Anda di halaman 1dari 13

KELOMPOK IV :

1. Alief Ari Mega Vidian Putri


2. Binti Jariyah
3. Bunga Nanda Rahmantika
4. M. Dian Ilhamto
5. Rabia Adhawiyah

IMUNOTERAPI DAN IMUNOMODULATOR

1. Pengertian Imunoterapi
Imunoterapi adalah upaya untuk meningkatkan sistem imunitas tubuh, untuk
mengalahkan sel-sel kanker dengan cara meningkatkan reaksi kekebalan tubuh terhadap
sel kanker.
Imunoterapi hampir selalu menggunakan bahan alami yang berasal dari makhluk
hidup, terutama manusia. Digunakannya bahan alami karena dapat berfungsi merangsang
respon anti tumor dengan tubuh dengan meningkatkan jumlah sel pembunuh tumor,
secara langsung berfungsi sebagai agen pembunuh tumor, mengurangi mekanisme tubuh
yang normal dalam menekan respon imun atau berfungsi memperbaiki toleransi tubuh
terhadap radioterapi atau kemoterapi.
2. Imunomodulator
Imunomodulator adalah agen yang memengaruhi (melemahkan atau menguatkan)
respon imunitas. Imunomodulator yang menekan respon imunitas (imunosupresan)
biasanya digunakan dalam transplantasi organ untuk mengurangi penolakan terhadap
organ baru. Herbal tertentu seperti ginseng, madu dll dapat menjadi imunomodulator
alami yang menguatkan respon imunitas (imunoterapi, imunostimulan).

3. Imunologi Penyakit Kanker dan Tumor


a. Imunologi Penyakit Kanker
Kanker/Tumor disebut juga neoplasma adalah massa abnormal jaringan yang
pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal
serta terus menerus walaupun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti.
Imunologi kanker adalah studi tentang interaksi antara sistem kekebalan tubuh dengan sel-sel
kanker (juga disebut tumor atau keganasan).
Immunosurveilan
Immunosurveilan kanker adalah teori yang dirumuskan pada tahun 1957 oleh Burnet dan
Thomas, yang menyatakan bahwa limfosit bertindak (secara terus menerus) sebagai penjaga
yang bisa mengenali dan menghilangkan sel-sel yang berubah. Immunosurveilan kanker
tampaknya menjadi tuan rumah perlindungan dalam proses penting yang menghambat
karsinogenesis dan mempertahankan homeostasis seluler. Teori ini juga telah menyatakan
bahwa immunosurveilan terutama berfungsi sebagai komponen dari proses yang lebih umum
pada immunoediting kanker.
Immunoediting
Immunoediting adalah suatu proses saat seseorang dilindungi dari pertumbuhan kanker dan
pengembangan imunogenisitas tumor oleh sistem kekebalan tubuh mereka. Hal ini memiliki
tiga tahap utama: eliminasi, keseimbangan dan melarikan diri. Tahap eliminasi terdiri dari
empat tahap berikut:
Eliminasi: Tahap 1
Tahap pertama penghapusan melibatkan inisiasi respon imun antitumor. Sel-sel dari sistem
kekebalan tubuh bawaan mengenali adanya pertumbuhan tumor yang telah mengalami
renovasi stroma, menyebabkan kerusakan jaringan lokal. Ini diikuti dengan induksi sinyal-
sinyal inflamasi yang penting untuk merekrut sel-sel dari sistem kekebalan tubuh bawaan
(misalnya sel pembunuh alami, sel-sel pembunuh alami T, makrofag dan sel dendritik) ke
situs tumor. Selama fase ini, infiltrasi limfosit seperti sel-sel pembunuh alami dan sel T
pembunuh alami dirangsang untuk memproduksi IFN-gamma.
Eliminasi: Tahap 2
Pada fase kedua eliminasi, IFN-gamma yang baru disintesis menyebabkan kematian tumor
(dalam jumlah terbatas) serta mempromosikan produksi CXCL10 kemokin, CXCL9 dan
CXCL11. Kemokin ini memainkan peran penting dalam mempromosikan kematian tumor
dengan menghalangi pembentukan pembuluh darah baru. Serpihan sel tumor yang
merupakan hasil dari kematian tumor kemudian dicerna oleh sel dendritik, diikuti dengan
migrasi sel-sel dendritik ke kelenjar getah bening. Rekrutmen sel kekebalan yang lebih
banyak juga terjadi dan dipicu oleh kemokin (yang dihasilkan selama proses inflamasi).
Eliminasi: Tahap 3
Pada tahap ketiga, sel-sel pembunuh alami dan makrofag ber-transactivate satu sama lain
melalui produksi timbal balik IFN-gamma dan IL-12. Ini lagi-lagi mempromosikan lebih
banyak pembunuh tumor oleh sel-sel melalui apoptosis dan produksi intermediasi oksigen
reaktif dan nitrogen. Dalam pengeringan kelenjar getah bening, sel dendritik tumor-tertentu
memicu timbunlnya diferensiasi sel Th1 yang pada gilirannya memfasilitasi pengembangan
sel T CD8 +.
Eliminasi: Tahap 4
Pada tahap akhir eliminasi, sel-sel spesialisasi tumor : CD4 + dan CD8 + sel T datang ke
situs tumor dan sitolitik T limfosit kemudian menghancurkan sel tumor yang tetap di situs
ini.
Keseimbangan dan Escape (pelarian)
Varian-varian sel tumor yang selamat dari fase eliminasi memasuki fase keseimbangan. Pada
tahap ini, limfosit dan IFN-gamma mengerahkan tekanan seleksi pada sel tumor yang secara
genetik tidak stabil dan cepat bermutasi. varian sel tumor yang telah memperoleh resistensi
untuk eliminasi kemudian memasuki fase melarikan diri. Pada tahap ini, sel tumor terus
tumbuh dan berkembang secara tidak terkontrol dan akhirnya dapat menyebabkan keganasan.
b. Imunologi Tumor
Tumor disebut juga neoplasma adalah massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya
berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal serta terus
demikian walaupun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti.Imunitas
tumor adalah proteksi sistem imun terhadap timbulnya tumor. Penolakan sistem imun
terhadap tumor karena tumor memiliki antigen permukaan yang disebut dengan tumor
spesific antigen (TSA) atau tumor associated antigen (TAA).
Surveilans imun mengatakan bahwa sistem imun mengenal sel tumor dan mengelimasi
tumor tersebut, tetapi ketika surveilans imun tidak dalam kondisi yang seimbang. maka akan
terjadi pertumbuhan tumor. Surveilans tumor dapat mengenal tumor yang disebabkan oleh
virus karena mengespresikan peptida asing. Setiap tumor berbeda dalam imunogensitasnya,
dan setiap antigen tumor dapat dikenal oleh imun sistem tubuh pejamu.
Beberapa tumor mempunyai tumor-spesific antigens (TSA, disebut juga tumor-
specific transplantation antigens, TSTa, atau tumor rejekction antigens,TRA) di
permukaannya. TSA tidak ada pada sel normal. TSA biasanya muncul ketika diinfeksi oleh
virus dan mengekspresikan antigen virus. Sedangkan tumor yang lain dapat dijumpai antigen
pada tumor itu sendiri dan juga pada sel normal yang disebut dengan antigen terkait tumor
(tumor associated antigen, TAA)
4. Respon imun terhadap sel kanker
Sel kanker dikenal sebagai nonself yang bersifat antigenik pada sistem imunitas tubuh
manusia sehingga ia akan menimbulkan respons imun secara seluler maupun humoral.
Imunitas humoral lebih sedikit berperan daripada imunitas seluler dalam proses
penghancuran sel kanker, tetapi tubuh tetap membentuk antibodi terhadap antigen tumor.
Dua mekanisme antibodi diketahui dapat menghancurkan target kanker yaitu, Antibody
dependent cell mediated cytotoxicity (ADCC) dan Complement Dependent Cytotoxicity.
Pada ADCC antibodi IgG spesifik berikatan terhadap Tumor Associated Antigen (TAA) dan
sel efektor yang membawa reseptor untuk bagian Fc dari molekul Ig. Antibodi bertindak
sebagai jembatan antara efektor dan target. Antibodi yang terikat dapat merangsang
pelepasan superoksida atau peroksida dari sel efektor. Sel yang dapat bertindak sebagai
efektor di sini adalah limfosit null (sel K), monosit, makrofag, lekosit PMN
(polimorfonuklear) dan fragmen trombosit. Ini akan mengalami lisis optimal dalam 4 sampai
6 jam (Halim, B dan Sahil, MF, 2001). Pada Complement Dependent Cytotoxicity,
pengikatan antibodi ke permukaan sel tumor menyebabkan rangkaian peristiwa komplemen
klasik dari C. Komponen C akhir menciptakan saluran atau kebocoran pada permukaan sel
tumor. IgM lebih efisien dibanding IgG dalam merangsang proses ini (Halim, B dan Sahil,
MF, 2001).
Pada pemeriksaan patologi-anatomik tumor, sering ditemukan infiltrat sel-sel yang terdiri
atas sel fagosit mononuklear, limfosit, sedikit sel plasma dan sel mastosit. Meskipun pada
beberapa neoplasma, infiltrasi sel mononuklear merupakan indikator untuk prognosis yang
baik, pada umumnya tidak ada hubungan antara infiltrasi sel dengan prognosis. Sistem imun
yang nonspesifik dapat langsung menghancurkan sel tumor tanpa sensitisasi sebelumnya.
Efektor sistem imun tersebut adalah sel Tc, fagosit mononuklear, polinuklear, Sel NK.
Aktivasi sel T melibatkan sel Th dan Tc. Sel Th penting pada pengerahan dan aktivasi
makrofag dan sel NK (Halim, B dan Sahil, MF, 2001).
Kontak langsung antara sel target dan limfosit T menyebabkan interaksi antara reseptor
spesifik pada permukaan sel T dengan antigen membran sel target yang mencetuskan induksi
kerusakan membran yang bersifat letal. Peningkatan kadar cyclic Adenosine Monophosphate
(cAMP) dalam sel T dapat menghambat sitotoksisitas dan efek inhibisi Prostaglandin (PG)
E1 dan E2 terhadap sitotoksisitas mungkin diperantarai cAMP. Mekanisme penghancuran
sel tumor yang pasti masih belum diketahui walaupun pengrusakan membran sel target
dengan hilangnya integritas osmotik merupakan peristiwa akhir. Pelepasan Limfotoksin
(LT), interaksi membran-membran langsung dan aktifitas sel T diperkirakan merupakan
penyebab rusaknya membrane. Interleukin (IL), interferon (IFN) dan sel T mengaktifkan
pula sel NK. Lisis sel target dapat terjadi tanpa paparan pendahuluan dan target dapat
dibunuh langsung. Kematian sel tumor dapat sebagai akibat paparan terhadap toksin yang
terdapat dalam granula, produksi superoksida atau aktivitas protease serine pada permukaan
sel efektor. Aktivitas NK dapat dirangsang secara in vitro dengan pemberian IFN.
Penghambatan aktivasi sel NK terlihat pada beberapa PG (PGE1, PGE2, PGA1 dan
PGA2), phorbol ester, glukokortikoid dan siklofosfamid. Sel NC (Natural
Cytotoxic) juga teridentifikasi menghancurkan sel tumor. Berbeda dengan sel NK, sel NC
kelihatannya distimulasi oleh IL-3 dan relatif tahan terhadap glukokortikoid dan
siklofosfamid (Halim, B dan Sahil, MF, 2001).
Selain itu, sitotoksisitas melalui makrofag menyebabkan makrofag yang teraktivasi
berikatan dengan sel neoplastik lebih cepat dibanding dengan sel normal. Pengikatan khusus
makrofag yang teraktivasi ke membran sel tumor adalah melalui struktur yang sensitif
terhadap tripsin. Pengikatan akan bertambah kuat dan erat dalam 1 sampai 3 jam dan ikatan
ini akan mematikan sel. Sekali pengikatan terjadi, mekanisme sitotoksisitas melalui
makrofag berlanjut dengan transfer enzim lisosim, superoksida, protease, faktor sitotoksis
yang resisten terhadap inhibitor protease dan yang menyerupai LT. Sekali teraktivasi,
makrofag dapat menghasilkan PG yang dapat membatasi aktivasinya sendiri. Makrofag yang
teraktivasi dapat menekan proliferasi limfosit, aktivitas NK dan produksi mediator. Aktivasi
supresi dapat berhubungan dengan pelepasan PG atau produksi superoksida. Sebagai
tambahan, makrofag dapat merangsang dan juga menghambat pertumbuhan sel tumor.
Makrofag dapat pula berfungsi sebagai efektor pada ADCC terhadap tumor. Indometasin
dapat menghambat efek perangsangan makrofag pada pertumbuhan tumor ovarium yang
diperkirakan prostaglandin mungkin berperan sebagai mediatornya. Di samping itu makrofag
dapat menimbulkan efek negatif berupa supresi yang disebut makrofag supresor. Hal
tersebut dapat disebabkan oleh tumor itu sendiri atau akibat pengobatan (Halim, B dan Sahil,
MF, 2001).

5. Respon imunologik terhadap sel tumor


Respon imun merupakan hasil Interaksi antara antigen dengan sel-sel imunokompeten,
termasuk mediator-mediator yang dihasilkannya. Limfosit merupakan unit dasar
terbentuknya respon imun karena mampu berdiferensiasi menjadi seri lainnya, juga karena
berperan dalam mengenal sekaligus bereaksi dengan antigen. Limfosit T sitotoksik dan sel
NK dapat bertindak sebagai efektor dalam respon imun, tetapi dapat pula bertindak sebagai
regulator respon imun karena kemampuannya dalam mempengaruhi aktivitas sel
imunokompeten lainnya melalui limfokin yang dilepaskannya.
Respon Imun pada dasarnya terdiri dari tiga fase :
a. Fase Kognitif
Fase Kognitif dari respon imun terdiri dari pengikatan imunogen ke reseptor spesifik dari
limfosit mature yang terjadi sebelum stimulasi imunogenik. Limfosit T hanya mengenal
peptida yang berikatan dengan MHC pada permukaan sel penyaji. Respon imun diawali
dengan peristiwa masuknya imunogen dan penyajian imunogen tersebut ke reseptor dari
limfosit.
b. Fase Aktivasi
Fase aktivasi dari respon imun merupakan rangkaian kejadian dimana limfosit terinduksi
sebagai konsekuensi dari pengenalan terhadap imunogen spesifik. Limfosit mengalami dua
perubahan utama dalam respons terhadap imunogen.
Pertama, limfosit spesifik berproliferasi sehingga jumlahnya bertambah.
Kedua, limfosit tersebut berdiferensiasi menjadi sel yang berfungsi mengeliminasi
imunogen asing. Interaksi makrofag yang menyajikan imunogen dengan limfosit T
spesifik mengakibatkan makrofag mensekresikan IL-1 yang menstimulasi limfosit T
helper sehingga menghasilkan IL-2. Limfosit T helper berproliferasi sebagai respons
terhadap IL-2 tersebut. Limfosit T helper tersebut juga menghasilkan interleukin lain
seperti IL-12 yang dapat menginduksi berbagai sel lain seperti, sel NK.
Fase Efektor
Fase Efektor dari respons imun adalah tahap pada waktu limfosit telah teraktifkan oleh
imunogen dan dalam keadaan yang dapat berfungsi mengeliminasi imunogen tersebut. Pada
fase efektor, imunogen merupakan suatu target untuk dihancurkan seperti sel-sel tumor.
Fungsi sistem imun adalah fungsi protektif dengan mengenal dan menghancurkan sel-
sel abnormal itu sebelum berkembang menjadi tumor atau membunuhnya kalau tumor itu
sudah tumbuh. Peran sistem imun ini disebut immune surveillance, oleh karena itu maka sel -
sel efektor seperti limfosit T-sitotoksik dan sel NK harus mampu mengenal antigen tumor
dan menyebabkan kematian sel-sel tumor. disebut immune surveillance, oleh karena itu
maka sel-sel efektor seperti limfosit T-sitotoksik dan sel NK harus mampu mengenal antigen
tumor dan menyebabkan kematian sel-sel tumor.
Beberapa bukti yang mendukung bahwa ada peran sistem imun dalam melawan tumor
ganas diperoleh dari beberapa penelitian, diantaranya yang mendukung teori itu adalah:
1) Banyak tumor mengandung infiltrasi sel-sel mononuklear yang terdiri atas sel T, Sel
NK dan Makrofag;
2) Tumor dapat mengalami regresi secara spontan;
3) Tumor lebih sering berkembang pada individu dengan imunodefisiensi atau bila
fungsi sistem imun tidak efektif; bahkan imunosupresi seringkali mendahului
pertumbuhan tumor;
4) Di lain fihak tumor seringkali menyebabkan imunosupresi pada penderita.

6. Imunoterapi Penyakit Kanker


Imunoterapi digunakan untuk merangsang sistem kekebalan tubuh untuk melawan
kanker. Misal, vaksin yang terdiri dari antigen diperoleh dari sel tumor bisa menaikkan
fungsi tubuh pada antibodi atau sel kekebalan (limfosit T). Walaupun mekanisme tepat pada
tindakan tidak benar-benar jelas, interferon mempunyai tugas di dalam pengobatan beberapa
kanker (Indonesian Pharmacist Update, 2009).

7. Pengenalan Imunomodulator
Imunomodulator adalah obat yang dapat mengembalikan dan memperbaiki sistem imun
yang fungsinya terganggu atau untuk menekan yang fungsinya berlebihan.Obat golongan
imunomodulator bekerja menurut 3 cara, yaitu melalui:Imunorestorasi, Imunostimulasi,
Imunosupresi. Imunorestorasi dan imunostimulasi disebut imunopotensiasi atau up
regulation, sedangkan imunosupresi disebut down regulation.
a. Imunostimulasi dan Imunorestorasi
Imunostimulasi dan Imunorestorasi yang disebut juga imunopotensiasi adalah
cara memperbaiki fungsi sistem imun dengan menggunakan bahan yang merangsang
sistem tersebut. Imunostimulan ditunjukan untuk perbaikan fungsi imun pada kondisi-
kondisi imunosupresi. Kelompok obat ini dapat memperngaruhi respon imun seluler
maupun humoral. Kelemahan obat ini adalah efeknya menyeluruh dan tidak bersifat
spesifik untuk jenis sel atau antibodi tertentu. Selain itu efek umumnya lemah.
Indikasi imunostimulan antara lain AIDS, infeksi kronik, dan keganasan terutama
yang melibatkan sistem lifatik. (Widianto B Matildha. 1987).
Imunostimulan adalah senyawa tertentu yang dapat meningkatkan mekanisme
pertahanan tubuh baik secara spesifik maupun non spesifik, dan terjadi induksi non
spesifik baik mekanisme pertahanan seluler maupun humoral. Pertahanan non spesifik
terhadap antigen ini disebut paramunitas, dan zat berhubungan dengan penginduksi
disebut paraimunitas. Induktor semacam ini biasanya tidak atau sedikit sekali kerja
antigennya, akan tetapi sebagian besar bekerja sebagai mitogen yaitu meningkatkan
proliferasi sel yang berperan pada imunitas. Sel tujuan adalah makrofag, granulosit,
limfosit T dan B, karena induktor paramunitas ini bekerja menstimulasi mekanisme
pertahanan seluler. Mitogen ini dapat bekerja langsung maupun tak langsung
(misalnya melalui sistem komplemen atau limfosit, melalui produksi interferon atau
enzim lisosomal) untuk meningkatkan fagositosis mikro dan makro. Mekanisme
pertahanan spesifik maupun non spesifik umumnya saling berpengaruh. Dalam hal ini
pengaruh pada beberapa sistem pertahanan mungkin terjadi, hingga mempersulit
penggunaan imunomodulator, dalam praktek. Biological Response Modifier (BRM)
adalah bahan-bahan yang dapat merubah respons imun, biasanya meningkatkan.
Bahan yang disebut imunostimulator itu dapat dibagi sebagai berikut:
a. Biologika
Hormon timus
Sel epitel timus memproduksi beberapa jenis homon yang berfungsi dalam
pematangan sel T dan modulasi fungsi sel T yang sudah matang. Ada 4 jenis
hormon timus, yaitu timosin alfa, timolin, timopoietin dan faktor humoral timus.
Semuanya berfungsi untuk memperbaiki gangguan fungsi imun (imunostimulasi
non-spesifik) pada usia lanjut, kanker, autoimunitas dan pada defek sistem
imun(imunostimulasi non-spesifik) pada usia lanjut, kanker, autoimunitas dan
pada defek sistem imun (imunosupresi) akibat pengobatan. Pemberian bahan-
bahan tersebut jelas menunjukkan peningkatan jumlah, fungsi dan reseptor sel T
dan beberapa aspek imunitas seluler. Efek sampingnya berupa reaksi alergi lokal
atau sistemik.
Limfokin
Disebut juga interleukin atau sitokin yang diproduksi oleh limfosit yang
diaktifkan. Contohnya ialah Macrophage Activating Factor (MAF), Macrophage
Growth Factor (MGF), T-cell Growth Factor atau Interleukin-2 (IL-2), Colony
Stimulating Factor (CSF) dan interferon gama (IFN-.). Gangguan sintetis IL-2
ditemukan pada kanker, penderita AIDS, usia lanjut dan autoimunitas.
Interferon
Ada tiga jenis interferon yaitu alfa, beta dan gama. INF-a dibentuk oleh leukosit,
INF- dibentuk oleh sel fibroblas yang bukan limfosit dan IFN-. dibentuk oleh sel
T yang diaktifkan. Semua interferon dapat menghambat replikasi virus DNA dan
RNA, sel normal dan sel ganas serta memodulasi sistem imun. Interferon dalam
dosis tinggi menghambat penggandaan sel B dan sel T sehingga menurunkan
respons imun selular dan humoral, dan dalam dosis rendah mengatur produksi
antibodi serta merangsang sistem imun yaitu meningkatkan aktivitas membunuh
sel NK, makrofag dan sel T. Dalam klinik, IFN digunakan pada berbagai kanker
seperti melanoma, karsinoma sel ginjal, leukimia mielositik kronik, hairy cell
leukimia, dan kapossis sarkoma.Efek sampingnya adalah demam, malaise,
mialgia, mual, muntah, mencret, leukopenia, trombositopenia, dan aritmia.
Antibodi monoclonal
Diperoleh dari fusi dua sel yaitu sel yang dapat membentuk antibodi dan sel yang
dapat hidup terus menerus dalam biakan sehingga antibodi tersebut dapat
dihasilkan dalam jumlah yang besar. Antibodi tersebut dapat mengikat
komplemen, membunuh sel tumor manusia dan tikus in vivo.
Transfer factor / ekstrak leukosit
Ekstrak leukosit seperti Dialysed Leucocyte Extract dan Transfer Factor (TF)
telah digunakan dalam imunoterapi. Imunostimulasi yang diperlihatkan oleh TF
yang spesifik asal leukosit terlihat pada penyakit seperti candidiasis mukokutan
kronik, koksidiomikosis, lepra lepromatosa, tuberkulosis, dan vaksinia
gangrenosa.
Nukleotida
Nukleotida terdapat pada air susu ibu. Akhir-akhir ini banyak susu formula yang
diberi suplementasi nukleotida. Pada penelitian uji banding kasus yang dilakukan
pada bayi, satu kelompok diberikan susu ibu atau susu formula yang
disuplementasi nukleotida, dibandingkan dengan kelompok yang diberikan susu
formula tanpa nukleotida, ternyata terdapat peningkatan aktifitas sel NK pada
bayi-bayi yang diberi susu ibu dan formula dengan nukleotida dibandingkan bayi-
bayi yang diberi susu formula tanpa nukleotida. Peneliti yang sama mendapatkan
peningkatan produksi IL-2 oleh sel monosit pada kelompok yang diberi susu
formula dengan nukleotida. Nukleotida juga mengaktifkan sel T dan sel B.
Lymphokin-Activated Killer (LAK) cells
Adalah sel T sitotoksik singeneik yang ditimbulkan in vitro dengan menambahkan
sitokin seperti IL-2 ke sel-sel seseorang yag kemudian diinfuskan kembali.
Prosedur ini merupakan imunoterapi terhadap keganasan.
Bahan asal bakteri
BCG (Bacillus Calmette Guerin), memperbaiki produksi limfokin dan
mengaktifkan sel NK dan telah dicoba pada penanggulangan keganasan
(imunostimulan non-spesifik).
Corynebacterium parvum (C. parvum), digunakan sebagai imunostimulasi
nonspesifik pada keganasan
Klebsiella dan Brucella, diduga memiliki efek yang sama dengan BCG.
Bordetella pertusis, memproduksi Lymphocytosis Promoting Factor (LPF)
yang merupakan mitogen untuk sel T dan imunostimulan.
Endotoksin, dapat merangsang proliferasi sel B dan sel T serta mengaktifkan
makrofag.
Bahan asal jamur
Berbagai bahan telah dihasilkan dari jamur seperti lentinan, krestin dan
schizophyllan. Bahan-bahan tersebut merupakan polisakarida dalam bentuk beta-
glukan yang dapat meningkatkan fungsi makrofag dan telah banyak digunakan
dalam pengobatan kanker sebagai imunostimulan non-spesifik.5 Penelitian terbaru
menemukan jamur Maitake (Grifola frondosa) yang mengandung beta-glukan
yang lebih poten sebagai imunostimulan pada pasien dengan HIV-AIDS,
keganasan, hipertensi dan kerusakan hati (liver ailments).
b. Sintetik
1. Levamisol
Merupakan derivat tetramizol, Dalam klinik lazim dipakai sebagai obat cacing,
dan sebagai imunostimulan levamisol berkhasiat untuk meningkatkan
penggandaan sel T, menghambat sitotoksisitas sel T, mengembalikan anergi pada
beberapa kanker (bersifat stimulasi nonspesifik), meningkatkan efek antigen,
mitogen, limfokin dan faktor kemotaktik terhadap limfosit, granulosit dan
makrofag. Selain untuk penyakit hodgkin, penggunaan klinisnya untuk mengobati
artritis reumatoid, penyakit virus, lupus eritematosus sistemik, sindrom nefrotik.
Diberikan dengan dosis 2,5 mg/kgBB per oral selama 2 minggu, kemudian dosis
pemeliharaan beberapa hari per minggu. Efek samping yang harus diperhatikan
adalah mual, muntah, urtikaria, dan agranulositosis. Obat i9ni diabsorpsi dnegan
cepat dengan kadar puncak 1-2 jam. Obat ini didistribusikan luas ke berbagai
jaringan dan dimetabolisme di hati. Tersedia dalam bentuk tablet 25,40,50mg.
2. Isoprinosin
Disebut juga isosiplex (ISO), adalah bahan sintetis yang mempunyai sifat
antivirus dan meningkatkan proliferasi dan toksisitas sel T. Sebagai
imunostimulator isoprinosin berkhasiat meningkatkan penggandaan sel T,
meningkatkan toksisitas sel T, membantu produksi IL-2(LIMFOKIN) yang
berperan dalam diferensiasi limfosit dan makrofag, serta meningkatkan fungsi sel
NK. Diberikan dengan dosis 50 mg/kgBB. Perlu pemantauan kadar asam urat
darah karena pemberian isoprinosin dapat meningkatkan kadar asam urat.
Berbagai derivat sintetiknya sedang dalam penyelidikan untuk AIDS dan berbagai
neoplasma. Obat ini dilaporkan mengurangi risiko infeksi terhadap HIV pada
tahap lanjut.
3. Muramil Dipeptida (MDP)
Merupakan komponen aktif terkecil dari dinding sel mycobacterium. Sebagai
imunostimulan berkhasiat meningkatkan sekresi enzim dan monokin, serta
bersama minyak dan antigen dapat meningkatkan respons selular maupun
humoral. Dalam klinik telah banyak digunakan untuk pencegahan tumor dan
infeksi sebagai ajuvan vaksin.
4. Vaksin BCG
BCG dan komponen aktifnya merupakan produk bakteri yang emmeiliki efek
imunostimulan. Penggunaan BCG dalam imunopotensiasi bermula dari
pengamatan bahwa penderita tuberkulosis kelihatan lebih kebal terhadap infeksi
oleh jasad renik lain. Dalam imunomodulasi BCG digunakan untuk mengaktifkan
sel T, memperbaiki produksi limfokin, dan mengaktifkan sel NK. Walaupun
sudah dicoba untuk berbagai neoplasma, efek yang cukup nyata terlihat pada
kanker kandung kemih dengan pemberian intravesika. Efek samping meliputi
reaksi hipersensitivitas, syok, menggigil, lesu, dan penyakit kompleks imun.
8. Mekanisme Kerja
Imunostimulator secara tidak langsung berkhasiat mereaktivasi system imun yang rendah
dengan meningkatkan respon imun tak spesifik antara lain perbanyakan limfo T4, NK-cell
dan magrofag distimulasi olehnya, juga pelepasan interferon dan interleukin. Sebagai efek
akhir dari reaksi kompleks itu, zat asing dapat dikenali dan dimusnahkan. Pada sel sel tumor
ekspresi antigen transplantasi diperkuat olehnya sehingga lebih dikenali oleh TNF dan sel
sel sytotoksis. Zat imunostimulator yang kini digunakan adalah vaksin BCG, limfokin
(interveron , interleukin) dan levamisol
2. Imunosupresi
Pertahanan tubuh merupakan fungsi fisiologis yang amat penting bagi mahluk hidup.
Dengan pertahanan tubuh berjalan optimal, mahluk hidup dapat tumbuh berkembang,
bereproduksi dengan optimal. Bila berbicara mengenai pertahanan tubuh, perlu diketahui pula
ancaman-ancaman penyakit yang dapat menyebabkan gangguan fungsi tubuh sehingga
perkembangan tubuh dan produksi menjadi terganggu.
Imunosupresi adalah suatu kondisi dimana terjadi penurunan reaksi pembentukan zat
kebal tubuh atau antibodi akibat kerusakan organ limfoid. Dengan adanya penurunan jumlah
antibodi dalam tubuh, maka penyakit-penyakit akan lebih leluasa masuk dan menginfeksi
bagian tubuh. Hal tersebut akan menyebabkan adanya gangguan pertumbuhan dan produksi.
Jadi, sangatlah penting untuk mengenali dan mengetahui imunosupresi.
Mekanisme Kerja
Terjadinya imunosupresi akan ditunjukkan dengan adanya hambatan atau gangguan pada satu
atau lebih komponen sistem kekebalan tubuh. Mekanisme terjadinya imunosupresi biasanya
terjadi melalui 3 mekanisme yaitu :
1. Secara langsung mengganggu fungsi sistem kekebalan atau merusak organ dan
kelenjar limfoid primer (bursa Fabricius dan thymus) sekaligus organ/kelenjar limfoid
sekunder (limfa, proventrikulus, seka tonsil dll). Mekanisme ini biasanya disebabkan
serangan Gumboro, Mareks, reovirus, limfoid leukosis dan aspergilosis.
2. Merusak atau mengganggu fungsi dan sistem pertahanan yang bersifat sekunder
(limfa, proventrikulus, seka tonsil, sel harderian) karena serangan penyakit swolen
head syndrome, kolera, ILT dan snot (korisa)
3. Menguras zat kebal (antibodi) tubuh yang telah terbentuk dari hasil vaksinasi, yang
disebabkan serangan koksidiosis
Secara umum adanya imunosupresi ditunjukkan dari adanya :
1. Gangguan sistem kekebalan tubuh, seperti adanya kegagalan vaksinasi (meskipun
vaksin yang digunakan berkualitas dan tata laksana vaksinasi telah dilakukan dengan
tepat), reaksi post vaksinasi, turun atau hilangnya keampuhan pengobatan bahkan
meningkatnya kasus penyakit yang tidak umum, seperti gangrenous dermatitis,
aplastic anemia atau inclusion body hepatitis.
2. Meningkatnya penyakit yang menyerang saluran/sistem pernapasan yang diikuti
infeksi sekunder oleh bakteri.
9. Terapi Imunosupresi
Miastenia gravis adalah penyakit autoimun, di mana kekebalan tubuh balik
menyerang diri sendiri. Dengan dasar tersebut digunakan obat-obatan imunosupresi
(penekan kekebalan tubuh). Penggunaan obat imunosupresi efektif pada hampir seluruh
pasien miastenia gravis. Beberapa obat yang biasa digunakan adalah glukokortikoid,
azathioprine, siklosporin, takrolimus, dan lain-lain. Pemilihan obat yang digunakan
didasarkan pada keuntungan dan kerugian pada masing-masing pasien.

10. Mekanisme imunomodulasi

11. Uji Imunomodulasi


Metode uji aktivitas imunomoduator yang dapat digunakan,yaitu:
1. Metode bersihan karbon (Carbon-Clearance)
Pengukuran secara spektrofluorometrik laju eliminasi partikel karbon dari daerah
hewan. Ini merupakan ukuran aktivitas fagositosis.
2. Uji granulosit
Percobaan in vitro dengan mengukur jumlah sel ragi atau bakteri yang difagositir oleh
fraksi granulosit yang diperoleh dari serum manusia. Percobaan ini dilakukan di
bawah mikroskop.
3. Bioluminisensi radikal
Jumlah radikal 02 yang dibebaskan akibat kontak mitogen dengan granulosit atau
makrofag, merupakan ukuran besarnya stimulasi yang dicapai.
4. Uji transformasi limfosit T
Suatu populasi limfosit T diinkubasi dengan suatu mitogen. Timidin bertanda ( 3 H)
akan masuk ke dalam asam nukleat limfosit 1. Dengan mengukur laju permbentukan
dapat ditentukan besarnya stimulasi dibandingkan dengan fitohemaglutinin A (PHA)
atau konkanavalin A (Con A).

Anda mungkin juga menyukai