Anda di halaman 1dari 23

TINJAUAN PUSTAKA

SISTEM IMUN
Imunitas adalah resistensi atau perlindungan terhadap suatu penyakit terutama
penyakit infeksi. Gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam resistensi atau
perlindungan terhadap penyakit disebut sistem imun. Reaksi yang dikoordinasi sel-sel,
molekul- molekul dan bahan-bahan lainnya terhadap agen-agen asing seperti virus, mikroba,
zat-zat karsinogenik dan radiasi disebut respon imun. Agen-agen asing disebut antigen.
Sistem imun diperlukan tubuh untuk mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya yang
dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup. (Baratawidjaja K.G., dkk. 2010).
Sistem imun merupakan sistem yang sangat komplek dengan berbagai peran ganda
dalam usaha menjaga keseimbangan tubuh. Seperti halnya sistem indokrin, sistem imun yang
bertugas mengatur keseimbangan, menggunakan komponennya yang beredar diseluruh tubuh,
supaya dapat mencapai sasaran yang jauh dari pusat. Untuk melaksanakan fungsi imunitas,
didalam tubuh terdapat suatu sistem yang disebut dengan sistem limforetikuler. Sistem ini
merupakan jaringan atau kumpulan sel yang letaknya tersebar diseluruh tubuh, misalnya
didalam sumsum tulang, kelenjar limfe, limfa, timus, sistem saluran napas, saluran cerna dan
beberapa organ lainnya. Jaringan ini terdiri atas bermacam-macam sel yang dapat
menunjukkan respons terhadap suatu rangsangan sesuai dengan sifat dan fungsinya masing-
masing (Tizard, 2004; Rabson dkk., 2005).
Rangsangan terhadap sel-sel tersebut terjadi apabila kedalam tubuh terpapar suatu zat
yang oleh sel atau jaringan tadi dianggap asing. Konfigurasi asing ini dinamakan antigen atau
imunogen dan proses serta fenomena yang menyertainya disebut dengan respons imun yang
menghasilkan suatu zat yang disebut dengan antibodi. Jadi antigen atau imunogen merupakan
potensi dari zat-zat yang dapat menginduksi respons imun tubuh yang dapat diamati baik
secara seluler ataupun humoral. Dalam keadaan tertentu (patologik), sistem imun tidak dapat
membedakan zat asing (non-self) dari zat yang berasal dari tubuhnya sendiri (self), sehingga
sel-sel dalam sistem imun membentuk zat anti terhadap jaringan tubuhnya sendiri. Kejadian
ini disebut dengan Autoantibodi (Abbas dkk., 2007; Baratawijaya, 2010).
Tubuh dalam melindungi diri dari serangan mikroorganisme pathogen dengan
mengembangkan sistem pertahanan tubuh. Sistem pertahanan tubuh yang paling awal muncul
adalah sistem pertahanan alamiah yang bersifat non spesifik atau disebut juga innate immune
system. Bila paparan terhadap mikroorganisme berlanjut, akan berkembang sistem pertahanan
tubuh yang bersifat spesifik yang dikenal sebagai adaptive immune system atau sistem imun
adaptif. Kedua sistem imun tersebut dalam bekerjanya melibatkan berbagai komponen seluler
maupun zat terlarut seperti sitokin, kemokin dan komplemen (Tizard, 2004; Baratawidjaya,
2010) .
Bila sistem imun tidak bekerja dengan baik maka akan menimbulkan beberapa penyakit
seperti misalnya tumor atau kanker. Timbulnya kanker pertama kali diawali dengan
kerusakan DNA. Kerusakan DNA ini bila tidak dikendalikan akan berlansung terus melalui
metastase sel DNA atau mengganas. Keganasan ini bisa dikendalikan melalui proses
apoptosis yaitu proses kematian sel yang terprogram.
Kematian sel secara fisiologik terjadi terutama melalui bentuk kematian sel yang disebut
dengan apoptosis. Keputusan dari suatu sel mengalami apoptosis dapat dipengaruhi oleh
sejumlah rangsangan dari luar sel. Kegagalan sel untuk mengalami kematian sel apoptotik
mungkin melibatkan patogenesis dari sejumlah penyakit manusia yang meliputi penyakit-
penyakit yang dikarakterisasi dengan terjadinya akumulasi sel, yaitu kanker, penyakit
autoimun, dan penyakit viral tertentu. Akumulasi sel dapat berasal dari proliferasi sel yang
meningkat atau kegagalan sel untuk melakukan proses apoptosis terhadap rangsangan yang
sesuai.

Imunitas humoral
Meskipun imunitas selluler pada tumor lebih banyak berperan dibandingkan dengan
imunitas humoral akan tetapi tubuh membentuk juga antibodi terhadap antigen tumor.
Antibodi ini ternyata dapat menghancurkan sel tumor secara langsung atau dengan bantuan
komplemen atau melalui sel efektor ADCC (Antibody Dependent Cell Cytotoxicity).
Mekanismenya adalah antigen berikatan dengan reseptor misalnya sel NK dan makrofag
dengan reseptor Fc (Fragment crystallizable receptor) atau dengan jalan mencegah adhesi sel
tumor. Pada penderita tumor sering ditemukan kompleks imun, akan tetapi pada kebanyakan
tumor sifatnya masih belum jelas. Antibodi diduga lebih berperan terhadap sel yang bebas
(leukimia, metastase tumor) dibanding tumor padat.Dalam hal ini diduga antibodi
membentuk komplek imun yang mencegah sitotoksisitas sel T. Efektor imun humoral dan
sellular yang dapat menghancurkan sel tumor in vitro. Pada umumnya destruksi tumor lebih
efisien bila sel tumor ada dalam suspensi. Adapun efektor imun yang bekerja dalam destruksi
sel tumor ditunjukkan dalam tabel 2.1 berikut ini.

Efektor sistem imun humoral dan selular pada dektruksi tumor


A. Mekanisme Humoral B. Mekanisme Selular
1. Lisis oleh antibodi dan komplemen 1. Destruksi oleh sel CTL/Tc
2. Opsonisasi melalui antibodi dan komplemen 2. Destruksi oleh sel NK
3. Hilangnya adhesi oleh antibodi 3. Destruksi oleh makrofag
Sumber : Baratawidjaya, 2010

Imunitas Selular

Sistem imun dapat langsung menghancurkan sel tumor tanpa sensitasi sebelumnya.
Limposit matang akan mengenal TAA dalam penjamu, meskipun TAA merupakan self
protein yang disandi gen yang normal. Adanya limposit yang self reaktif nampaknya
berlawanan dengan self tolerans. Bila sel B dan T menjadi matang dalam sumsum tulang dan
timus, limposit yang terpajan dan berikatan dengan self antigen akan mengalami apoptosis.
(Baratawidjaya, 2010)
Banyak penelitian menunjukkan bahwa tumor yang mengekspresikan antigen unik
dapat memacu CTL/Tc spesifik yang dapat menghancurkan tumor. CTL biasanya mengenal

peptida asal TSA yang diikat MHC-I. CTL tidak selalu efisien dan tidak selalu terjadi pada
semua tumor. (Baratawidjaya, 2010)
Sel NK yaitu limposit sitotoksik yang mengenal sel sasaran yang tidak antigen
spesifik dan juga tidak MHC dependent akan mengekspresikan FcR yang dapat mengikat sel
tumor yang dilapisi antibodi dapat membunuh sel sasaran (dalam hal ini tumor) melalui
ADCC dan penglepasan protease, perforin dan granzim. (Baratawidjaya, 2010)
Makrofag memiliki enzim dengan fungsi sitotoksik dan melepas mediator oksidatif
seperti superoksida dan oksida nitrit. Makrofag juga melepas TNF-α yang mengawali
apoptosis. Makrofag diduga mengenal sel tumor melalui IgG-R yang mengikat antigen
tumor. Makrofag dapat memakan dan mencerna sel tumor dan mempresentasikannya ke sel
CD4+ . Makrofag merupakan inisiator dan efektor imun terhadap tumor. (Baratawidjaya,
2010)

ANTIGEN

Berbagai patogen seperti bakteri,virus, jamur atau parasit mengandung berbagai


bahan yang disebut imunogen atau antigen. Radiasi UV, dan zat-zat karsinogenik dianggap
juga antigen. Antigen-antigen atau imunogen ini dapat menginduksi sejumlah respons imun.
Antigen adalah bahan yang berinteraksi dengan produk respons imun yang dirangsang oleh
imunogen spesifik seperti antibodi dan TCR. (Baratawidjaja K.G., dkk. 2010)
Antigen lengkap adalah antigen yang menginduksi baik respon imun maupun bereaksi
dengan produknya. Antigen inkomplit atau hapten tidak dapat dengan sendirinya
menginduksi respon imun tetapi dapat bereaksi dengan produknya seperti antibodi.Hapten
dapat dijadikan imunogen melalui ikatan dengan molekul besar yang disebut protein
pembawa. (Baratawidjaja K.G., dkk. 2010).
Secara fungsional antigen dapat dibagi menjadi imunogen dan hapten. Contoh hapten
adalah dinitrofenol, berbagai golongan antibiotik dan obat lainnya dengan berat molekul
kecil. Hapten biasanya dikenal oleh sel B sedangkan protein pembawa oleh sel T. Hapten
membentuk epitop pada protein pembawa yang dikenal sistem imun dan merangsang
pembentukan antibodi. Molekul pembawa sering digabung dengan hapten dalam usaha
memperbaiki imunisasi. Respon sel B terhadap hapten memerlikan protein pembawa untuk
dapat dipresentasikan ke sel Th ( T helper). (Baratawidjaja K.G., dkk. 2010).
Sel sistem imun tidak berinteraksi dengan atau mengenal tempat khusus pada
makromolekul yang disebut epitop atau determinan antigen. Sel B dan T mengenal berbagai
epitop pada molekul antigen yang sama. Limposit juga dapat berinteraksi dengan antigen
yang kompleks pada berbagai tahap struktur antigen. Oleh karena sel B mengikat antigen
yang bebas dalam larutan, epitop yang dikenalnya cendrung mudah ditemukan dipermukaan
imunogen. Epitop sel T dari protein berbeda dalam peptida. Epitop atau determinan antigen
adalah bagian dari antigen yang dapat membuat kontak fisik dengan reseptor antibodi,
menginduksi pembentukan antibodi yang dapat diikat dengan spesifik oleh bagian dari
antibodi atau reseptor antibodi. Antigen membran sel dimana antibodi ini melekat diberi
nama APO-1. Berdasarkan penelitian antibodi monoklonal yang telah dilakukan ternyata
APO-1 meningkat pada sel limpoblast B dan T manusia meningkatkan atau menginduksi
terjadinya Apoptosis pada sel kanker limpoid manusia. Demikian pula halnya Antigen FAS
yang memiliki reseptor faktor nekrosis dan apoptosis tumor / kanker manusia dan reseptor
faktor pertumbuhan (VEGF) yang merupakan famili dari protein permukaan sel. (Rochman
Naim, 2006 ; Baratawidjaja K.G., dkk. 2010)
Target kematian sel akibat rangsangan antigen dari luar sel diinduksi oleh sel T, sel K
dan sel NK serta peningkatan apoptosis membuktikan adanya penghapusan sel-sel terinfeksi
virus, radiasi dan zat-zat karsinogenik oleh limfosit sitotoksik dalam pengaturan eliminasi
antigen dari tubuh. Keterlibatan apoptosis dalam hal ini menunjukkan fungsi hemostatik.
Induksi apoptosis oleh sel-sel T sitotoksin tidak dihambatnya sintesis protein atau oleh
ekspresi Bcl-2. (Rochman Naim, 2006 ; Baratawidjaja K.G., dkk. 2010)

Antigen Tumor

Imunitas tumor ialah proteksi sistem imun terhadap timbulnya tumor. Meskipun
adanya respon imun alamiah terhadap tumor dapat dibuktikan, namun imunitas sejati hanya
terjadi pada subset tumor yang mengekspresikan antigen imunogenik, misalnya tumor yang
diinduksi virus onkogenik yang mengekspresikan antigen virus. (Baratawidjaja K.G., dkk.
2010)
Identifikasi molekuler antigen tumor telah dapat memberikan berbagai informasi
mengenai respon imun terhadap tumor dapat merupakan faktor kunci dalam perkembangan
imunoterapi antitumor. Antigen tumor yang unik dapat digunakan sebagai molekul sasaran
untuk dikenal sistem imun dan selanjutnya dihancurkan secara spesifik. (Baratawidjaja K.G.,
dkk. 2010)

Tumor Spesifik Antigen


Tumor Spesifik Antigen (TSA) merupakan antigen sasaran ideal untuk terapi imun
tumor. Respon imun terhadap antigen demikian memberikan banyak harapan untuk dapat
menghancurkan sel tumor tanpa merusak sel sehat. Contoh TSA seperti protein yang
diproduksi akibat mutasi satu atau lebih gen dan protein dalam tumor yang diinduksi virus.
(Baratawidjaja K.G., dkk. 2010)

Tumor Associated Antigen


Ada dua jenis antigen tumor yaitu TSTA dan TATA. TSTA tidak ditemukan pada sel
normal, tapi dapat timbul oleh mutasi sel tumor yang memproduksi protein sel yang berubah,
yang mana proses ini terjadi pada sitosol dan menghasilkan peptida yang diikat MHC-I dan
menginduksi CTL yang spesifik pada tumor. TATA merupakan protein yang diekspresikan
oleh sel normal selama perkembangan fetal waktu sistem imun masih imatur dan tidak dapat
memberikan respons. Tumor dapat dikenal oleh sistem imun atas dasar perubahan kuantitatif
dalam ekspresi profil proteinnya.
Sistem Imun Dalam Tumor atau Kanker
Tubuh dalam melindungi diri dari serangan mikroorganisme pathogen dengan
mengembangkan sistem pertahanan tubuh. Sistem pertahanan tubuh yang paling awal muncul
adalah sistem pertahanan alamiah yang bersifat non spesifik atau disebut juga innate immune
system. Bila paparan terhadap mikroorganisme berlanjut, akan berkembang sistem pertahanan
tubuh yang bersifat spesifik yang dikenal sebagai adaptive immune system atau sistem imun
adaptif. Kedua sistem imun tersebut dalam bekerjanya melibatkan berbagai komponen seluler
maupun zat terlarut seperti sitokin, kemokin dan komplemen (Tizard, 2004; Baratawidjaya,
2010)
Bila sistem imun tidak bekerja dengan baik maka akan menimbulkan beberapa penyakit
seperti misalnya tumor atau kanker. Timbulnya kanker pertama kali diawali dengan
kerusakan DNA. Kerusakan DNA ini bila tidak dikendalikan akan berlansung terus melalui
metastase sel DNA atau mengganas. Keganasan ini bisa dikendalikan melalui proses
apoptosis yaitu proses kematian sel yang terprogram.

KANKER

Kanker adalah pertumbuhan jaringan yang baru sebagai akibat dari proliferasi
(pertumbuhan berlebihan) sel abnormal secara terus menerus yang memiliki kemampuan
untuk menyerang dan merusak jaringan lainnya.
Kanker dapat tumbuh dari jenis sel apapun dan di dalam jaringan tubuh manapun, dan
bukanlah suatu penyakit tunggal tetapi merupakan sejumlah besar penyakit yang digolongkan
berdasarkan jaringan dan jenis sel asal.
Kanker adalah istilah umum untuk semua tumor ganas. Istilah ini diduga berasal dari
bahasa latin untuk kepiting (crab). Hal ini karena sifat kanker seperti kepiting yang menancap
ke dalam jaringan yang ditempelinya.
Karena perkataan tumor biasanya dipakai untuk pembengkakan yang disebabkan oleh
proses inflamasi (peradangan), maka untuk pembengkakan yang tidak disebabkan karena
proses radang dipakai istilah neoplasma. Secara literatur istilah neoplasma berarti
”pertumbuhan baru”.
Istilah oncology (Bhs Yunani berarti tumor) adalah ilmu yang mempelajari tumor atau
neoplasma. Seorang oncologist Inggris mengatakan : ”Neoplasma adalah masa jaringan yang
tidak normal, pertumbuhan yang tak terkendali dan tidak terkontrol.” Pada kanker terjadi
perubahan genetik yang diturunkan kepada sel-sel kanker turunannya. Perubahan pada gen ini
menyebabkan terjadinya proliferasi sel yang tak terkendali dan tak terkontrol.

Ada 2 mekanisme yang menyebabkan kanker menjadi progresif yaitu


1. beberapa mutasi akan menyebabkan terjadinya proliferasi sel yang tidak normal yang
pada gilirannya akan menjadi taget untuk terjadinya mutasi yang berikutnya
2. beberapa mutasi akan mempengaruhi kestabilan genom secara keseluruhan baik pada
tingkat DNA maupun pada tingkat kromosom yang meningkatkan laju terjadinya mutasi.

Ada 2 jalur mutasi yang akan mengarah ke arah perbanyakan sel yang tidak normal.
Kedua jalur tersebut adalah
1. Hiperaktif gen-gen stimulator.
Mutasi biasanya terjadi pada salah satu dari dua kopi gen yang terdapat pada sel. Gen
yang mengalami mutasi ini dikenal sebagai oncogen (Gr: onkos berarti tumor).
Sementara gen pasangannya yang tidak mengalami mutasi dikenal sebagai
protooncogen.
2. Inaktivasi gen-gen inhibitor.
Mutasi jenis ini biasanya bersifat resesif artinya kedua gen yang berpasangan tersebut
dibuat tidak aktif atau mengalami delesi sehingga tidak ada lagi hambatan terhadap
proliferasi sel. Gen penghambat proliferasi sel ini dikenal sebagai tumor supressor
gen .

Jenis-jenis kanker banyak sekali tapi secara umum dibagi menjadi 4 golongan utama yaitu :

1. Sarkoma
Kanker ini tumbuh dari jaringan penyambung dan penyokong, seperti tulang, tulang
rawan, saraf, pembuluh darah, otot dan lemak. Contoh : fibrosarkoma yang tumbuh diantara
kulit dan tulang.

2. Karsinoma
Kanker yang paling umum menyerang manusia, tumbuh dari jaringan epitelial (jaringan
bersel yang menutupi permukaan), seperti kulit dan lapisan rongga dan organ tubuh, dan
jaringan kelenjar, seperti jaringan payudara dan prostat.Karsinoma dengan struktur berlapis-
lapis yang menyerupai kulit disebut sebagai karsinoma sel skuamosa (sel tanduk).

3. Adenokarsinoma
Kanker yang paling umum menyerang manusia, tumbuh dari jaringan epitelial
(jaringan bersel yang menutupi permukaan), seperti kulit dan lapisan rongga dan organ tubuh,
dan jaringan kelenjar, seperti jaringan payudara dan prostat.Karsinoma dengan struktur
berlapis-lapis yang menyerupai kulit disebut sebagai karsinoma sel skuamosa (sel tanduk).

4. Limfoma
Kanker yang tumbuh dan berkembang pada jaringan limpa

Hampir semua kanker membentuk benjolan (tumor),tetapi tidak semua benjolan


bersifat kanker, atau ganas; sebagian besar bersifat jinak (tidak berbahaya).
Ciri tumor jinak adalah pertumbuhan yang sangat terpusat dan biasanya dipisahkan
dari jaringan tetangganya oleh sebuah kapsul yang mengelilinginya.Pertumbuhan tumor jinak
biasanya lambat, dan dari segi struktur biasanya sangat menyerupai jaringan asal. Dalam
beberapa kasus, tumor jinak dapat membahayakan pasien jika menghalangi, menekan, atau
memindahkan struktur tetangganya, seperti pada otak.Sejumlah tumor jinak, seperti polip di
usus besar, dapat bersifat pra-kanker.
Ciri tumor ganas yang paling utama adalah kemampuan mereka untuk menyebar
melampaui lokasi asal. Kanker dapat menyerang jaringan tetangga melalui perluasan
langsung atau infiltrasi, atau ia menyebar ke lokasi yang letaknya jauh dan mengembangkan
pembentukan abnormal kedua yang dikenal sebagai metastasis. Rute dan lokasi metastasis
bervariasi antara kanker primer yang berbeda-beda.
1. Apabila kanker menyebar melalui permukaan organ asal ke dalam suatu rongga, maka sel
mungkin dapat melepaskan diri dari permukaan dan tumbuh pada permukaan organ yang
bersebelahan dengannya.
2. Sel tumor mungkin bermigrasi ke dalam saluran limfatik dan terangkut ke aliran kelenjar
getah bening, atau mereka dapat menembus pembuluh darah. Sewaktu berada di aliran
darah, sel tumor dialirkan ke titik yang terlalu kecil baginya. Sel tumor dari saluran
lambung dan usus akan dihentikan di hati, lalu dapat mengalir ke paru-paru. Sel yang
berasal dari semua tumor lainnya akan melewati paru-paru sebelum diangkut ke organ
lainnya. Oleh karena itu paru-paru dan hati biasanya menjadi lokasi metastasis.
3. Banyak kanker cenderung meninggalkan sel di dalam aliran darah pada masa-masa awal
perjalanannya. Kebanyakan sel ini mati di saluran darah, tetapi beberapa di antara mereka
tersangkut pada permukaan dan menembus dinding untuk kemudian memasuki
jaringan.Beberapa mungkin menemukan jaringan yang menguntungkan, tempat mereka
dapat bertahan hidup, dan tumbuh menjadi tumor.Beberapa lagi mungkin hanya dapat
membelah beberapa kali saja, sehingga membentuk sarang sel berukuran kecil yang
kemudian menjadi dorman (suatu mikrometastasis).Kelompok sel ini dapat tetap dorman
selama bertahun-tahun, dan kemudian tumbuh kembali sebagai kanker.Penyebab hal ini
belum diketahui.
Sel kanker, walaupun telah tersebar secara luas, mungkin mempertahankan ciri-ciri
fisik dan biologis dari jaringan asal mereka.Jadi, seorang ahli patologi seringkali dapat
menentukan lokasi asal tumor yang menyebar melaui pemeriksaan mikroskopis terhadap
jaringan yang bersifat kanker.Identifikasi tumor kelenjar endokrin, misalnya, menjadi lebih
sederhana karena mereka mungkin menghasilkan hormon yang dihasilkan jaringan induk itu
dalam jumlah yang berlebih.Tumor seperti itu dapat juga memberikan respon terhadap
pemberian hormon yang biasanya mengendalikan jaringan itu.
Pada umumnya, semakin suatu sel kanker tidak menyerupai jaringan aslinya, semakin
ganas sifatnya dan semakin cepat ia menyebar; tetapi laju pertumbuhan kanker tidak hanya
tergantung kepada jenis sel dan perbedaannya dengan jaringan asal, tetapi juga kepada
beragam faktor inang. Ciri-ciri dari kanker ganas adalah keragaman sel tumor.Karena
abnormalitas perkembangbiakan sel tumor, mereka menjadi lebih rentan terhadap
perubahan.Seiring waktu, tumor menjadi semakin sulit dibedakan dan tumbuh semakin
cepat.Tumor tersebut mungkin pula mengembangkan daya tahan yang semakin kuat terhadap
kemoterapi atau radioterapi.

ONCOGEN
Oncogen adalah gen-gen yang sebenarnya berperan dalam proliferasi sel yang
mengalami mutasi. Pasangan oncogen yang tidak mengalami mutasi dan berperan dalam
proses proliferasi sel yang normal dikenal sebagai protooncogen.
Oncogen ditemukan pertama kali tahun 1960 pada binatang yang mengalami kanker
khususnya leukemia dan limfoma yang disebabkan virus. Beberapa virus mempunyai
genomik DNA yang kompleks (misalnya SV-40 dan papilloma virus), sementara retrovirus
mempunyai genomik RNA yang sangat sederhana yang mengandung 3 unit transkripsi yang
mengkode protein internal, ensim polymerase dan protein sampul. Satu hal yang
menghebohkan adalah diketahuinya bahwa virus ini menyebabkan terjadinya kanker pada sel
yang infeksinya karena adanya satu gen ekstra yang dikenal sebagai oncogen.
Pada penelitian lebih lanjut diketahui bahwa oncogen tersebut adalah kopi dari gen
selular yang normal yang dikenal sebagai protooncogen. Oncogen ini terintegrasi dengan
partikel virus dan pada saat teraktivasi oncogen ini dapat diinfeksikan kedalam sel yang
infeksinya Pada penelitian selanjutnya diketahui bahwa kebanyakan kanker pada manusia
tidak tergantung kepada virus tetapi protooncogen sel itu sendiri yang teraktivasi sehingga
berubah menjadi onkogen Oncogen merubah sel normal menjadi kanker dengan
mempengaruhi fungsi-fungsi normal. Fungsi–fungsi sel yang dipengaruhi oleh oncogen
dikelompokkan menjadi
1. sekresi faktor-faktor pertumbuhan misalnya onkogen sis
2. reseptor pada permukaan sel, misalnya onkogen erb-B, fms
3. komponen sistem transduksi signal intraselular,misalnya onkogen yang termasuk
keluarga RAS, abl
4. DNA-binding nuclear proteins, termasuk transcrption factors, misalnya MYC, Jun
5. Komponen jaringan cyclins, cyclin dependent kinase dan kinase inhibitor yang
memerintahkan kemajuan perkembangan kanker melalui siklus sel (cell cycle.
Misalnya MDM2
Perubahan protooncogen menjadi oncogen (aktivasi protooncogen) dapat terjadi melalui
beberapa cara yaitu
1. aktivasi dengan cara amplifikasi
Banyak sel –sel kanker mengandung kopi oncogen, misalnya kanker payudara sering
mengamplifikasi oncogen erb-B2 dan kadang-kadang MYC. Kopi oncogen ini hadir
dalam bentuk pasangan kromatin yang kecil yang terpisah dari kromosom atau
terintegrasi di dalam kromosom normal. Amplifikasi oncogen pada sel tumor dapat
dipelajari dengan cara comparative genomic hybridization (CGH).
2. aktivasi dengan cara point mutation
3 gen yang tergolong keluarga RAS, HRAS,KRAS, dan NRAS teraktivasi pada berbagai
tumor yang besar. Ketiga oncogen ini memediasi pensignalan oleh protein G yang
berikatan dengan reseptor. Pengikatan ligand pada reseptor memicu pengikatan GTP ke
protein RAS membentuk kompleks GTP-RAS. Kompleks GTP-RAS akan
mentransmisikan signal di dalam sel. Ikatan GTP-RAS ini akan segeran diinaktifkan
menjadi bentuk GDP-RAS. Protein RAS mempunyai aktivitas GTPase. Dengan adanya
point mutation pada gen RAS akan menurunkan aktivitas GTPase, akibatnya ikatan GTP-
RAS akan diinaktifkan secara perlahan-lahan sehingga akan menimbulkan respons selular
yang berlebihan terhadap signal dari reseptor . Adanya point mutation pada gen RAS
banyak ditemukan pada berbagai tumor termasuk kanker usus besar, paru, payudara dan
kandung kemih.
3. aktivasi melalui translokasi gen
Mekanisme ini jarang ditemukan pada kanker tetapi banyak didapatkan pada tumor
kanker darah dan sarcoma. Contoh yang umum adalah kromosom Philadelphia (Ph)
chromosome yang merupakan kromosom akrosentrik kecil ditemukan pada 90% pasien
dengan kronis myeloid leukemia. Kromosom ini dibentuk dari proses translokasi
kromosom 9 dengan kromosom 2. Pada proses translokasi ini kromosom 9 mengalami
patahan pada intron oncogene ABL. Ujung 3’ gen ABL akan menyatu dengan ujung 5’
dari gen BCR yang berasal dari patahan kromosom 9, sehingga membentuk fusi gen
baru. Gen ini kemudian akan menghasilkan ensim tyrosin kinase yang serupa dengan
produk gen ABL tetapi dengan sifat yang sudah abnormal.
4. aktivasi melalui translokasi kedalam daerah kromatin yang aktif bertranskripsi
Pada proses aktivasi ini juga terjadi translokasi gen tetapi fusi gen tidak terbentuk, tetapi
sebaliknya oncogen akan diletakkan pada lingkungan kromatin yang secara aktif
ditranskripsikan di dalam sel B yang menghasilkan antibodi. Contohnya limfoma Burkitt.
Pada limfoma Burkiit terjadi translokasi antara gen 24 yang terletak pada lengan pendek
kromosom 8 dengan gen 32 yang terletak pada lengan pendek kromosom 14 yang
disingkat t(8;14) (q24; q32). Translokasi ini akan menempatkan oncogen Myc dekat
dengan lokus Imunoglobin IGH pada 14q32.

TUMOR SUPPRESSOR
Pertumbuhan berbagai kanker dikontrol oleh berbagai signal eksternal yang bertujuan
untuk mempertahankan homeostasis. Kegagalan untuk menghambat pertumbuhan merupakan
salah satu perubahan mendasar untuk terjadinya kanker. Protein yang berfungsi menghambat
proliferasi sel ini dikenal sebagai tumor supressor gen. Sebetulnya istilah tumor suppressor
kurang tepat karena secara fisiologis fungsi gen ini adalah meregulasi pertumbuhan sel dan
bukan untuk mencegah pembentukan tumor. Karena hilangnya fungsi gen-gen banyak
ditemukan pada berbagai kanker maka dipakailah istilah ini.
Tumor suppressor gene ditemukan pertama kali pada kasus retinoblastoma. Tumor ini
merupakan tumor yang jarang ditemukan dengan insiden kira-kira 1:20.000 bayi dan anak.
Kira-kira 40% kasus ini terjadi secara diturunkan dan 60% berlangsung secara sporadik.
Tumor ini diturunakan secara autosomal dominant. Knudson mengajukan hipotesis ”two hit”
untuk menerangkan terjadinya kanker. Pada kasus yang diturunkan ia berpendapat perubahan
gen ini terjadi pada salah satu orangtua dan gen yang telah mengalami perubahan ini terdapat
pada semua sel somatik, sementara mutasi kedua terjadi pada sel-sel retina yang telah
mengalami mutasi. Pada kasus sporadik kedua mutasi ini terjadi secara somatik pada satu sel
retina yang kemudian memperbanyak diri membentuk tumor.
Pada retinoblastoma terjadi mutasi berupa delesi pada gen RB, oncogen yang terletak
pada kromosom 13q14. Kedua alel yang mengandung gen RB ini mengalami inaktivasi. Pada
kasus Retinoblastoma yang bersifat herediter satu gen RB adalah normal sedangkan alelnya
mengalami mutasi. Gen yang normal ini kemudian mengalami mutasi baik berupa point
mutasi, interstisial delesi 13q14 atau delesi lengkap 13q14. Pada kasus sporadik, kedua alel
RB yang normal ini mengalami perubahan dan menyebabkan terjadinya kanker. Pasien
dengan retinoblastoma yang bersifat familial ini juga mempunyai resiko tinggi untuk
mengalami osteosarcoma dan beberapa jenis sarkoma. Inaktivasi locus RB juga telah
ditemukan pada beberapa tumor lainnya termasuk adenokarsinoma payudara, karsinoma sel
kecil paru, dan karsinoma kandung kemih.
Kanker berkembang ketika mutasi pada alel bersifat homozigot atau kondisi yang
menyebabkan gen RB normal kehilangan sifat heterozigotnya, kondisi ini dikenal sebagai
Loss of Heterozygosity atau LOH. Protein yang dihasilkan oleh tumor supressor gen ini
terlibat dalam kontrol siklus sel (cell cycle), regulasi proses apotosis, dan berbagai aktivitas
selular yang penting lainnya. Mereka mungkin berperan sebagai transcription factors, cell
cycle inhibitor, signal tranducer, cell surface receptor dan regulator respons selular terhadap
kerusakan.

Protein p53 dan Gen p53


Protein p53 (p53) berperan sebagai tumor suppressor disandi oleh gen p53. p53
merupakan faktor transkripsi dengan fungsi utama sebagai pengatur siklus sel, perbaikan
kerusakan DNA, sintesis DNA dan diferensiasi sel dalam apoptosis. (Ratner D. dkk. 2011).
Pinostrobin dapat meningkatkan ekspresi gen p53 pada sel kanker payudara. Meningkatnya
ekspresi gen p53 akan merangsang mitokondria mengeluarkan sitokrom c ke sitosol dan juga
mengaktivasi gen proapoptosis bax, menurunan ekspresi Bcl-2 maka sitokrom dapat
dilepaskan dan akan membentuk komplek dengan caspase 9 dan Apaf-1 untuk mengaktifkan
enzim proteolitik yaitu caspase 3, serta akhirnya akan terjadi apoptosis dan terhambatnya
proses angiogenesis melalui mekanisme down regulasi atau penurunan ekspresi VEGF
(Vascular Ephidermal Growth Factor) serta menurunkan ekspresi Cyclooxigense-2 (COX-2)
dan Matrix Metaloproteinase – 9 (MMP-9) yang juga ikut terlibat dalam proses metastase sel
kanker. (Sukardiman, 2000 ; 2006).

Peran Gen Supresor Tumor p53 Dalam Menghambat Pertumbuhan Tumor


Kematian sel secara fisiologik terjadi terutama melalui bentuk kematian sel yang
disebut dengan apoptosis. Keputusan dari suatu sel mengalami apoptosis dapat dipengaruhi
oleh sejumlah rangsangan dari luar sel. Kegagalan sel untuk mengalami kematian sel
apoptotik mungkin melibatkan patogenesis dari sejumlah penyakit manusia yang meliputi
penyakit-penyakit yang dikarakterisasi dengan terjadinya akumulasi sel, yaitu kanker,
penyakit autoimun, dan penyakit viral tertentu. Akumulasi sel dapat berasal dari proliferasi
sel yang meningkat atau kegagalan sel untuk melakukan proses apoptosis terhadap
rangsangan yang sesuai.

Keseimbangan antara jumlah sel yang diproduksi tubuh dan yang mati pada kebanyakan
organ dan jaringan hewan dewasa dipertahankan dengan baik, hal ini diawasi dengan sistem
pengontrol yang baik salah satu diantaranya dengan peristiwa apoptosis yang biasanya
dikontrol oleh suatu gen dan reseptornya. Salah satu diantaranya adalah Gen Supresor
Tumor /Kanker p53. Kadang-kadang apabila respon imun tidak bekerja normal maka
pertumbuhan sel tidak dapat dikontrol, sel membentuk klon yang berkembang dan
menimbulkan tumor atau kanker atau neoplasma. Misalnya apabila Gen Supresor Tumor /
Kanker p53 mengalami mutasi akibat adanya sel sel asing (antigen) seperti radiasi
kemoterapi, virus dan zat-zat karsinogenik maka sel-sel DNA akan mengalami metastase dan
selanjutnya berproliferasi. (Abbas dkk., 2007; Baratawijaya, 2010).
Pada kanker gen pengendalinya biasanya Gen Supresor Tumor /Kanker p53.
Produk gen p53 dibutuhkan oleh sel untuk menginduksi apoptosis dalam responnya terhadap
kerusakan genotoksik. Hal ini terlihat pada tumor yang tidak memiliki gen p53 ternyata tidak
dapat mengalami apoptosis dalam responnya terhadap kerusakan DNA yang diinduksi oleh
agen kemoterapetika dan radiasi. Sel-sel yang tidak dapat mengalami apoptosis dalam
responnya terhadap kerusakan DNA mungkin lebih cenderung untuk memperoleh
penyimpangan genetik dibanding sel yang normal. Kesalahan atau kekeliruan dalam
“perbaikan” DNA yang rusak dapat berkontribusi terhadap laju mutasi yang tinggi yang telah
diobservasi pada banyak kasus kanker manusia.(Rochman Naim, 2006)

Tumor promoter seperti phorbol myristate acetate (PMA) dan alpha-hexachlorocyclo-hexane


dapat bertindak sebagai faktor spesifik untuk bertahan hidup bagi sel-sel yang
memperlihatkan perkembangan tumor. Hal ini menunjukkan bahwa penghambatan apoptosis
merupakan hal yang lebih penting dalam perkembangan tumor ganas. Hal ini dibuktikan pada
kanker kulit bahwa aktivasi atau induksi gen p53 sebagai respon dari stres sel akibat kanker
atau tumor dapat menghambat ekspansi dan proliferasi berbagai sel yang rusak.(Cita Rosita
S.P., 2008).

Peningkatan ekspresi p53 akan menurunkan gen-gen anti apoptosis (BCl2),


menurunkan gen-gen faktor pertumbuhan (VEGF), menurunkan MMPs-9, menurunkan
COX-2 sehingga terjadi peningkatan proses apoptosis dan terhambatnya angiogenesis.
(Sukardiman, 2006)

Apoptosis
Apoptosis merupakan program bunuh diri dari sebuah sel. Program ini memiliki peran
yang penting untuk menjaga homeostatis perkembang – biakan sel dan dengan adanya
disregulasinya bisa berakibat timbulnya macam-macam penyakit ( Evan dan Litlewood,
1998). Salah satu peran pentingnya adalah untuk membatasi proliferasi sel yang tidak
diperlukan yang sekiranya akan dapat menyebabkan kanker. Pada sel-sel kanker program
apoptosis ini telah mengalami gangguan sehingga sel akan mengalami metastasis (Peter et al,
1997).
Apoptosis terjadi melalui dua jalur yaitu melalui jalur intrinsik dan jalur ekstrinsik
seperti yang ditunjukkan dalam gambar berikut ini :
Gambar Apoptosis

Mekanisme kematian sel kanker secara apoptosis diregulasi oleh adanya : fragmentasi
DNA , tumor supressor gen p53 , gen antiapoptosis Bcl-2 dan aktivitas enzim proteolitik
caspase 3 . Gen p53 akan merangsang mitokondria mengeluarkan sitokrom c ke sitosol dan
juga mengaktivasi gen proapoptosis bax. Gen Bcl-2 adalah merupakan gen antiapoptosis
yang bertanggung jawab dalam proses pelepasan sitokrom dari mitokondria, dengan
penurunan ekspresi Bcl-2 maka sitokrom dapat dilepaskan dan akan membentuk komplek
dengan caspase 9 dan Apaf-1 untuk mengaktifkan enzim proteolitik yaitu caspase 3, serta
akhirnya akan terjadi apoptosis seperti yang ditunjukkan dalam gambar berikut ini ( Nagata ,
1997 ; Cotran , 1999, Rochman Naim, 2006).

Skema sinyal tranduksi dari apoptosis

Angiogenesis
Angiogenesis adalah proses pembentukan pembuluh darah baru yang terjadi secara
normal dan sangat penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Angiogenesis juga
terlibat dalam proses penyembuhan, seperti pembentukan jaringan baru setelah cidera. Akan
tetapi, angiogenesis juga merupakan langkah yang sangat penting dalam Carsiogenesis atau
pertumbuhan sel kanker (cancer) sehingga terjadi perkembangan sel kanker yang tidak
terkendali dan bersifat ganas.
Angiogenesis juga berkembang menjadi sesuatu yang bersifat patologis dan
berhubungan dengan kanker, inflamasi, penyakit kulit dan penyakit mata. Kondisi patologi
angiogenesis ini dikarakterisasi oleh pembentukkan pembuluh darah baru dan penghancuran
sel normal yang ada di sekitarnya. Berbeda dangan angiogenesis fisiologis, angiogenesis
patologi ini dapat berlangsung lama sampai beberapa tahun dan biasanya berhubungan
dengan beberapa gejala klinis. Angiogenesis patologi adalah pembentukkan pembuluh darah
baru yang tidak normal dimana tubuh akan kehilangan kontrol dalam mengatur
keseimbangan sekresi angiogenik stimulator dan inhibitor. Sel kanker akan memproduksi
angiogenics growth factor yang menyimpang dalam jumlah yang banyak dimana efeknya
akan kuat sekali dalam meniadakan efek angiogeneics inhibitor. Sebagai akibatnya adalah
terjadinya pembentukkan pembuluh darah yang baru dengan sangat cepat dalam pola yang
tidak terkontrol. Awal kejadian angiogenesis secara molekular dapat di lihat pada gambar
berikut ini :

Gambar Angiogenesis
(Sumber : National Cancer
Institute)

Pertumbuhan sel kanker yang sangat cepat akan menginduksi keadaan kekurangan
oksigen (hypoksia) pada sel kanker tersebut, oleh karena itu sel kanker akan merespon
dengan mengekspresikan hypoxia inducible factor (HIF). Dalam keadaan hipoksia, HIF akan
masuk dan terakumulasi dalam nukleus (inti sel), dimana HIF ini merupakan signal tranduksi
ekspresi gen beberapa protein, diantaranya adalah beberapa protein penting bagi sel kanker
dalam menginduksi peristiwa angiogenesis sel endotel.
Faktor pertumbuhan seperti VEGF, Fibroblas Growth Factor (FGF) dan TGF
akan menginduksi jalur-jalur (seperti PLCγ, PI3K, Src, Smad signaling) yang akan
mengakibatkan proliferasi sel endotel, peningkatan permeabilitas vascular dan migrasi sel
endotel. Ekstrasellular Matrix Protease dan beberapa regulator akan menginduksi matrix
remodeling yang akan mempersiapkan migrasi sel endotel dari pembuluh darah yang telah
ada (host) membentuk pembuluh baru. Cytokines akan meningkatkan pertumbuhan kanker
dan menginduksi ekspresi protein signal (seperti Slit2) yang akan mengembangkan
pembentukan jaringan penghubung pembuluh darah dengan sel kanker.
Selain keadaan hipoksia, jalur PI3K dan Ras juga dapat meningkatkan ekspresi HIF dengan
cara meningkatkan translasi HIF. Kerusakkan jaringan normal, keadaan ischemia dan
inflamasi akan mengakibatkan munculnya magropagh dan bone marrow-derived
inflammatory cells (BDMC) pada area yang didesak oleh sel kanker, dimana monosit ini akan
menginduksi angiogenesis dengan cara yang sama, yaitu dengan pelepasan protein-protein
yang akan menginduksi pembentukan pembuluh darah baru.

Anda mungkin juga menyukai