Anda di halaman 1dari 10

UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2021/2022

PRODI MAGISTER ILMU BIOMEDIK FK UNISSULA

=====================================================================
=====
Mata Kuliah : Basic Science of Immunology
Smt : I (Satu)
Hari/ Tanggal : Rabu, 27 Juli 2022
Penguji : Assoc. Prof. Dr. dr. Agung Putra, M.Si.Med
Nama : Metalia
MBK : MBK2219010290

1. Jelaskan respon immune seseorang ketika terinfeksi oleh virus RNA.

a. sebutkan dan jelaskan sistem immune adaptive, innate, seluler dan humoral yang
terlibat!

b. Sebutkan dan jelaskan sitokin yang terlibat pada masing masing tahapan !

Jawaban :

a.System imun adaptive, innate, selular, dan humoral yang terlibat dalam respon imun ketika
seseorang terinfeksi virus RNA adalah sebagai berikut :

System imun innate :

Induksi yang pertama, terjadi saat sel dendritik yang berada pada jaringan tempat terjadinya
infeksi terikat antigen, dan teraktivasi menjadi sel penyaji antigen (APC), kemudian bermigrasi ke
dalam sistem limfatik dan berakhir di nodus limfa, limpa, atau jaringan limfoid mukosa (MALT).
Sel T yang bermigrasi dari satu nodus limfa menuju ke nodus yang lain, akan menempel pada APC
dan berusaha untuk mengenali antigen dengan memindai sel tersebut pada bagian MHC kelas II.
Antigen yang tidak dikenali akan segera ditinggalkan oleh sel T untuk dipindai sel T yang lain
hingga akhirnya dikenali. Pada saat tersebut, sel T akan berhenti bermigrasi dan akan mengikat
erat APC. Kemudian teraktivasi untuk memicu sistem imun adaptif.
System imun adaptive :

Patogen ( virus ) dapat mengembangkan strategi untuk mengecoh atau menekan mekanisme sistem
imun bawaan demi mempertahankan infeksi yang telah dijangkitnya. Respon imun adaptif
diperankan oleh sel efektor dan molekul terkait, sekitar hari ke 4 atau ke 5 setelah infeksi awal.
Setelah kadar antigen menurun ke bawah ambang batas sistem imun adaptif, respon akan berhenti,
namun antibodi dan memori imunologis akan tetap bertahan dan memberikan perlindungan yang
panjang untuk infeksi ulang yang dapat terjadi.

Sel T CD4 naif (sel Th0) yang mengenali antigen melalui molekul MHC kelas II pada sel dendritik
akan mengaktivasi LFA-1 yang menyebabkan ikatan kuat antara sel T dengan APC. Setelah itu
akan terjadi proliferasi dan diferensiasi sel T, yang menghasilkan sejumlah sel T CD4 baru yang
fungsional.

Diferensiasi sel T sebagai berikut:

- sel TH1 akan dihasilkan jika virus menginduksi sekresi IL-12 dari APC.
- sel TH2 akan dihasilkan dengan aktivasi LFA-1 yang terjadi dengan stimulasi IL-4 yang
disekresi oleh sel NKT karena stimulasi dari patogen jenis lain. TH2 akan mensekresi IL-
4, IL-5, IL-13.
- Sel TH1 akan bertindak sebagai stimulator makrofag, sedangkan sel TH2 akan berfungsi
sebagai aktivator sel B.

Respon imun seluler


Gambar Diferensiasi sel T CD4 menjadi sel T pembantu.

Aktivasi penuh sel T CD4 membutuhkan waktu sekitar 4 hingga 5 hari. Setelah itu, sel T
pembantu bermigrasi dari sistem limfatik menuju jaringan tempat terjadinya infeksi. Di dalam
jaringan, sel T efektor yang mengenali antigen akan menseresikan sitokin seperti TNF-α untuk
mengaktivasi sel endotelial agar terjadi sekresi E-selektin, VCAM-1 dan ICAM-2 dan
kemokin RANTES. Semuanya itu untuk merekrut lebih banyak sel T efektor, monosit,
dan granulosit. TNF-α and IFN-γ yang disekresi sel T pembantu yang telah teraktivasi juga bersifat
sinergis dengan proses peradangan berupa ekstravasasi.

Respon imun humoral

Peran antibodi dalam sistem kekebalan, antara lain:

- Untuk infeksi intraselular, virus terlebih dahulu perlu mengikat molekul tertentu yang
terdapat pada permukaan sel target. Antibodi dapat mencegah terjadinya ikatan tersebut.
Hal ini juga sekaligus mencegah masuknya toksin yang disekresi oleh patogen ke dalam
sel.
- Antibodi yang menempel pada permukaan patogen akan mempercepat dikenalinya patogen
tersebut oleh fagosit, oleh karena fagosit dilengkapi dengan fragmen konstan yang
mengikat antibodi pada area konstan C.
- Antibodi yang terikat pada permukaan patogen dapat mengaktivasi protein dari
komponen sistem komplemen.

b. sitokin yang terlibat pada masing-masing tahapan adalah sebagai berikut :

- system imun innate : TNF, IL-1, IL-12, IFN-γ, IFN-β, IFN-α, IL-6, IL-1L-15

- system imun adaptif : IL-2, IL-4, IL-5, IFN-γ, TGFbetha, limfotoksin, IL-13, IL-16, IL-25, IL-9

- respon imun seluler : IFN-γ, TNF-α

- respon imun humoral : IL-4, IL-5, IL-6


2. Pada infeksi patogen berupa bakteri, apakah terdapat perbedaan respon immune dengan patogen
berupa virus. Jelaskan!

Jawaban :

Perbedaan respon imun terhadap infeksi virus dan infeksi bakteri adalah :

RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS

Untuk membatasi penyebaran virus dan mencegah reinfeksi, sistem imun harus mampu
menghambat masuknya virion ke dalam sel dan memusnahkan sel yang terinfeksi. Antibodi
spesifik mempunyai peran penting pada awal terjadinya infeksi, dimana ia dapat menetralkan
antigen virus dan melawan virus sitopatik yang dilepaskan oleh sel yang mengalami lisis. Peran
antibodi dalam menetralkan virus terutama efektif untuk virus yang bebas atau virus dalam
sirkulasi. Proses netralisasi virus dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya dengan cara
menghambat perlekatan virus pada reseptor yang terdapat pada permukaan sel, sehingga virus
tidak dapat menembus membran sel, dengan demikian replikasi virus dapat dicegah.

Antibodi dapat juga menghancurkan virus dengan cara aktivasi komplemen melalui jalur klasik
atau menyebabkan agregasi virus sehingga mudah difagositosis dan dihancurkan. Antibodi dapat
mencegah penyebaran virus yang dikeluarkan dari sel yang telah hancur. Tetapi sering kali
antibodi tidak cukup mampu untuk mengendalikan virus yang telah mengubah struktur
antigennya dan yang melepaskan diri (budding of) melalui membran sel sebagai partikel yang
infeksius, sehingga virus dapat menyebar ke dalam sel yang berdekatan secara langsung.

Disamping respons antibodi, respons imun selular merupakan respons yang paling penting,
terutama pada infeksi virus yang non-sitopatik respons imun seluler melibatkan sel T sitotoksik,
sel NK, ADCC dan interaksi dengan MHC kelas 1. Peran IFN sebagai anti virus cukup besar,
khususnya IFN-α dan IFN-β.

Dampak antivirus dari IFN terjadi melalui :

a) Peningkatan ekspresi MHC kelas I

b) Aktivasi sel NK dan makrofag

c) Menghambat replikasi virus


Pada infeksi virus, makrofag juga dapat membunuh virus seperti halnya ia membunuh bakteri.
Tetapi pada infeksi dengan virus tertentu, makrofag tidak membunuhnya bahkan sebaliknya
virus memperoleh kesempatan untuk replikasi di dalamnya. Telah diketahui bahwa virus hanya
dapat berkembang biak intraselular karena ia memerlukan DNA-pejamu untuk replikasi.
Akibatnya virus selanjutnya dapat merusak sel-sel organ tubuh yang lain terutama bila virus itu
bersifat sitopatik. Apabila virus itu bersifat non sitopatik ia akan menyebabkan infeksi kronik
dengan menyebar ke sel-sel lain.

RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI BAKTERI

Terdiri dari :

- Respons Imun terhadap Bakteri Ekstraselular

Bakteri ekstraselular dapat menimbulkan penyakit melalui beberapa mekanisme yaitu 1.


Merangsang reaksi inflamasi yang menyebabkan destruksi jaringan di tempat infeksi. Sebagai
contoh misalnya kokus piogenik yang sering menimbulkan infeksi supuratif yang hebat. 2.
Produksi toksin yang menghasilkan berbagai efek patologik.

Imunitas Alamiah terhadap Bakteri Ekstraselular : Respons imun alamiah terhadap bakteri
ekstraselular terutama melalui mekanisme fagositosis oleh neutrofil, monosit serta makrofag
jaringan. Resistensi bakteri terhadap fagositosis dan penghancuran dalam makrofag menunjukkan
virulensi bakteri. Aktivasi komplemen tanpa adanya antibodi juga memegang peranan penting
dalam eliminasi bakteri ekstraselular. Lipopolisakarida (LPS) dalam dinding bakteri gram negatif
dapat mengaktivasi komplemen jalur alternatif tanpa adanya antibodi. Salah satu hasil aktivasi
komplemen ini yaitu C3b mempunyai efek opsonisasi bakteri serta meningkatkan fagositosis.
Selain itu terjadi lisis bakteri melalui membrane attack complex (MAC) serta beberapa hasil
sampingan aktivasi komplemen dapat menimbulkan respons inflamasi melalui pengumpulan
(recruitment) serta aktivasi leukosit. Endotoksin yang merupakan LPS merangsang produksi
sitokin oleh makrofag serta sel lain seperti endotel vaskular. Beberapa jenis sitokin tersebut antara
lain tumour necrosis factor (TNF), IL-1, IL-6 serta beberapa sitokin inflamasi dengan berat
molekul rendah yang termasuk golongan IL-8. Fungsi fisiologis yang utama dari sitokin yang
dihasilkan oleh makrofag adalah merangsang inflamasi non-spesifik serta meningkatkan aktivasi
limfosit spesifik oleh antigen bakteri. Sitokin akan menginduksi adhesi neutrofil dan monosit pada
endotel vaskular pada tempat infeksi yang diikuti migrasi, akumulasi lokal serta aktivasi sel
inflamasi. Kerusakan jaringan yang terjadi adalah akibat efek samping mekanisme pertahanan
untuk eliminasi bakteri tersebut. Sitokin juga merangsang demam dan sintesis protein fase akut.
Banyak fungsi sitokin yang sama yaitu sebagai ko-stimulator sel limfosit T dan B yang
menghasilkan mekanisme amplifikasi untuk imunitas spesifik. Sitokin dalam jumlah besar atau
produknya yang tidak terkontrol dapat membahayakan tubuh serta berperan dalam menifestasi
klinik infeksi bakteri ekstraselular.

Imunitas Spesifik terhadap Bakteri Ekstraselular : Kekebalan humoral mempunyai peran


penting dalam respons kekebalan spesifik terhadap bakteri ekstraselular. Lipopolisakarida
merupakan komponen yang paling imunogenik dari dinding sel atau kapsul mikroorganisme.
Antigen ini dapat langsung merangsang sel limfosit B yang menghasilkan imunoglobin (Ig)M
spesifik yang kuat. Selain itu produksi IgG juga dirangsang yang mungkin melalui mekanisme
perangsangan isotype switching rantai berat oleh sitokin. Respons sel limfosit T yang utama
terhadap bakteri ekstraselular melalui sel TCD4 yang berhubungan dengan molekul MHC kelas II
yang mekanismenya telah dijelaskan di atas. Sel TCD4 berfungsi sebagai sel penolong untuk
merangsang pembentukan antibodi, aktivasi fungsi fagosit dan mikrobisid makrofag.

Ada 3 mekanisme efektor yang dirangsang oleh IgG dan IgM serta antigen permukaan bakteri

1. Opsonisasi bakteri oleh IgG serta peningkatan fagositosis dengan mengikat reseptor Fc_ pada
monosit, makrofag dan neutrofil. Antibodi IgG dan IgM mengaktivasi komplemen jalur klasik
yang menghasilkan C3b dan iC3b yang mengikat reseptor komplemen spesifik tipe 1 dan tipe 3
dan selanjutnya terjadi peningkatan fagositosis. Pasien defisiensi C3 sangat rentan terhadap infeksi
piogenik yang hebat.

2. Netralisasi toksin bakteri oleh IgM dan IgG untuk mencegah penempelan terhadap sel target
serta meningkatkan fagositosis untuk eliminasi toksin tersebut.

3. Aktivasi komplemen oleh IgM dan IgG untuk menghasilkan mikrobisid MAC serta pelepasan
mediator inflamasi akut.

Respons Imun terhadap Bakteri Intraselular : Sejumlah bakteri dapat lolos dan mengadakan
replikasi di dalam sel pejamu. Yang paling patogen di antaranya adalah yang resisten terhadap
degradasi dalam makrofag. Sebagai contoh adalah mikrobakteria serta Listeria monocytogenes.
Mekanisme terpenting imunitas alamiah terhadap mikroorganisme intraselular adalah fagositosis.
Akan tetapi bakteri patogen intraselular relatif resisten terhadap degradasi dalam sel fagosit
mononuklear. Oleh karena itu mekanisme kekebalan alamiah ini tidak efektif dalam mencegah
penyebaran infeksi sehingga sering menjadi kronik dan eksaserbasi yang sulit diberantas.

Respons Imun Spesifik terhadap Bakteri Intraselular : Respons imun spesifik terhadap bakteri
intraselular terutama diperankan oleh cell mediated immunity (CMI). Mekanisme imunitas ini
diperankan oleh sel limfosit T tetapi fungsi efektornya untuk eliminasi bakteri diperani oleh
makrofag yang diaktivasi oleh sitokin yang diproduksi oleh sel T terutama interferon α (IFN α).
Respons imun ini analog dengan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Antigen protein intraselular
merupakan stimulus kuat sel limfosit T. Telah disebutkan di atas bahwa fungsi sel limfosit T pada
CMI adalah produksi sitokin terutama IFN α. Sitokin INF α ini akan mengaktivasi makrofag
termasuk makrofag yang terinfeksi untuk membunuh bakteri. Beberapa bakteri ada yang resisten
sehingga menimbulkan stimulasi antigen yang kronik. Keadaan ini akan menimbulkan
pengumpulan lokal makrofag yang teraktivasi yang membentuk granuloma sekeliling
mikroorganisme untuk mencegah penyebarannya. Reaksi inflamasi seperti ini berhubungan
dengan nekrosis jaringan serta fibrosis yang luas yang menyebabkan gangguan fungsi yang berat.
Jadi kerusakan jaringan ini disebabkan terutama oleh respons imun terhadap infeksi oleh beberapa
bakteri intraselular. Contoh yang jelas dalam hal ini adalah infeksi mikobakterium. Mikobakterium
tidak memproduksi toksin atau enzim yang secara langsung merusak jaringan yang terinfeksi.
Paparan pertama terhadap Mycobacterium tuberculosis akan merangsang inflamasi selular lokal
dan bakteri mengadakan proliferasi dalam sel fagosit. Sebagian ada yang mati dan sebagian ada
yang tinggal dormant. Pada saat yang sama, pada individu yang terinfeksi terbentuk imunitas sel
T yang spesifik. Setelah terbentuk imunitas, reaksi granulomatosa dapat terjadi pada lokasi bakteri
persisten atau pada paparan bakteri berikutnya. Jadi imunitas perlindungan dan reaksi hipersensitif
yang menyebabkan kerusakan jaringan adalah manifestasi dalam respons imun spesifik yang sama.
3. Jelaskan perubahan sistem immune pada orang yang telah mengalami penuaan!

Jawaban :

Perubahan system imun pada orang yang mengalami penuaan :

Proses aging (menua) merupakan suatu tahapan proses yang selalu dilewati oleh setiap
makhluk hidup. Proses aging menyebabkan perubahan-perubahan pada semua sistem fisiologis
tubuh. Aging menyebabkan penurunan fungsi pertahanan tubuh sehingga setiap organ tubuh
lebih mudah terserang penyakit infeksi. Beberapa masalah yang dikaitkan dengan adanya proses
aging adalah meningkatnya infeksi, penyakit jantung, stroke, artritis, anemia dan kanker.
Aging menyebabkan perubahan pada sistem imun non spesifik maupun sistem imun spesifik.

Aging dan system imun non spesifik

Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa komponen sistem imun non spesifik relatif
tidak dipengaruhi oleh aging. Jumlah granulosit, makrofag atau monosit tetap sama dan
kemampuannya melawan bakteri atau virus juga tetap sama (Age Work, 2003). Akan tetapi,
menurut Michel (2003) terdapat pengaruh aging terhadap sel-sel dendritik. Orang tua
mempunyai jumlah sel-sel dendritik yang lebih sedikit dibandingkan dengan orang yang lebih
muda meskipun sel-sel tersebut masih menunjukkan kemampuannya sebagai antigen
presenting cell dan dalam merangsang aktifasi dan proliferasi sel limfosit T. Pada orang tua,
makrofag masih selalu mendukung respon sel limfosit T terhadap antigen tertentu. Jumlah
sitokin dan ekspresi molekul permukaan oleh makrofag pada orang tua adalah sama dengan
pada orang yang lebih muda. Akan tetapi, kecepatan pembersihan antigen oleh makrofag
berkurang dengan adanya aging dan toksisitas makrofag melawan sel tumor menjadi rendah
(Michel, 2003). Dengan bertambahnya umur, aktifitas sel NK tidak dipengaruhi atau
meningkat. Peningkatan aktifitas sel NK ini biasanya berhubungan dengan meningkatnya
proporsi sel yang mengekspresikan fenotip sel NK (Michel, 2003).

Aging menyebabkan jumlah sel NK berkurang sehingga mempengaruhi fungsi utamanya


untuk menghilangkan sel kanker (Age Work, 2003). Jumlah komplemen pada orang tua
lebih sedikit dibandingkan dengan orang yang lebih muda. Adanya perbedaan yang
berhubungan dengan peningkatan umur ini semakin tampak Ketika terjadi infeksi bakteri. Jumlah
komplemen pada orang muda yang mengalami bakteriemia meningkat secara signifikan,
sedangkan pada orang tua tidak (Michel, 2003). III.

Aging dan Sistem Imun Spesifik

Sistem imun spesifik diperankan oleh sel limfosit T dan limfosit B. Ketika suatu antigen
merangsang respon imun spe-sifik, antigen tersebut mula-mula selalu mengaktifasi sel
limfosit T. Sekali sel limfosit T teraktifasi, sel tersebut akan melawan antigen dan
merangsang aktifasi sel limfosit B. Sel limfosit B yang teraktifasi akan merangsang
pembentukan antibodi yang akan melawan antigen tersebut (Martini, 2001). Masalah
utama aging pada sistem imun spesifik terletak pada kemampuan sel limfosit T dan
limfosit B untuk mengadakan pembelahan sel secara cepat. Akibatnya, system imun
spesifik mempunyai masalah untuk mengimbangi kecepatan pembelahan sel oleh bakteri dan
virus dan tubuh tidak dapat mengimbanginya. Dengan demikian, orang yang tua cenderung lebih
sering sakit dan lebih parah (Age Work, 2003). Aging menyebabkan ad-nya gangguan aktifitas
sel limfosit T. Terdapat kerusakan fungsi sel T helper yang ditunjukkan dengan lemahnya respon
allogenic pada orangtua. Dengan bertambahnya usia, produksi sel T helper juga menurun (Michel,
2003 ).

Pada orang tua, sel T sitotoksik dan respon proliferatif terhadap antigen dan mitogen juga
berkurang. Hal ini menunjukkan ketidakmampuan sel T untuk mensekresi dan merespon
interleukin-2. Dengan bertambahnya usia, sel limfosit T menjadi hiporesponsif terhadap
rangsangan yang dimediasi oleh koreseptor tertentu (Michel, 2003). Aging menyebabkan sel
limfosit T kurang respon terhadap adanya antigen sehingga jumlah sel limfosit sitotoksik yang
melawan suatu infeksi lebih sedikit (Martini,2001).

Aging juga menyebabkan peningkatan proporsi sel limfo-sit T memori yang signifikan
dan menurunkan jumlah limfosit T asal. Meskipun pemben-tukan sel T memori dimulai
pa-da awal hidup, perluasan yang progresif pada sel yang mengi-ngat sebagian antigen dan
ber-fungsi secara berbeda dari lim-fosit T asalnya mungkin me-nunjukkan salah satu
aspek akibat aging (Age Work,2003). Respon imun spesifik hu-moral dipengaruhi oleh aging,
baik secara kuantitatif maupun kualitatif (Tabel 2). Kualitas res-pon imun humoral lebih
penting dibandingkan kuantitas antibodi yang dihasilkan. Dengan bertambahnya umur,
jumlah sel limfosit B yang beredar dan yang responsif terhadap antigen berkurang
(Age Work, 2003). Berkurangnya jumlah sel limfo-sit B pada orang tua juga disebabkan
karena berkurangnya jumlah sel limfosit T, sehingga level antibodi tidak dapat me-
ningkat secara cepat setelah ter-papar antigen (Martini, 2001). Adanya proses aging me-
nyebabkan limfosit B menghasilkan antibodi yang kurang protektif yaitu antibodi
yang kurang kuat berikatan dengan antigen. Bertambahnya usia me-nyebabkan jumlah
antibodi ter-hadap antigen asing yang diha-silkan menurun. Level IgM me-nurun dengan
adanya aging, meskipun penurunan secara sig-nifikan tidak diketahui. Level IgA dan IgG
meningkat, yang menunjukkan adanya peningkatan produksi antibody yang responsive terhadap
antigen intrinsic yang bermacam-macam.

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai