Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENGERTIAN-FUNGSI SISTEM IMUN DAN IMUNISASI

1. Pengertian dan Fungsi Sistem Imun


Sistem imun merupakan kemampuan tubuh yang melibatkan sel, jaringan, dan organ
untuk melindungi tubuh dari berbagai serangan benda asing yang dapat membahayakan
tubuh. Benda asing tersebut dapat memicu sistem imun untuk menghasilkan antibody.
Benda asing yang dapat menyerang sistem pertahanan tubuh dapat berupa virus, bakteri,
jamur, parasit sel abnormal yang berpotensi menyebabkan kanker, racun, alergen dan
lain-lain. Sistem imun pada manusia dapat dibedakan berdasarkan cara mempertahankan
dirinya yaitu iimunitas bawaan (pertahanan nonspesifik) dan munitas adaptif (pertahanan
spesifik).
Sistem imun dapat disebut juga dengan sistem pertahanan tubuh karena bekerja
mempertahankan tubuh dari paparan benda berbahaya yang berasal dari luar tubuh
(lingkungan esksternal) maupun di dalam tubuh sendiri (lingkungan internal). Setiap
manusia dikarunia oleh tuhan sistem imun yang ada di dalam dirinya. Ketika tubuh
mendapatkan serangan dari benda asing, maka akan direspon oleh tubuh dengan berbagai
reaksi, misalnya demam, pembengkakan pada area luka, dan reaksi lainnya.

Gambar 1. Ilustrasi Pertahanan Tubuh


Sumber: primaryleap.co.uk
Sistem imun sangat penting bagi menjaga kesehatan tubuh manusia dari benda asing
yang berpotensi menyebabkan penyakit. Sistem imun memiliki kemampuan dalam
mengenelai “diri sendiri (self)” dan yang “bukan diri sendiri (nonself)” sehingga dapat
mengenali ketika benda asing masuk ke dalam tubuh.
Sistem imun mampu melakukan beberapa fungsi dalam melindungi pertahanan tubuh,
yaitu sebagai berikut:
1. Melawan patogen invasif yaitu mikroorganisme penyebab penyakit yang disebut parasit.
Patogen invasif dapat berupa bakteri, virus, jamur dan parasite merugikan lainnya,
misalnya Herpes simplex virus (HSV) penyebab penyakit herpes.
2. Menyingkirkan sel dan jaringan yang rusak , misalnya sel dan jaringan yang rusak akibat
luka harus disingkirkan untuk mempercepat penyemuhan dan dan perbaikan jaringan.
3. Mengenali dan menghancurkan diri sendiri yang teridentifikasi abnormal saat
pertumbuhan dan perkembangan sel sebagai mekanisme pertahanan terhadap kanker.
4. Melindungi tubuh dari paparan lingkungan ektsrenal yang berasal dari tumbuhan, hewan,
dan zat kimia.
Sistem imun merupakan salah satu sistem kompleks yang dimiliki oleh tubuh karena
melibatkan sel, jaringan, dan organ yang saling berkoordinasi satu sama lain. Sel, jaringan,
dan organ yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh dapat dilihat pada gambar

G
ambar 2. Komponen Sistem Imun
Sumber: Silverthon, 2016
Sistem imun merupakan salah satu sistem kompleks di dalam tubuh yang sulit untuk
diidentifikasi secara anatomi karena sebagian besar terintegrasi ke dalam jaringan organ lain,
seperti kulit dan saluran pencernaan. Sistem imun memiliki dua komponen anatomi yaitu
organ limfatik dan sel-sel yang bertanggung jawab atas respons imun. Posisi sistem imun
berada di manapun yang memungkinkan sebagai tempat masuknya patogen ke dalam tubuh.
Misalnya, selaput lendir rongga mulut memiliki konsentrasi sel imun yang lebih tinggi
daripada jaringan di sekitar otot rangka kaki.
Kumpulan organ dan jaringan yang berperan dalam sistem imun di kenal sebagai sistem
limfatik. Apakah kalian masih ingat dengan sistem limfatik? Kalian sudah pernah
mempelajari mengenai sistem limfatik pada Bab Sistem Sirkulasi. Sistem limfatik terdiri dari
sistem limfatik primer dan sekunder (Gambar 3).

Gambar 3. Sistem Limfatik


Sumber: www.medicine.mcgill.ca
1. Organ limfatik primer
Organ limfatik primer terdiri dari kelenjar timus dan sumsum tulang (pada tulang
pipih dan epifisis tulang panjang orang dewasa). Pada kedua organ ini merupakan tempat
pembentukan dan pematangan sel-sel imun.
2. Organ limfatik sekunder
Organ limfatik sekunder terdiri dari kelenjar getah bening, limpa, jaringan khusus
lainnya seperti tonsil, adenoid, dan membran mukosa. Pada organ dan jaringan limfatik
ini, sel-sel imun yang sudah matang berinteraksi dengan patogen dan memulai respons
pertahanan tubuh. Baik limpa maupun kelenjar getah memantau kompartemen
ekstraseluler terhadap serangan benda asing.
Limpa merupakan organ limfatik terbesar dan terletak di daerah hipokondria kiri di
antara perut dan diafragma. Limpa memiliki jaringan yang disebut pulpa putih dan pulpa
merah. Pulpa putih adalah jaringan limfatik, sebagian besar terdiri dari limfosit dan
makrofag. Sedangkan Pulpa merah mengandung sel darah merah, makrofag, limfosit, sel
plasma, dan granulosit. Kelenjar getah bening merupakan bagian dari sirkulasi limfatik
yang berhubungan dengan sistem kardiovaskular dan terdapat sekitar 600 kelenjar getah
bening berbentuk kacang terletak yang terletal di sepanjang pembuluh limfatik. Masih
ingatkah kalian bahwa dalam sirkulasi, tekanan darah menciptakan aliran berupa cairan
yang keluar dari kapiler darah dan masuk ke ruang interstisial?
Cairan yang disaring diambil oleh kapiler getah bening dan melewati getah bening
disebut cairan getah bening. Patogen yang masuk ke cairan interstisial melalui celah di
kulit atau melalui selaput lendir berpotensi bersirkulasi di seluruh tubuh sehingga sel-sel
imun di kelenjar getah bening melawan patogen tersebut untuk mencegah penyebarannya.
Contohnya pada seseorang yang mengalami infeksi sinus atau sakit tenggorokan akan
mengalami pembengkakan pada kelenjar getah bening di leher. Pembengkakan tersebut
terjadi karena adanya pengumpulan sel imun aktif di untuk melawan infeksi.
Sel-sel imun berasal dari sel darah putih yang merupakan turunan dari sel punca
multipoten yang terdapat di sumsum tulang. Sel punca multipotent akan membelah
menjadi dua tipe sel yaitu prekursor limfosit dan prekurson mieloid. Prekursor limfosit
berkembang menjadi sel imun yang terdiri dari sel Natural Killer (NK), sel B, sel T, dan
sel dendrit. Prekursor mieloid akan berkembang menjadi sel imun yang terdiri dari
eosinofil, basophil, makrofag, sel mast, dan sel dendrit (Gambar 5).

Gambar 4. Pembentukan Sel Imun


Sumber: Kinnear, 2016
B. IMUNITAS BAWAAN
Apakah kalian mengetahui jika sejak lahir kalian sudah memiliki pertahanan tubuh?
imunitas nonspesifik merupakan imunitas yang sudah dimiliki oleh manusia sejak lahir
sehingga disebut juga dengan imunitas bawaan. Imunitas bawaan memerangi seluruh benda
asing yang masuk tanpa bertujuan untuk melawan patogen khusus. Imunitas jenis ini
memiliki respon yang cepat dalam melawan benda asing sehingga dapat melindungi tubuh
dari kemungkinan yang merugikan. Apakah kalian pernah digigit nyamuk? Peradangan
berupa kulit yang menjadi merah dan sedikit bengkak merupakan tanda dari respon kekebalan
bawaan. Respons imun bawaan terhadap patogen tidak diingat oleh sistem sistem imun dan
harus dipicu lagi dengan setiap paparan patogen.
Imunitas bawaan dilengkapi dengan berbagai komponen. Komponen-komponen yang
berperan dalam imunitas bawaan selalu berada dalam keadaan siaga dan siap melepaskan
mekanisme pertahanan terhadap benda asing yang masuk ke tubuh. Sel-sel yang bertanggung
jawab atas respons bawaan secara cepat adalah leukosit yang mampu merespons berbagai
materi yang teridentifikasi sebagai benda asing. Dari berbagai sel-sel imun, neutrofil dan
makrofag merupakan spesialis fagositik yang sangat penting dalam pertahanan bawaan.
Selain sel-sel tersebut, imunitas bawaan juga dilengkapi dengan struktur Toll-Like Receptors
(TLR) (Gambar )

Gambar Sinyal Toll-Like Receptors (TLR). Setiap TLR mengenali karakteristik pola molekuler dari sekelompok
patogen. Lipopolisakarida, flagelin, DNA CpG (DNA yang mengandung sekuens CG yang tidak termetilasi),
dan RNA untai ganda (ds) semuanya ditemukan pada bakteri, jamur, atau virus tetapi tidak pada sel hewan.
Bersama dengan faktor pengenalan dan respons lainnya, protein TLR memicu respon imun bawaan.
Sumber: Campbell 10
Pada sistem imun bawaaan terdapat struktur protein Toll-Like Receptors (TLR) yang
digelari sebagai "mata sistem imun bawaan" karena sensor imun ini dapat mengenali patogen
yang membahayakan tubuh. Pengenalan TLR terhadap patogen memicu fagosit untuk
menelan dan menghancurkan patogen. Selain itu, aktivasi TLR menginduksi sel fagositik
untuk menyekresi beberapa bahan kimia yang beberapa di antaranya berperan terhadap
inflamasi. TLR menghubungkan sistem imun bawaan dan adaptif karena bahan-bahan kimia
lain yang dikeluarkan oleh fagosit penting untuk perekrutan sel-sel sistem imun adaptif.
Hubungan lain antara sistem imun bawaan dan adaptif, yaitu partikel asing secara sengaja
ditandai agar dapat ditelan oleh fagosit dengan dilapisi oleh antibodi yang dihasilkan oleh sel
B sistem imun adaptif.
Pada umumnya tubuh yang sehat akan menyediakan suatu pertahanan terhadap berbagai
serangan benda asing yang dapat menyebabkan penyakit. Respons non-spesifik dari imunitas
bawaan sangat penting untuk menahan patogen sebelum patogen menghadapi sistem imun
adaptif dengan kemampuannya yang sangat selektif dalam memilih jenis patogen yang akan
dimusnahkan. Imunitas bawaan akan merespon patogen yang masuk ke dalam tubuh melalui
beberapa lapis pertahanan yang terdapat pada gambar

Gambar 5. Lapisan Sistem Imun Non Spefisik


Sumber: Taylor, dkk., 2018
1. Pertahanan lapis pertama
Pertahanan pada lapis pertama berupa penghalang fisik, penghalang kimiawi, dan
penghalang biologis. Imunitas pada lapisan pertama ini berfungsi untuk mencegah benda
asing masuk ke dalam tubuh dan melawan berbagai jenis patogen. Imunitas pada lapisan ini
secara alamiah terdapat pada tubuh yang sehat dan normal. Respon yang ditimbulkan oleh
imunitas ini bersifat sangat cepat. Pertahanan lapisan pertama ini tersebar di seluruh tubuh
sesuai dengan karakteristik dari organ tubuh (Gambar )

Gambar 6. Pertahanan Lapisan Pertama


Sumber: Silverthon 8th
Pertahanan pertama ini terdiri dari berbagai komponen beserta dengan karakteristik dan
fungsinya masing-masing (Tabel 1).
Tabel Komponen, Karakteristik, dan Fungsi Pertahanan Lapis Pertama

Komponen Lokasi Karakteristik dan Fungsi


Pertahan
Pertama
A. Pertahanan Fisik
1. Kulit  Tersusun dari kelenjar epitel pipih berlapis dan epitel
keratin.
 Mencegah patogen masuk ke dalam tubuh.
 pelepasan sel epidermis secara berkala membantu
menghilangkan mikroba di permukaan kulit.
2. Mukosa  Saluran  Menjebak zat asing yang berusaha masuk ke dalam
pencernaan jaringan tubuh
 Saluran
pernapasan
 Saluran
kencing
 Saluran
reproduksi
3. Silia  Saluran  Menangkap za tasing yang berhasil melewati mukosa
pernapasan untuk dikeluarkan dari tubuh melalui bersin dan batuk
dibiarkan tertelan agar dihancurkan dengan suasana
asam pada lambung.
Komponen Lokasi Karakteristik dan Fungsi
Pertahan
Pertama
B. Pertahanan Kimiawi
1. Asam 1. Kulit  Pada kulit terdapat kelenjar keringan dan kelenjar
2. Lambung minyak yang memberikan suasana asam kisaran pada pH
3. Vagina 3 sampai 5 sehingga dapat menghambat pertumbuhan
banyak mikroorganisme.
 Lambung mengandung HCl yang bersifat asam untuk
menghancurkan bakteri
2. Enzim 1. Air mata  Enzim lisozim merupakan enzim antibakteri yang dapat
lisozim 2. Keringat menyerang dinding bakteri dan menghancurkannya.
3. Saliva  Air mata dan saliva akan menghancurkan patogen
4. Mukus  Keringat yang dihasilkan oleh kelenjar keringat pada
permukaaan kulit Keringat juga mengandung enzim
lisozim.
 Air mata diproduksi oleh kelenjar lakrimal dan berfungsi
membersihkan mata dari debu dan zat asing.
C. Pertahanan Biologis
1. Bakteri 2. Usus  Berkompetisi dengan bakteri patogen sehingga berfungsi
flora 3. Kulit melawan dan membunuh bakteri patogen.
normal 4. Vagina
Sumber: Modifikasi Zubaidah dkk., 2020

Pencernaan dan pernapasan sistem paling rentan terhadap serangan patogen karena
memiliki area epitel tipis yang luas dalam kontak langsung dengan lingkungan eksternal baik
melalui makanan yang ditelan (pencernaan) dan udara (pernapasan). Bagaimana ketika
patogen berhasil masuk ke dalam saluran pernapasan? Sistem imun akan merespon dengan
batuk dan bersin supaya mempercepat pergerakan patogen ke luar tubuh. Kemudian
bagaimana jika patogen berhasil lolos karena lendir yang tertelan? Maka patogen akan di
lawan oleh suasana asam lambung sehingga patogen akan hancur. Bagaimana ketika patogen
berhasil masuk ke dalam saluran pencernaan? Patogen tersebut akan di respon oleh tubuh
melalui mekanisme seperti muntah dan diare. Sistem imun pada tubuh kita sangat luar biasa
bukan? Berbagai kemungkinan patogen yang masuk dapat dihalangi dan dilawan oleh
pertahanan pertama yang sudah tersedia di dalam tubuh.

2. Pertahanan Lapis Kedua


Garis pertahanan kedua atau disebut juga dengan pertahanan internal yaitu ketika patogen
berhasil menembus penghalang fisik dan kimia atau berhasil masuk ke dalam jaringan tubuh.
Pertahanan lapis kedua terdiri dari aktivitas sel imun, zat antimikroba internal, peradangan,
dan demam.
a. Sel Imun
Sel-sel imun yang terlibat dalam pertahanan lapis kedua merupakan sel imun yang
memiliki kemampuan (1) mengidentifikasi dan melakukan fagositosis pada patogen yang
masuk, (2) mengidentifikasi dan menghancurkan sel yang sudah terinfeksi patogen. Pada
sistem imun bawaan melibatkan banyak jenis sel yang memainkan perannya masing-masing
(Gambar).

Gambar Sel-Sel Imun


Sumber: Modifikasi Zubaidah dkk., 2020

Ketika mikroba menembus kulit dan selaput lendir, pertahanan nonspesifik berikutnya
terdiri dari fagosit dan sel pembunuh alami atau Natural Killer (NK) Cells. Mekanisme untuk
menghancurkan patogen dipengaruhi oleh posisi patogen terhadap sel, yaitu terletak di luar
sel (ekstraseluler) atau di dalam sel (intraseluler).

1) Patogen ekstraseluler
Keberadaan patogen yang berada di luar sel akan direspon oleh sel imun melalui
mekanisme fagositosis. Fagositosis merupakan mekanisme penghancuran patogen oleh
sel-sel imun dengan cara menelan patogen tersebut. Sedangkan kelompok kelompok
fungsional sel darah putih yang menelan patogen melalui fagositosis disebut fagosit.
Ketika infeksi terjadi, neutrofil dan monosit bermigrasi ke daerah yang terinfeksi.
Selama migrasi ini, monosit membesar dan berkembang menjadi makrofag fagositik
aktif yang disebut makrofag pengembara. Selain itu, sel dendritik yang menghubungkan
kekebalan bawaan dan adaptif, juga bersifat fagositik.
Fagositosis terjadi melalui lima fase antara lain (1) Kemotaksis yaitu fagosit yang
mendekati mikroba/sel yang rusak karena adanya rangsangan kimiawi, (2) Adhesi yaitu
proses melekatnya membran plasma fagosit dengan membran mikroba, (3), Ingesti yaitu
proses menelan makanan mikroba dengan membentuk pseudopodia dan mikroba
kemudian dikelilingi oleh kantong yang disebut fagosom, (4) Digesti yaitu masuknya
fagosom ke dalam sitoplasma, kemudian menyatu dengan lisosom dan membetuk
fagoliosom sehingga terjadi penghancuran dinding sel mikroba oleh enzim lisosom, (5)
Pembunuhan, yaitu serangan kimia oleh lisozim, enzim pencernaan enzim, dan oksidan
terhadap fagolisosom sehingga membunuh banyak jenis mikroba. Bahan yang tidak bisa
terdegradasi lebih lanjut tetap berada dalam struktur yang disebut residual mayat.
Perhatikan gambar supaya kalian dapat memahami lebih jelas.

Gambar Fagositosit Mikroba


Sumber: Tortora
2) Patogen Intraseluler
Keberadaan patogen yang berada di dalam sel akan direspon oleh sel Natural Killer
(NK) dengan melepaskan bahan kimia yang menyebabkan kematian sel yang sudah
terinfeksi dan menghambat penyebaran virus atau kanker lebih lanjut. Sekitar 5-10%
limfosit dalam darah adalah sel pembunuh alami (NK) yang tersebar di limpa, kelenjar
getah bening, dan tulang merah sumsum. Sel NK dapat mendeteksi sel-sel yang memiliki
susunan protein membran plasma yang abnormal sebagai akibat dari infeksi patogen. Sel
NK diprogram untuk menemukan dan menyerang sel yang menampilkan konsentrasi sel
dengan penanda Major Histocompability Complex/MHC-I yang rendah.
Mekanisme aksi dari sel NK dalam sistem imun adalah melalui pelepasan senyawa
kimia. Pengikatan sel NK ke sel target menyebabkan pelepasan butiran zat beracun dari
sel NK yang mengandung protein (perforin) dan enzim granzym. Perforin membuat
saluran (perforasi) di membran menyebabkan aliran cairan ekstraseluler kedalam sel
sehingga terjadi sitolisis. Sedangkan enzim granzym menyebabkan sel target mengalami
apoptosis atau penghancuran diri. Aksi gabungan perforin dan enzim granzym
menyebabkan sel yang terinfeksi akan mati dan hancur.
b. Zat anti mikroba
1) Interferon
Limfosit, makrofag, dan fibroblas yang terinfeksi virus menghasilkan protein yang
disebut interferon (IFN). IFN berdifusi ke sel tetangga yang tidak terinfeksi sebagai
penanda bagi sel-sel terdekat yang tidak terinfeksi untuk menghasilkan zat
penghambat replikasi virus (Gambar). Meskipun IFN tidak mencegah virus menempel
dan menembus sel inang tetapi IFN menghentikan replikasi virus di dalam tubuh yang
dapat menyebabkan penyakit. Perusahaan farmasi sekarang menggunakan rekombinan
Teknologi DNA untuk memproduksi IFN secara massal untuk membantu mengobati
infeksi virus tertentu, seperti hepatitis C.
Virus

Sel pejamu 1
Virus memasuki sebuah sel

Sel pertama yang 2


dimasuki oleh Virus bereplikasi di sel yang di serang
Virus virus
bereplikasi
3
Sel mengeluarkan interferon

Sel terinfeksi 4
Enzim interferon berikatan dengan
penghambat virus melepaskan reseptor di sel yang belum
interferon
virus inaktif terinfeksi
4
Interferon
5 5
Sel yang belum terinfeksi
menghasilkan enzim-enzim
inaktif yang mampu
menguraikan mRNA virus
dan menghambat sintesis
6 proteinnya
berikutnya yang Virus masuk ke sel
Virus terinfeksi oleh yang telah diaktifkan
virus oleh interferon 7
6
Enzim penghambat
7 Masuknya virus mengaktifkan virus diaktifkan
Sel enzim penghambat virus
pejamu
8 Virus tidak mampu
8 Virus
tidak dapat berkembang biak di sel
bereplikasi yang baru dimasukinya

Gambar Mekanisme kerja nterferon dalam mencegah replikasi virus.


Sumber: Sherwood
2) Antimicrobial proteins (AMP)
Antimicrobial proteins (AMP) adalah peptida pendek yang memiliki spektrum
aktivitas antimikroba yang luas. Contoh AMPLI adalah dermicidin (diproduksi
oleh kelenjar keringat), defensin dan cathelicidin (diproduksi oleh neutrofil,
makrofag, dan epitel), dan trombosidin (diproduksi oleh trombosit). Selain
membunuh berbagai macam mikroba, AMP dapat menarik sel dendritik dan sel
mast, yang berpartisipasi dalam respons imun.
3) Sistem Komplemen
Sistem komplemen merupakan istilah kolektif untuk sekelompok protein dalam
rangkaian enzimatis melalui jalur berutan yang disebut kaskade dan ditemukan
dalam plasma darah. Kaskade komplemen menyerang membrane sel patogen
dengan memasukkan dirinya ke dalam membran sel patogen dan sel yang terinfeksi
virus kemudian membentuk pori-pori. Pori-pori ini memungkinkan ion dan air
memasuki sel patogen yang menyebabkan sel-sel membengkak dan lisis (Gambar).

Gambar Mekanisme Kerja Sistem Komplemen


Sumber: Silverthon 8th
c. Mekanisme Inflamasi
Pernahkah kaki kalian terluka ketika sedang beraktivitas dan apa yang kalian rasakan?
Saat kalian terluka, kaki kalian akan menunjukkan kemerahan, ada pembengkakan yang
disertai rasa hangat dan sakit. Secara umum, serangkaian gejala yang kalian alami disebut
dengan inflame atau respon peradangan. Kulit adalah hasil dari respon inflamasi lokal, yaitu
perubahan yang disebabkan oleh molekul pemberi sinyal yang dilepaskan cedera atau infeksi.
Inflamasi adalah respons pertahanan tubuh bawaan sebagai akibat dari kerusakan
jaringan. Di antara kondisi yang dapat menyebabkan peradangan adalah apakah patogen,
lecet, iritasi kimia, distorsi atau gangguan sel, dan suhu ekstrim. Tujuan peradangan adalah
untuk membuang mikroba, racun, atau benda asing di lokasi cedera sehingga dapat mencegah
penyebarannya ke jaringan lain, dan untuk mempersiapkan lokasi perbaikan jaringan dalam
upaya memulihkan homeostasis jaringan.
Mekanisme inflamasi meliputi (1) vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh
darah, (2) emigrasi (pergerakan) fagosit dari darah menjadi cairan interstisial, dan, akhirnya,
(3) perbaikan jaringan. adalah sebagai berikut:
1) Vasodilatasi dan Peningkatan Permeabilitas Pembuluh Darah
Senyawa kimia yang dilepaskan oleh sel yang terinfeksi seperto histamin, kinin,
prostaglandin, leukotrin menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah lokal (pelebaran
diameter) dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Kapiler yang melebar
menyebabkan pembengkakan lokal. Kemudian makrofag dan neutrofil
mengeluarkan sitokin sebagai pemberi sinyal yang memodulasi respons imun.
Sitokin yang dilepaskan oleh makrofag dan neutrofil meningkatkan aliran darah ke
tempat cedera atau infeksi. Peningkatan suplai darah lokal menghasilkan kemerahan
dan peningkatan suhu kulit.
2) Emigrasi Fagosit
Permeabilitas kapiler yang meningkat akan mendorong migrasi neutrofil melalui
dinding pembuluh darah untuk mencapai area yang rusak. Pergerakan neutrofil
bergantung pada kemotaksis yaitu suatu tarikan sel jarak jauh oleh kemokin.
Neutrofil berusaha menghancurkan mikroba yang menyerang dengan fagositosis dan
neutrofil akan mati dengan cepat. Sinyal neutrofil menyebabkan monosit mengikuti
neutrofil ke area yang terinfeksi. Begitu berada di jaringan, monosit berubah
menjadi makrofag dengan fungsi menelan jaringan yang rusak, neutrofil yang mati,
dan mikroba yang menyerang. Akhirnya, berujung pada kematian makrofag. Dalam
beberapa hari neutrophil dan makrofag beserta jaringan yang rusak/mikroba yang
mati akan membentuk nanah.
3) Perbaikan Jaringan
Jaringan yang rusak akan mengalami regenerasi untuk menggantikan jaringan
yang rusak. Pembentukan jaringan baru ini melalui proliferasi sel sehat di sekitar
jaringan rusak dan pembelahan mitosis.
Apakah kalian sudah dapat membayangkan bagaimana mekanisme inflamasi
yang terjadi ketika kulit mengalami luka? Ayo perhatikan gambar untuk lebih
memahami terkait mekanisme terjadinya inflamasi.
Gambar Mekanisme Inflamasi
Sumber: Sherwood

Respon peradangan sistemik yang lain adalah demam. Beberapa toksin yang dihasilkan
olch patogen dan zat pirogen (pyrogen) yang dilepaskan oleh makrofag dapat menyebabkan
suhu tubuh menajdi lebih tinggi. Respon demam bagi tubuh memiliki manfaat yang masih
menjadi perdebatan. Salah satu hipotesis yang ada adalah peningkatan suhu tubuh dapat
meningkatkan meningkatkan fagositosis.

Apakah peradangan yang muncul sebagai imun pertahanan bawaan selalu tidak
membahayakan? Infeksi bakteri dapat menyebabkan respon peradangan sistemik yang
berlebihan sehingga dapat mengancam nyawa. Kondisi peradangan sistemik berlebihan ini
disebut septic shock. Kondisi ini ditandai dengan demam yang sangat tinggi, aliran darah
yang rendah, dan tekanan darah rendah. Septic shock paling banyak terjadi pada orang yang
sangat tua dan sangat muda. Jadi, kita tidak boleh sembarangan menyepelekan dan
mengabaikan jika tubuh kita mengalami peradangan akibat bakteri.
A. IMUNITAS ADAPTIF
Imunitas adaptif atau disebut juga dengan sistem imun spesifik merupakan pertahanan
lapis ketiga pada tubuh. Imunitas adaptif adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan
diri terhadap agen penyerang tertentu seperti bakteri, racun, virus, dan jaringan asing. Zat
yang dikenali sebagai zat asing dan memicu respons imun disebut antigen yang artinya
generator antibodi. Dua sifat yang membedakan antra kekebalan adaptif dan kekebalan
bawaan: (1) mengenali secara spesifik molekul asing tertentu (antigen) dengan melibatkan
pembedaan molekul self dari non-self, dan (2) adanya memori atau ingatan terhadap antigen
yang pernah menginfeksi sehingga pada respon kedua jika patogen menginfeksi Kembali
maka akan mendorong respon yang lebih cepat dan kuat.
a. Komponen Imunitas Adaptif
Komponen yang terlibat dalam imunitas adaptif terdiri dari Major Histocompatibility
Complex (MHC), sel imun dan antibodi.
1. Major Histocompatibility Complex (MHC)
Major Histocompatibility Complex (MHC) adalah kompleks protein membran yang
menampilkan fragmen antigen pada permukaan sel. Setiap sel tubuh yang berinti memiliki
molekul MHC kelas I pada membrannya. Protein MHC bergabung dengan fragmen peptida
antigen yang telah dicerna di dalam sel. Kompleks antigen MHC kemudian dimasukkan ke
dalam membran sel sehingga antigen terlihat pada permukaan ekstraseluler sebagai penanda
yang dapat dikenali oleh reseptor imun sel-T.
2. Sel-Sel Imun
Sel-sel imun yang berperan dalam sistem imun adaptif adalah sel B dan sel T yang
merupakan jenis sel darah putih (limfosit). Sel B teraktivasi berkembang menjadi sel plasma
dan berfungsi untuk membentuk antibodi. Limfosit T memiliki protein membran spesifik
antigen yang dikenal sebagai reseptor sel T. Reseptor sel-T bukanlah antibodi dan hanya
mengikat kompleks antigen MHC pada permukaan sel penyaji antigen. Limfosit T yang
teraktivasi menyerang dan menghancurkan sel-sel yang terinfeksi virus dan membantu
mengatur sel-sel kekebalan lainnya.
Pada imunitas adaptif, pengenalan terjadi ketika sel B atau sel T berikatan dengan antigen
melalui reseptor antigen (Gambar ) yang jumlahnya dapat mencapai 100.000 reseptor antigen
pada permukaan satu sel B atau T. Setiap reseptor antigen mengikat hanya satu bagian dari
satu molekul dari patogen tertentu. Infeksi oleh virus, bakteri, atau patogen lain memicu
aktivasi sel B dan T dengan reseptor antigen khusus untuk bagian patogen tersebut.
Gambar Letak Reseptor Antigen
Sumber: Campbell
Sel T dan sel B yang terlibat dalam mekanisme sistem imun adaptif terdiri dari beberapa
jenis yang memiliki karakteristik dan fungsinya masing-masing. Perhatikan Gambar untuk
mengetahui sel-sel imun yang terlibat dalam pertahanan lapis ketiga atau imunitas adaptif.

Gambar Sel Imun dalam Imunitas Adaptif


Sumber: Zubaidah dkk., 2020
3. Antibodi
Antibodi adalah salah satu aspek pertama dari sistem kekebalan yang ditemukan. Sebagian
besar antibodi ditemukan dalam darah, di mana mereka membentuk sekitar 20% protein
plasma pada individu yang sehat. Antibodi ini paling efektif melawan patogen ekstraseluler
(seperti bakteri), beberapa parasit, makromolekul antigenik, dan virus yang belum menyerang
sel inangnya. Karena antibodi tidak beracun, mereka tidak dapat menghancurkan antigen.
Peran utama mereka adalah membantu sistem kekebalan bereaksi terhadap antigen tertentu.
Struktur antibodi sangat mendukung untuk berikatan dengan antigen. Antibodi dapat
bergabung secara khusus dengan epitop (bagian antigen yang langsung berikatan dengan
reseptor antibodi) pada antigen. Struktur antibodi cocok dengan antigennya sama seperti
gembok yang menerima kunci yang cocok. Setiap satu molekul antibodi dapat mengikat dua
partikel antigen karena memiliki dua lengan antibodi bentuk Y (GBR. 24.7 a) dan setiap
lengan berisi situs pengikat antigen (Gbr. 24.7 b). Ikatan antara lengan antibodi dan antigen
memfasilitasi pengenalan dan penghancuran antigen oleh sistem kekebalan. Pada struktur
antibodi terdapat wilayah variabel yaitu bagian dari antibodi untuk mengenali dan menempel
secara khusus pada antigen tertentu.

Gambar Struktur Antibodi


Sumber: Silverthon 8th
Kelas Antibodi
Antibodi termasuk juga dikenal sebagai imunoglobulin (Igs) karena masuk dalam
kelompok glikoprotein yang disebut globulin. Antibodi dibedakan menjadi lima kelas
berbeda berdasarkan fungsinya yaitu kelas IgG, IgA, IgM, IgD, dan IgE. Struktur,
karakteristik dan fungsi setiap kelas antibodi terdapat pada tabel
Tabel Lima Kelas Antibodi
Nam Struktur Karakteristik dan Fungsi
a
IgG  Monomer (satu unit)
 Paling melimpah, sekitar 80% dari semua antibodi dalam darah
 Ditemukan dalam darah, getah bening, dan usus
 Meningkatkan fagositosis dan menetralkan antigen
 Sirkulasi janin pada wanita hamil
IgM  Monomer (satu unit) dan dimer (dua unit)
 Membentuk 10-15% dari semua antibodi dalam darah
 Ditemukan dalam keringat, air mata, air liur, lendir, ASI, dan sekresi
gastrointestinal, darah dan getah bening
 Memberikan perlindungan lokal pada selaput lendir terhadap bakteri dan
virus

IgA  Pentamer (lima unit)


 Sekitar 5-10% dari semua antibodi dalam darah
 Ditemukan di getah bening dan sebagai monomer pada permukaan sel B
 Antibodi pertama yang disekresikan oleh sel plasma setelah paparan
awal terhadap antigen apa pun, mengaktifkan komplemen,
menyebabkan aglutinasi, lisis mikroba, di mana mereka berfungsi
sebagai reseptor antigen.
IgD  Monomer (satu unit)
 Sekitar 0,2% dari semua antibodi dalam darah.
 Ditemukan pada permukaan sel B
 sebagai reseptor antigen pada sel B dan terlibat dalam aktivasi sel B.
IgE  Monomer (satu inti)
 Kurang dari 0,1% dari semua antibodi dalam darah
 Ditemukan di sel mast dan basofil.
 Terlibat dalam reaksi alergi dan hipersensitivitas serta menghancurkan
cacing parasit.
Sumber: Tortora
Mekanisme inaktivasi antigen oleh antibodi
Tindakan dari lima kelas imunoglobulin agak berbeda, tetapi semuanya bertindak untuk
menonaktifkan antigen dengan cara tertentu. Tindakan antibodi meliputi:
a. Netrasilasi, antibodi memblokir antigen untuk menetralkan racun bakteri dan mencegah
perlekatan dari beberapa virus ke sel-sel tubuh. Kemudian memicu opsonisasi yaitu
peningkatan fagositosis.
b. Aglutinasi, pengikatan antigen oleh antibodi menyebabkan penggumpalan karena
antibodi memiliki dua atau lebih tempat pengikatan antigen. Sel fagositik lebih mudah
menelan mikroba yang menggumpal.
c. Presipitasi, antigen yang terlarut dalam cairan tubuh yang berhubungan dengan antibody
akan mengendap kemudian dapat keluar dan terbentuk endapan. Sel fagositosis lebih
mudah menelan antigen terlarut yang sudah mengendap.
d. Mengaktifkan pelengkap. Kompleks antigen-antibodi memulai jalur klasik dari sistem
komplemen (dibahas segera).
Gambar Mekanisme Inaktivasi Antigen
Sumber: Urry dkk., 2016
b. Tipe Imunitas Adaptif
Imunitas adaptif dapat dibedakan berdasarkan media yang berperan dalam menyerang
antigen. Ada dua jenis kekebalan adaptif yaitu kekebalan yang dimediasi sel dan kekebalan
yang dimediasi antibodi. Kedua jenis kekebalan adaptif tersebut dipicu oleh antigen dan
dibantu oleh sel-T Pembantu untuk memberi respon awal. Dalam kekebalan yang dimediasi
sel, sel T sitotoksik secara langsung menyerang antigen yang menyerang. Dalam kekebalan
yang dimediasi antibodi, sel B berubah menjadi sel plasma, yang mensintesis dan mensekresi
protein spesifik yang disebut antibodi (Abs) atau imunoglobulin (Igs). Antibodi bersifat
spesifik sehingga dapat mengikat dan menonaktifkan antigen tertentu.
Apakah kalian pernah mendengar terkait kekebalan selular dan kekebalan humoral?
Kekebalan yang dimediasi sel sangat efektif melawan (1) patogen intraseluler, yang
mencakup virus, bakteri, atau jamur apa pun yang ada di dalam sel; (2) beberapa sel kanker;
dan (3) transplantasi jaringan asing. Dengan demikian, kekebalan yang dimediasi sel selalu
melibatkan sel yang menyerang sel sehingga sering disebut kekebalan selular. Kekebalan
yang dimediasi antibodi bekerja terutama melawan patogen ekstraseluler, yang mencakup
virus, bakteri, atau jamur apa pun yang ada dalam cairan tubuh di luar sel. Kekebalan yang
dimediasi antibodi selalu melibatkan antibodi yang mengikat antigen dalam cairan tubuh
(seperti darah dan getah bening) sehingga disebut sebagai kekebalan humoral.
Respon imun yang dimediasi atau diperantarai oleh antibodi sering kali bekerja sama
untuk melawan antigen dalam tubuh. Dalam kebanyakan kasus, ketika antigen tertentu masuk
ke dalam tubuh, awalnya hanya ada sekelompok kecil limfosit (sel T pembantu, sel T
sitotoksik, dan sel B) dengan reseptor antigen yang tepat untuk merespons antigen tersebut.
Kedua jenis imun adaptif akan dipicu oleh antigen berdasarkan lokasi antigen itu sendiri.
Ketika antigen tertentu menyerang tubuh, biasanya terdapat banyak salinan antigen tersebut
yang menyebar ke seluruh jaringan dan cairan tubuh. Beberapa salinan antigen mungkin ada
di dalam sel tubuh (yang memicu respons imun yang dimediasi sel oleh sel T sitotoksik),
sementara salinan antigen lainnya mungkin ada dalam cairan ekstraseluler (yang memicu
respons imun yang dimediasi antibodi oleh sel B). Dengan demikian, keberadaan antigen
akan sangat menentukan respon imun jenis apa yang akan dipicu dan berperan dalam
melawan antigen tersebut.

c. Mekanisme Imunitas Adaptif


Mekanisme sistem pertahanan adaptif terbagi menjadi dua cara yaitu imunitas humoral
yang diperantarai antibodi dan imunitas seluler yang diperantarai oleh sel. Kedua jenis
imunitas ini salinng bekerja sama untuk membentuk imunitas adaptif atau imunitas spesifik.

Gambar Mekanisme Sistem Imun Adaptif


Sumber: Campbell 10
1) Imunitas Seluler
Imunitas seluler

Dengan tidak adanya respon imun, patogen dapat berkembang biak dan membunuh sel
yang terinfeksi, seperti yang ditunjukkan di kanan atas. Dalam respon imun yang
dimediasi sel, sel T sitotoksik menggunakan protein beracun untuk membunuh sel yang
terinfeksi virus atau patogen intraseluler lainnya sebelum patogen matang sepenuhnya.
Untuk menjadi aktif, sel T sitotoksik memerlukan sinyal dari sel T pembantu dan interaksi
dengan sel penyaji antigen. Fragmen protein asing yang diproduksi dalam sel inang yang
terinfeksi berasosiasi dengan molekul MHC kelas I dan ditampilkan di permukaan sel, di
mana mereka dapat dikenali oleh sel T sitotoksik (Gambar 43.17). Seperti sel T pembantu,
sel T sitotoksik memiliki protein tambahan yang mengikat molekul MHC. Protein
tambahan ini, yang disebut CD8, membantu menjaga kedua sel tetap bersentuhan saat sel
T sitotoksik diaktifkan. Penghancuran yang ditargetkan dari sel inang yang terinfeksi oleh
sel T sitotoksik melibatkan sekresi protein yang mengganggu integritas membran dan
memicu kematian sel (apoptosis; lihat Gambar 43.17). Kematian sel yang terinfeksi tidak
hanya membuat patogen tidak dapat berkembang biak, tetapi juga membuat isi sel terpapar
antibodi yang bersirkulasi, yang menandai pelepasan antigen untuk dibuang.

B. IMUNISASI

Proses kekebalan yang didapat tumpang tindih dengan

proses kekebalan bawaan. Sitokin yang dilepaskan oleh respon in ammatory menarik limfosit
ke tempat reaksi imun. Limfosit melepaskan sitokin tambahan yang meningkatkan respons
inamatori. Kekebalan yang didapat dapat dibagi lagi menjadi kekebalan aktif dan kekebalan
pasif. Kekebalan aktif terjadi ketika tubuh terpapar patogen dan menghasilkan antibodinya
sendiri. Kekebalan aktif dapat terjadi secara alami, ketika patogen menyerang tubuh, atau
secara artikulatif, seperti ketika kita diberikan vaksinasi yang mengandung patogen mati atau
cacat.

C. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SISTEM IMUN DAN GANGGUAN SISTEM


IMUN

Sel induk berpotensi majemuk di sumsum tulang merah menimbulkan

sel B yang matang, imunokompeten, dan menjadi sel pra-T. Sel pra-T

pada gilirannya bermigrasi ke timus, di mana mereka menjadi imunokompeten

Sel T. Organ dan jaringan limfatik sekunder adalah situsnya

di mana sebagian besar respons imun terjadi. Mereka termasuk kelenjar getah bening, yang

limpa, dan nodul limfatik (folikel). Timus, kelenjar getah bening,

dan limpa dianggap organ karena masing-masing dikelilingi oleh

medula pusat pewarnaan yang lebih ringan (Gambar 22.5 b). Korteks adalah

terdiri dari sejumlah besar sel T dan sel dendritik yang tersebar, sel epitel, dan makrofag. Sel T yang
belum matang (sel pra-T) bermigrasi dari sumsum tulang merah ke korteks timus, tempat mereka
berkembang biak dan mulai matang. Sel dendritik (den-DRIT-ik; dendr-pohon), yang berasal dari
monosit( dinamakan demikian karena memiliki tonjolan bercabang yang panjang yang menyerupai
dendrit

neuron), membantu proses pematangan. Seperti yang akan Anda lihat

singkatnya, sel dendritik di bagian tubuh lain, seperti kelenjar getah bening, memainkan peran kunci
lain dalam respons imun. Masing-masing sel epitel khusus di korteks memiliki beberapa proses
panjang yang

mengelilingi dan berfungsi sebagai kerangka kerja untuk sebanyak 50 sel T. Ini

sel epitel membantu "mendidik" sel pra-T dalam proses yang dikenal sebagai

seleksi positif (lihat Gambar 22.22). Selain itu, mereka memproduksi

hormon timus yang dianggap membantu pem

sel. Hanya sekitar 2% sel T yang berkembang yang bertahan hidup di korteks.

Sel-sel yang tersisa mati melalui apoptosis (

Anda mungkin juga menyukai