Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI


UJI AKTIVITAS ANALGETIKA

Dosen Pengampu :
apt. Karol Geovani Leki, M.Farm
apt. Odilia Dea Christina, M.Farm

Disusun Oleh :
Felisia Surya Hamul (B1222018)
Firda Nur Fadhillah (B1222019)
Friyan Kurnia Ramanovita (B1222021)
Iftitah Maghfirotul Dela Putri (B1222022)
Jawahirotul Ulwiyah (B1222023)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI NUSAPUTERA SEMARANG
2023
A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mempraktikkan dan membandingkan daya inflamasi pada beberapa obat Anti
Inflamasi.
2. Untuk mengetahui nilai % Daya Anti Inflamasi dari sampel obat terhadap
penurunan volume udem pada hewan uji.
B. LATAR BELAKANG

Inflamasi adalah respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau
kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan , mengurangi atau mengurung
(sekuestrasi) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu. Apabila jaringan
dalam tubuh mengalami cedar misalnya karena terbakar, teriris, atau karena infeksi
kuman, maka pada jaringan tersebut akan terjadi rangkaian reaksi yang memusnahkan
agen yang mem bahayakan jaringan atau yang mencegah agen menyebar lebih luas.
Reaksi-reaksi ini kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera diperbaiki atau
diganti dengan jaringan baru. Rangkaian reaksi ini disebut radang.

Banyaknya kasus peradangan yang terjadi memacu para ahi farmasi untuk
memformulasikan suatu obat anti inflamasi yang kerjanya dapat meringankan atau
mengurangi gejala peradangan pada jaringan yang terluka. Oleh karena itu, untuk
mengetahui bagaimana cara kerja atau efek obat-obat anti inflamasi tersebut pada
manusia, maka perlu dilakukan suatu uji praklinik terhadap hewan coba mencit. Untuk
membuktikan apakah obat antiinflamasi yang digunakan benar-benar efektif dalam
mengurangi peradangan yang terjadi.

C. DASAR TEORI

Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang
disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-zat mikrobiologik.
Inflamasi adaladh usaha tubuh untuk menginaktivasi atau merusak organisme yang
menyerang, emnghilangkan zat iritan, dan mengatur derajat perbaikan jaringan (Mycek,
2001).

Apabila jaringan cedera misalnya karena terbakar, teriris atau karena infeksi
kuman, maka pada jaringan ini akan terjaid rangkaian reaksi yang memusnahkan agen
yang membahayakan jaringan atau yang mencegah agen menyebar lebih luas. Reaksi-
reaksi ini kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera diperbaiki atau diganti
dengean jaringan baru. Rangkaian reaksi ini disebut radang (Rukmono, 2000).

Agen yang dapat menyebabkan cedera pada jaringan, yang kemudian diikuti oleh
radang adalah kuman (mikroorganisme), benda (pisau, peluru, dsb), suhu (panas atau
dingin), berbagai jenis sinar (sinar X atau sinar ultraviolet), listrik, zat-zat kimia, dan
lain-lain. Cedera radang yang ditimbulkan oleh berbagai agen ini menunjukkan proses
yang mempunyai pokok-pokok yang sama, yaitu terjadi cedera jaringa berupa
degenerasi (kemunduruan) atau nekrosis (kematian) jaringan, pelebaran kapiler yyang
disertai oleh ceder dinding kapiler, terkumpulnya cairan dan sel (cairan plasma, sel
darah dan sel jaringan) pada tempat radang yang disertai oleh proliferasi sel jaringan
makrofag dan fibroblast, terjadinya fagositosis, dan terjadinya perubahan-perubahan
imunologik (Rukmono, 2000).

Secara garis besar, peradangan ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah lokal
yang mengakibatkan terjadinya aliran darah setempat yang berlebihan,, kenaikan
permeabilitas kapiler disertai dengan kebocoran cairan dalam jumlah besar ke dalam
ruang interstisial, pembekuan cairan dalam ruang interstisial yang disebabkan oleh
fibrinogen dan protein lainnya yang bocor dari kapiler dalam jumlah berlebihan, migrasi
sejumlah besar granulosit dan monosit ke dalam jaringan, dan pembengkakan sel
jaringan. Beberapa produk jaringan yang menimbulkan reaksi ini adalah histamin,
bradikinin, serotonin, prostaglandin, beberapa macam produk reaksi system
komplemen, produjk reaksi system pembekuan darah, dan berbagai substansi hormonal
yang disebut limfokin yang dilepaskan oleh sel T yang tersensitisasi (Guyton, 1997).

Proses inflamasi ini juga dipengaruhi dengan adanya mediator-mediator yang


berperan, diantaranya adalah sebagai berikut (Abrams, 2005) :

- Amina vasoaktif : histamin & 5-hidroksi tritophan (5-HT/serotonin). Keduanya


terjadi melalui inaktivasi epinefrin dan norepinefrin secara bersama-sama.
- Plasma protease : kini, system komplemen & system koagulasi fibrinolitik,
plasmin, lisosomalesterase, kini dan fraksi komplemen.
- Metabolic asam arakidonat : prostaglandin, leukotriene (LTB4, LTC4, LTD4,
LTE4), 5-HETE (asam 5-hidroksi-eikosatetraenoat)
- Produk leukosit : enzim lisosom dan limfokin
- Activating factor dan radikal bebas

Banyak obat-obat antiinflamasi yang bekerja dengan jalan menghambat sintesis


salah satu mediator kimiawi yaitu prostaglandin. Sintesis prostaglandin yaitu (Mycek,
2001) :

Asam arakidonat, suatu asam lemak 20 karbon adalah precursor utama


prostaglandin dan senyawa yang berkaitan. Asam arakidonat terdapat dalam komponen
fosfolipid membrane sel, terutama fosfotidil inositol dan kompleks lipid lainnya. Asam
arakidonat bebas dilepaskan dari jaringan fosfolipid oleh kerja fosfolipase A2 dan asil
hydrolase lainnya. Melalui suatu proses yang dikontrol oleh hormon dan rangsangan
lainnya. Ada 2 jalan utama sintesis eukosanoid dari asam arakidonat

1. Jalan siklo-oksigenase
Semua eicosanoid berstruktur cincin sehingga prostaglandin, tromboksan dan
prostasiklin disintesis memlaui jalan siklo-oksigenase. Telah diketahui dua
siklo-oksigenase : COX-1 dan COX-2. Yang pertama bersifat ada dimana-mana
dan pembentuk, sedangkan yang kedua diinduksi dalam respon terhadap
rangsangan inflamasi.
2. Jalan lipoksigenase
Jalan lain, beberapa lipoksigenase dapat bekerja pada asam arakidonat untuk
membentuk HPETE, 12-HPETE, dan 15-HPETE yang merupakan turunan
peroksidasi tidak stabil yang dikonversi menjadi turunan hidroksilasi yang
sesuai (HETES) atau menjadi leukotriene atau lipoksin, tergantung pada
jaringan.

Umumnya rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah
yang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran arteriola
yang mensuplai darah ke daerah peradangan. Sehingga lebih banyak darah mengalir ke
mikrosirkulasi lokal dan kapiler meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah.
Keadaan ini disebut hiperemia atau kongesti, menyebabkan merah lokal karena
peradangan akut (Abrams. 2005).

Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut. Kalor
disebabkan pula oleh sirkulasi darah yang meningkat. Sebab darah yang memiliki suhu
37oC disalurkan ke permukaan tubuh yang mengalami radang lebih banyak daripada ke
daerah normal (Rukmono, 2000).

Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-
ujung saraf, pengeluaran zat seperti histamin atau zat bioaktif lainnya dapat merangsang
saraf. Rasa sakit disebabkan pula oleh tekanan yang meninggi akibat pembengkakan
jaringan yang meradang (Rukmono, 2000).

Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan Sebagian besar ditimbulkan oleh


pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial.
Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat
meradang (Rukmono, 2000).

Berdasarkan asal katanya, function laesa adalah fungsi yang hilang (Dorland, 2002).
Function laesa merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal. Akan tetapi belum
diketahui secara mendalam mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang meradang
(Abrams, 2005).

Obat-obat yang digunakan untuk sebagai anti inflamasi non steroid antara lain
(Mycek, 2001) :

1. Aspirin dan salisilat lain


Mekanisme kerjanya : efek antipiretik dan anti inflamasi salisisat terjadi karena
penghambatan sintesis prostaglandin di pusay pengatur panas dan hipotalamus
dan perifer di daerah target. Lebih lanjut, dengan menurunkan sintesis
prostaglandin, salisilat juga mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit terhadap
rangsangan mekanis dan kimiawi.
2. Derivate asam propionate
Obat-obat ini menghambat reversible siklo-oksigenase dan karena itu, seperti
aspirin menghambat sintesis prostaglandin tetapi menghambat leuktorien.
3. Asam indolasetat
Yang termasuk dalam grup obat-obat ini adalah indometasin, sulindak dan
etolondak. Semua mempunyai aktivitas antiinflamasi, analgetic dan antipiretik.
Bekerja dengan cara menghambat siklo-oksigenase secara reversible. Umumnya
tidak digunakan untuk menurunkan demam.
4. Derivate oksikam
Pada waktu ini, hanya piroksikam yang tersedia di amerika serikat. Anggota lain
dalam grup ini sedang diselidiki dan mungkin akan disediakan juga. Mekanisme
kerjanya belum jelas, tetapi piroksikam digunakan untuk pengobatan artritis
rematoid, spondylitis ankilosa, dan estoartritis.
5. Fenamat
Asam mefenamat dan meklofenamat tidak mempunyai anti inflamasi
dibandingkan obat AINS yang lain. Efek samping seperti diare dapat berat dan
berhubungan dengan peradangan abdomen.
6. Fenilbutazon
Fenilbutazon mempunyai efek anti inflamasi kuat tetapi aktivitas analgetic dan
antipiretiknya lemah. Obat ini bukan merupakan obat first line.
7. Obat-obat lain
a. Diklofenak : penghambat siklo-oksigenase. Diklofenak digunakan untuk
pengobatan jangka lama arthritis rematoid, osteoarthritis, spondilitis
ankilosa.
b. Ketorolac : obat ini bekerja sama seperti obat AINS yang lain
c. Tolmetin dan nabumeton : tolmetin dan nabumeton sama kuatnya dengan
aspirin dalam mengobati artritis rematoid atau osteoarthritis dewasa

Sedangkan inducer enzim yang digunakan adalah karagenin. Karagenin merupakan


senyawa iritan yang dipilih, meskipun senyawa iritan lain seperti formalin, mustard,
kaolin, racun ular, polivinilpirolidin, yeast, ovalbumin, dan mediator kimia inflamasi
seperti histamin, serotonin atau bradikinin serta enzim hidrolitik seperti kolagenase,
tripsin, lipase, fosfolipase, A2, elastase dan hyaluronidase juda dapat menimbulkan
udema ketika disuntikkan secara subplantar pada telapak kaki tikus, namun karagenin
merupakan senyawa yang paling banyak digunakan untuk memprediksi efek terapeutik
obat antiinflamasi steroid maupun non steroid (Gryglewski, 1997).

Di samping itu karagenin tidak menimbulkan kerusakan jaringan, tidak


menimbulkan bekas, serta menimbulkan respon yang paling peka terhadap obat
antiinflamasi dibandingkan senyawa iritan lainnya. Pada proses pembentukan udema,
karagenin akan menginduksi cedera sel dengan dilepaskannya mediator yang
mengawali proses inflamasi. Udema yang disebabkan induksi karagenin dapat bertahan
selama 6 jam dan berangsur-angsur berkurang dalam waktu 24 jam (Sumarni dan
Rahayu, cit Mukhlisoh, 1998).

Karagenin merupakan senyawa yang dapat menginduksi cedera sel dengan


melepaskan mediator yang mengawali proses inflamasi. Udema yang terjadi akibat
terlepasnya mediator inflamasi seperti: histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin.
Udem yang disebabkan oleh injeksi karagenin diperkuat oleh mediator inflamasi
terutama PGE1 dan PGE2 dengan menurunkan permeabilitas vaskuler. Apabila
permeabilitas vaskuler turun maka protein-protein plasma dapat menuju ke jaringan
yang luka sehingga terjadi udema.

D. ALAT DAN BAHAN

ALAT BAHAN
Karagenin 1% dalam NaCl 0,9% Pletishmograf
CMC Na 0,5% Labu takar 10ml
Na diklofenak Bekerglass
Asam mefenamat Timbangan
Meloxicam Alat suntik 1ml
Jangka sorong

E. PROSEDUR KERJA
a. Mencit ditimbang dan kaki kiri belakang diberi tanda diatas lutut, kemudian
ukur volume kaki awal (Vo)
b. Mencit kontrol
Mencit diinjeksi dengan CMC Na sebanyak 0,5 ml secara intraperitoneal.
Setengah jam kemudian larutan karagenin 1% 0,1 ml diinjeksikan pada telapak
kaki kiri secara subplantar. Ukur telapak kaki mencit segera setelah
penyuntikan karagenin 1% 0,1 ml dan tiap setengah jam sampai jam ke-3.
c. Mencit perlakuan
1) Mencit dibagi menjadi 4 kelompok, masing – masing sebanyak 3 ekor. Tiap
kelompok diberi obat secara i.p dengan volume suntikan maksimal 1 ml, sbb
 Na diklofenak 50mg/kgBB
 Asam mefenamat 50mg/kgBB
 Prednison 50mg/kgBB
 Meloxicam 50mg/kgBB
2) Setengah jam setelah pemberian obat, telapak kaki kiri mencit diinjeksi
dengan larutan karagenin 1% 0,1 ml seperti pada mencit kontrol. Udem
diukur dengan cara mengukur telapak kaki mencit segera setelah penyuntikan
karagenin 1% 0,1 ml dan tiap setengah jam sampai jam ke-3.
F. DATA PENGAMATAN

WAKTU PEMBERIAN VOLUME Volume kaki mencit (m1) pada :


OBAT / MENCIT
Obat/ Karageni NORMAL
CMC Na NOMOR t0 t1 t2 t3
CMC Na n (VN)
1_1 08.23 08.53 10,05 40,2 30,35 30,3 30,05
1_2 08.15 08.45 10,1 40,45 30,45 20,3 20,125
CMC Na 21,11
1_3 08.09 08.39 20,05 25,05 22,15 21,095
5
1_4 08.10 08.47 20,5 40,15 30,35 20,3 20,1
2_1 08.27 08.57 10,15 40,15 30,45 20,25 20,1
Natrium 2_2 08.22 08.53 20,3 50,45 30,35 30,32 30,25
Diklofenac 2_3 08.28 08.58 15,1 25,1 20,05 19,15 18,09
2_4 - - - - - - -
3_1 08.29 08.59 20,3 40,3 30,4 30,35 10,45
Asam
3_2 08.26 08.56 20,1 30,075 30,325 30,25 30,1
Mefenama
3_3 08.30 09.00 12,5 30,2 20,075 20,05 15,09
t
3_4 08.38 09.12 20,25 40,05 30,35 20,35 20,15
4_1 08.00 08.30 10,25 30,2 30,4 20,4 20,2
4_2 08.29 08.59 20,4 40,45 30,25 30,25 30,35
Meloxicam
4_3 08.32 09.02 20,45 30,14 20,035 22,11 21,12
4_4 08.51 09.29 20,1 40,35 30,05 20,3 20,05

G. PERHITUNGAN
1. Perhitungan larutan stok
a. Na Diklofenac → 50mg/kg
30 50 mg 1 ,5 mg
Dosis → x =
1000 kg kg
1 ,5 3 mg
→ =
Kadar larutan stok 1 ml
x1
2
Misal : larutan stok 10ml
3 mg/ml x 10 ml = 30 mg
30
Bobot yang ditimbang = → x 246 mg/kg=147 mg /kg
50

b. Meloxicam → 50mg/kg
30 50 mg 1 ,5 mg
Dosis → x =
1000 kg kg
1 ,5 3 mg
→ =
Kadar larutan stok 1 ml
x1
2
Misal : larutan stok 10 ml
3mg/ml x 10 ml = 30 mg
Jadi, diambil 2 tablet meloxicam (dosis meloxicam yang digunakan: per
tablet 15 mg)
c. Asam Mefenamat → 50mg/kg
30 50 mg 1 ,5 mg
Dosis → x =
1000 kg kg
1 ,5 3 mg
→ =
Kadar larutan stok 1 ml
x1
2
Misal : larutan stok 10 ml
3mg/ml x 10 ml = 30 mg
30
Bobot yang ditimbang = → x 595 mg/kg=35 mg/kg
500
2. Data perhitungan Volume Udem
→ Volume Udem = Vt0 – Vnormal

CMC Na / Nomor Mencit


t0 t1 t2 t3
Obat (kel)
1 30,15 20,5 20,25 20
2 30,35 20,3 10,2 10,02
CMC Na
3 5 3,1 1,05 1,04
4 19,65 9,85 - -
1 15 19,95 10,1 9,95
Na 2 30,42 10,32 10,29 10,22
diklofenak 3 10 14,95 4,05 2,99
4 - - - -
Asam 1 20 10 10,05 -
2 10,65 10,22 10,15 10
mefenama
3 17,7 7,575 6,55 2,59
t
4 19,8 10,1 - -
1 19,95 20,15 10,15 9,95
2 20,05 9,85 9,85 9,95
Meloxicam
3 9,69 - 1,66 0,67
4 20,25 9,95 0,2 -

3. Data perhitungan AUC dan % Daya Anti Inflamasi


∆ T x (Vut 1+Vut 0)
→ AUC ¿
2
→ % DAI ¿ 100−¿

Nomor
CMC Na / Rata - % Daya
Mencit AUC 1 AUC 2 AUC 3 AUC total
Obat Rata Inflamasi
(kel)
1 378,3 304,1 301,8 1.058,50
2 380,2 227,1 151,6 758,9
CMC Na 908,7 -
3 60,7 31,1 15,6 -
4 221,2 - - -
1 262,1 225,3 150,3 637,7
Na 2 305,5 154,5 153,8 613,8
544,6 40,60%
diklofenak 3 187,1 142,5 52,8 382,4
4 - - - -
1 225 150,3 - 375,3
Asam 2 156,5 152,7 151,1 459,8
355,8 60,84%
mefenamat 3 189,5 105,9 68,5 363,9
4 224,2 - - 224,2
1 300,7 225,7 150,7 677,1
2 224,2 224,2 148,5 596,9
Meloxicam 439 51,69%
3 - 85,1 17,4 102,5
4 226,5 153,3 - 379,8

H. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini kita menggunakan 4 ekor mencit tiap kelompok yang
disuntikkan dengan bahan uji yaitu CMC sebagai kontrol negatif dan Natrium
Diklofenac, Meloxicam, Asam Mefenamat sebagai kontrol positif. Bahan uji
tersebut diberikan secara PO (peroral) secara keseluruhan. Setelah pemberian bahan
uji, mencit tersebut diberikan penginduksi udem berupa larutan karagenikaragenin
1% sebanyak 0,1 ml secara subplantar pada bagian dorsal kaki kanan dan kiri.
Metode pengujian aktivitas anti inflamasi suatu bahan obat dilakukan
berdasarkan pada kemampuan obat uji mengurangi atau menekan derajat udema
yang diinduksi pada hewan percobaan. Inflamasi merupakan gangguan yang sering
dialami oleh manusia maupun hewan yang menimbulkan rasa sakit di daerah
sekitarnya. Sehingga perlu adanya pencegahan ataupun pengobatan untuk
mengurangi rasa sakit, melawan ataupun mengendalikan rasa sakit akibat
pembengkakan (Katzung, 2002).
Praktikum ini dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari daya anti
inflamasi obat pada binatang dengan radang buatan. Pada praktikum kali ini
digunakan mencit, sehingga memggunakan alat yang bernama jangka sorong untuk
mengindikasikan terjadinya inflamasi pada bagian telapak kaki mencit. Dengan
mengukur volume udem yang terjadi sesaat setelah pemberian karagenin yang
dijadikan nilai T0. Kemudian 15 menit berikut pengukuran udem dengan jangka
sorong dijadikan nilai T1. Hingga didapatkan hasil T3 dengan jangka waktu yang
sama tiap pengukuran volume udem.
Setelah mengetahui volume udem yang terjadi, dilakukan pembuatan kurva
hubungan antara waktu vs volume udem. Dari kurva tersebut akan dihitung luas
area di bawah kurva (AUC). Nilai AUC dapat menunjukkan perbedaan antara
kontrol dan perlakuan. Dengan adanya nilai AUC dapat dihitung daya antiinflamasi
dari masing-masing obat, Daya antiinflamasi (DAI) yang dimaksud adalah
kemampuan bahan uji untuk mengurangi pembengkakan kaki hewan uji akibat
adanya udem dari pemberian karagenin. Semakin kecil nilai AUC, menyebabkan
semakin besar nilai DAI. Sehingga dapat diketahui bahwa semakin kecil nilai AUC
maka semakin efektif obat tersebut.
Dalam praktikum ini yang digunakan untuk mengiduksi inflamasi adalah
karagenin 1% dalam NaCl 0,9% karena ada beberapa keuntungan yang didapat
antara lain tidak menimbulkan kerusakan jaringan, tidak menimbulkan bekas,
memberikan respon yang lebih peka terhadap obat antiinflamasi. Karagenin sebagai
senyawa iritan menginduksi terjadinya cedera sel melalui pelepaskan mediator yang
mengawali proses inflamasi. Pada saat terjadi pelepasan mediator inflamasi terjadi
udem maksimal dan bertahan beberapa jam. Udem yang disebabkan induksi
karagenin bertahan selama 6 jam dan berangsur-angsur berkurang dalam waktu 24
jam. Mekanisme radang diawali dari terjadi kerusakan membrane sel akibat
rangsangan mekanis, kimia dan fisika kemudian menuju fosfolipida (membrane sel)
terdapat enzim fosfolipase yang akan mengeluarkan asam arakidonat. Dengan
adanya enzim siklooksigensae maka asam arakidonat akan dirubah menjadi
prostaglandin. Siklooksigenase mensintesa siklik endoperoksida yang akan dibagi
menjadi dua produk COX 1 dan COX 2. COX 1 berisi tromboksan protasiklik
(yang dapat menghambat produksi asam lambung yang berfungsi untuk melindugi
mukosa lambung). COX 2 (asam meloksikam) berisi prostaglandin (penyebab
peradangan). Sedangkan lipooksigenase akan mengubah asam hidroperoksida yang
merupakan precursor leukotrien LTA (senyawa yang dijumpai pada keadaan
antifilaksis) kemudian memproduksi LBT 4 (penyebab peradangan) dan
LTC4,LTD4 dan LTE4.(Adeyemi, 2010)
Digunakan CMC sebagai kontrol negatif yang tidak memberikan efek
farmakologi apapun dalan proses inflamasi. Sedangkan kontrol positif digunakan
obat yang telah teruji mempunyai efek daya antiinflamasi, dalam penelitian ini
digunakan Na diklofenak, Meloxicam dan Asam Mefenamat. Na diklofenak dan
Asam mefenamat merupakan obat golongan non sterooid (AINS). NA diklofenak
mempunyai efek farmakologi adalah penghambat siklooksigenase yang kuat
dengan efek antiinflamasi, analgetik dan antipiretik sehingga obat ini dapat
menghambat prostaglandin yang merupakan mediator penting dalam proses
terjadinya inflamasi, nyeri dan demam. Sehingga Na diklofenak dalam praktikum
kali ini digunakan sebagai standar obat paling kuat yang mempunyai sifat
antiradang. Asam mefenamat bekerja dengan cara menghambat sintesa
prostaglandin dalam jaringan tubuh dengan menghambat enzim siklooksigenase
sehingga mempunyai efek analgetik, anti-inflamasi dan antipiretik. Asam
mefenamat kurang efektif dibandingkan dengan NA diklofenak (Reynolds, 1982).
Mekanisme kerja obat yang digunakan dalam praktikum uji inflmasi kali ini:
1. Natrium diklofenak
Natrium diklofenak mempunyai aktivitas analgesik, antipiretik dan
antiinflamasi. Diklofenak mempunyai kemampuan melawan COX-2 lebih baik
dibandingkan dengan indometasin, naproxen, atau beberapa NSAIA lainnya.
Sebagai tambahan, diklofenak terlihat/dapat mereduksi konsentrasi intraselular
dari AA bebas dalam leukosit, yang kemungkinan dengan merubah pelepasan
atau pengambilannya. (GG Ed.11, hal 698)
Mekanisme kerja farmakologi secara pasti belum jelas, namun banyak
aksi/aktivitas pada dasarnya adalah menginhibisi sintesis prostaglandin.
Diklofenak menginhibisi sintesis prostaglandin di dalam jaringan tubuh dengan
menginhibisi siklooksigenase; sedikitnya 2 isoenzim, siklooksigenase-1 (COX-
1) dan siklooksigenase-2 (COX-2) (juga tertuju ke sebagai prostaglandin G/H
sintase-1 [PGHS-1] dan -2 [PGHS-2]), telah diidentifikasikan dengan
mengkatalis/memecah formasi/bentuk dari prostaglandin di dalam jalur asam
arakidonat. Walaupun mekanisme pastinya belum jelas, NSAIA berfungsi
sebagai antiinflamasi, analgesik dan antipiretik yang pada dasarnya menginhibisi
isoenzim COX-2; menginhibisi COX-1 kemungkinan terhadap obat yang tidak
dihendaki (drug's unwanted) pada mukosa GI dan agregasi platelet. (AHFS
2010,hal.2086).
2. Meloxicam
Meloxicam bekerja menghambat biosynthesize prostaglandin yang
merupakan mediator peradangan melalui penghambatan cyclooxygenase-2
(COX-2), sehingga terjadinya proses peradangan dapat dihambat.
3. Asam Mefenamat
Kerja Asam mefenamat adalah seperti obat golongan AINS lain yaitu
menghambat sintesa prostaglandin dengan menghambat kerja enzim
cyclooxygenase/PGHS (COX-1 & COX-2). Efek anti inflamasi, analgetik &
antipiretik merupakan ;dipercaya dari kerja menghambat COX-2. Efek anti
inflamasi mungkin juga dihasilkan dari kerja menghambat biosintesis dari
mukopolisakarida. Efek antipiretik diduga akibat hambatan sintesa prostaglandin
di CNS.
Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan % daya inflamasi pada Na
diklofenak sebesar 40,6%, Meloxicam 51,69%, sedangkan asam mefenamat
memiliki% daya inflamasi 60,84%. Hasil yang didapat tidak sesuai dengan literatur
yaitu, asam mefenamat memiliki % daya inflamasi terendah sedangkan Na
diklofenak memiliki % daya tertinggi. Asam mefenamat, meloxicam dan Na
Diklofenak merupakan obat NSAID yang mekanisme kerjanya menghambat sintesa
prostaglandin dengan menghambat kerja enzim cyclooxygenase (COX-1 & COX-
2). Tetapi Asam mefenamat mempunyai anti inflamasi yang rendah dibandingkan
obat AINS yang lain. Hal ini disebabkan karena cara pemberian subplantar
karagenin pada telapak kaki tikus yang masih salah sehingga karagenin yang
bertindak sebagai penginduksi inflamasi tidak bekerja dengan baik dan cepat pada
telapak kaki mencit. Kesalahan lain pada saat pengukuran udem, karena sangat
kecilnya kaki mencit. Kemungkinan lainnya juga bisa disebabkan karena
pembacaan angka pada jangka sorong.

I. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa obat
antiinflamasi memiliki daya dan efektivitas yang tinggi. Hal ini ditandai karena
adanya penurunan volume udem pada kelompok uji yang telah diberikan obat yang
menekan atau menghambat laju peningkatan volume udem oleh Indikator. Hasil
efek yang menunjukkan semakin besar nilai % efektivitas nya yang berarti suatu
sediaan yang diujikan mampu menghambat udem yang terbentuk akibat induksi
karagenin. Bahwa volumé undem kontrol positif yang mempunyai nilai terkecil.
Hasil praktikum menunjukan, Asam mefenamat mempunyai kemampuan
mengurangi efek. Sehingga disimpulkan bahwa obat yang paling efektif dalam
mengatasi antiinflamasi pada praktikum ini adalah asam mefenamat (60,84%),
Meloxicam dengan presentase (51,69%), Na diklofenak dengan presentasi(40,6%).

J. DAFTAR PUSTAKA

Abram, 2005, Respon Tubuh Terhadap Cedera, EGC, Jakarta.


Adeyemi, 2010. Analgesic and Anti-inflammatory Effects Of The Aqueous Extract
Of Leavesof Persea Americana Mill (Lauraceae).
American Society of Health-System Pharmacists, Bethesda, MD, AHFS Drugs
Information 2010. https://search.worldcat.org/title/609401493
Gryglewski, 1996, Bioactivity of Flavonoids, Polish Journal of Pharmacology
48(6): 555 564.
Guyton, A.C. & Hall, J.E., 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, EGC. Jakarta.
Katzung, 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik, ed IV. Jakarta: EGC.
Mitchell, R.N. & Cotran, R.S., 2003, Inflamasi Akut dan Kronik, Elsevier Saunders,
Philadelphia.
Mycek, J Mary, Farmakologi Ulasan Bergambar, Widya Medika, Jakarta.
Reynolds, JEF.1982. Martindale The Extra Pharmacopoeia Ed 28 London: The
Pharmaceutical Press.

Siswandono dan
Soekardjo, B, 1995,
Kimia Medisinal,
Airlangga Press, Surabaya
Tanu, Ian. (2007).
Farmakologi dan Terapi,
Edisi Kelima. Jakarta :
Balai Penerbit
FKUI
Siswandono dan
Soekardjo, B, 1995,
Kimia Medisinal,
Airlangga Press, Surabaya
Tanu, Ian. (2007).
Farmakologi dan Terapi,
Edisi Kelima. Jakarta :
Balai Penerbit
FKU
K. LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai