Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH FARMAKOTERAPI II NYERI DENGAN INFLAMASI ( NOSISEPSI )

Disusun oleh : Jonas Anastasia Ika P. Anggun Indah C. Brigita Lynda R. Maria Malida Vernandes S. Maria Dyah Kartika L. Ribka Alvianita S. Arelia Oktaviori Cornelia Melinda Juana M S Antonio Leonardo B.E.P.U (108114006) (108114098) (108114099) (108114101) (108114102) (108114103) (108114105) (108114108) (108114109) (108114110) (108114112)

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2013
i

I.

DEFINISI

Bila jaringan cedera misalnya karena terbakar, teriris, infeksi oleh mikroba, maka pada jaringan ini akan terjadi rangkaian reaksi yang menyebabkan musnahnya agen yang membahayakan jaringan dan mencegah agar agen tersebut tidak menyebar luas. Reaksi-reaksi ini kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera diperbaiki atau diganti dengan jaringan yang baru (Anonim, 1973). Rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan cedera ini disebut inflamasi atau nama lainnya radang (Anonim, 1973). Peradangan (inflamasi) merupakan suatu reaksi antara jaringan ikat pembuluh dengan pengaruh-pengaruh yang merusak (noksius). Noksius dapat berupa reaksi kimia, reaksi fisika, infeksi oleh mikroorganisme atau parasit. Rangsangan tersebut menyebabkan pembebasan mediator-mediator inflamasi seperti histamine, serotonin, prostaglandin, kinin, dan ion kalsium (Mutschler, 1986). Fenomena inflamasi ini meliputi kerusakan mikrovaskular, meningkatnya permeabilitas vaskular, dan migrasi leukosit ke jaringan radang. Oleh karena itu, pengobatan inflamasi perlu dilakukan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Gejala inflamasi: 1. Rubor (kemerahan) Rubor merupakan gejala pertama peradangan. Peristiwa ini terjadi ketika pembuluh darah mengalami pelebaran ketika terjadi invasi. Akibatnya asupan darah yang masuk menjadi semakin banyak, sehingga kulit terlihat berwarna kemerahan (Wilson, 1994). 2. Kalor (panas) Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebbih panas daripada sekelilingnya. Semakin banyak darah yang berada dalam pembuluh darah, akan dapat meningkatkan suhu. Karena pembuluh darah melebar, maka darah akan banyak

mengalir ke tempat invasi. Dengan demikian, suhu di sekitar tempat invasi akan naik (Wilson, 1994). 3. Dolor (rasa sakit) Pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan total yang dapat menimbulkan rasa sakit. 4. Tumor (pembengkakan) Merupakan gejala yang paling mencolok dari peradangan akut, dan merupakan mekanisme pengeluaran sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan interstitial (dapat berupa eksudat). Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya pembengkakan (Wilson, 1994). 5. Functio laesa (perubahan fungsi) Merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal. Sepintas lalu mudah dimengerti mengapa bagian yang bengkak, nyeri, disertai sirkulasi abnormal, dan lingkungan kimiawi lokal yang abnormal, berfungsi secara abnormal. Ketika terjadi inflamasi sel, jaringan, ataupun organ, tempat peradangan akan menjadi abnormal. Demikian fungsi dari masing-masing sel, jaringan, ataupun organ tersebut akan berubah (Wilson, 1994).

II. A. Mediator Nyeri

PATOGENESIS

Kerusakan sel akibat adanya noksi akan membebaskan berbagai mediator atau substansi radang antara lain histamin, bradikinin, kalidin, serotonin, prostaglandin, leukotrien dan sebagainya. Histamin terdapat pada semua jaringan juga pada leukosit basofil. Di dalam jaringan, histamin disimpan dalam sel mast dan dibebaskan sebagai hasil interaksi antigen dengan antibodi IgE pada permukaan sel mast, berperanan pada reaksi hipersensitif dan alergi. Substans tersebut merupakan mediator utusan pertama dari sedemikian banyak mediator lain, segera muncul dalam beberapa detik. Reseptor-reseptor histamin adalah H1 dan H2. Stimulasi pada kedua reseptor ini menyebabkan vasodilatasi pada arterial dan pembuluh darah koronaria,

merendahkan resistensi kapiler dan menurunkan tekanan darah sistemik. Pada reaksi radang permeabilitas kapiler meningkat karena dibebaskannya histamine (Mansjoer, 2003). Prazat kalikrein ialah kalikreinogen yang tidak aktif terdapat dalam pankreas, mukosa usus dan plasma darah. Kalikreinogen diaktivasi oleh faktor Hageman, melalui penguraian enzimatik dihasilkan kinin aktif yaitu bradikinin dan kalidin. Sebagai mediator radang bradikinin dan kalidin bereaksi lokal, menimbulkan rasa sakit, vasodilatasi, meningkatkan permeabilitas kapiler dan berperan meningkatkan potensi prostaglandin (Mansjoer, 2003). Serotonin (5-hidroksitriptamin, 5-Hf), dalam konsentrasi tinggi terdapat pada platelet darah, perifer mukosa usus dan di beberapa bagian otak. Salah satu reseptor 5-Hf yang terdapat pada membran platelet ialah 5-Hf 2, jika distimulasi akan meningkatkan agrerasi platelet (Mansjoer, 2003). Platelet-activating factor (PAF) disimpan di dalam sel dalam bentuk prazat. PAF disintesis oleh platelet, neutrofil, monosit, sel mast, eosinofil dan sel mesangial ginjal. PAF merupakan stimulator agregasi platelet, agregasi leukosit polimorfonuklir dan monosit, meningkatkan potensi LT, pembebasan enzim lisosomal dan superoksida, juga merupakan faktor kemotaktik eosinofil, neutrofil dan monosit (Mansjoer, 2003). Mediator eikosanoid berasal dari dua famili berbeda, dari alur siklooksigenase dihasilkan prostaglandin dan dari alur lipoksigenase dihasilkan leukotrien, termasuk semua senyawa yang masih berhubungan dengan keduanya. Keduanya akan dijelaskan di bawah ini.

B. Mekanisme Inflamasi Fosfolipida Eva (membrane sel)

Kortikosteroid

Fosfolipase Asam Arachidonat

NSAIDs

cyclooxygenas e Endoperoksida O2
COX-2

lipooxygenase

Zileuton montelukast

Asam hidroperoksida

COX-1

Leukotrien

Tromboxan TXA2

Prostacyclin PGL2

Prostaglandi n P2E2F2

(LTA)

-Vasokontriksi -Menstimulasia

-Proteksi lambung -Vasolidatasi bronci

peradangan

-Agregasi pelat darah

LBT2 -antiagregasi Peradangan

LTC2-LTD4-

-vasokontriktif -permebilitas pembuluh darah

Pada stimulasi dengan berbagai cara, terutama dengan zat yang menimbulkan kerusakan sel, asam arakhidonat dibebaskan melalui aktivasi fosfolipase A2 dan akan diubah menjadi senyawa mediator melalui 2 jalur utama: 1. Jalur siklooksigenase Asam arakhidonat yang dikatalis oleh siklooksigenase mula-mula membentuk prostaglandin endoperoksida (PGG2), yang membentuk cincin masih mengandung satu gugus hidroperoksi. Dengan bantuan peroksidae dari PGG2 menjadi senyawa-senyawa alcohol yang sesuai PGH2. Kedua sikloendoperoksida merupakan senyawa yang bersifat reaktif tinggi karena tegangan cincin yang tinggi dengan waktu paro yang singkat. Dari PGGH2 dapat dibentuk : a) Prostaglandin, dalam berbagi jaringan b) Trombosan A2, dalam trombosit c) Prostasiklin, dalam endotel pembuluh darah (Muschler, 1991). Pembebasan prostaglandin terjadi oleh rangsang saraf, berbagai senyawa mediator (misal histamine) atau hormone saluran cerna (misal gastrin). Prostaglandin terpenting yang terdapat alamiah adalah PGE1, PGE2, PGF2, kerjanya sangat kompleks. Prostaglandin (PG) sebenarnya bukan sebagai mediator radang, lebih tepat dikatakan sebagai modulator dari reaksi radang. Sebagai penyebab radang, PG bekerja lemah, berpotensi kuat setelah berkombinasi dengan mediator atau substansi lain yang dibebaskan secara lokal, autakoid seperti histamin, serotonin, PG lain dan leukotrien. Prostaglandin paling sensibel pada reseptor rasa sakit di daerah perifer. Prostaglandin merupakan vasodilator potensial, dilatasi terjadi pada arteriol, prekapiler, pembuluh sfingter dan postkapiler venula. Walaupun PG merupakan vasodilator potensial tetapi bukan sebagai vasodilator universal. Selain PG dari alur sikooksigenase juga dihasilkan tromboksan. Tromboksan A2 berkemampuan menginduksi agregasi platelet maupun reaksi pembebasan platelet (Mansjoer, 2003). Prostaglandin E bekerja secara langsung pada otot polos pembuluh darah menurunkan tekanan darah, pasokan darah ke ginjal ditingkatkan. PGE menyebabkan dilatasi otot bronkus dan otot trakea, PGF2 bronkokontriksi. Secara patofisiologi, prostaglandin terlibat pada terjadinya nyeri, pada proses

peradangan dan timbulnya demam, selanjutnya pada diare akibat alergi dan keluhan dismonorea. Tromboksan A2 menstimulasi agregasi trombosit sehingga menyebabkan pembentukan plateletthrombin. Tromboksan A2 juga memiliki kerja vasokontriksi sehingga merupakan lawan dari prostasiklin. Tromboksan A2, dibebaskan terutama pada adhesi trombosit pada endotel pembuluh yang rusak. Prostasiklin merupakan suatu eteroneel siklik dengan kerja vasodilatasi yang kuat dan kerja menghambat agregasi trombosit. Prostasiklin terjadi dalam endotel pembuluh (Muschler,1991).

2. Jalur lipooksigenase Asam arakhidonat dapat dioksidasi oleh lipooksigenase menjadi

hidroperoksida. Oleh 5-lipooksidase yang terdapat dalam leukosit dan dalam paruparu terbentuk asam 5-hidroperoksi-eikosa-tetraenat (5-HPTE). Oleh 12lipoksigenase yang terdapat dalam trombosit terbentuk 12-HPTE, dan oleh 15lipoksigenase (dalam granulosit) terbentuk 15-HPTE. 5-HPTE merupakan senyawa asal leukotrien (LT). Mediator LTB4 potensial untuk kemotaktik leukosit polimorfonuklir, eosinofil dan monosit. Pada konsentrasi lebih tinggi LTB4 menstimulasi agregasi leukosit polimorfonuklear. Mediator LTB4 mengakibatkan hiperalgesia. Efek terhadap mikrovaskulatur diinduksi oleh LTC4 clan LTD4, beraksi di sepanjang endotel dari postkapiler venula yang menyebabkan eksudasi plasma. Pada konsentrasi tinggi LTC4 dan LTD4 mempersempit arteriol dan mengurangi eksudasi. Kombinasi LTC4 dan LTD4 merupakan mediator baru, dinamakan slow reacting substance of anaphylaxis (SRS-A) yang dapat menyebabkan peradangan, reaksi anafilaksi, reaksi alergi dan asma (Mansjoer, 2003).

III. 1. Non Farmakologis

STRATEGI PENGOBATAN

a) Kompres air hangat b) Transcuterieous Electrical Nerve Stimulation (TENS) dengan memberikan arus listrik ringan pada permukaan kulit. c) Akupuntur d) Akupresure e) Distraksi : memasukan jarum kecil ke bagian tubuh tertentu. : pemberian penekanan pada pusat-pusat nyeri. : mengalihkan perhatian terhadap nyeri. Efektif untuk nyeri ringan hingga sedang. 2. Farmakologis Terapi farmakologi dalam penanganan nyeri dapat berupa terapi curative (menyembuhkan) ataupun palliative (meringankan). Pengobatan nyeri dada kardiak dengan efek vasodilatasi dari nitrogliserin dapat digolongkan dalam

tindakan curative, sedangkan penanganan nyeri dengan Inflamasi dengan NSAID dapat digolongkan tindakan palliative. Non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs) berkerja menghambat enzim COX dan mengurangi pembentukan prostaglandin. Ketika inhibisi nonselektif terhadap enzim COX menghasilkan efek antihiperalgesia dan menekan peran prostaglandin dalam proses inflamasi hiperalgesia, namun demikian penggunaan klinis dibatasi karena efek samping pada saluran gastrointestinal yang serius. Efikasi analgesik dari obat golongan inhibitor selektif COX-2 terhadap penyakit arthritis rheumatoid teramati memiliki kemiripan dengan inhibitor nonselektif, meskipun penelitian jangka panjang telah dilakukan. Beberapa obat yang dapat digunakan yaitu ibuprofen, aspirin, natrium diklofenak, indometachin dan asam mefenamat.

IV.

OBAT PILIHAN

Diklofenak bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase dalam biosintesis protein. Prostaglandin merupakan lipid bioaktif yang diturunkan dari asam arachidonic melalui reaksi siklooksigenasi. Prostaglandin memiliki aktivitas

dalam respon inflamsi dan menghasilkan rasa nyeri dan demam. Penghambatan enzim siklooksigenase akan menghambat reaksi siklooksigenasi yaitu reaksi pengubahan asam arachidonic menjadi endoperoksida yang mengandung prostaglandin G2 (PGG2) melalui siklisasi enzimatik dan reaksi oksigenasi sehingga prostaglandin tidak akan diproduksi. Ketika siklooksigenasi pada biosintesis prostalandin dihambat aktivitas prostaglandin dalam menimbulkan nyeri, demam, dan reaksi reaksi peradangan juga akan dihambat.

V.

EFEK SAMPING

Diklofenak bekerja pada kedua isoform enzim siklooksigenase (COX-1 dan COX-2) sehingga dapat menimbulkan efek iritasi pada saluran

gastrointestinal. Efek GI dari penggunaan diklofenak pada jangka panjang termasuk pendarahan usus, sakit perut, dan muntah. Selain itu Diklofenak juga menyebabkan. Efek samping ringan yaitu reaksi kulit.

VI.

LETAK RESEPTOR

Daftar Pustaka : Anonim, 2011, Cancer Pain and Symptom Management Nursing Research Group, UIC College of Nursing Dipiro, J., et al., 2005, Pharmacotherapy : A Patophysiologic Approach, 6th edition, 1089 1104, McGrawHill Companies Inc, New York Gunawan, 2005, Farmakologi dan Terapi, Edisi 5, 230 272, Departemen Farmakologi dan Terapetik, FKUI, Jakarta Kidd, B., 2001, Mechanisms of Inflammatory Pain, British Journal of Anaesthesia, Volume 87, Nomor 1, pp. 6 Sherwood, L., 2009, Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem, Edisi 6, Buku Kedokteran,Jakarta, pp. 209-211 Shone, N., 1995, Berhasil Mengatasi Nyeri.76-80, Arcan, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai