis, sarkaya, serakaya, dan sirikaja. Di
Kalimantan disebut sebagai sarikaya. Di Nusa Tenggara dinamai
sirkaya, srikaya, garoso, dan ata. Di Sulawesi disebut sebagai atis
soe walanda, srikaya, sirikaja, perse, atis, delima srikaya, atau
srikaya. Di Maluku disebut juga sebagai atisi, hirikaya, atau atis.
 Morfologi
Kulit pohon tipis berwarna keabu-abuan, getah kulitnya beracun.
Batangnya (pada dahan) coklat muda, bagian dalamnya berwarna
kuning muda dan agak pahit. Pada bagian ranting berwarna coklat
dengan bintik coklat muda, lenti sel kecil, oval, berupa bercak bulat
pada batang.
Daun tunggal, bertangkai, kaku, letaknya berseling. Helai daun
berbentuk lonjong hingga jorong menyempit, ujung dan pangkal
runcing, dasar lengkung, tepi rata, panjang 5-17 cm, lebar 2-7,5 cm,
permukaan daun berwarna hijau, bagian bawah hijau kebiruan,
sedikit berambut atau gundul. Rasanya pahit, sedikit dingin.
Tangkai daun 0.4-2,2 cm panjangnya.
Bunganya bergerombol pendek menyamping dengan panjang
sekitar 2.5 cm, sebanyak 2-4 kuntum bunga kuning kehijauan
(berhadapan) pada tangkai kecil panjang berambut dengan panjang
± 2 cm, tumbuh pada ujung tangkai atau ketiak daun. Daun bunga
bagian luar berwarna hijau, ungu pada bagian bawah, membujur,
panjangnya 1.6-2.5 cm, lebar 0,6-0,75 cm. Daun bunga bagian
dalam sedikit kebih kecil atau sama besarnya. Terdapat banyak
serbuk sari, bererombol, putih, panjang kurang dari 1.6 cm, putik
berwarna hijau muda. Tiap putik membentuk semacam kutil,
panjang 1.3-1.9 cm, lebar 0,6-1,3 cm yang tumbuh menjadi
kelompok-kelompok buah. Berbunga dengan bantuan kumbang
nitidula.
Buahnya buah semu, berbentuk bola atau kerucut atau menyerupai
jantung, permukaan berbenjol-benjol, warna hijau berbintik (serbuk
bunga) putih, penampang 5-10 cm, menggantung pada tangkai
yang cukup tebal. Jika masak, anak buah akan memisahkan diri
satu dengan yang lain, berwarna hijau kebiruan. Daging buah
berwarna putih semikuning, berasa manis. Biji membujur di setiap
karpel, halus, coklat tua hingga hitam, panjang 1,3-1,6 cm. Biji
masak berwarna hitam mengkilap (Syamsuhidayat, 1991).
 Kandungan Kimia
Secara umum, tanaman srikaya mengandung
skuamosin, asimicin ,lanuginosin, alkaloid tipe asporfin (anonain)
dan bisbenziltetrahidroisokinolin (retikulin). Pada organ–organ
tumbuhan ditemukan senyawa sianogen. Pulpa buah yang telah
masak ditemukan mengandung sitrulin, asam aminobutirat, ornitin,
dan arginin. Biji mengandung senyawa poliketida dan suatu
senyawa turunan bistetrahidrofuran; asetogenin (skuamostatin C,
D, anonain, anonasin A, anonin 1, IV, VI, VIII, IX, XVI,
skuamostatin A, bulatasin, bulatasinon, skuamon, ncoanonin B, neo
desasetilurarisin, neo retikulasin A, skuamosten A, asmisin,
skuamosin, sanonasin, anonastatin, neoanonin). Juga ditemukan
skuamosisnin A, skuamosin B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N;
skuamostatin B, asam lemak, asam amino dan protein. Komposisi
asam lemak penyusun minyak lemak biji srikaya terdiri dari metil
palmitat, metil stearat, metil linoleat. Daun mengandung alkaloid
tetrahidro isokuinolin, p-hidroksibenzil-6,7-dihidroksi-1,2,3,4-
tetrahidroisokinolin (demetilkoklaurin=higenamin). Bunga
mengandung asam kaur-1,6-ene-1,9-oat diinformasikan sebagai
kornponen aktif bunga srikaya. Akarnya mengandung flavonoid,
borneol, kamfer, terpen, alkaloid anonain, saponin, tanin, dan
polifenol. Kulit kayu mengandung flavonoid, borneol, kamfer,
terpen, dan alkaloid anonain. Buah muda mengandung tanin
(Syamsuhidayat, 1991).
 Penggunaan tumbuhan di setiap Daerah
Daerah di Indonesia daun srikaya dapat digunakan sebagai
antioksidan, antidiabetik, hepatoprotektif, aktivitas anti tumor, dan
anti inflamasi ( Barve & pandey, 2011)
 Bukti tumbuhan digunakan sebagai antiinflamasi
Jurnal dengan berjudul “uji efektivitas antiinflamasi ekstrak etanol
daun srikaya (Anona squamosa. L) terhadap edema kaki tikus putih
jantan galur wistar” hasil penelitian tersebut menunjukkan Ekstrak
etanol daun Srikaya (Annona squamosa. L) memiliki daya
antiinflamasi pada tikus putih jantan galur wistar yang diinduksi
oleh larutan putih telur 5%. Dosis 200mg/kgbb tikus merupakan
dosis efektif yang memiliki daya antiinflamasi sebesar 83,74%.
(Pramitaningastuti, 2017)
DAFTAR PUSTAKA

Aldi, Yufri, Dharma, S, Dillasamola, D, Isril, Berd, Hadyan, A, Oktomalio P


Biomechy. 2016.Anti-inflammatory effects test of ethanol extract of
mistletoe leaves coffee Scurrula ferruginea (jack) danser with methods
granuloma pouch. Faculty of Pharmacy. Faculty of Agricultural
Technology. Faculty of Medical Andalas University. West Sumatera.

Badan POM RI, 2010, Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta:
Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik, Dan Produk
Komplemen Badan Pengawasa Obat dan Makanan Republik Indonesia.

Barve D & Pandey N. 2011. Phytochemical and pharmacological review on


Annona squamosa Linn.International journal of research in pharmaceutical
and biomedical sciences. Vol 2(4)

Corwin, Elizabeth J. 2008, Handbook of Pathophysiology 3edition, Philadephia.


Lippincort Williams & Wilkins. 138-143.

Dalimarta, S, 2003, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid 3.Jakarta.


PuspaSwara,.

Dalimartha, S,2005. Atlas Tanaman Obat Indonesia, Jilid 3. Cetakan ke-4, 170-
171. Jakarta. Puspa Swara.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1989.Materia Medika IndonesiaJilid


V. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Gilman, A.G, Theodore, W.R, Alan, S.N, Palmer, T, 1985, Goodman and
gilman’s, The pharmacological basis of therapeutics, 18 Ed, Vol, II, USA,
McGraw-Hill, 638-669.

Harbone JB. 1997.Metoda Fitokimia Penuntun Cara Modern


MenganalisisTumbuhan. Terbitan Kedua. Bandung. Penerbit ITB.

Jung, E. B., Trinh, T. A., Lee, T. K., Yamabe, N., Kang, K. S., Song, J.
H.,Hwang, G. S., 2018, Curcuzedoalide contributes to the cytotoxicity of
Curcumazedoaria rhizomes against human gastric cancer AGS cells through
induction ofapoptosis.Journal of Ethnopharmacology, 213, 48–55.

Leelaprakash, G, & Mohan Dass, S, 2011, Invitro anti-inflammatory activity of


methanol extract of enicostemma axillare, International Journal of Drug
Development and Research, 3(3), 189–196.
Indonesia.

Madhavi, P, 2012, Evaluation of Anti-Inflammatory Activity of Citrullus lanatus


Seed Oil by In-vivo and In-vitro Models, Irjpas.Com, 2(4), 104–108.
Maryani, H. 2003. Khasiat dan Manfaat Daun Dewa dan Sambung Nyawa.
Jakarta: Agro Media Pustaka.

Paramitaningastuti A S, anggraeny E N. 2017. Uji efektivitas anti inflamasi


ekstrak etanol daun srikaya (Annona squamosa. L) terhadap edema kaki
tikus putih jantan galur wistar.Vol. 13:8-14. Jurnal Ilmiah Farmasi
Park G, EunS, Shim, S H. 2012. Chemical constituents from Curcuma zedoaria.
Biochemical Systematics and Ecology. 40: 65–68.

Putri N S E , Tjitraresmi A, 2017. Aktivitas gynura procumbens untuk terapi


farmakologi. Suplemen. Vol 15:213-220)

Price S A, Lorraine M W. 2006. Patofisiologi, Konsep klinis proses-


prosespenyakit, Ed.6, Jld I. Penerbit Buku Kodekteran EGC. Jakarta. 56-
58.

Pringgoutomo S, 2000, Patologi I (umum), Ed.1, Sagung Seto, Jakarta.

Pringgoutomo S, Hirmawan S. 2000.Buku Ajar Patologi, Ed. 1. Jakarta. Sugeng


Seto. 17-23.

Rizki, KP, Muslichah, S, Ningsih, IY. 2018. Pengaruh Pemberian Kombinasi


Ekstrak Etanol Daun Sidaguri ( Sida rhombifolia L .) dan Rimpang Jahe
Merah ( Zingiber officinale Rosc) pada Mencit Jantan Hiperurisemia. E-
Jurnal Pustaka Kesehatan.6(2): 205–2011.

Robbins, Stanley, L, Kumar, Vinay, Cotran, Ramzi S. 2007. Buku Ajar


PatologiEdisi 7 Volume 1.Jakarta .EGC.

Robinson T. 1995.Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi Ke-6.


Padmawinata K, penerjemah. Bandung. Penerbit ITB.

Robbins, Stanley, L, Kumar, Vinay, Cotran, Ramzi S, 2007. Buku Ajar Patologi
Edisi 7 Volume 1, EGC, Jakarta.

Setyari W, Sudjarwo A. 2008. potensi analgesik dan antiinflamasi dari ekstrak


tapak liman (Elephantophus scraber). Penelit. Med. Eksakta Vol. 7:16-22

Syamsuhidayat, Sri Sugati, and Johnny Ria Hutapea, 1991, Inventaris Tanaman Obat

Indonesia (I), Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Singh G P, Rakesh G, Sudeep B S, Kumar S. 2012. Anti inflammatory activity of


tephrosia purpurea in rats. Asian pacifik journal of tropical medicines.
Sankari G, VM Mounnissamy V, Balu. 2009. Evaluation of antiinflammatory and
membrane stabilizing properties of ethanolic extracts of Diptheracanthus
prostates (Acanthaceae). Amala Research Bulletin.29: 188-89 Pusat.

Singh G P, Rakesh G Sudeep B, S Kumar S. 2012. Anti-inflammatory Evaluation


of Leaf Extract of Moringa oleifera. Journal of Pharmaceutical and
Scientific Innovation. 1(1): 22-24

Suganda, A., Sudiro, I, dan Ganthina. 1988. Skrining Fitokimia dan Asam Fenolat
Daun Dewa (Gynura procumbens (Lour.) Merr). Simposium Penelitian
Tumbuhan Obat III. Jakarta: Universitas Indonesia.

Sulaiman, Moin, Alias, dan Zakaria. 2008. Antinociceptive and AntiInflammatory


Effects of Sidarhombifolia L, in Various Animal
Models.ResearchJournalofPharmacology. 2(2): 13-16

Uthia R, Kardela W, Kardela K B. 2018. uji efek anti inflamasi ekstrak anti
inflamasi ekstrak etanol daun sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour.)
Merr.) terhadap kaki tikus putih jantan. Jurnal Farmasi Higea. Vol. 10:25-
32.

Yuniarti T. 2008.Ensiklopedia Tanaman Obat Tradisional. Jakarta. Media


Pressinndo.

Anda mungkin juga menyukai