TUBERKULOSIS (TBC)
Disusun Oleh:
Kelompok 1
Annisa (1809609601)
Miranda Miftasari (1809609601)
Moh.Arifin (1809609601)
Nevia Rika Lestari (1809609601)
Rina Novianti (1809609601)
Tri Wahyuni R.W.O. (1809609601)
SAMARINDA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit TBC (Tuberkulosa) merupakan penyakit kronis (menahun)
telah lama dikenal masyarakat luas dan ditakuti, karena menular. Namun
demikan TBC dapat disembuhkan dengan memakan obat anti TB dengan
betul yaitu teratur sesuai petunjuk dokter atau petugas kesehatan lainnya
(Misnadiarly, 2006).
Penyakit TBC muncul kembali ke permukaan dengan meningkatnya
kasus TBC di negara-negara maju atau industri pada tahun 1990. Pada
tahun 2007, di seluruh dunia terdapat 8 juta kasus terinfeksi dan 3 juta
kasus meninggal. TBC umumnya menyerang golongan usia produktif dan
golongan sosial ekonomi rendah sehingga berdampak pada pemberdayaan
sumber daya manusia yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi
Negara (Notoatmodjo, 2007).
Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari pada pembangunan
nasional dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta
ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh.
Salah satu bagian dari pembangunan kesehatan adalah pelaksanaan
pemberantasan penyakit menular tuberkulosis adalah salah satu penyakit
menular yang masih tetap menjadi masalah kesehatan yang penting
diberbagai belahan dunia (Djitowiyono, 2008).
Badan Kesehatan Dunia/WHO (World Health Organization)
memperkirakan dewasa ini terdapat sekitar 1700 juta penduduk dunia telah
terinfeksi kuman TB (dari hasil uji tuberculin positif) dari jumlah tersebut
ada 4 juta penderita baru dengan basil tahan asam (BTA) positif ditambah
lagi 4 juta penderita baru dengan BTA negatif. Jumlah seluruh penderita
TB di dunia sekitar 20 juta orang dengan angka kematian sebanyak 3 juta
orang tiap tahunnya yang mana merupakan 25 persen dari kematian yang
dapat dicegah apabila TB dapat ditanggulangi dengan baik (Gklinis,
2004).
Di kawasan Asia Tenggara, data WHO menunjukan bahwa TBC
membunuh sekitar 2.000 jiwa setiap hari. Dan sekitar 40 persen dari kasus
TBC di dunia berada di kawasan Asia Tenggara. Dua di antara tiga negara
dengan jumlah penderita TBC terbesar di dunia, yaitu India dan Indonesia,
berada di wilayah ini. Indonesia berada di bawah India, dengan jumlah
penderita terbanyak di dunia, diikuti Cina di peringkat kedua (Suronto,
2007).
Setelah hampir 10 tahun menduduki peringkat ke-3 dunia untuk
jumlah penderita Tuberkolosis, pada tahun 2011 ini Indonesia turun
peringkat ke-5. Penurunan peringkat ini termasuk salah satu pencapaian
target MDGs tahun 2010 khusus untuk TB. Menurut Menteri Kesehatan
Endang R.Sedyaningsih, di tahun 2010 jumlah penderita TB di Indonesia
mencapai sekitar 300 ribu kasus. Sementara jumlah kasus yang meninggal
berjumlah 61ribu jiwa atau 169 orang perharinya (Tempo, 2011).
Di Indonesia setiap tahunnya terjadi 175.000 kematian akibat TB dan
terdapat 450.000 kasus TB paru. Tiga per empat dari kasus TB ini terdiri
dari usia produktif (15 - 49 tahun), separonya tidak terdiagnosis dan baru
sebagianyang tercakup dalam program penanggulangan TB sesuai dengan
rekomendasi WHO (Gklinis, 2004).
Tingginya angka kematian akibat TB Paru diakibatkan oleh kurangnya
kontrol masyarakat terhadap pengobatan TB paru yang disebabkan
rendahnya sikap serta pengetahuan masyarakat terhadap pengobatan TB
Paru (Suronto, 2007).
Tujuan utama pengendalian TB Paru adalah: menurunkan insidens TB
Paru pada tahun 2015, menurunkan prevalensi TB Paru dan angka
kematian akibat TB Paru menjadi setengahnya pada tahun 2015
dibandingkan tahun 1990, sedikitnya 70% kasus TB Paru dan diobati
melalui program DOTS (Directly Observed Treatment Shortcource
Chemotherapy) atau pengobatan TB Paru dengan pengawasan langsung
oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) dan sedikitnya 85% tercapai succes
rate. DOTS adalah strategi penyembuhan TB Paru jangka pendek dengan
pengawasan secara langsung.
B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi tuberkulosis
2. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologis pernafasan
3. Untuk mengetahui bagaimana etiologi tuberkulosis
4. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi tuberkulosis
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis tuberkulosis
6. Untuk mengetahui diagnosis tuberculosis
7. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan tuberkulosis
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan tuberkulosis
C. Manfaat Penulisan
Memberikan wawasan dan pengetahuan kepada pembaca mengenai
manajemen asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami
Tuberculosis (TBC).
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular granulomatosa kronik yang telahdikenal
sejak berabad-abad yang lalu dan paling sering disebabkan oleh kumanMycobacterium
tuberculosis. Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, 85% dariseluruh kasus
TBC adalah TBC paru, sisanya (15%) menyerang organ tubuh lain mulai dari kulit,
tulang, organ-organ dalam seperti ginjal, usus, otak, dan lainnya (Icksan dan Luhur,
2008). Berdasarkan hasil pemeriksaan sputum, TBC dibagi dalam: TBC paru BTA
positif: sekurangnya 2 dari 3 spesimen sputum BTA positif, TBC paru BTA negatif:
dari 3 spesimen BTA negatif, foto toraks positif (Rani, 2006). Infeksi pada paru-paru
dan kadang-kadang pada struktur-struktur di sekitarnya, yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis (Saputra, 2010). Tuberkulosis termasuk juga dalam
golongan penyakit zoonosis karena selain dapat menimbulkan penyakit pada manusia,
basil Mycobacterium juga dapat menimbulkan penyakit pada berbagai macam hewan
misalnya sapi, anjing, babi, unggas, biri-biri dan hewan primata, bahkan juga ikan
(Soedarto, 2007).
B. Anatomi dan Fisiologis
Paru- paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung–gelembung.Paru-paru terbagi menjadi dua yaitu paru-paru kanan
tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus. Paru-paru terletak pada rongga dada
yang diantaranya menghadap ke tengah rongga dada/kavum mediastinum.
Paru-paru mendapatkan darah dari arteri bronkialis yang kaya akan darah
dibandingkan dengan darah arteri pulmonalis yang berasal dari atrium
kiri.besar daya muat udara oleh paru-paru ialah 4500 ml sampai 5000 ml udara.
Hanya sebagian kecil udara ini, kira-kira 1/10 nya atau 500 ml adalah udara
pasang surut. sedangkan kapasitas paru-paru adalah volume udara yang dapat
di capai masuk dan keluar paru-paru yang dalam keadaan normal kedua paru-
paru dapat menampung sebanyak kuranglebih 5 liter
TB Paru adalah penyakit infeksius yang menular yang terutama menyerang
parenkim paru yang disebabkan oleh kuman Micobacterium tuberkulosis.
(Brunner dan Suddarth, 2002 ).
Pernafasan ( respirasi ) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung oksigen ke dalam tubuh ( inspirasi) serta mengeluarkan udara
yang mengandung karbondioksida sisa oksidasi keluar tubuh (ekspirasi ) yang
terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara rongga pleura dan paru-paru.
proses pernafasan tersebut terdiri dari 3 bagian yaitu:
1. Ventilasi pulmoner.
Ventilasi merupakan proses inspirasi dan ekspirasi yang merupakan
proses aktif dan pasif yang mana otot-otot interkosta interna berkontraksi
dan mendorong dinding dada sedikit ke arah luar, akibatnya diafragma
turun dan otot diafragma berkontraksi. Pada ekspirasi diafragma dan otot-
otot interkosta eksterna relaksasi dengan demikian rongga dada menjadi
kecil kembali, maka udara terdorong keluar.
2. Difusi Gas
Difusi Gas adalah bergeraknya gas CO2 dan CO3 atau partikel lain dari
area yang bertekanan tinggi kearah yang bertekanann rendah. Difusi gas
melalui membran pernafasan yang dipengaruhi oleh factor ketebalan
membran, luas permukaan membran, komposisi membran, koefisien difusi
O2 dan CO2 serta perbedaan tekanan gas O2 dan CO2. Dalam Difusi gas ini
pernfasan yang berperan penting yaitu alveoli dan darah.
3. Transportasi Gas
Transportasi gas adalah perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari
jaringan ke paru dengan bantuan darah ( aliran darah ). Masuknya O 2
kedalam sel darah yang bergabung dengan hemoglobin yang kemudian
membentuk oksihemoglobin sebanyak 97% dan sisa 3 % yang
ditransportasikan ke dalam cairan plasma dalam sel
C. Etiologi
Penyebab penyakit Tuber Culosis adalah bakteri mycobacterium
tuberculosis dan mycobacterium bovis. Kuman tersebut mempunyai ukuran
0,5-4 ,ikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranural
atau tidak mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang
terdiri dari lipoid (terutama asam nikolat).
Bakteri ini sifat istimewa yaitu dapat bertahan terhadap pencucian warna
dengan asam dan alkohol, sehingga sering disebut basil tahan basa (BTA),
serta tahan terhadap terhadap zat kimia dan fisik. Kuman tuberkulosis juga
tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman dan aerob.
Bakteri tuberkulosis ini mati pada pemanasan 100℃ selama 5-10 menit
atau pada pemanasan 60℃ selama 30 menit, dan dengan alkohol 70-95%
selama 15-30 detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara terutama
ditempat yang lembab dan gelap (bisa berbulan-bulan), namun tidak tahan
terhadap sinar atau aliran udara. Data pada tahun 1993 melaporkan bahwa
untuk mendapatkan 90% udara bersih dari kontaminasi bakteri memerlukan 40
kali pertukaran udara per jam.
D. Patofisiologi / Patwey
Bersin batuk
Percikan dahak
Kuman TB (Mycrobacterium
Tuberculosis)
Tuberculosis paru
Stimulasi sel-sel
Granulasi Merangsang Aktivitas seluler goblet dan sel mukosa
chemarection pengeluaran meningkat
bradikinin
Sel mucus
Peningkatan prostaglandin,dan Pengeluaran batuk
berlebihan
suhu tubuh histamine droplet meningkat
Peningkatan
Hypertermia Reseptor nyeri Pemecahan KH, produksi mucus
lemak, protein
Hypotalamus
Akumulasi secret
Nutrisi kurang dari pada saluran
kebutuhan pernapasan
Nyeri
Kelemahan
Respon batuk
Gangguan ADL
Pengeluaran
droplet
Resiko penularan
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis Pathway Penjelasan
Demam Bakteri TBC yang aktif Demam menandakan bahwa
tubuh sedang menyerang infeksi.
Bakteri TBC yang aktif
menimbulkan infeksi pasti
Infeksi merangsang sistem kekebalan
tubuh untuk melawannya. Ini
sebabnya pasien akan merasakan
demam yang hilang kambuh.
Menyerang sistem
Jika demam disertai tubuh
kekebalan tubuh
menggigil berkeringat terjadi
lebih dari 3 minggu, tidak jelas
penyebabnya, dan membuat
pasien merasa tidak pernah
Demam
sembuh, maka bisa dicurigai
sebagai gejala tuberkulosis.
Nyeri dada
Sesak nafas
Penurunan Berat Badan Infeksi TBC Penyebab penurunan berat badan
pada pasien tuberkulosis saat ini
masih diteliti. Ada beberapa
dugaan, salah satunya adalah
Interaksi respon tubuh pada hampir setiap penyakit
dan virulensi dari infeksi, ada suatu interaksi yang
organisme kompleks antara respon tubuh
dan virulensi dari organisme
penyebab penyakit.
Yang menyebabkan perubahan
Perubahan respon menyeluruh pada respon
metabolic tubuh metabolik tubuh. Pada pasien
tuberkulosis, interaksi ini
menyebabkan penurunan nafsu
makan, gangguan penyerapan
Penurunan nafsu makan nutrisi, dan perubahan
metabolisme tubuh yang
akhirnya menyebabkan
penurunan berat badan.
F. Diagnosis
Diagnosis pada penyakit TB-paru dapat dilakukan dengan melihat keluhan/gejala
klinis penderita, keadaan fisik penderita, test darah, pemeriksaan biakan, pemeriksaan
mikroskopis, test tuberculin, dan radiologis (rontgen).
1. Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin terutama
LED. Sebagian besar kasus kadar LED meningkat pada penderita tb paru.
2. Pemeriksaan Biakan Dan Analisis Mikroskopis
Pemeriksaan bateri mycobacterium tuberculosis dengan biakan dan analisis
mikrokopis dilakukan dari dahak penderita. Pada anak-anak, analisis biasanya
dilakukan dari bilasan lambung karena dahak sulit didapat. Jika pada kultur
biakan terdapat kuman mycobacterium tuberculosis, dapat diastikan bahwa
seseorang terkena TBC. Pemeriksaan biakan ini memberikan hasil yang baik,
namun pemeriksaannya biasanya memakan waktu yang terlalu lama. Oleh karena
itu, pada saat ini pemeriksaan dahak dengan menggunakan mikroskop (analisis
mikroskopis) lebih banyak dilakukan karena sensitivitas dan spesivitasnya tinggi,
di samping biayanya rendah.
Seorang dinyatakan sebagai pendrita paru menular berdasarkan gejala batuk
berdahak 3 kali. Kuman ini akan terlihat dibawah mikroskop jika jumlah kuman
paling sedikit sekitar 5000 batang dalam 1 ml dahak. Dalam pemeriksaan ini
dahak jumlahnya harus 3-5 ml tiap pengambilan. Untuk hasil yang baik specimen
dahak sebaiknya sudah dapat dikumpulkan dalam 2 hari kunjungan berurutan.
Hasil positif menunjukkan bila 2 dari 3 sampel dahak ditemukan BTA (bakteri
tahan asam). Dahak yang dikumpulkan sebaiknya dahak yang keluar sewaktu
pagi hari. Alur pemeriksaan dahak dikenal dengan istilah SPS (sewaktu, pagi,
sewaktu).
Alur Pemeriksaan
Pemeriksaan dahak (bukan ludah) dilakukan sebanyak 3 kali selama 2 hari yang
dikenal dengan istilah SPS (sewaktu, pagi, sewaktu)
3. Tuberkulin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk
menunjukkan sedang/pernah terinfeksi mycobacterium tuberculosis. Efektifitas
dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberculin adalah lebih dari 90%.
Ada beberapa cara melakukan uji tuberculin, namun sampai sekarang cara
mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada
1
bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam
2
kulit). Penilaian uji tuberculin dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan dan
diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi.
a. Pembengkakan (indurasi) : 0-4mm, uji mantoux negative.
Arti klinis : tidak ada infeksi mycobacterium tuberculosis.
b. Pembengkakan ( indurasi) : 3-9mm, uji mantoux mragukan. Hal ini bisa
karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan mikobakterium atipik atau
setelah vaksinasi BCG.
c. Pembengkakan (indurasi) : ≥ 10mm, uji mantoux positif.
Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi mycobacterium tuberculosis.
4. Rontgen
Pemeriksaan rutin lainnya adalah foto rontgen paru. Pemeriksaan radiologis
dapat memperkuat diagnosis, karena lebih 95% infeksi primer terjadi di paru-
paru. Hasil rontgen paru yang terjangkit TBC biasanya menunjukkan “flek” atau
bercak-bercak putih pada paru-paru. Bercak putih ini menunjukkan pembentukan
tuberkel pada paru. Foto rontgen dilakukan dalam 2 posisi, yaitu dari depan dan
samping. Foto rontgen dada dilakukan di awal dan pada akhir pengobatan untuk
memonitor keberhasilan pengobatan, biasanya dilakukan setelah pengobatan 2
bulan dan 6 bulan. Namun, harus diingat bahwa gambaran rontgen TBC paru
tidak khas dan interpretasi foto biasanya sulit. Oleh karenanya, interpretasi
rontgen paru-paru harus hati-hati dengan kemungkinan salah diagnosis. Untuk
memastikan seseorang terkena TBC, harus dilakukan uji lain, seperti pemeriksaan
biakan, analisis mikroskopis, pemeriksaan darah, dan tuberculin.
G. Penatalaksanaan
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama: pasien mengeluh nyeri pada dada, dan sesak napas
b. Riwayat penyakit dahulu
Sejak 5 tahun yang lalu pasien pernah menderita penyakit diabetes,
kolestrol tinggi.
c. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama
seperti pasien.
B. Pemeriksaan fisik
RR : 30x / menit
BB : 87 Kg
TD : 180/110 mmhg
Suhu : 37
Nadi : 105x/ menit
1. Pemeriksaan fisik
Dari hasil inspeksi secara umum, diperoleh bentuk kepala
mesochepal, wajah terlihat pucat, kulit kepala cuup bersih. Pada
inspeksi telinga terlihat dalam keadaan bersih tidak ada secret.
Inspeksi daerah mata bentuk simetris, penglihatan mata masih cukup
bagus. Pada inspeksi daerah hidung bentuk simetris, tidak ada secret
yang keluar dari lubang hidung. Pada inspeksi bibir, bibir terlihat
kering, mukosa mulut lembab, kebersihan kurang.
2. Kulit (integumen)
Warna kulit pucat, turgor kulit abnormal, kulit terasa panas dan
kering.
3. Pernapasan
Auskultasi bagian apeks paru terdengar redup, terdengar suara bunyi
napas ambahan yaitu ronchi basah, kasar dan nyaring, perkusi pada
bagian paru memberikan suara hipersonar atau timpani,
4. Gastrointestinal
Adanya asites dan hepatomegali
5. Pemeriksaan penunjang
EKG gel. T invensi dan depresi segmen ST
Kolestrol : 250 mg/dl
Gula darah : 300 mg/dl
3. Pola eliminasi
BAB 1x sehari
Tidak ada pendarahan dan tidak ada kesulitan mengejan yang berarti
Sering BAK pada malam hari
Tidak ada pendarahan dan tidak ada mukus
Tidak menggunakan kateter
9. Pola seksualitas
Klien tidak mengalami gangguan seksualitas.
10. Pola koping – toleransi strees
Klien mempunyai mekanisme koping yang cukup negativ. Karena klien
mempunyai kecemasan/ strees karena tidak bisa melakukan aktivitas
harian seperti biasa.
Jumlah nafas
Irama pernafasan MEMANTAU PERNAFA-
SAN
Kedalaman nafas
Definisi : kumpulkan dan
Kemampuan untuk
analisa data pasien untuk
bersihan sekresi
memestikan potensi jalan
Ketakutan
nafas dan pertukaran gas
Kecemasan
yang ade kuat
Dypsnuea
Aktivasi :
Batuk
Pantau rata-rata, irama,
Akumulasi sputum
kedalaman, dan upaya
nafas
3. Status pernafasan :
Catat pergerakan paru,
lihat kesimetrisannya,
Pertukaran Gas
menggunakan otot
Tekanan parsial oksigen assesoris, dan
di dalam arteri supraclavicular dan
Tekanan parsial Co di retraksi otot intercosta
dalam arteri Pantau bunyi nafas,
Keseimbangan seperti mengik atau
pertukaran gas ngorok
Dipsnue saat tidur Pantau pola
nafas, bradpnea,takinea,
hiperventilassi,
pernafasan kusmaul,
cheyne-stok, dll
Palpasi kesamaan
ekspansi paru
Askultasi suara paru
setelah pengobatan
Pantau sekresi pernafasan
pasien
Pantau kemampuan
pasien untuk batuk
dengan efektif
Posisikan pasien sesuai
indikasi, untuk mencegah
aspirasi
2 Diagnosa Ketidakseimbangan Pengelolaan Nutrisi
Ketidakseimbangn Kebutuhan Nutrisi
Kebutuhan Nutrisi Tubuh Definisi: Membantu
Tubuh Menyediakan makanan yang
Diagnosa : seimbang
Definisi: Jumlah Nutrisi : Aktifitas:
makanan yang Ketidakseimbangan, kurang Mengetahui makanan
dimakan tidak dari kebutuhan tubuh. yang disukai oleh pasien
mencukupi nutrisi yang Hasil yang disarankan : Menentukan kebutuhan
dibutuhkan untuk 1. Nafsu makan nutrisi dari pasien
metabolisme Indikator: Diskusikan dengan
Keinginan untuk makan individu hubungan antara
Makanan yang masuk asupan makanan,
Cairan yang masuk olahraga, berat badan
Nutrisi yang masuk dan, penurunan berat
badan
2. Perawatan Diri : Tentukan berat badan
Makanan ideal individu
Mengontrol nutrisi sesuai
Definisi: Kemempuan kebutuhan kandungan
menyiapkan makanan cairan dan kalorinya
yang masuk atau tanpa alat Memberikan makanan
bantu yang telah diseleksi
Indikator: Merencanakan berat
Meyiapkan makanan badan mingguan
yang masuk
Memanipulasi makanan
di mulut
Menelan makanan
Menelan minuman
Minum dari cangkir atau
gelas
Tambahan hasil yang
disarankan :
1. Pengetahuan :
Manajemen Berat Badan
Indikator :
Resiko kesehatan
berhubungan dengan
turunnya berat badan
Hubungan antara diet,
latihan, dan berat badan
3 Diagnosa Thermoregulation Fever tritmen
Hypertermia 1. Monitor suhu sesering
Kriteria hasil: mungkin
Definisi: 1. suhu tubuh dalam 2. Monitor warna dan suhu
Suhu inti tubuh diatas rentang normal kulit
kisaran normal. 2. Nadi dan RR dalam 3. Monitor penurunan
rentang normal tingkat kesadaran
Faktor yang 3. Tidak ada perubahan 4. Berikan pengobatan
berhubungan: warna kulit dan tidak untuk mengatasi
1. Penurunan ada pusing. penyebab demam
respirasi 5. Kolaborasi pemberian
2. Dehidrasi cairan intravena
3. Pemanjaan 6. Selimuti pasien untuk
lingkungan yang mencegah hilangnya
panas kehangatan tubuh
4. Peningkatan laju 7. Berikan antipiratik jika
metabolisme perlu
5. Aktivitas
berlebihan
4 Diagnosa 1. Pain level Pain Manajemen
Nyeri 2. Pain control 1. Lakukan pengkajian
3. Comfort level nyeri secara komperentif
Definisi: 2. Observasi reaksi
Pengalaman sensori Kriteria hasil: nonverbal dan
dan emosional yang 1. Mampu mengontrol ketidaknyamanan
tidak menyenangkan nyeri 3. Gunakan teknik
yang muncul akibat 2. Melaporkan bahwa nyeri komunikasi teraupetik
kerusakan jaringan berkurang dengan untuk
yang aktual atau menggunakan mengetahuipengalaman
potensial. manajemen nyeri nyeri pasien
3. Mampu mengenali nyeri 4. Kurangi faktorpresifitasi
Faktor yang 4. Menyatakan rasa nyeri
berhubungan: nyaman setelah nyeri 5. Kaji tipe dan sumber
Agen cedera berkurang nyeri untuk menentukan
intervensi
Analgesic adminitration
1. Cek intruksi dokter
tentang jenis obat, rute,
dan frekuensi
2. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
melakukan pemberian
anakgesik
3. Berikan analgesik tepat
waktu, terutama pada saat
nyeri hebat
4. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala.