Anda di halaman 1dari 30

NAMA :EVI APRIANI ARIFIN

NIM :B1A119401

KELAS :02 ALIH JENJANG

IMUNOLOGIK

RESPON TUBUH TERHADAP TANTANGAN IMUNOLOGIK

I. PENDAHULUAN

Tubuh manusia tidak mungkin terhindar dari lingkungan yang

mengandung mikroba patogen di sekelilingnya. Mikroba tersebut dapat

menimbulkan penyakit infeksi pada manusia. Mikroba patogen yang ada bersifat

poligenik dan kompleks. Oleh karena itu respons imun tubuh manusia terhadap

berbagai macam mikroba patogen juga berbeda. Umumnya gambaran biologik

spesifik mikroba menentukan mekanisme imun mana yang berperan untuk

proteksi. Begitu juga respon imun terhadap bakteri khususnya bakteri ekstraselular

atau bakteri intraselular mempunyai karakteristik tertentu pula.

Tubuh manusia akan selalu terancam oleh paparan bakteri, virus, parasit,

radiasi matahari, dan polusi. Stres emosional atau fisiologis dari kejadian ini

adalah tantangan lain untuk mempertahankan tubuh yang sehat. Biasanya kita

dilindungi oleh sistem pertahanan tubuh, sistem kekebalan tubuh, terutama

makrofag, dan cukup lengkap kebutuhan gizi untuk menjaga kesehatan. Kelebihan

tantangan negatif, bagaimanapun, dapat menekan sistem pertahanan tubuh, sistem


kekebalan tubuh, dan mengakibatkan berbagai penyakit fatal. Penerapan

kedokteran klinis saat ini adalah untuk mengobati penyakit saja. Infeksi bakteri

dilawan dengan antibiotik, infeksi virus dengan antivirus dan infeksi parasit

dengan antiparasit terbatas obat-obatan yang tersedia.

Sistem pertahanan tubuh, sistem kekebalan tubuh, depresi disebabkan

oleh stres emosional diobati dengan antidepresan atau obat penenang. Kekebalan

depresi disebabkan oleh kekurangan gizi jarang diobati sama sekali, bahkan jika

diakui, dan kemudian oleh saran untuk mengkonsumsi makanan yang lebih sehat.

Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang

melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan

membunuh patogen serta sel tumor.

Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas,

organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing

parasit, serta menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel

organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa. Deteksi

sistem ini sulit karena adaptasi patogen dan memiliki cara baru agar dapat

menginfeksi organisme. Untuk selamat dari tantangan ini, beberapa mekanisme

telah berevolusi yang menetralisir patogen. Bahkan organisme uniselular seperti

bakteri dimusnahkan oleh sistem enzim yang melindungi terhadap infeksi virus.

Mekanisme imun lainnya yang berevolusi pada eukariota kuno dan tetap

pada keturunan modern, seperti tanaman, ikan, reptil dan serangga. Mekanisme

tersebut termasuk peptida antimikrobial yang disebut defensin, fagositosis, dan


sistem komplemen. Proses adaptasi membuat memori imunologis dan membuat

perlindungan yang lebih efektif selama pertemuan di masa depan dengan patogen

tersebut. Proses imunitas yang diterima adalah basis dari vaksinasi.

II. TUJUAN

Mahasiswa diharapkan mampu memahami respon tubuh terhadap tantangan

imunologik

III. BAHAN KAJIAN

(Menurut Buku Patofisiologi :Konsep Klinis Dan Proses-Proses Penyakit,

Vol. 1 Ed. 6 Oleh : Sylvia A. Price And Lorraine M. Wilson) Translation Of :

PHATOPHYSIOLOGY : CLINICAL CONCEPTS OF DISEASE PROCESSES

6/E, 2002

A. GAMBARAN SINGKAT IMUNITAS

Untuk melindungi diri dari ancaman terhadap jati diri, tubuh manusia

telah mengembangkan reaksi pertahanan selular yang disebut repon imun.

Untuk melindungi dirinya, tubuh memerlukan mekanisme yang dapat

membedakan sel-sel sendiri (self) dari agen-agen peninvasi (non-self)

Mekanisme-mekanisme ini dapat disebut sebagai imunitas tubuh, yaitu

suatu keadaan perlindungan (terutama terhadap infeksi) yang ditandai dengan

daya ingat dan spesifisitas daya ingat adalah meningkatnya kemampuan suatu

organisme untuk berespon terhadap suatu antigen (suatu sel atau molekul yang

memicu respon imun, juga dikenal sebagai imunogen)


Sepsifitas adalah sifat yang diperlihatkan oleh sel-sel imun sebagai

kemampuan untuk bereaksi terhadap hanya satu determinan antigen.

Fungsi utama imunitas :

1. Perannya dalam pertahanan adalah menghasilkan resistensi terhadap agen

penginvasi seperti mikroorganiasme

2. Perannya dalam surveilans adalah mengidentifikasi dan menghancurkan sel-

sel tubuh sendiri yang bermutasi dan berpotensi menjadi neoplasma (tumor)

3. Perannya dalam hemeostasis adalah membersihkan sisa-sisa sel dan zat-zat

buangan sehingga tipe-tipe sel tetap seragam dan tidak berubah

Suatu kunci penting bagi kemampuan tubuh untuk membedakan diri

sendiri dari benda asing adalah Kompleks Histokompatibiitas Mayor (MHC)

yang merupakan suatu kelompok gen dilengan. Kelompok gen MHC

mengendalikan produksi satu rangkaian molekul khusus yang berfungsi sebagai

antigen sel, untuk menunjukkan bahwa semua sel memiliki organisme tertentu.

Pengenalan antigen MHC oleh sistem imun tutbuh menyebabkan terbentuknya

toleransi-diri (kemampuan sistem imun menahan diri untuk tidak menyerang

sel-sel tubuh sendiri).Pada manusia antigen MHC sering disebut Antigen

Leukosit Manusia (HLA) karena pertama kali ditemukan disel-sel darah putih

(SPD).

Molekul MHC kelas I yang ditemukan dipermukaan semua sel berinti dan

trombosit (kecuali spermatozoa dan ovum), berinteraksi dengan sel-sel yang

terinfeksi oleh virus.Apabila suatu sel terinfeksi oleh virus, maka molekul kelas
I berinteraksi dengan mikroorganisme yang bereplikasi deidalam sel dan

membantu menimbulkan destruksi pada sel yang terinfeksi.

Molekul MHC kelas II berperan dalam tipe-tipe reaksi selular yang

berasal dari patogen yang bereplikasi diluar sel, seperti bakteri molekul MHC

kels II ditemukan dimonosit, makrofag, dan sel sistem imun lainnya yang akan

aktif selama proses fagositosis

Sistem limfoid mempertahankan tubuh dari egen penginvasi melalui dua

sistem yaitu imunitas selular dan imunitas humoral.Imunitas selular adalah

repon imun yang terutama dilaksanakan oleh limfosit T atau sel T, ketika tubuh

terpapar patogen maka sel T berproliferasi, dan terjadi interaksi selular

langsung yang spesifik terhadap antigen.

Antigen adalah suatu molekul atau sel yang bereaksi dengan antibodi

(Imunoglobulin).Antibodi mampu berikan dengan antigen spesifik yang

memicu pembentukannya.Imunogen adalah molekul atau sel yang menginduksi

repon imun, apabila molekul hapten terlibat dengan demikian hapten tidak

dapat memicu repons imunokenik sendirian.Hapten adalah antigen tetapi bukan

imunogen.Salah satu contoh obat yang berfungsi sebagai hapten dan

menyebabkan reaksi alergi yang parah pada sebagian orang adalah penisilin G.

Imunogen yang paling kuat adalah protein dengan berat molekul lebih

dari 100.000 dalton.Molekul dengan berat yang rendah (kurang dari 10.000

dalton) bersifat imunogenik lemah, dan molekul yang sangan kecil seperti

hapten memerlukan suatu protein pembawa untuk menjadi imunogenik.


Ciri penting teraksir dari imunogen adalah adanya epitop (determinan

antigen). Epitop adalah suatu gugus kimia kecil pada imunogen yang memicu

respon imun dan dapat bereaksi dengan suatu imunoglobulin, sebagian besar

imunogen memiliki levih dari satu epitop dan dianggap mampu bereaksi

dengan lebih dari satu tipe tempat pengikatan

B. GAMBARAN SINGKAT SISTEM INUM

Sistem limfoid tubuh manusia bekerja sama dengan sistem monosit-

makrofag (fagositosis terkait perahanan) untuk membedakan diri sendiri dari

asing. Sistem limfoid mempertahankan tubuh dari agen penginvasi melalui dua

respon imun, imunitas selular dan imunitas humoral.Imunitas selular, atau

respon imun selular adalah respon imun yang dilaksanakan oleh limfosit T. Saat

tubuh terpajan ke suatu imunogen, sel-sel T berpoliferasi dan mengarahkan

interaksi selular dan subselular pajamu untuk bereaksi terhadap epitop

spesifik.Immunoglobulin dan sel T dapat mengenali epitop.Imunitas humoral,

atau imunitas yang diperantarai oleh antibodi, adalah imunitas spesifik yang

diperantarai oleh produksi immunoglobulin (antibodi) oleh limfosit B yang

terstimulasi, atau sel plasma, sebagai respons terhadap suatu epitop.Imunitas

humoral juga dibantu oleh sistem komplemen, suatu sistem amplifikasi yang

melengkapi kerja immunoglobulin untuk mematikan imunogen asing dan

menyebabkan lisis patogen tertentu dan sel.

1. Sistem limfoid (Imun)


Sistem limfoid (imun) terdiri dari berbagai sel, jaringan, dan organ

yang merupakan tempat prekursor dan turunan limfosit berasal,

berdiferensiasi, mengalami pematangan, dan tersangkut.Semua sel darah

berasal dari prekursor bersam, yaitu sel bakal pluripetensial.Sel bukan

pluripotensial adalah sel-sel embrionik yang dapat membentuk bermacam-

macam sel hematopoietik dan dapat membelah diri. Sel-sel ini ditemukan di

sumsum tulang dan jaringan hematopoietik lain serta menghasilkan semua

komponen darah (misalnya, eritrosit, trombosit, granulosit, monosit,

limfosit). Sel-sel bakal berdeferensiasi dan mengalami pematangan menjadi

sel darah spesifik dibawah tuntunan berbagai faktor peragsang koloni

(sekelompok zat yang meningkatkan produksi berbagai tipe sel

hematopoietik) dan faktor pertumbuhan yang berasal dari sel T. Terdapat

tiga jenis limfosit yang berasal dari sel bakal, limfosit T (dikenal sebagai sel

T), limfosit B (dikenal sebagai sel B), dan sel natural killer (NK).Sel NK

kadang- kadang diklasifikasikan sebagai sel T karena keduanya memiliki

beberapa kesamaan. Petanda-petanda protein di permukaan sel yang disebut

clusters of diferentiantion (CD) membantu membedakan ketiga jenis sel ini,

protein –protein CD digunakan untuk membedakan sel T, sel NK dan sel B

satu sama lain dan juga bermanfaat untuk mengetahui subset-subset sel T.

2. Organ Limfosit Primer

Walaupun terdapat di semua bagian tubuh, namun limfosit cenderung

terkonsentrasi di beberapa organ limfoid, termasuk sumsum tulang, timus,


limpa, kelenjar getah bening dan di jaringan limfoid terkait organ.Sumsum

tulang dan timus dianggap sebagai organ limfoid primer.Pada tahap-tahap

awal perkembangan limfosit dari sel bakal di sumsum tulang, limfosit tidak

menghasilkan reseptor untuk bereaksi dengan imunogen. Seiring dengan

proses pematangan karena pengaruh faktor-faktor perangsang koloni,

limfosit mulai mengekspresikan (yaitu,menyajikan di permukaan selnya)

reseptor imunogen dan menjadi peka terhadap rangsangan imunogenik, sel-

sel ini juga berkembang menjadi tiga subkelas yang berbeda. Sel-sel T

bermigrasi dari sumsum tulang ke kelenjar timus untuk proses pematangan

lebih lanjut dan dianggap limfosit yang “defenden-timus”. sel B

kemungkinan besar tetap berada di sumsum tulang dan dianggap limfosit

yang “independent-timus”. sel NK adalah limfosit yang memiliki sebagian

petanda sel T. Namun, perbedaan utama antara sel NK dan sel T adalah

bahwa sel NK bersifat ”pratimus”, yaitu sel ini tidak melewati timus untuk

menjadi matang.

Timus adalah sebuah organ berlobus dua yang terletak di mediastinum

anterior dan diatas jantung. saat lahir, berat timus adalah 10 sampai 15 g

dan meningkat ukurannya sampai maksimum pada saat pubertas, saat

beratnya sampai sebesar 40 g. Selama masa dewasa dan usia lanjut, timus

mengalami involusi sampai beratnya kurang dari 15% ukurannya saat

pubertas. Timus adalah organ yang memiliki banyak pembuluh darah dan

pembuluh limfatik yang mengalirkan isinya ke kelenjar-kelenjar getah


bening mediastinum. Timus memiliki korteks di sebelah luar dab medulla di

sebalah dalam. Korteks mengandung banyak timosit (limfosit T yang

ditemukan di timus), sedangkan medula lebih lebih jarang terisi oleh sel.

Badan Hassall yaitu kelompok-kelompok sel epitel yang tersusun rapat

yang mungkin merupakan tempat degenerasi sel, ditemukan di

medulla.Timosit adalah limfosit T yang datang dari sumsum tulang melalui

aliran darah dan berada dalam berbagai stadium perkembangan.

3. Organ Limfosid Sekundar

Organ limfoid sekunder mencakup limpa, kelenjar getah bening dan

jaringan tidak berkapsul.Contoh-contoh jaringan tidak berkapsul adalah

tonsil adenoid, dan bercak-bercak jaringan limfoid di lamina propria

(jaringan ikat fibrosa yang terletak tepat dibawah epitel permukaan selaput

lendir) dan di submukosa saluran cerna (GI), saluran napas, dan saluran

genitourinaria (GU).Limpa memiliki berat sekitar 150 g pada orang dewasa

dan terletak di kuadran kiri atas abdomen di belakang lambung.an darah

datang melaluiarteri lienalis, yang bercabang-cabang secara progreasif

menjadi pembuluh-pembuluh yang lebih halus.Saat terbagi menajadi

arteriol, cabang –cabang tersebut mengalirkan isinya ke dalam sinusoid-

sinusoid vasikular yang kemudian mengalir ke sistem vena. Disain limpa

yang sangat vasikular ini menghasilkan keterkaitan yang erat antara darah

dan sel-sel imun. Pada dasarnya, darah mengalir melalui limpa dan

berkontak dengan sejumlah besar makrofag (SDP fagosit) dan limfosit,


yang memicu respon imun. Limpa mengandung dua jenis jaringan utama ,

pulpa merah dan pula putih. Pulpa merah terutama berperan dalam destruksi

eritrosit (sel darah merah, SDM) yang sudah tua, walaupun bagian ini juga

mengandung makrofag, tombosit, dan limfosit (terutama limfosit B).Pulpa

putih limpa adalah jaringan limfoid padat yang tersusun mengelilingi

arteriol sentral.Susunan ini sering disebut sebagai selubung limfoid

periarteriol. PALS mengndung daerah –daerah sel T dan B, yang tersusun

membentuk folikel-folikel atau agregat sel.

Limpa adalah tempat utama respons imun terhadap imunogen dalam

darah, sedangkan kelenjar getah bening bertanggung jawab memproses

imunogen di limfa yang berasal dari jaringan regional.Kelenejar-kelenjar

getah bening membentuk suatu jaringan yang berperan meyaring imunogen

dari limfa dan cairan yang mengalir dari ruang interstisium (ruang antar

sel). Kelenjar getah bening yang merupakan struktur kecl berbentuk bulat

atau seperti ginjal dengan garis tengah 1 sampai 20 mm, umumnya terletak

di percabangan pembuluh limfatik.

Kelenjar getah bening dikelilingi oleh kapsul jaringan ikat dan

tersusun mejadi tiga bagian utama, korteks, parakorteks, dan

medulla.Korteks mengandung kelompok-kelompok sel B yang disebut

folikel limfoid (folikel primer). Saat tubuh berpajan ke suatu imunogen

mala sel-sel B di bagian ini akan membentuk sentrum germinativum (folikel

sekunder). Parakorteks adalah suatu bagian penting tempat imunogen


disajikan oleh makrofag untuk mengaktifkan sel T. Medula, bagian terkecil

pada kelenjar getah bening, mengandung sel B dan T.

Terdapat beberapa jaringan limfoid tidak berkapsul didalam

tubuh.jarigan ini, yang sering disebut sebgaia jaringan limfoid terikat-

muklosa (MALT), tersusun membentuk kelompok-kelompok sel atau nodus

difus yang mengandung sentrum germinativum (folikel sekunder) mirip

dengan yang terdapat di limpa.Jaringan limfoid terikat-bronkus (BALT)

mirip dengan GALT dan ditemukan dipercabangan –percabangan saluran

napas ukuran besar. Jaringan limfoid terikat-kulit (SALT) ditemukan di

epidermis kulit, te,pat limfosit mengidentifikasi agen-agen penginvasi di

epidermis serta mengangkut epitope ke kelenjar getah bening regional untuk

diproses.

4. Lalu-lintas Limfosit di dalam tubuh

Berbagai komponen sistem limfoid digabungkan oleh semacam sistem

limfatik.Setiap saat, jutaan limfosit bergerak di dalam darah dan

limf.Berbagai saluran limfatik di tubuh mengalirkan cairan dari celah organ

dan jaringan, limf disaluran ke dalam saluran- saluran sentral yang lebih

besar yang menyatu dan masuk ke dalam aliran darah melalui duktus

torasikus.Dengan demikian terjadi aliran limf kembali ke daerah yang

konstan dan pembentukan terus-menerus limf oleh gerakan cairan dari

darah ke dalam jaringan.Demikian juga, limfosit secara terus menerus

mengalami resikurlasi.Limf didalam duktus torasikus mengandung banyak


limfosit.Limfosit, dalam jumlah memadai, mengalir melalui duktus

torasikus untuk menggantikan jumlah total dalam sirkulasi darah beberapa

kali sehari.

Sebagian besar limfosit yang mengalir melalui duktus torasikus

mengalami “daur ulang”. Limfosit meningglkan aliran darah aliran darah

melalui venula-venula khusus didalam jaringan limfoid, berdiam di jaringan

limfoid dengan lama bervariasi, dan kemudian beredar melalui limf untuk

kembali menyatu dengan limfosit lain di darah. Limfosit berbeda satu sama

lain dalam kaitannya dengan pergerakan mengitari tubuh. Sebagian limfosit

memiliki umur yang sangat panjang (berbulan-bulan bahkan bertahun-

tahun) dan mengalami daur ulang secara ekstensif. Limfosit lain hidup

relatif singkat dan tidak terlalu sering beredar. Kelompok-kelompok tertentu

limfosit juga tampaknya memiliki pola “homing” tertentu dalam kaitannya

dengan berbagai bagian sistem limfoid. Hala pokok adalah di dalam sistem

limfoid terdapat suatu cara untuk menggerakkan limfosit dari satu daerah ke

Daerah lain. Makna biologik dari kenyataan ini adalah bahwa anggota

dari suatu klona limfosit yang pada awalnya berfroliferasi di suatu lokasi

mungkin beredar keseluruh tubuh dan dapat berinteraksi dengan imunogen

di semua lokasi.

5. Imunitas Seluler

Peran sel T dibagi menjadi dua fungsi utama , fungsi regulator dan

fungsi efektor. Fungsi regulator terutama dilakukan oleh salah satu subsel
sel T, sel T penolong (juga dikenal sebagai sel CD4 karena pertanda cluster

of dififferention di permukaan sel diberi nomor 4. Sel-sel CD4

mengeluarkan molekul yang dikenal dengan nama sitokin (protein berberat

molekul rendah yang disekresikan olehsel-sel sistem imun) untuk

melaksanakan fungsi regulatornya. Sitokin-sitokin dari sel CD4

mengendalikan proses-proses imun seperti pembentukan imunoglonulin

oleh sel B, pengaktivan sel T lain, dan pengaktifan makrofag. Fungsi

efektor dilakukan oleh sel T sitotoksik (dahulu dikenal sebagai sel T

pembunuh tetapi jaga dikacaukan dengan sel NK, saat ini dikenal sebagai

CD8 karena cluster of differentiation di beri nomor 8.sel-sel CD8 mampu

mematikan sel yang terinfeksi oleh virus, sel tumor, dan jaringan

transplantasi dengan menyuntikkan zat kimia yang disebut perforin ke

dalam sasaran “asing”.

6. Pendidikan Timus

Baik sel CD4 maupun CD8 majlani “pendidikan timus” di kelenjar

timus untuk belajar mengenali fungsi.Teori delesi klonal memebrikan salah

satu penjelasan bagaimana cara sel T mempelajari fungsinya. Saat mencapai

timus, sel-sel T imatur ridak memiliki reseptor pengikat epitop dan protein

CD4 atau CD8.Peran reseptor epitop di sel T imatur adalah mengikatepitop

antigenik. Peran protein CD4 dan CD8 pada sel T matang adalah untuk

menstabilkan interaksi antara sel T dan sel lain. Dengan demikian, sel T

matang yang meninggalkan timus memilki reseptor untuk mengikat


mengikat suatu epitop dan protein CD4 (menyebabkan menjadi sel T CD4 ,

atau dikenal sebagai sel T penolong) atau protein CD8 (menyebabkannya

menjadi sel T CD8, atau sel T sitotoksik atau penekan).

Apabila sel T harus siap melaksanakan fungsinya saat meninggalkan

timus, maka sel tersebut pertama-tama perlu mengenali epitope -epitop

asing dan kedua memiliki protein CD4 atau CD8 yang fungsional. Dengan

demikian pendidikan di timus menghasilkan sel T CD4 atau CD8 dengan

fungsi berikut : 1) sel yang mengenali sel diri lainnya dari antigen MHC dan

tidak berikatan dengan sel tersebut (yaitu , reseptor protein sel T tidak akan

“cocok” dengan sel diri lainnya), 2) sel yang menandai se asing sebagai

penyerang, dan 3) sel yang dapat berikatan dengan sel asing dengan protein

CD4 atau CD8 fungsional untuk menstabilkan interaksi antara dua sel.

7. Fungsi Regulator SEL CD4

Sel-sel CD4 tertama terdapat di medulla timus, tonsil, dan darah,

membentuk sekitar 65% dari seluruh limfosit T yang beredar. Sel CD4

memilki empat fungsi utama 1) sel CD4 memiliki fungsi regulatorik yang

megaitkan sistem monosit-makrofag ke sistem limfoid, 2) sel CD4

berinteraksi dengan APC untuk mengendalikan pembentukan

immunoglobulin, 3) sel CD4 menghasilkan sitokin-sitokin yang

menungkinkan sel CD4 dan CD8 tumbuh, dan 4) sel CD4 berkembang

menjadi pengingat.
Salah satu fungsi regulatorik esensial pada sel CD4 adalah perannya

mengaitkan sistem monosit-makrofag (sistem pertahanan tubuh yang

mengandung SDP fagositik seperti monosit dan karofag) dengan sistem

limfoid. Apabila makrofag menelan suatu imunogen misalnya bakteri, maka

makrofag tersebut akan menguraikan imnogen melalui proses-proses.

Epitop-epitop bakteri adalah salah satu produk destruksi bakteri tersebut.

Sebuha spitop berikatan dengan antigen MHC makrofag (MHC kelas II),

yang menyebabkan kompleks MHC-epitop “seperti bendera” di permukaan

sel makrofag.

Sel-sel CD4 memiliki fungsi regulatorik penting lainnya, terutama

berikatan dengan pembentukan immunoglobulin.Saat menyajikan epitop

APC berinteraksi dengan sel CD4 dan mengaktifkannya. Sel –sel CD4 yang

sudah diaktifkan akan menghasilkan zat-zat kimia atau limfokin misalnya

interleukin 2,3, dan 5.

8. Fungsi Efektor sel CD8

Limfosit CD8 yang dtemukan terutama disumsum tulang dan GALT,

membentuk sekitar 35% dari seluruh limfosit T yang beredar. Sel-sel CD8

melakukan dua fungsi efekltor utama, hipersensitivitas tipe lambat dan Sel-

sel CD8 melakukan dua fungsi efektor utama, hipersensitivitas tipe lambat

dan sitotoksitas. Hipersensitivitas tipe lambat terjadi saat imunogen

organisme intrasel seperti mikrobakteri menimbulkan suatu respons alergi.


Sitotoksisitas terutama berperan dalam menghancurkan sel yang

terinfeksi virus, penolakan cangkok, dan destruksi sel tumor.Semua sel di

dalam tubuh memliki slah satu tipe antigen MHC (MHC kelas I) yang dapat

memperlihatkan epitop virus dipermukaan sel. Sel CD8 mengenali

kompleks MHC-epitop tersebut dan dengan bantuan sel CD4, membentuk

klona sel kemudian mengeluarkan perforin (zat kimia toksik yang merusak

membran luar sel yang terinfeksi) dan granzymes (enzim-enzim

protease).Perferon membentuk sebuah lubang menembus membrane sel

seningga cairan ekstrasel dapat masuk ke dalam sel.

9. Fungsi utama imunitas Selular

Secara singkat, imunitas seluler memiliki empat fungsi yang sering

dikutip :

a) Sel T CD8 memiliki fungsi sitotoksik. Sel CD8 menyebabkan kematian

secara langsung sel sasaran seperti sel yang terinfeksi virus atau sel

tumor. Sel CD8 melakukan fungsi ini dengan mengikat sel yang

terinfeksi atau sel tumor dan mengeluarkan perforin yang mematikan sel

sasaran

b) Sel T juga menyebabkan reaksi hipersensitivitas tipe lambat saat

menghasilkan berbagai limfokin yang menyebabkan peradangan.

Limfokin tidak saja memengaruhi jaringan secara langsung, tetapi juga

mengaktifkan sel lain seperti APC


c) Sel T memiliki kemampuan untuk mengingat. Sel T pengingat

memungkinkan akselerasi respons imun apabila tubuh terpajan untuk

kedua kalinya ke imunogen yang sama. walaupun dalam interval yang

lama dari pajanan awal.

d) Sel T juga memiliki peran penting dalam regulasi atau pengendalaian.sel

CD4 danCD8 meningkatkan atau menekan (atau keduanya) respons

imun selular dan humoral.

10. Sel Natural Killer

Walaupun bukan sel T sejati, namun sel NK juga melaksanakan

fungsi-fungsi efektor yang penting.Sel NK mengkhususkan diri

menghancurkan sel yang terinfeksi virus dan neoplasma dengan yang

dihasilkan oleh sel CD8. Sel NK diberi nama terlebih demikian karena sel

ini aktif tanpa perlu terlebih dahulu “disensitisasi” oleh epitop, sel NK

mengenali selasing melalui cara-cara nonumunologik misalnya muatan

listrik yang tidak lazim dipermukaan sel. Perbedaan utama antara sel CD8

dan sel NK adalah bahwa sel NK tidak spesifik utama epitop dan tidak

bertambah kuat oleh pajanan sebelumnya. Namun, sel NK melakukan suatu

fungsi penting; sel-sel ini selalu untuk ada menyerang sel-sel yang

memperlihatkan petanda-petanda “asing” tanpa perlu mengalami sensitisasi

dan kemungkinan mematikan sel-sel asing ini sebelum imunitas selular

benar-benar teraktifkan.
Sekitar 5% sampai 15% dari semua limfosit dalam sirkulasi adalah sel

NK.Walaupun memiliki beberapa pertanda sel T, namun limfosit ini tidak

melewati timus untuk menjalani pematangan, tidak memiliki ingatan

imunologik dan tidak memiliki reseptor sel T.

11. Imunitas Humoral

Sel B memilki dua fungsi esensial : (1) berdiferensi menjadi sel

plasma yang menghasilkan imunoglobin dan (2) merupakan salah satu

kelompok APC. Pada masa janin, prekursor sel B pertama kali ditemukan di

hati kemudian bermigrasi ke dalam sumsum tulang.Sel B mengalami

pematangan dalam dua tahap tetapi, tidak seperti sel T, tidak matang di

timus.Fase struktur sebuah molekul antibodi yang memperlihatkan dua

rantai polipeptida ringan (L) dan dua rantai polipeptida berat (H) yang

disatukan oleh ikatana disulfida (SS).Molekul memiliki bagian variable (V),

konstan (C) dan region engsel yang fleksibel, yang pada eksperimen dapat

diputuskan oleh enzim papain.Bagian variabel atau region pengikat antigen

(Fab) berikatan dengan epitop antigen.Bagian ini juga disebut sebagai

ujung-N imunoglobin.Region konstan atau ujung-C imunoglobin disebut

fragmen Fc dan berfungsi sebagai tempat untuk beragam interaksi

nonsepesifik, misalnya fiksasi komplemen dan pengikatan reseptor sel.

Pertama pematang sel B bersifat independen-antigen.Pada fase ini, yang

mungkin berlangsung di sumsum tulang, sel bakal mula-mula berkembang

menjadi sel pra-B dan kemudian menjadi sel B yang memperlihatkan


imunoglobin M (IgM) di permukaannya.Pembentukan IgM permukaan ini

tidak bergantung pada imunogen (yaitu, bukan merupakan hasil dari reaksi

dengan suatu epitope).Baik IgM maupun immunoglobulin D (IgD) di

permukaan sel B dapat merupakan reseptor epitop.

Pada fase kedua, atau fase dependen-antigen, sel B berinteraksi

dengan suatu imonogen, menjadi aktif, dan membentuk sel plasma yang

mampu menegluarkan antibodi.Seleksi klonal adalah suatu teori yang

menjelaskan bagaimana immunoglobulin diproduksi.Setiap orang memiliki

sekitar 107 sel B, masing-masing memiliki IgM atau Igd di permukaannya

yang dapat bereaksi dengan salah satu imunogen (atau kelompok imunogen

yang berkaitan erat).Suatu imunogen bereaksi dengan sel B yang

immunoglobulin permukaannya paling “pas” dengan imunogen

tersebut.Saat diaktikan oleh reaksi ini, sel B terangsang untuk berproliferasi

dan membentuk suatu klona sel. Sel-sel klona ini mengalami pematangan

menjadi sel plasma, yang mengeluarkan immunoglobulin yang spesifik

untuk imunogen yang pertama kali memicu perubahan ini.Pada fase kedua

(dependen-antigen) ini, sel B berinteraksi dengan suatu imunogen, menjadi

aktif dan membentuk sel plasma yang mampu menghasilkan

immunoglobulin.

Kompleks imunogen-imunoglobulin permukaan sel B juga dapat

mengalami endositosis (ingesti benda asing oleh sel B).sel B kemudian

menyajikan epitop di permukaannya di celah pengikatan antigen MHC.


Kompleks epitop-MHC dikenali oleh sel T CD4 (T penolong), yang

menghasilakan interleukin untuk merangsang pertumbuhan dan deferensiasi

sel B. terbentuk sebuah klona sel B yang menghasilkan immunoglobulin

yang spesifik bagi epitop tersebut. Selain itu, sebagian sel B yang sudah

diaktifkan berubah menjadi sel B pengingat, yang berada dalam keadaan

inaktif selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun sampai kembali terpajan

imunogen yang sama. Sebagian besar respons sel B memerlukan bantuan

sel T.

12. Imunoglobulin

Imunoglobulin (antibodi) yang membentuk sekitar 20% dari semua

protein dalam plasma darah, adalah produk utama sel plasma.Selain di

plasma darah, immunoglobulin juga ditemukan didalam cairan air mata, air

liur, sekresi mukosa saluran napas, cerna dan kemih, kelamin, serta

kolostrum.Banyak immunoglobulin spesifik epitop diperlukan untuk

mengikat beragam epitop dengan demikian, harus diproduksi berbagai

immunoglobulin dengan berbagai variabel yang berbeda-beda untuk

mengikat jutaan epitop yang berlainan.Immunoglobulin berekasi dengan

imunogen spesifik yang merangsang pembentukannya. Walaupun

immunoglobulin dari semua kelas tidak memiliki struktur yang persis

sama, namun banyak yang memiliki struktur dasar serupa, dengan bentuk

khas seperti huruf Y. immunoglobulin tersusun oleh rantai polipeptida

berat molekul rendah (L) dan berat molekul tinggi (H). Walaupun terdapat
beberapa perbedaan, namun semua immunoglobulin memiliki dua rantai H

dan dua rantai L yang disatukan secara bervariasi oleh ikatan

disulfide.Rantai L biasanya memiliki satu bagian variabel dan satu bagian

konstan, rantai H biasanya memiliki satu bagian variabel dan tiga bagian

konstan.

13. Fungsi Imunoglobulin

Immunoglobulin memiliki lima fungsi efektor:

a) Immunoglobulin menyebabkan sitotoksisitas yang diperantarai oleh sel

yang dependen antibodi (ADCC)

b)Imunoglobulin memungkinkan terjadinya imuniasi pasif (timbulnya

imunitas karena menerima immunoglobulin yang sudah terbentuk)

c) Immunoglobulin meningkatkan opsoniasi (pengedapan komplemen pada

suatu antigen sehingga kontak lekal dengan sel fagositik menjadi lebih

stabil)

d)Iminogflobulin mengaktifkan komplemen (kumpulan glikoprotein

serum)

e) Immunoglobulin juga dapat menyebabkan anafilaksis

Terkaitnya immunoglobulin, yang ditujukan kepada sel sasaran

misalnya sel yang terinfeksi virus, dengan reseptor sel NK dapat membunuh

sel pada proses ADCC. Dalam proses ini, sel NK menimbulkan kematian

melalui apoptosis. Imunitas pasif adalah resistensi relatif yang bergantung

pada produk immunoglobulin orang atau pejamu lain. iminitas pasif dapat
terjadi secara alami saat IgG ibu masuk ke janin atau neonates medapat IgA

melalui kolostrum.

14. Struktur dan Fungsi Komplemen

Pada manusia, sistem komplemen terdiri dari sekitar 20 protein yang

terdapat di serum dan cairan jaringan.Pada awalnya Paul Ehrlich

menyebutkan istilah komplemen untuk menjelaskan kemampuan protein –

protein ini menyelesaikan atau memperkuat kerja immunoglobulin

menghancurkan bakteri.Sebagian besar protein komplemen dihasilkan oelh

hati.Sistem C memiliki tiga peran biologic utama” 1) menyebabkan lisis

imunogen seperti bakteri, alograf (transplan jaringan dari spesies yang

sama) dan sel tumor, 2) menghasilkan mediator atau fragmen protein yang

memodulasi repons imun dan inflamasi di tubuh dan 3) menyebabkan

opsonisasi yang bersifat memperkuat efek yang dihasilkan oleh

immunoglobulin. Peran keseluruhan sistem komplemen (C) adalah sebagai

penguat (amplifier) dari semua reaksi imun yang terjadi sebagai respons

terhadap invasi benda asing.

15. Fungsi Komplemen

Fungsi utama sistem C adalah meyebabkan lisis sel, perannya dalam

lisis bakteri terjadi karena pengaktivan jaringan C. setelah mengalami

pengaktivan seara sekuensial, komponen-komponen C berinteraksi satu

sama lain untuk membentuk membrane attack complex (MAC) di

permukaan sel sasaran. MAC memasukkan molekul-molekul pembuat pori


ke dalam membran sel imunogen. Membran sel kemudian mengalami

kerusakan sehingga air dan elektrolit masuk ke dalam sel yang

menyebabkan sel sasaran pecah dan mati.

16. Pengaktivan Komplemen

Sistem C dapat diaktifkan melalui dua cara. Pengaktivan dapat terjadi

karena terbentuknya kompleks imunogen-imunogen IgG atau IgM atau

karena berbagai molekul, misalnya endotoksin, dinding sel fungus, dan

selubung luar virus.Dari kedua jalur ini, jalur alternative lebih penting bagi

pertahanan penjamu saat pertama kali seseorang terinfeksi karena

immunoglobulin yang diperlukan untuk memicu jalur klasik terbentuk.Baik

jalur klasik maupun jalur alternatif menyebabkan terbentuknya molekul C

sentral, C3b, yang memiliki dua fungsi penting opsoniasi dan pembentukan

MAC.

C. KOMPLEKS HISTOKOMPATIBILITAS MAYOR

MHC, yang juga dikenal sebagai kompleks HLA bergantung pada suatu

regio di lengan pendek kromosom 6. Setiap orang memiliki dua set gen ini

(haplotip), satu dari kromosom ibu dan satu dari ayah. Kelompok gen ini

bertanggung jawab menghasilkan aloantigen (antigen yang membedakan

organisme-organisme dari spesies yang sama), yang sebagian di antaranya

ditemukan di permukaan semua sel berinti. Aloantigen-aloantigen ini

mengidentifikasi setiap sel berinti dalam tubuh seseorang sebagai sel diri.
1) Kelas Antigen MHC

Protein yang dikode oleh MHC umumnya dibagi menjadi tiga kelas,

yaitu antigen MHC kelas I, kelas II dan kelas III.Antigen MHC kelas I

ditemukan di permukaan semua sel berinti dan trombosit kecuali

spermatozoa. Saat satu sel terinfeksi oleh virus, maka epitop virus akan

disajikan di permukaan sel oleh molekul MHC kelas I. Dalam ikatan ini, sel

T CD8 (sel T sitotoksik) yang memiliki reseptor sel T (TCR) yang sesuai

akan mengenali epitop tersebut. Protein CD8 menjadi aktif untuk

melanjutkan respons imun.

Molekul MHC kelas II berperan dalam jenis-jenis reaksi selular yang

berbeda dari yang diperankan oleh komponen MHC kelas I. Apabila suatu

APC seperti makrofag menyajikan epitop yang sudah diproses di

permukaannya, maka epitop tersebut dikaitkan ke antigen MHC kelas II. Sel

T CD4 (sel T penolong) akan mengenali epitop tersebut dan mengikat

kompleks MHC-imunogen melalui kompleks TCR-nya. Protein CD4 dari sel

T CD4 menstabilkan interaksi dan sel CD4 menjadi aktif untuk melanjutkan

respons imun.Semua sel berinti memiliki antigen MHC kelas I. Dengan

demikian, saat suatu sel terinfeksi oleh virus, antigen MHC kelas I

menyajikan imunogen virus dipermukaan sel untuk mengaktifkan sel CD8.

Namun, antien MHC kelas II berkaitan dengan APC seperti makrofaf,

monosit dan sel B. Suatu saat antigen disajikan oleh APC melalui antigen

MHC kelas II, maka yang diaktifkan adalah sel CD4.


Antigen MHC kelas III sebenarnya adalah bagian dari jenjang C (C2

dan C4) dan berperan dalam jalur klasik dan alternatif sistem C. Dua

mediator, faktor nekrosis tumor (TNF) dan limfotoksin, serta beberapa zat

yang tampaknya tidak berkaitan juga dikode oleh regio MHC kelas III.

2) Peran Antigen MHC Dalam Transplantasi Dan Autuimunitas

Setiap orang memiliki dua haplotipe (kombinasi beberapa alel

dalam sebuah kelompok gen. Alel adalah salah satu dari dua atau lebih gen

yang berbeda yang mengandung karakteristik spesifik yang dapat diwariskan

dan menempati posisi yang sama pada sepasang kromosom) MHC. Masing-

masing orang tua mewariskan haplotipenya kepada keturunannya yang

berbagi satu haplotipe dengan masing-masing orang tua.Semakin mirip

susunan MHC antara dua orang, semakin besar kemungkinan keberhasilan

tranplantasi jaringan diantara keduanya. Penentuan tipe jaringan, suatu

proses yang digunakan dalam uji paternitas dan seleksi donor untuk

tranplantasi jaringan, adalah mekanisme yang digunakan untuk

mengidentifikasi spesifitas selular individual pada MHC.

Autoimunitas didefinisikan sebagai terjadinya kerusakan struktural

atau fungsional sel akibat reaksi limfosit atau imunoglobulin dengan

komponen tubuh yang tampak normal. Banyak penyakit autoimun yang

lebih sering terjadi pada orang dengan gen MHC tertentu. Penyebab

keterkaitan yang sering kuat ini masih belum diketahui pasti. Namun,

produk-produk gen MHC tertentu (bukan gen yang lain) tampaknya dapat
menyajikan imunogen (termasuk antigen diri) yang memicu respons

imunologik.

Seseorang biasanya toleran terhadap imunogen jaringan yang

dikenali sebagai diri.Namun, pada keadaan tertentu toleransi terhadap diri

mungkin hilang dan dapat timbul reaksi imun terhadap imunogen

diri.Bakteri, virus dan obat dilaporkan berkaitan dengan penyebab

perubahan jaringan yang memicu pengaktifan sel T dan B untuk menyerang

sel-sel tubuh sendiri.

Istilah mimikri molekul digunakan untuk menjelaskan situasi

ini.Bakteri atau virus pemicu sangat mirip dengan suatu komponen tubuh

sehingga serangan imun malah ditujukan kepada komponen tersebut dan

bukan bakteri atau virus pemicu.Banyak penyakit autoimun memperlihatkan

insiden familial yang tinggi (predisposisi genetik) yang dapat dikaitkan

dengan antigen MHC. Penyakit autoimun yang dapat disebabkan oleh

fenomena mimikri molekul antara lain adalah penyakit jantung, rematik,

lupus eritematosus sistemik, artritis rematoid, diabetes melitus tipe I,

miastenia gravis, sklerosis multipel dan penyakit graves.

D. RESPON IMUN

Respon imun adalah suatu interaksi kompleks antara APC, sel-sel

sistem imun dan protein lain seperti sistem C dan sejumlah sitokin (protein

terberat molekul rendah yang dikeluarkan oleh sel yang ikut serta dalam respon

imun). Tubuh memiliki beberapa mekanisme untuk meningkatkan fagosistosis


imunogen asing. Walaupun APC dapat menelan bakteri atau virus tanpa

opsionisasi, namun apabila suatu imunogen dilapisi oleh komponen atau

immunoglobulin, maka proses fagositosis menjadi lebih kuat. Apabila suatu

APC atau sel yang terinfeksi virus menyajikan sebuah epitop tersebut sehingga

terjadi pengaktivan sel T. antigen MHC kelas I dan kelas II sangat penting

untuk menyajikan epitop untuk menstabilkan interaksi antarsel, yang

menyebabkan terbentuknya klona sel T CD8 atau CD4.Antigen MHC kelas I

menstabilkan reaksi dengan sel yang terinfeksi virus dan sel T CD8 (sitotoksik),

sedangkan antigen MHC kelas II menstabilkan reaksi dengan APC dan sel T

CD4 (penolong). APC menghasilkan IL-1 untuk membantu pengaktivan sel T,

dan sel T, sebaliknya menghasilkan interleukin lain untuk memicu diferensiasi

dan poliferasi sel T. Interleukin juga merangsang sel B untuk menghasilkan

immunoglobulin dan memengaruhi tipe immunoglobulin yang dihasilkan.

Komplemen memperkuat respon untuk membantu lisis dan destruksi

imunogen.Imunogen “penginvasi” dihancurkan karena efek sitotoksik langsung

dari sel T CD8. Destruksi dan netralisasijuga dapat mencerminkan reaksi yang

diperantarai immunoglubulin yang menyebabkan aglutinasi, presipitasi,

netralisasi, opsonisasi dan pengaktivan enzim-enzim C dan lisis sel. Sel T dan

sel B pengingat terbentuk untuk menyebabkan respons yang lebih cepat

terhadap imunogen bila bertemu di kemudian hari.

1) Cabang Aferen dan Ederen Respons Imun


Respons imun dapat dijelaskan dalam dua fase: cabang aferen dan

cabang eferen. Cabang aferen juga dikenal sebagai fase induksi, adalah

bagian dari respons imun yang menghasilkan pengenalan imunologik dan

pembentukan unsur-unsur responsif.Sel-sel yang berperan pada tahap ini

adalah limfosit (sel T dan sel B) dan APC, yang berpoliferasi selama cabang

aferen.Cabang eferen, yang juga dikenal sebagai fase efektor, terjadi saat

sel-sel imunokompeten dan antibodi reaktif sudah tersebar ke seluruh

tubuh.Peran komponen respons imun yang menetap dan beredar ini adalah

untuk bereaksi dengan imunogen dan menyebabkan inaktif.Sel-sel efektor

atau molekul immunoglobulin ikut serta pada cabang eferen di hampir

seluruh tubuh.

2) Respons Imun Primer dan Sekunder

Perbedaan penting terakhir pada respons imun adalah sudah berapa

kali tubuh “bertemu” dengan imunogen. Saat tubuh pertama kali bertemu

dengan suatu imunogen, terjadi proses imunologikyang disebut respons

primer. Munculnya antibodi spesifik biasanya terjadi dalam 7 sampai 10

hari, yang mencerminkan produksi oleh suatu klona sel B dan sel plasma

untuk imunogen tertentu tersebut.Kadar immunoglobulin spesifik dalam

serum terus meningkat selama sekitar 4 minggu dan kemudian menurun

secara bertahap.Immunoglobulin yang pertama kali muncul adalah IgM

diikuti oleh IgG dan IgA.


Beberapa bulan atau bahkan tahun setelah individu terpajan ke

imunogen, apabila terjadi pajanan kedua, individu yang bersangkutan

mengalami respons sekunder.Respons sekunder berlangsung lebih cepat

daripada respons primer karena adanya sel-sel pengingat dari kontak pertama

dengan imunogen.Sel-sel pengingat berpoliferasi untuk membentuk klona

seldalam jumlah besar yang mempu menghasilkan IgM seperti pada respons

primer. Namun, produksi IgG jauh lebih banyak daripada yang terjadi pada

respons primer, dan kadar immunoglobulin ini cenderung bertahan lebih

lama daripada saat pertama kali kontak dengan imunogen. Selain itu,

immunoglobulin cenderung secara lebih kuat mengikat imunogen dan lebih

efektif menginaktifkan atau membersihkannya dari tubuh dibandingkan

dengan saat kontak pertama.


DAFTAR PUSTAKA

Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson, 2003. Patofisiologi: Konsep Klinik Proses-


Proses Penyakit, Ed.6, Vol. 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai