Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Medik HIV/AIDS

1. Anatomi Fisiologi Sistem Imun


Sistem imun adalah sistem kompleks yang memberikan respon
imun (humoral dan selular) untuk menghadapi agen asing spesifik seperti
bakteri, virus, toksin, atau zat lain yang oleh tubuh dianggap “bukan
bagian diri”. Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan
melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan
sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Sebaliknya, jika sistem
kekebalan melemah maka kemampuannya melindungi tubuh juga
berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang
menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh.
Imunologi berasal dari kata Immunitas yang berarti kekebalan
tubuh. Pengertian imunologi yaitu cabang ilmu yang mempelajari tentang
imunitas atau kekebalan tubu dan reaksi alergi atau sensitivitas terhadap
sesuatu. Imunologi juga berarti ilmu yang mempelajari kemampuan tubuh
untuk melawan atau mempertahankan diri dari serangan patogen atau
organisme yang menyebabkan penyakit.
Tubuh memerlukan imunitas atau kekebalan agar tidak mudah
terhindar dari serangan penyakit yang dapat menghambat fungsi organ
tubuh. Salah satu bentuk dari imunitas yaitu adanya antibodi yang
dihasilkan oleh sel-sel leukosit atau sel darah putih. Sel darah putih
bekerja dengan cara mengikat dan kemudian menghancurkan sel-sel
patogen atau penyebab penyakit.
Imunologi antara lain mempelajari antigen, antibodi, dan fungsi
pertahanan tubuh host yang diperantai oleh sel, terutama yang
berhubungan dengan imunitas terhadap penyakit, mempelajari reaksi
biologis hipersentifitas, alergi dan penolakan benda asing. Peranan
fisiologi sistem imun yang baik dalam keadaan sehat maupun sakit
maltifungsi sistem imun pada gangguan imunologi.
Berbagai organ sistem kekebalan tubuh bertanggung jawab untuk
melindungi tubuh dari parasit, bakteri, virus, infeksi jamur dan
pertumbuhan sel tumor. Sistem kekebalan tubuh terdiri dari organ sistem
kekebalan tubuh, yang pada gilirannya terdiri dari beberapa sel yang saling
bergantung yang membunuh tumor dan sel-sel parasit, menghancurkan
sel-sel virus yang terinfeksi dan menelan bakteri. Organ-organ sistem
kekebalan tubuh membuat sel-sel yang baik berkontribusi dalam respon
imun, atau bertindak sebagai lokasi untuk fungsi kekebalan tubuh.
a. Organ utama (organ limfatik primer)
1) Sumsum tulang

https://www.google.com/search?q=sumsum+tulang&safe

Sumsum tulang merupakan jaringan limfatik karena memproduksi


limfosit muda yang akan di proses pada timus atau tempat-tempat
lainnya untuk menjadi limfosit T atau limfosit B. Sumsum tulang
berada di dalam bagian rongga interior tulang yang merupakan tempat
produksi sebagian sel darah putih, dan sumsum kuning yang
menghasilkan sedikit jenis sel darah putih.
Semua sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia terbentuk pada sumsum
tulang, ditemukan dalam tulang dengan proses yang disebut
hematopoiesis. Dari proses hematopoiesis satu sel berdiferesiensiasi
menjadi berbagai jenis sel termasuk sel-sel meloid dalam fagosit dan
granulosit, dan sel-sel limfoid menjadi sel B, sel T dan sel-sel
pembunuh alami.
Begitu mereka telah sepenuhnya dibedakan, limfosit keluar dari
sumsum darah dan melakukan perjalanan ke organ kekebalan tubuh
lainnya: sel T ke timus, dan sel B ke limpa. Di sini, mereka akan
menjalani proses perjuangan lebih lanjut. Kemudian, sebagian besar
lainnya meninggalkan sumsum tulang sel-sel dewasa yang berfungsi
penuh. Sumsum tulang bertanggung jawab untuk produksi sel sistem
kekebalan yang penting seperti sel B, granulosit, sel-sel pembunuh
alami dan timosit dewasa. Hal ini juga menghasilkan sel-sel darah
merah dan platelet.
2) Kelenjar Timus

https://www.google.com/search?q=kelenjar+timus&safe

kelenjar timus merupakan suatu jaringan limfatik yang terletak di


sepanjang trakea di rongga dada bagian atas dan paling aktif
memproduksi sejumlah limfosit selama masa kanak-kanak. Fungsi
utama dari kelenjar timus adalah memproses limfosit muda menjadi T
limfosit (menghasilkan sel T matang). Sel-sel yang belum matang
diproduksi di sumsum tulang berimigrasi dan datang ke timus, di mana
proses pematangan berlangsung. Proses pematangan ini adalah salah
satu hal yang luar biasa, karena memungkinkanlah yang akan dirilis ke
dalam aliran darah. Respon auto imun yang merugikan mendapatkan
dieliminasi, proses ini juga dikenal sebagai seleksi timus. Setelah proses
selesai, sel T dewasa sepenuhnya dan mulai beredar dalam aliran darah.
3) Limpa

https://www.google.com/search?q=limpa&safe

Limpa adalah organ sistem kekebalan tubuh yang terdiri dari sel-T, sel-
B, sel-sel pembunuh alami, makrofag sel dendritik dan sel darah merah.
Limpa terdiri dari 2 bagian, yaitu pulp merah dan pulp putih. Limfosit
yang baru dibuat di pulp putih mula-mula dipindahkan ke pulp merah,
lalu mengikuti aliran darah. Tugas limpa, seperti berkontribusi pada
produksi sel, fagositosis, perlindungan sel darah merah dan
pembangunan kekebalan.
Limpa bertindak sebagai filter imunologi darah dan menjebak benda
asing, yaitu antigen dari aliran darah yang melewati limpa. Ketika
makrofag dan sel dendritik membawa antigen ke limpa melalui aliran
darah, sel-sel B dalam limpa bisa diaktifkan dan menghasilkan antibodi
dalam tingkat yang besar. Dengan demikian, limpa juga dapat dikenal
sebagai pusat konferensi imunologi. Selain itu, limpa juga membentuk
lokasi kehancuran sel darah merah yang lama.
4) Kelenjar Getah Bening

https://www.google.com/search?q=kelenjar+getah+bening&safe

Kelenjar getah bening adalah benjolan kecil jaringan yang putus-putus


sepanjang sistem limfatik. Kelenjar adalah pusat kegiatan dimana
limfosit terus beredar dari jaringan ke kelenjar getah bening dan
kembali lagi melalui aliran darah dan pembuluh limfatik. Sama seperti
cara limpa menyaring darah, kelenjar getah bening ini, menyaring
cairan interstisial yang hadir antara sel-sel tubuh manusia. Kelenjar
getah bening yang terletak di seluruh sistem limfatik tubuh dan tidak
lain hanyalah agresi jaringan.

b. Organ Lain dari Sistem Imun


1) Adenoid

https://www.google.com/search?q=adenoid&safe
adenoid terletak di belakang rongga hidung, di mana bagian dari rongga
hidung memenuhi faring. Adenoids muncul sebagai satu rumpun dari
jaringan spons yang membentuk garis pertahanan pertama dalam tubuh.
Fungsi adenoids adalah untuk menghentikan bakteri dan organisme
penyebab infeksi lainnya dari menginfeksi organ tubuh lainnya. Ini
terdiri dari jaringan limfoid terutama yang bertindak sebagai filter
dalam tubuh, dengan menjebak bakteri dan virus. Antibodi yang hadir
dalam adenoid membantu melawan infeksi. Pada anak-anak organ ini
sangat bermanfaat, namun itu menyusut pada saat anak memasuki
remaja dan tidak pada orang dewasa.
2) Amandel atau tonsil

https://www.google.com/search?q=amandel&safe

merupakan jaringan limfatik yang terdiri dari kumpulan-kumpulan


limfosit. Ada dua massa jaringan kelenjar lembut di kedua sisi bagian
belakang mulut. Mereka terlihat pada cermin. Tonsil bukan merupakan
kelenjar karena tidak memiliki pembuluh limpa afferent.
Fungsi utama amandel adalah untuk menjebak bakteri dan virus dari
udara yang dihirup. Limfosit dan antibodi hadir di dalamnya membantu
membunuh bakteri, sehingga memainkan peran penting dalam
melindungi tubuh. Fungsi lainnya adalah untuk memproduksi limfatik
dan antibodi yang kemudian akan masuk ke dalam cairan limpa.
Amandel mencapai kematangan saat remaja.
2. Macam-Macam Sistem Imun
Ada dua sistem kekebalan tubuh yaitu sistem kekebalan non spesifik
(alami) dan sistem kekebalan spesifik (didapat/buatan/adaptif)
Perbedaan respon imun non-spesifik dan respon imun spesifik

RESPON IMUN NON-SPESIFIK RESPON IMUN SPESIFIK

Natura/innate/alamiah Apadtif/acquired/didapat
Pertahanan terdepan = primer Memori = sekunder
Untuk semua mikroorganisme Spesifik untuk mikroorganisme
yang merangsang
Komponen terbentuk sejak lahir Komponen terbentuk THD ag
Terdiri dari: fisik, mekanik, Terdiri dari humoral, seluler
biokimia, humoral, sel
Sel utama: fagosit,sel N K, sel K Sel utama: limfosit
Molekul: lisozim komplemen, Molekul: antibodi, sitokin
CRP, IFN
Tabel 2.1
a. Sel-Sel Imun Non Spesifik
Sel sistem imun non spesifik bereaksi tanpa memandang apakah agen
pencetus pernah atau belum dijumpai. Reaksinya pun tidak perlu
diaktivasi terlebih dahulu seperti pada sistem imun spesifik. Lebih jauh
lagi respon imun non spesifik merupakan lini pertama pertahanan
terhadap berbagai faktor yang mengancam. Sel-sel yang berperan dalam
sistem imun non-spesifik adalah sel fagosit (fagosit agranulosit dan
fagosit garnulosit), sel nol dan sel mediator.
1) Sel fagosit agranulosit (fagosit mononuclear)
Sel monosit

https://www.google.com/search?q=sel+monosit&safe

Monosit adalah sel yang berasal dan matang di sumsung tulang


dimana setelah matang akan bermigrasi ke sirkulasi darah dan
berfungsi sebagai fagosit. Persentase sel monosit dalam sel darah
putih berkisar 5%. Monosit bersirkulasi dalam darah hanya selama
beberapa jam, kemudian bermigrasi ke dalam jaringan, dan
berkembang menjadi makrofag (machropage).
Sel Makrofag

https://www.google.com/search?q=sel+makrofag&safe

Makrofag adalah sel darah putih yang berukuran besar yang


fungsinya sebagai sistem imun dengan melakukan fagositosis
terhadap bahan-bahan asing atau bakteri yang masuk ke dalam
tubuh. Proses fagositosis terjadi dengan cara mengelilingi, kemudian
memakan dan menghancurkan antigen tersebut, proses ini
merupakan bagian dari reaksi peradangan. Untuk mengatasi infeksi
terkadang makrofag berinteraksi dengan limfosit.
2) Sel Fagosit Granulosit
Sel Neutrofil

https://www.google.com/search?q=sel+neutrofil&safe

Neutrofil adalah sel darah putih yang berukuran besar, yang dapat
mencerna mikroba dan antigen lainnya. Neutrofil memiliki granula
yang mengandung enzim untuk menghancurkan antigen yang makan
olehnya. Neutrofil ditemukan di dalam darah dan dapat masuk ke
dalam jaringan dengan adanya rangsangan khusus. Jumlahnya
sekitar 60-70% dari semua sel darah putih (leukosit).
Sel Eusinofil

https://www.google.com/search?q=sel+eosinofil&safe

Sel eusinofil berasal dari sel bakal myeloid. Ukuran sel ini sedikit
lebih besar daripada neutrofil dan berfungsi juga sebagai fagosit.
Eosinofil berjumlah 2-5% dari sel darah putih. Peningkatan eosinofil
di sirkulasi darah dikaitkan dengan keadaan-keadaan alergi dan
infeksi parasit internal.
Sel Nol

https://www.google.com/search?q=sel+NK&tbm

Sel Natural Killer (Sel NK) merupakan golongan limfosit tapi tidak
mengandung petanda seperti pada permukaan sel B dan sel T. Oleh
karena itu disebut sel nol. Sel ini beredar dalam pembuluh darah
sebagai limfosit besar yang khusus, memiliki granular spesifik yang
memiliki kemampuan mengenal dan membunuh sel abnormal,
seperti sel tumor dan sel yang terinfeksi oleh virus. Sel NK berperan
penting dalam imunitas non spesifik patogen intraseluler.
Sel mediator
Sel yang termasuk sel mediator adalah sel basofil, sel mast dan
trombosit. Sel tersebut disebut sebagai mediator dikarenakan
melepaskan berbagai mediator yang berperan dalam sistem imun.

b. Sel-Sel Sistem Imun Spesifik


1) Sel Limfosit

https://www.google.com/search?q=sel+limfosit&tbm
limfosit adalah sel utama dari sistem kekebalan tubuh, dan
bertanggung jawab atas keragaman, spesifisitas dan penciptaan
memori. Semua limfosit dibentuk di sumsum tulang, tetapi
mereka mengalami penuaan di dua tempat yang berbeda. Limfosit
yang mengalami penuaan di sumsum tulang disebut limfosit B
atau sel B. Limfosit ini membuat zat antibodi yang beredar
melalui darah dan cairan tubuh lain.
2) Sel T

https://www.google.com/search?q=sel+T&safe

Sel-sel ini diproduksi di sumsum tulang, tetapi berkembang dan


matang pada timus. Atas dasar molekul khusus hadir di
permukaan mereka. Sel T memproduksi zat aktif secara
imunologis yang disebut limfokin. Subtipe limfosit T berfungsi
untuk membantu limfosit B merespons antigen, membunuh sel-sel
asing tertentu, dan mengatur respons imun. Sel T juga
menunjukkan spesifitas antigen dan akan berpoliferasi jika ada
antigen, tapi sel ini tidak memproduksi antibodi.
Macam-macam sel T :

Nama Fungsi
T11 Penanda bahwa sel T sudah matang
T4 dan T8 T4 berfungsi sebagai pengenalan molekul kelas II
MHC dan T8 dalam pengenalan kelas I MHC
T3 Respitor yang diperlukan untuk perangsangan sel
T
CD Menentukan sinyal aktivasi yang datang dari luar
ke dalam sel
TcT Untuk menemukan pre T cell
Penanda Berkemampuan mengikat dan merangsang banyak
fungsional klon limfoid untuk poliferasi dan diferensiasi
Tabel 2.2
3) Sel B

https://www.google.com/search?q=sel+antibodi&tbm

Sel B merupakan sel yang berproliferasi untuk merespon antigen


tertentu dan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang mampu
membentuk dan melepan antibodi atas pengaruh sel T. Jumlah sel
B adalah 5-15% dari jumlah seluruh limfosit dalam sirkulasi. Sel-
sel ini berkembang dan matang dalam sumsum tulang dan
bertanggung jawab untuk sintesis protein yang disebut antibodi.
Mereka didefinisikan sebagai protein khusus yang secara khusus
mengenali dan mengikat antigen tertentu.
Macam-macam antibodi :

TIPE ANTIBODI KARAKTERISTIK


Ig G Berjumlah 75% dari seluruh
imunoglobin, terdapat dalam jaringan &
serum mengaktifkan sistem komplemen
sehingga berperan dalam imunitas selular
Ig G dapat menembus plasenta masuk ke
fektus.
Ig A Berjumlah 15% dari seluruh
imunoglobin, terdapat dalam cairan
tubuh(darah,saliva,air mata, asi), Ig A
dapat menetralisisr toksin & mencegah
terjadinya kontak antara toksin dengan
sel sasaran.
Ig M Berjumlah 10% dari seluruh
imunoglobin, merupakan antibodi
pertama dibentuk dalam respon imun,
kebanyakan sel B mengandung Ig M
pada permukaannya sebagai reseptor
antigen, dapat mencegah gerakan
mikroorganisme, ,memudahkan
fagositosis & aglutinator kuat terhadap
antigen.
Ig D Berjumlah 0,2% dari seluruh
imunoglobin, merupakan komponen
utama pada permukaan sel B & penanda
dari diferensiasi sel B yang lebih matang.
Ditemukan dengan kadar rendah dalam
sirkulasi.
Ig E Berjumlah 0,004% dari seluruh
imunoglobin, Ig dengan jumlah tersedikit
namun sangat efisien, terdapat dalam
serum, mudah diikat dalam oleh mast cell
basofil & eosinofil yang pada
permukaannya memiliki reseptor untuk
fraksi Fc dr Ig E.
Tabel 2.3
B. KONSEP MEDIK
1. Definisi Penyakit

https://www.google.com/search?q=HIV&safe

Hiv (Human Immunodeficiency Virus) virus ini adalah virus yang diketahui
sebagai penyebab AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). Hiv
merusak sistem ketahanan tubuh, sehingga orang-orang yang menderita
penyakit ini kemampuan untuk mempertahankan dirinya dari serangan
penyakit berkurang. Seseorang yang positif mengidap HIV belum tentu
mengidap AIDS. Namun, HIV yang ada pada tubuh seseorang akan terus
merusak sistem imun. Akibatnya, virus, jamur dan bakteri yang biasanya
tidak berbahaya menjadi sangat berbahaya karena rusaknya sistem imun
tubuh.
Hiv akan menyerang sel-sel darah putih jika HIV masuk ke dalam peredaran
darah seseorang. Sel darah putih akan mengalami kerusakan yang
berdampak pada melemahnya kekebalan tubuh seseorang. Hiv/aids
kemudian akan menimbulkan terjadinya infeksi opportunistic lesi
fundamental pada AIDS ialah infeksi limfosit T helper (CD4+) oleh HIV
yang mengakibatkan berkurangnya sel CD4+ dengan konsekuensi
kegagalan fungsi imunitas.
2. Etiologi
Hiv biasanya ditularkan melalui hubungan seks dengan orang yang
mengidap virus itu, dan terdapat kontak langsung dengan darah atau produk
darah dan cairan tubuh lainnya. Pada wanita virus mungkin masuk melalui
luka atau lecet pada mulut rahim atau vagina. Begitu pula virus memasuki
aliran darah pria jika pada genitalnya ada luka atau lecet. Hubungan seks
melalui dubur beresiko tinggi untuk terinfeksi, namun juga melalui vagina
dan oral. Inilah yang dapat menyebabkan hiv sebagai berikut :
a. Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS
Sangat cepat menularkan HIV karena virus langsung masuk ke pembuluh
darah dan menyebar ke seluruh tubuh.
b. Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril
Alat pemeriksaan kandungan seperti spekulum, tenakulum, dan alat-alat
lain yang menyentuh darah, cairan vagina atau air mani yang terinfeksi
HIV, dan langsung digunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi bila
menularkan HIV.
c. Alat-alat untuk menoreh kulit
Alat tajam dan runcing seperti jarum, pisau, silet, menyunat seseorang,
membuat tato, memotong rambut, dan sebagainya bisa menularkan HIV
sebab alat tersebut mungkin dipakai tanpa disterilkan terlebih dahulu.
d. Menggunakan jarum suntik secara bergantian
Jarum suntik yang digunakan di fasilitas kesehatan maupun yang
digunakan oleh para pengguna narkoba sangat berpotensi menularkan
HIV. Selain jarum suntik, pada para pemakai IDU secara bersama-sama
juga menggunakan tempat penyampur, pengaduk, dan gelas pengoplos
obat, sehingga berpotensi tinggi untuk menularkan HIV.
e. Dengan melakukan hubungan seks
Seseorang bisa terinfeksi HIV jika memiliki hubungan seks dengan
vagina, anal/oral dengan pasangan yang terinfeksi baik darah, air
mani/cairan vagina masuk ke dalam tubuh pasangan. Virus bisa dapat
masuk ke dalam tubuh melalui luka mulut yang terkadang berkembang di
rectum atau vagina saat melakukan aktivitas seksual.

3. Klasifikasi
a. Klasifikasi WHO
WHO mengembangkan diagnosis HIV hanya berdasarkan penyakit
klinis dengan mengelompokkan tanda dan gejala dalam kriteria mayor
dan minor. WHO Mengklasifikasikan HIV/AIDS pada orang dewasa
menjadi 4 stadium klinis sebagai berikut:
1) Stadium pertama HIV
Infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan diikuti terjadinya perubahan
serologis ketika antibodi terhadap virus tersebut dan negatif berubah
menjadi positif. Rentang waktu sejak HIV masuk ke dalam tubuh
sampai test antibodi terhadap HIV menjadi positif disebut window
period. Lamanya window period antara sat sampan tiga bulan, bahkan
ada yang data berlangsung sampai enam bulan. Aktivitas normal dan
dijumpai adanya Limfadenopati generalisata.
2) Stadium kedua: asimptomatik (tanpagejala)
Asimtomatik berarti bahwa dalam organ tubuh terdapat HIV tetapi
tubuh tidak menunjukkan gejala-gejala.Keadaan ini dapat berlangsung
rata-rata 5-10 tahun.Cairan tubuh pasien HIV/AIDS yang tampak sehat
ini sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain. Aktivitas normal,
berat badan menurun<10%, terdapat kelainan kulit dan mukosa yang
ringan, seperti dermatitis seroboik, prorigo, onikomikosis, ulkus yang
berulang dan khelitisangularis, herpes zoster dalam 5 tahun
terakhir,serta adanya infeksi saluran naps bagian atas, seperti sinusitis
bakterialis.
3) Stadium ketiga
Pada umumnya kondisi tubuh lemah, aktivitas di tempat tidur<50%,
berat badan menurun >10%, terjadi diare kronis yang berlangsung
lebih dari 1 bulan, deman berkepanjangan lebihdari 1 bulan, terdapat
kandidiasi sorofaringeal, TB paru dalam 1 tahun terakhir infeksi
bacterial yang berat seperti pneumonia dan piomiositis.Pembesaran
kelenjar limfe secara menetap dan merata (PGL), tidak hanya muncul
pada satu tempat saja, dan berlangsung lebih satu bulan.
4) Stadium keempat; AIDS
Pada umumnya kondisi tubuh lemah, aktivitas di tempat tidur >50%,
terjadi HIV wasting syndrome, semakin bertambahnya infeksi
oportunistik, seperti pneumonia pneumocystis carinii,
toksoplasmosis.Keadaan ini disertsia danya bermacam-macam
penyakit, antara lain penyakit konstitusional, penyakit saraf, dan
penyakit infeksi sekunder.
b. Klasifikasi Menurut CDC
Mengklasifikasi HIV/AIDS padaremaja (> 13 tahun dan dewasa)
berdasarkan dua sistem, yaitu dengan melihat jumlah supresi kekebalan
tubuh yang dialami pasien serta stadium klinis.Jumlah supresi
kekebalan tubuh ditunjukkan limfosit CD4+.CD4+ adalah jenis sel
darah putih atau limfosit.Sel tersebut adalah bagian yang terpenting dari
sistem kekebalan tubuh kita. Sel CD4+ kadang kala disebut sebagai sel
T. Ada 2 macam sel T yaitu sel T-4, yang juga disebut CD4 dan kadang
kala sel CD4+, adalah sel ‘pembantu’. Sel T-8 (CD8) adalah sel
penekan, yang mengakhiri tanggapan kekebalan.Sel CD8 juga disebut
sebagai sel pembunuh, karena sel tersebut membunuh sel kankeratau sel
yang terinfeksi virus.
Sel CD4 dapat dibedakan dari sel CD8 berdasarkan protein tertentu
yang ada di permukaan sel. Sel CD4 adalah sel-T yang mempunyai
protein CD4 pada permukaannya. Protein itu bekerja sebagai reseptor
untuk HIV. HIV mengikat pada reseptor pada CD4 itu seperti kunci
dengan gembok.
HIV umunya menulari sel CD4. Kode genetik HIV menjadi bagian dari
sel itu. Waktu sel CD4 menggandakan diri (bereplikasi) untuk melawan
infeksi apapun, sel tersebut juga membuat tiruan HIV. Setelah kita
terinfeksi HIV dan belum mulai terapi antiretroviral (ART), jumlah sel
CD4 kita semakin menurun. Ini tanda bawah sistem kekebalan tubuh
kita semakin rusak.Semakin rendah jumlah CD4 semakin mungkin kita
akan jatuh sakit.
Ada jutaan keluarga sel CD4. Setiap keluarga dirancang khusus untuk
melawan kuman tertentu. Waktu HIV mengurangi jumlah sel CD4,
beberapa keluarga dapat diberantas, kalau itu terjadi, kita kehilangan
kemampuan untuk melawan kuman yang seharusnya dihadapi oleh
keluarga tersebut. Jika ini terjadi mungkin mengalami infeksi
oportunistik. Jumlah CD4 adalah ukuran kunci kesehatan sistem imun
kekebalan tubuh.Semakin rendah jumlahnya, semakin kerusakan yang
diakibatkan HIV.Jika kita mempunyai jumlah CD4 dibawah 200/
presentase CD4 dibawah 14% kita dianggap AIDS, berdasarkan definisi
kemenkes.Jumlah CD4 dipakai bersama dengan viral load untuk
meramalkan berapa lama kita akan tetap sehat. Jumlah CD4 juga
dipakai untuk menunjukkan kapan beberapa macam pengobatan
termasuk ART sebaiknya dimulai.Hasil tes CD4 biasanya dilaporkan
sebagai jumlah sel CD4 yang ada dalam suatu millimeter kubik darah
(biasanya ditulis mm3).Jumlah CD4 yang normal berkisar antara 500
dan 1.600.Infeksi lain dapat sangat berpengaruh pada jumlah CD4. Jika
tubuh kita menyerang infeksi, maka jumlah sel darah putih (limfosit)
naik dan jumlah CD4 juga naik.

4. Patofisiologi
Perjalanan klinis pasien dari tahap terinfeksi HIV sampai tahap AIDS,
sejalan dengan penurunan derajat imunitas pasien, terutama imunitas
seluler dan menunjukkan gambaran penyakit yang kronis. Penurunan
imunitas biasanya diikuti adanya peningkatan derajat dan resiko keparahan
infeksi oportunistik serta penyakit keganasan. Dari semua orang yang
terinfeksi hiv, sebagian berkembang menjadi AIDS pada tiga tahun
pertama, 50% menjadi AIDS sesudah sepuluh tahun, dan hampir 100%
pasien HIV menunjukkan gejala AIDS setelah 13 tahun. Dalam tubuh
ODHA, partikel virus akan bergabung dengan DNA sel pasien, sehingga
orang yang terinfeksi HIV seumur hidup akan tetap terinfeksi. Sebagian
pasien memperlihatkan gejala tidak khas infeksi seperti demam, nyeri
menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, atau batuk
pada 3-6 minggu setelah infeksi . kondisi dikenal dengan infeksi primer.
Infeksi primer berkaitan dengan periode waktu di mana HIV pertama kali
masuk ke dalam tubuh. Pada fase awal proses infeksi (imunokompeten)
akan terjadi respon imun berupa peningkatan aktivasi imun, yaitu pada
tingkat seluler (HLA-DR; sel T; IL-2R); serum atau humoral (beta-2
mikroglobulin, neopterin, CD8, IL-R) dan antibodi upregulation (gp 120,
anti p24; Ig A). Induksi sel T-helper dan sel-sel lain diperlukan untuk
mempertahankan fungsi sel-sel faktor sistem imun seperti T8 sitotoksik,
sel NK, monosit dan sel B tidak dapat berfungsi secara baik. Daya tahan
tubuh menurunsehingga pasien jatuh ke dalam stadium lebih lanjut. Saat
ini, darah pasien menunjukkan jumlah virus yang sangat tinggi, yang
berarti banyak virus lain di dalam darah. Sejumlah virus dalam darah atau
plasma per milimeter mencapai 1 juta. Orang dewasa yang baru terinfeksi
sering menunjukkan sindrom retroviral akut. Tanda dan gejala dari
sindrom retroviral akut ini meliputi: panas, nyeri otot, sakit kepala, mual,
dan muntah, diare, berkeringat di malam hari, kehilangan berat badan, dan
timbul ruam. Tanda dan gejala tersebut biasanya 2-4 minggu setelah
infeksi, kemudian hilang atau menurun setelah infeksi, kemudian hilang
atau menurun setelah beberapa hari dan sering terdeteksi sebagai influenza
atau infeksi monomukleosis.
Selama infeksi primer jumlah limfosit CD4+ dalam darah menurun dengan
cepat. Target virus ini adalah limfosit CD4+ pada nodus limfa dan thymus
selama waktu tersebut, yang membuat individu yang terinfeksi HIV akan
mungkin terkena infeksi oportunistik dan membatasi kemampuan thymus
untuk memproduksi limfosit T. Tes antibodi HIV menggunakan Enzim
Linked Imunoabsorbent Assay (ELISA) yang menunjukkan hasil positif.
Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimptomatik (tanpa gejala)
masa tanpa gejala ini berlangsung selama 8-10 tahun. Tetapi ada
sekelompok yang perjalanan penyakitnya sangat cepat, hanya sekitar 2
tahun, dan ada pula yang perjalanannya sangat lambat.
Seiring dengan makin memburuknya kekebalan tubuh, ODHA mulai
menampakkan gejala akibat infeksi opportunistik (penurunan berat badan,
demam lama, pembesaran kelenjar getah bening, diare, tuberkulosis,
infeksi jamur,herpes, dan lain-lain). Pada fase ini disebut dengan
imunodefisiensi, dalam serum pasien yang terinfeksi HIV ditemukan
adanya faktor supresif berupa antibodi terhadap poliferasi sel T. Adanya
supresif pada poliferasi sel T tersebut dapat menekan sintesis dan sekresi
limfokin. Sehingga sel T tidak mampu memberikan respons terhadap
mitogen, terjadi disfungsi imun yang ditandai dengan penurunan kadar
CD4+, sitokin, antibodi down regulation.
Perjalanan penyakit lebih progresif pada pengguna narkoba. Lamanya
penggunaan jarum suntik berbanding lurus dengan infeksi pneumonia dan
tuberkulosis. Infeksi oleh kuman lain akan membuat HIV membelah lebih
cepat.

5. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis infeksi hiv pada bervariasi dari asimtomatis sampai
penyakit berat yang dinamakan AIDS. AIDS pada anak terutama terjadi
pada umur muda karena sebagian besar (> 80%) AIDS pada anak akibat
transmisi vertikal dari ibu ke anak. Lima puluh persen kasus AIDS anak
berumur < 1 tahun dan 82% berumur < 3 tahun. Meskipun demikian ada
juga bayi yang terinfeksi HIV secara vertikal belum memperlihatkan
gejala AIDS pada umur 10 tahun.
Gejala klinis yang terlihat adalah akibat adanya infeksi oleh
mikrooganisme yang ada di lingkungan. Oleh karena itu, manifestasinya
pun beberapa non spesifik berupa:
a. Berat badan menurun
b. Anemia
c. Limfadenopati
d. Hepatosplenomegali
Gejala yang menjurus kemungkinan adanya infeksi HIV adalah adanya
infeksi oportunistik, yaitu infeksi dengan kuman, parasit, jamur, atau
protozoa yang lazimnya tidak memberikan penyakit kepada orang yang
sistem kekebalan tubuhnya normal. Karena adanya penurunan fungsi
imun, terutama imunitas selular, maka akan menjadi sakit bila terpajan
pada organisme tersebut, yang biasanya lebih lama, lebih berat serta sering
berulang, penyakit tersebut antara lain kandidiasis mulut yang dapat
menyebar ke esofagus, radang paru karena pneumocystis carinii, radang
paru karena mikobakterium atipik, atau toksoplasmosis otak. Bila
terserang Mycrobacterium tuberculosis, penyakitnya akan berjalan berat
dengan kelainan luas pada paru dan otak.
Manifestasi klinis lainnya yang sering ditemukan adalah pneumonia
interstisialis limfostik, yaitu kelainan yang mungkin langsung disebabkan
oleh HIV pada jaringan paru. Manifestasi klinisnya berupa :
a. Hipoksia
b. Sesak napas
c. Secara radiologis terlihat adanya infiltrat retikulonodular difus bilateral,
terkadang dengan adenopati di hilus dan mediastinum.
Manifestasi klinis yang lebih tragis adalah dinamakan ensefalopati kronik
yang mengakibatkan hambatan perkembangan atau kemunduran
keterampilan motorik dan daya intelektual, sehingga terjadi retardasi
mental dan motorik. Ensefalopati dapat merupakan manifestasi primer
infeksi HIV. Otak menjadi atrofi dengan pelebaran ventrikel dan
kadangkala terdapat klasifikasi. Antigen HIV dapat ditemukan pada
jaringan susunan saraf pusat atau cairan selebrospinal.

6. Komplikasi
a. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek,sarcoma kaposi, HPV oral, gingivitis,
Peridonitis HIV, leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat
badan, keletihan dan cacat. Kandidiasis oral ditandai oleh bercak-bercak
putih seperti krim dalam rongga mulu. Jika tidak diobati, kandidiasis
oral akan berlanjut mengenai esophagus dan lambung. Tanda dan gejala
yang menyertai mencakup keluhan menelan yang sulit dan rasa sakit di
balik sternum (nyeri retrosternal).
b. Neurologik
Ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS.
Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat, sakit kepala, kesulitan
berkonsentrasi, konfusi progresif, perlambatan psikomotorik, apatis dan
ataksia. Stadium lanjut mencakup gangguan kognitif global, kelambatan
dalam respon verbal, gangguan efektif seperti pandangan yang kosong
hiperefleksi parapesis, spastic, psikosis,halusinasi, tremor,
inkontenensia, dan kematian.
Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit
kepala, malaise, kaku duduk, mual, muntah, perubahan status mental
dan kejang-kejang. Diagnosis ditegakkan dengan analisis cairan
serebospinal.
c. Gastrointestinal
Wasting syndrome kini diikut sertakan dalam definisi kasus yang
diperbarui untuk penyakit AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup
penurunan BB > 10% dari BB awal, diare yang kronis selama lebih dari
30 hari atau kelemahan yang kronis, dan demam yang kambuhan atau
menetap tanpa adanya penyakit lain yang dapat menjelaskan gejala ini.
Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,
limpoma, dan sarcoma kaposi. Dengan efek penurunan berat badan,
anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi. Hepatitis karena bakteri
dan virus, limpoma, sarcoma kaposi, obat ilegal, alkoholik. Dengan
anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, ikterik, demam aritis.
Penyakit anorektal karena abses dan fistula, ulkus dam inflamasi
perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan
sakit, nyeri rektal, gatal-gatal dan diare.
d. Respirasi
Pneumocystic carinii. Gejala napas yang pendek, sesak napas (dispnea),
batuk-batuk, nyeri dada, hipoksia, keletihan dan demam akan menyertai
pelbagi infeksi oportunis, seperti yang disebabkan oleh Mycobacterium
Intracellualare (MAI), cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus, dan strongyloides
e. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis
karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek
nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi sekunder dan sepsis. Infeksi oportunis
seperti herpes zoster dan herpes simpleks akan disertai dengan
pembentukan vesikel yang nyeri dan merusak integritas kulit.
Moloskum kontangiosum merupakan infeksi virus yang ditandai oleh
pembentukan plak yang disertai ruam yang difus, bersisik dengan
indurasi yang mengenai kulit kepala serta wajah. Penderita AIDS juga
dapat memperlihatkan folikulitis menyeluruh yang disertai dengan kulit
yang kering dan mengelupas atau dengan dermatitis atopik seperti
ekzema dan psoriasis.

7. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis HIV dapat ditegakkan dengan menguji HIV. Tes ini meliputi tes
Elisa, latex agglutination dan western blot. Penilaian Elisan dan latex
agglutination dilakukan untuk mengidentifikasi adanya infeksi HIV atau
tidak, bila dikatakan positif HIV harus dipastikan dengan tes western blot.
Tes lain adalah dengan cara menguji antigen HIV, yaitu tes antigen P 24
(polymerase chain reaction) atau PCR. Bila pemeriksaan pada kulit, maka
dideteksi dengan tes antibodi (biasanya digunakan pada bayi lahir dengan
ibu HIV.

8. Penatalaksanaan
a. Perawatan
1. Supportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, sehat dan
mencegah kemungkinan terjadi infeksi
2. Menanggulangi infeksi oportunistik atau infeksi lain serta keganasan
yang ada
3. Mengatasi dampak psikososial
4. Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan
penyakit dan prosedur yang dilakukan oleh tenaga medis
b. Pengobatan
Pengobatan medika mentosa mencakupi pemberian obat-obatan
profilaksis infeksi oportunistik yang tingkat morbiditas dan
mortalitasnya tinggi. Riset yang luas telah dilakukan dan menunjukkan
kesimpulan rekomendasi pemberian kotromoksasol pada penderita HIV
yang berusia kurang dari 12 bulan dan siapapun yang memiliki kadar
CD4< 15% hingga dipastikan bahaya infeksi pneumonia akibat parasit
pneumocystis jiroveci dihindari. Pemberian Isoniazid (INH) sebagai
profilaksis penyakit TBC pada penderita HIV masih diperdebatkan.
Kalangan yang setuju berpendapat langkah ini bermanfaat untuk
menghindari penyakit TBC yang berat, dan harus dibuktikan dengan
metode diagnosis yang handal. Kalangan yang menolak menganggap
bahwa di negara endemis TBC, kemungkinan infeksi TBC natural
sudah terjadi. Langkah diagnosis perlu dilakukan untuk menetapkan
kasus mana yang memerlukan pengobatan dan yang tidak.
Obat profilaksis lain adalah preparat nistatin untuk antikandida,
primetamin, untuk toksoplasma, preparat sulfa untuk malaria, dan obat
lain yang diberikan sesuai kondisi klinis yang ditemukan pada
penderita.
Pengobatan penting adalah pemberian antiretrovirus atau ARV, riset
menegenai obat ARV terjadi sangat pesat, meskipun belum ada yang
mampu mengeradikasi virus dalam bentuk DNA proviral pada stadium
dorman di sel CD4 memori. Pengobatan infeksi HIV dan AIDS
sekarang menggunakan paling tidak 3 kelas anti virus, dengan sasaran
molekul virus dimana tidak ada homolog manusia. Obat pertama
ditemukan pada tahun 1990, yaitu azidothymidine (AZT) suatu analog
nukleosid deoksitimidin yang bekerja pada tahap penghambatan kerja
enzim transkriptase riversi. Bila obat ini digunakan sendiri, secara
bermakna dapat mengurangi kadar RNA HIV plasma selama beberapa
bulan atau tahun. Biasanya progresivitas penyakit HIV tidak
dipengaruhi oleh pemakaian AZT, karena pada jangka panjang virus
HIV berevolusi membentuk muatan yang resisten terhadap obat.

Anda mungkin juga menyukai