Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas praktikum mata kuliah Farmakologi sistem organ
Dosen Pembimbing :
Disusun Oleh :
Kelompok VI
2019
A. TUJUAN
1. Untuk menentukan perbedaan volume kaki tikus untuk setiap jam pengukuran
hewan uji.
2. Menghitung persentase kenaikan volume kaki dengan membandingkan terhadap
volume dasar penyuntikan & menghitung persentase rata rata setiap kelompok uji.
B. PRINSIP
1. Subkutan pada telapak kaki belakang tikus menyebabkan udem yang dapat
diinhibisi oleh obat antiimflamasi yang dibeikan sebelumnya.
2. Volume udem diterima dengan alat plestigmometer dan dibandingkan terhadap
udem yang diberikan obat.
3. Aktivitas obat antiimflamasi disetujui dari persentase yang diberikan terhadap
pembentukan udem.
C. DASAR TEORI
Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang
disebabkan oleh trauma fisik, Zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik. Inflamasi
adalah usaha tubuh untuk mengaktivasi tubuh atau . Organisme yang menyerang,
menghilangkan zat iritan, dan mengatur derajat perbaikan jaringan. Jika penyembuhan
lengkap,proses peradangan biasanya reda. Namun, kadang kadang inflamasi tidak bisa
dicetuskan oleh suatu zat yang tidak berbahaya seperti tepung sari, atau oleh suatu respon imun,
seperti asma atau artistis rematoid. Pada kasus seperti ini, Reaksi pertahanan tubuh mereka
sendiri mungkin menyebabakan luka-luka jaringan progresif, dan obat-obat anti inflamasi atau
imunosupresi mungkin dipergunakan untuk memodulasi proses peradangan. Inflamasi
dicetuskan oleh pelepasan mediator kimiawidari jaringan yang rusak dan migrasi sel. Mediator
kimiawi spesifik berpariasi dengan tipe proses peradangan dan meliputi amin, seperti histamin
dan 5- hidroksitritamin , lipid seperti prostagladin, peptida kecil, seperti bradikinin dan peptida
besar seperti interleukin. Penemuan yang luas diantaranya mediator kimiawi telah
menerangkan paradoks yang tampak bahwa obat-obat anti-inflamasi dapat mempengaruhi
kerja mediator utama yang penting untuk satu tipe inflamasi tetapi tanpa efek pada proses
inflamasi yang penting pada satu tipe inflamasi yang melibatkan mediator target obat (Mycek,
M.J.,2001).
Mekanisme kerja dari obat anti inflamasi non steroid ini fokus pada penghambatan isoenzim COX-1
(cyclooxygenase-1) dan COX-2 (cyclooxygenase-2). Enzim cyclooxygenase ini memiliki peran dalam
mendorong proses pembentukan prostaglandin dan tromboksan dari asam arakidonat. Untuk Anda
ketahui prostaglandin merupakan molekul penting dalam proses pembawaan pesan trauma menuju
sensor otak dan saraf pada proses inflamasi (radang).Biasanya bersamaan dengan inflamasi atau
peradangan, akan muncul demam dalam berbagai skala. Demam ini adalah reaksi alami tubuh
terhadap peningkatan kerja sistem imunitas dalam melawan peradangan. Pada dasarnya ini adalah
reaksi adaptasi karena proses kinerja imunitas yang meningkat akan mendorong peningkatan atau
induksi suhu tubuh. Obat NSAID akan bekerja dengan cara memengaruhi hipotalamus dalam
merespon sinyal dari interleukin dalam menginduksi suhu tubuh. Ini juga berkaitan dengan fungsi
NSAID dalam menekan produksi prostaglandin. Biasanya cara yang dilakukan untuk menjalankan
fungsi anti piretik adalah dengan mendorong aliran darah menuju perifer dan memicu tubuh
berkeringat untuk mengadaptasi suhu tubuh tinggi kembali turun.
Obat anti inflamasi juga ada yang bergolongan steroid. Obat ini merupakan anti inflamasi yang
dangat kuat karena obat-obatan ini menghambat enzim phospolipase A2 sehingga tidak akan
terbentuk asam arakidonat, dengan tidak terbentuknya asam arakidonat maka prostaglandin (COX-
2) juga tidak akan terbentuk. Senyawa steroid adalah senyawa golongan lipid yang memiliki struktur
kimia tertentu yang memiliki tiga cincin sikloheksana dan satu cincin siklopentana yang dihasilkan
secara alami oleh korteks adrenal tubuh yang dikenal dengan senyawa kortikosteroid. Kortikosteroid
sendiri berdasarkan aktifitasnya dibedakan menjadi glukotiroid dan mineralokortikoid.
Glukokortikoid memiliki peranan dalam metabolisme glukosa (kortisol atau hidrokortisol) sedangkan
meineralokortikoid memiliki fungsi retensi garam. Dalam masyarakat obat-obatan ini sudah banyak
dijual bebas contohnya antara lain deksametason, prednison, dan betametason. Kortikosteroid
bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Obat anti inflamasi steroid dapat
menyebabkan terhambatnya ATP sehingga pertumbuhan otot dapat terhambat
D. Alat dan Bahan
a. Hewan percobaan
b. Alat
No Alat gambar
1 Kain lap
2 Neraca digital
3 Jangka sorong
4 Plethysmometer
5 Wadah toples
6 Spuit 1 ml
7 Sonde oral
8 Spidol
9 Stopwatch
c. Bahan
Karagenan 1%
Larutan PGA 3%
Na diklofenak 50mg
Aqua pro injeksi
Bahan Alam
E. Prosedur Kerja
No Step Dokumentasi
1 Masing-masing tikus dikelompokan dan ditimbang
berat badannya dan berikan tanda pengenal untuk
setiap tikus dalam kelompok
Ket :
Vt = volume telapak kaki pada waktu t
Vo = Volume telapak kaki pada waktu 0
Kontrol 1 0,45 0,51 0,575 0,5725 0,021 0,01925 0,027 0,02775 44,155%
(+)
𝑉𝑡30 −𝑉0
% Radang30 = x 100%
𝑉0
0,02775−0,01925
% Radang Kontrol (+) = × 100% = 44,155%
0,01925
0,0212−0,2125
% Radang Kontrol (-) = × 100% = -42%
0,2125
0,15−0,35
% Radang Dosis Uji I = × 100% = 57%
0,35
0,105−0,025
% Radang Dosis Uji II = × 100% = 320%
0,025
0,0625−0,1557
% Radang Dosis Uji III = × 100% = 140%
0,1357
44,155−134,3
% Inhibisi Radang (+) = × 100% = -2,04%
44,155
−42−134,3
% Inhibisi Radang (-) = × 100% = -4.1976%
−42
57−134,3
% Inhibisi Radang Dosis Uji I = × 100% = 106,5%
57
320−134,3
% Inhibisi Radang Dosis Uji II = × 100% = - 0,5803%
320
140−134,3
% Inhibisi Radang Dosis Uji III = × 100% = 0.0407%
140
F. PEMBAHASAN
Pada praktikum Farmakologi Sistem Organ kali ini yaitu pengujian antiinflamasi
dengan tujuan untuk mengetahui aktivitas farmakologi Na. Diklofenat dan karagenan
1% yang digunakan sebagai inisiator terjadinya inflamasi tersebut. Tikus yang
digunakan dalam percobaan ini berjumlah dua ekor tiap kelompok dengan perlakuan
yang masing-masing berbeda.
Percobaan ini menggunakan alat pletismograf untuk mengidentifikasikan terjadinya
inflamasi pada kaki belakang sebelah kiri tikus, dengan pengukuran presentase
besarnya radang pembengkakan. Caranya tikus diberi sediaan Na. Diklofenat yang
sudah dilarutkan dengan PGA 1% secara oral kemudian beberapa waktu kemudian
diberi perlakuan diinduksi secara subplantar larutan karagenan 1%, sediaan tersebut
diberikan sesuai dengan perhitungan berat badan tikus. Penggunaan Na. Diklofenat
sebagai obat antiinflamasi sedangkan karagenan 1% berfungsi sebagai senyawa iritan
menginduksi terjadinya cedera sel melalui pelepasan mediator yang mengawali proses
inflamasi. Pada saat terjadi pelepasan mediator inflamasi terjadi udem maksimal dan
bertahan beberapa jam. Efek yang ditimbulkan dari pemberian karagenan pada tikus
adalah terjadinya udem, yang terlihat dari bertambahnya volume kaki tikus setelah
diukur dengan alat pletismometer. Udem yang disebabkan induksi karagenan bertahan
selama 6 jam dan berangsur berkurang dalam waktu 24 jam.
Mekanisme kerja farmakologinya adalah menginhibisi sintesis prostagladin.
Na.diklofenat menginhibisi sintesis prostagladin di dalam jaringan tubuh dengan
menginhibisi siklooksigenase: sedikitnya 2 isoenzim, siklooksigenase-1 dan
siklooksigenase-2, telah diidentifikasikan dengan mengkatalis/memecah
formasi/bentuk dari prostagladin di dalam jalur asam arakidonat.
G. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa efek yang
ditunjukan dengan semakin besarnya nilai % efektivitas, yang berarti suatu sediaan
yang diujikan mampu menghambat udem yang terbentuk akibat induksi karagenan.
Bahwa volume udem control positif mempunyai nilai palng kecil.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Tan Hoan Tjay & Drs. Kirana Raharja, 2007, Obat-Obat Penting, Elex Media
Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta.
Thomas B Boulton & Coln E.Blogg, 1994, Anestesi edisi x, EGC, Jakarta.