Anda di halaman 1dari 82

IMUNOLOGI

Pendahuluan
Kondisi sistem kekebalan tubuh
menentukan kualitas hidup.
Pada bayi baru lahir, pembentukan
sistem kekebalan tubuhnya belum
sempurna dan memerlukan ASI
yang membawa sistem kekebalan
tubuh sang ibu untuk membantu
daya tahan tubuh bayi.
Semakin dewasa, sistem kekebalan tubuh terbentuk
sempurna.
Pada orang lanjut usia, sistem kekebalan tubuhnya
secara alami menurunpenyakit degeneratif atau
penyakit penuaan.
Kondisi stres dan pola hidup modern sarat polusi, diet
tidak seimbang, dan kelelahan menurunkan daya
tahan tubuh sehingga memerlukan kecukupan
antibodi.
Gejala menurunnya daya tahan tubuh sering kali
terabaikan sehingga timbul berbagai penyakit infeksi,
penuaan dini pada usia produktif.
Pengertian
 Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme
pada organisme yang melindungi tubuh terhadap
pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan
membunuh patogen serta sel tumor.
Fungsi sistem imun
Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit 
menghancurkan dan menghilangkan mikroorganisme
atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan virus,
serta tumor) yang masuk ke dalam tubuh
Menghilangkan jaringan atau sel yg mati atau rusak 
perbaikan jaringan
Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal.
Sasaran utama yaitu bakteri patogen dan virus.
Respon Imun
Deteksi dan mengenali benda asing
Komunikasi dengan sel lain untuk berespons
Rekruitmen bantuan dan koordinasi respons dan
estruksi atau supresi penginvasi
JENIS-JENIS SISTEM IMUN
1. Sistem imun non spesifik, natural atau sudah ada
dalam tubuh (pembawaan )
 Merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam melawan
mikroorganisme.
 Nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroorganisme
tertentu.

Terdiri dari:
a) Pertahanan fisik/mekanik
Kulit, selaput lendir , silia saluran pernafasan, batuk, bersin
 mencegah masuknya berbagai kuman patogen kedalam
tubuh.
b) Pertahanan biokimia
Sekresi mukosa saluran nafas, kelenjar sebaseus kulit,
kel kulit, telinga, spermin dalam semen
mengandung bahan yang berperan dalam
pertahanan tubuh secara biokimiawi.
HCL dalam cairan lambung , lisozim dalam keringat,
ludah , air mata dan air susu  melindungi tubuh dari
kuman gram positif dengan menghancurkan dinding
selnya.
ASI mengandung laktoferin dan asam neuraminik 
antibacterial terhadap E. coli dan staphylococcus.
Lisozim yang dilepas oleh makrofag 
menghancurkan kuman gram negatif .
Laktoferin dan transferin dalam serum  mengikat
zat besi yang dibutuhkan untuk kehidupan kuman
pseudomonas.
c) Pertahanan humoral
(dg perantara antibodi)
Komplemen (sekelompok protein plasma inaktif
yg bersirkulasi dlm darah)
Menghancurkan sel membran bakteri
Faktor kemotaktik yang mengarahkan makrofag ke
tempat bakteri
Memudahkan makrofag untuk mengenal dan
memfagositosis (opsonisasi).
Interferon
Glikoprotein , dihasilkan oleh sel yang mengandung
nukleus dan dilepaskan sebagai respons terhadap infeksi
virus.
Mempunyai sifat anti virus dengan jalan menginduksi
sel-sel sekitar sel yang terinfeksi virus resisten
terhadap virus.
Mengaktifkan Natural Killer cell (sel NK).
C-Reactive Protein (CRP)
Dibentuk tubuh saat infeksi
Sebagai opsonin dan dapat mengaktifkan komplemen.
Merupakan protein yang kadarnya cepat meningkat (100
x atau lebih) setelah infeksi atau inflamasi akut.
Dg bantuan Ca++ dapat mengikat berbagai molekul yang
terdapat pada banyak bakteri dan jamur.
d) Pertahanan seluler
Fagosit
Sel mononuclear (monosit dan makrofag) & sel
polimorfonuklear (neutrofil) sistem pertahanan
utama non spesifik.
Antibody dapat meningkatkan fagosistosis (opsonisasi).
Antigen yang diikat antibody  mudah dikenal oleh
fagosit kemudian dihancurkan.
Natural Killer cell (sel NK)
Ditemukan dalam sirkulasi dan tidak mempunyai ciri
sel limfoid dari sistem imun spesifik disebut sel non B
non T (sel NBNT) atau sel poplasi ketiga.
Menghancurkan sel yang mengandung virus atau sel
neoplasma
Interveron berpengaruh dalam mempercepat
pematangan dan efek sitolitik sel NK.
2. Sistem imun spesifik atau adaptasi
Sistem komplek yg memberikan respon imun
(humoral dan seluler) utk menghadapi agent asing
spesifik seperti bakteri, virus, toksin dsb.
Mempunyai kemampuan untuk mengenal benda
asing  terjadi sensitiasi sel-sel imun tersebut.
Bila berpapasan kembali dengan benda asing yang
sama, maka akan dikenal lebih cepat, kemudian akan
dihancurkan olehnya.
a) Sistem imun spesifik humoral
Limfosit B atau sel B berasal dari sel asal multipoten.
Rangsangan oleh benda asing  akan berproliferasi dan
berkembang menjadi sel plasma yang dapat menbentuk
zat anti atau antibody.
Antibody yang dilepas dapat ditemukan didalam serum.
 untuk pertahanan tehadap infeksi virus, bakteri
(ekstraseluler), dapat menetralkan toksinnya.
b) Sistem imun spesifik selular
Limfosit T atau sel T berasal dari sel asal yang sama dari
sel B.
Timus yang disebut timosin , sebagai hormon dan
dapat memberikan pengaruhnya terhadap diferensiasi
sel T diperifer.
Fungsi utama untuk pertahanan terhadap bakteri yang
hidup intraseluler, virus, jamur, parasit, dan keganasan.
Imunitas spesifik dapat terjadi sebagai berikut:
Alamiah
Pasif  pemindahan antibody atau sel darah putih dari
badan seorang yang imun ke orang lain yang imun,
misalnya; melalui plasenta dan kolostrum dari ibu ke
anak.
Aktif  bila suatu mikroorganisme secara alamiah
masuk kedalam tubuh dan menimbulkan pembentukan
antibody .
Buatan
Pasif  Memberikan serum, antibody, antitoksin,
misalnya pada tetanus, difteri, gangren gas, gigitan ular
dan difesiensi imun atau pemberian sel yang sudah
disensitisasi pada tuberkolosis dan hepar.
Aktif  ditimbulkan dengan vaksinasi melalui
pemberian toksoid tetanus, antigen mikro organism
baik yang mati maupun yang hidup.
ANTIGEN DAN ANTIBODI
1. Antigen
a) Pengertian
 molekul asing yang dapat menimbulkan respon imun
spesifik dari limfosit pada manusia dan hewan.
b) Letak Antigen
Antigen ditemukan di permukaan seluruh sel,
Antigen biasanya berat molekul besar misal protein
atau polisakarida, tetapi dapat juga berupa molekul
Iainnya.
Mengandung banyak protein dan polisakarida yang
bersifat antigenshg bisa merupakan bakteri, virus,
protein, karbohidrat, sel-sel kanker, dan racun.
c) Karakteristik
Asing (berbeda dari self )  utk menimbulkan
respon imun, molekul harus dikenal sebagai
nonself.
Ukuran molekul
Biasanya merupakan protein berukuran besar.

Kompleksitas kimiawi dan struktural tertentu


Determinan antigenic (epitop)
 Unit terkecil dari antigen kompleks yang dapat diikat
antibody
 Antigen dapat mempunyai satu atau lebih determinan.
 Suatu determinan mempunyai ukuran lima asam amino atau

gula.
Tatanan genetic penjamu
 Dua strain binatang dari spesies yang sama dapat merespon
secara berbeda terhadap antigen yang sama karena perbedaan
komposisi gen respon imun.
Dosis, cara dan waktu pemberian antigen
 Respon imun tergantung kepada banyaknya antigen yang
diberikan,  dioptmalkan dengan cara menentukan dosis
antigen dengan cermat (termasuk jumlah dosis), cara
pemberian dan waktu pemberian (termasuk interval diantara
dosis yang diberikan)
d) Pembagian Antigen
Secara fungsional
Imunogen, yaitu molekul besar (disebut
molekul pembawa).
Hapten, yaitu kompleks yang terdiri atas
molekul kecil.
Pembagian antigen menurut epitop
 Unideterminan, univalent yaitu hanya satu jenis determinan
atau epitop pada satu molekul.
 Unideterminan, multivalent yaitu hanya satu determinan tetapi
dua atau lebih determian tersebut ditemukan pada satu
molekul.
 Multideterminan, univalent yaitu banyak epitop yang
bermacam-macam tetapi hanya satu dari setiap macamnya
(kebanyakan protein).
 Multideterminan, multivalent yaitu banyak macam
determinan dan banyak dari setiap macam pada satu molekul
(antigen dengan berat molekul yang tinggi dan kompleks secara
kimiawi). (Baratawidjaja 1991: 14)
Pembagian antigen menurut spesifisitas
Heteroantigen, yaitu antigen yang terdapat pada
jaringan dari spesies yang berbeda.
Xenoantigen yaitu antigen yang hanya dimiliki spesies
tertentu.
Alloantigen (isoantigen) yaitu antigen yang spesifik
untuk individu dalam satu spesies.
Antigen organ spesifik, yaitu antigen yang dimilki oleh
organ yang sama dari spesies yang berbeda.
Autoantigen, yaitu antigen yang dimiliki oleh alat tubuh
sendiri (Baratawidjaja 1991: 14-15; Sell : 9–10).
Pembagian antigen menurut ketergantungan terhadap
sel T
T dependent yaitu antigen yang memerlukan
pengenalan oleh sel T dan sel B untuk dapat
menimbulkan respons antibodi. Sebagai contoh adalah
antigen protein.
T independent yaitu antigen yang dapat merangsang sel
B tanpa bantuan sel T untuk membentuk antibodi.
Pembagian antigen menurut sifat kimiawi
Hidrat arang (polisakarida)
 Hidrat arang pada umumnya imunogenik.
 Glikoprotein dapat menimbulkan respon imun terutama

pembentukan antibodi.
 Respon imun yang ditimbulkan golongan darah ABO,

mempunyai sifat antigen dan spesifisitas imun yang berasal


dari polisakarida pada permukaan sel darah merah.
Lipid
 Lipid biasanya tidak imunogenik, tetapi menjadi imunogenik
bila diikat oleh protein carrier. Lipid dianggap sebagai
hapten, sebagai contoh adalah sphingolipid.
Asam nukleat
 Asam nukleat tdak imunogenik, tetapi menjadi imunogenik
bila diikat oleh protein carrier. DNA dalam bentuk heliksnya
biasanya tidak imunogenik.
Protein
 Kebanyakan protein adalah imunogenik dan pada umunya
multideterminan univalent.(Baratawidjaja 1991: 15)

e) Reaksi Antigen dan Antibodi
Dalam lingkungan terdapat banyak substansi
bermolekul kecil yang bisa masuk ke dalam tubuh.
Substansi kecil tersebut bisa menjadi antigen bila dia
melekat pada protein tubuh kita yang dikenal dengan
istilah hapten.
Substansi-substansi tersebut lolos dari barier respon
non spesifik (eksternal maupun internal), kemudian
substansi tersebut masuk dan berikatan dengan sel
limfosit B yang akan mensintesis pembentukan
antibodi.
 Sebelum pertemuan pertamanya dengan sebuah antigen, sel-sel-
B menghasilkan molekul immunoglobulin IgM dan IgD yang
tergabung pada membran plasma untuk berfungsi sebagai
reseptor antigen.
 Sebuah antigen merangsang sel untuk membuat dan
menyisipkan dalam membrannya molekul immunoglobulin yang
memiliki daerah pengenalan spesifik untuk antigen itu.
 Setelah itu, limfosit harus membentuk immunoglobulin untuk
antigen yang sama.
 Pemaparan kedua kali terhadap antigen yang sama memicu
respon imun sekunder yang segera terjadi dan meningkatkan
titer antibodi yang beredar sebanyak 10 sampai 100 kali kadar
sebelumnya.
Sifat molekul antigen yang memungkinkannya
bereaksi dengan antibodi disebut antigenisitas.
Kesanggupan molekul antigen untuk menginduksi
respon imun disebut imunogenitas.

Kategori Interaksi antigen-antibodi antara lain:
Primer
Interaksi tingkat primer adalah saat kejadian awal
terikatnya antigen dengan antibodi pada situs identik
yang kecil, bernama epitop.
Sekunder
Interaksi tingkat sekunder terdiri atas beberapa jenis
interaksi, di antaranya:
 Netralisasi  jika antibodi secara fisik dapat menghalangi
sebagian antigen menimbulkan effect yang merugikan.
Contohnya adalah dengan mengikat toksin bakteri, antibody
mencegah zat kimia ini berinteraksi dengan sel yang rentan.

 Aglutinasi  jika sel-sel asing yang masuk, misalnya bakteri


atau transfusi darah yang tidak cocok berikatan bersama-sama
membentuk gumpalan

 Presipitasi  jika komplek antigen-antibodi yang terbentuk


berukuran terlalu besar, sehingga tidak dapat bertahan untuk
terus berada di larutan dan akhirnya mengendap.
Fagositosis  jika bagian ekor antibodi yang
berikatan dengan antigen mampu mengikat reseptor
fagosit (sel penghancur) memudahkan fagositosis
korban yang mengandung antigen tersebut.
Sitotoksis  saat pengikatan antibodi ke antigen juga
menginduksi serangan sel pembawa antigen oleh killer
cell (sel K).
Tersier  munculnya tanda-tanda biologik dari
interaksi antigen-antibodi yang dapat berguna atau
merusak bagi penderitanya.
2. Antibodi
a) Pengertian
Antibodi ; protein immunoglobulin yang disekresi
oleh sel B yang teraktifasi oleh antigen, yang tersusun
dari protein dan dibentuk untuk melawan sel-sel asing
yang masuk ke tubuh manusia.
Diproduksi oleh sel-sel B
b) Fungsi
Untuk mengikatkan diri pada antigen.
Membusukkan struktur biologi antigen tersebut lalu
menghancurkannya.
c) Sifat Antibodi
membuat antibodi spesifik untuk masing-masing
musuh jika sel-sel B mengenal struktur musuhnya
dengan baik.
Dia mengetahui polanya berdasarkan perasaan.
d) Proses Pembentukan Antibodi
Antibodi terbentuk secara alami di dalam tubuh
manusia dimana substansi tersebut diwariskan dari
ibu ke janinnya melalui inntraplasenta.
Antibody yang dihasilkan pada bayi yang baru lahir
masih sangat rendah, dan berkembang seiring
perkembangan seseorang.
Pembentukan antibody karena terpapar dengan
antigen yang menghasilkan reaksi imunitas, dimana
prosesnya adalah:
 Saat antigen (bakteri salmonella) masuk  tubuh
merespon karena itu dianggab sebagai benda asing.
karena bakteri ini sifatnya interseluler maka dia tidak
sanggup untuk di hancurkan dalam makrofag karena
bakteri ini juga memproduksi toksin sebagai
pertahanan tubuh.
e) Klasifikasi Antibodi
IgG (Imuno globulin G)
Dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari,
Masa hidup berkisar antara beberapa minggu sampai
beberapa tahun.
Beredar dalam tubuh dan banyak terdapat pada darah,
sistem getah bening, dan usus.
Mengikuti aliran darah, langsung menuju musuh dan
menghambatnya begitu terdeteksi.
Mempunyai efek kuat anti-bakteri dan penghancur
antigen.
Melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus, serta
menetralkan asam yang terkandung dalam racun.
Mampu menyelip di antara sel-sel dan menyingkirkan
bakteri serta musuh mikroorganis yang masuk ke dalam
sel-sel dan kulit.
Dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan
melindungi janin dari kemungkinan infeksi.
IgA (Imuno globulin A)
 Terdapat pada daerah peka tempat tubuh melawan antigen
seperti air mata, air liur, ASI, darah, kantong-kantong udara,
lendir, getah lambung, dan sekresi usus.
 Secara struktur, IgA mirip satu sama lain.
 Mendiami bagian tubuh yang paling mungkin dimasuki mikroba.
 Melindungi janin dari berbagai penyakit pada saat dalam
kandungan dan setelah kelahiran.
 Setiap bayi yang baru lahir membutuhkan pertolongan ibunya,
karena IgA tidak terdapat dalam organisme bayi yang baru lahir.
Selama periode ini, IgA yang terdapat dalam ASI akan
melindungi sistem pencernaan bayi terhadap mikroba.
IgM (Imuno globulin M)
Terdapat pada darah, getah bening, dan pada
permukaan sel B.
Merupakan antibodi pertama yang dihasilkan tubuh
untuk melawan musuh.
Janin dalam rahim mampu memproduksi IgM pada
umur kehamilan enam bulan. Jika musuh menyerang
janin, jika janin terinfeksi kuman penyakit, produksi
IgM janin akan meningkat.
IgD (Imuno globulin D):
Terdapat dalam darah, getah bening, dan pada
permukaan sel B.
Tidak mampu untuk bertindak sendiri-sendiri. Dengan
menempelkan dirinya pada permukaan sel-sel T,
membantu sel T menangkap antigen.
IgE (Imuno globulin E)
Antibodi yang beredar dalam aliran darah.
Bertanggung jawab untuk memanggil para prajurit
tempur dan sel darah lainnya untuk berperang.
Kadang menimbulkan reaksi alergi pada tubuh. 
kadar IgE tinggi pada tubuh mengalami alergi.
2.7 SISTEM KOMPLEMEN
Sistem yang terdiri dari seperangkat kompleks protein
yang satu dengan lainnya sangat berbeda.
Pada kedaan normal beredar di sirkulasi darah dalam
keadaan tidak aktif, yang setiap saat dapat diaktifkan
melalui dua jalur ( jalur klasik dan jalur alternatif).
Aktivasi sistem komplemen menyebabkan interaksi
berantai yang menghasilkan berbagai substansi
biologik aktif yang diakhiri dengan lisisnya membran
sel antigen.
Aktivasi sistem komplemen tersebut selain
bermanfaat bagi pertahanan tubuh, juga dapat
membahayakan bahkan mengakibatkan kematian,
 Bila aktivasi komplemen akibat endapan kompleks antigen-
antibodi pada jaringan berlangsung terus-menerus, 
kerusakan jaringan dan menimbulkan penyakit.
 Komplemen sebagian besar disintesis di dalam hepar oleh sel
hepatosit, dan juga oleh sel fagosit mononuklear yang berada
dalam sirkulasi darah.
 Komplemen C l juga dapat di sintesis oleh sel epitel lain diluar
hepar. Komplemen yang dihasilkan oleh sel fagosit mononuklear
terutama akan disintesis ditempat dan waktu terjadinya aktivasi.
 Sebagian dari komponen protein komplemen diberi nama
dengan huruf C: Clq, Clr, CIs, C2, C3, C4, C5, C6, C7, C8 dan C9
berurutan sesuai dengan urutan penemuan unit tersebut.
1. Aktivasi Komplemen
a) Aktivasi komplemen jalur klasik
Aktivitas C1 inhibitor
Penghambatan C3 konvertase Pembentukan C3
konvertase dihambat oleh beberapa regulator.
b) Aktivasi komplemen jalur alternatif
disebut pula jalur properdin,
terjadi tanpa melalui tiga reaksi pertama yang terdapat
pada jalur klasik (C1 ,C4 dan C2) dan juga tidak
memerlukan antibodi IgG dan IgM.
Pada keadaan normal ikatan tioester pada C3 diaktifkan
terus menerus dalam jumlah yang sedikit baik melalui
reaksi dengan H2O2 ataupun dengan sisa enzim
proteolitik yang terdapat sedikit di dalam plasma.
Komplemen C3 dipecah menjadi frclgmen C3a dan C3b.
Fragmen C3b bersama dengan ion Mg++ dan faktor B
membentuk C3bB.
 Fragmen C3bB diaktifkan oleh faktor D menjadi C3bBb yang aktif
(C3 konvertase)
 Pada keadaan normal reaksi ini berjalan terus dalam jumlah kecil
sehingga tidak terjadi aktivasi komplemen selanjutnya. Lagi pula C3b
dapat diinaktivasi oleh faktor H dan faktor I menjadi iC3b, dan
selanjutnya dengan pengaruh tripsin zat yang sudah tidak aktif ini
dapat dilarutkan dalam plasma.
 Tetapi bila pada suatu saat ada bahan atau zat yang dapat mengikat
dan melindurlgi C3b dan menstabilkan C3bBb sehingga jumlahnya
menjadi banyak, maka C3b yang terbentuk dari pemecahan C3
menjadi banyak pula, dan terjadilah aktivasi komplemen
selanjutnya. Bahan atau zat tersebut dapat berupa mikroorganisme,
polisakarida (endotoksin, zimosan), dan bisa ular. Aktivasi
komplemen melalui cara ini dinamakan aktivasi jalur alternatif.
Antibodi yang tidak dapat mengaktivasi jalur klasik
misalnya IgG4, IgA2 dan IgE juga dapat mengaktifkan
komplemen melalui jalur alternatif.
Jalur alternatif mulai dapat diaktifkan bila molekul C3b
menempel pada sel sasaran. Dengan menempelnya C3b
pada permukaan sel sasaran tersebut, maka aktivasi
jalur alternatif dimulai; enzim pada permukaan C3Bb
akan lebih diaktifkan, untuk selanjutnya akan
mengaktifkan C3 dalam jumlah yang besar dan akan
menghasilkan C3a dan C3b dalam jumlah yang besar
pula.
Pada reaksi awal ini suatu protein lain, properdin dapat ikut
beraksi menstabilkan C3Bb; oleh karena itu seringkali jalur
ini juga disebut sebagai jalur properdin. Juga oleh proses
aktivasi ini C3b akan terlindungi dari proses penghancuran
oleh faktor H dan faktor I. Tahap akhir jalur alternatif adalah
aktivasi yang terjadi setelah lingkaran aktivasi C3. C3b yang
dihasilkan dalam jumlah besar akan berikatan pada
permukaan membran sel. Komplemen C5 akan berikatan
dengan C3b yang berada pada permukaan membran sel dan
selanjutnya oleh fragmen C3bBb yang aktif akan dipecah
menjadi C5a dan C5b. Reaksi selanjutnya seperti yang terjadi
pada jalur altematif (kompleks serangan membran).
2. Efek Biologik Komplemen
a) Sitolisis
Pada aktivasi sitolisis ini (kompleks serangan
membran) yang berfungsi adalah C5-C9. Proses lisis
ini dapat melalui jalur alternatif maupun jalur
klasik.
b) Sifat biologik aktif
Opsonisasi dan peningkatan fungsi fagositosis
Fagositosis yang diperkuat oleh proses opsonisasi C3b
dan iC3b mekanisme pertahanan utama terhadap
infeksi bakteri dan jamur secara sistemik
Fagositosis lebih meningkat jk bakteri juga berikatan
dengan antibodi IgG atau IgM.
Melekatnya antibodi dan fragmen komplemen pada
reseptor spesifik yang terdapat pada sel fagosit juga
memacu untuk terjadinya fagositosis.
Anafilaksis dan kemotaksis
C3a, C4a dan C5a disebut anafilatoksin oleh karena dapat
memacu sel mast dan sel basofil untuk melepaskan
mediator kimia  meningkatkan permeabilitas dan
kontraksi otot polos vaskular.
Reseptor C3a dan C4a terdapat pada permukaan sel mast,
sel basofil, otot polos dan limfosit.
Reseptor C5a terdapat pada permukaan sel mast, basofil,
netrofil, monosit, makrofag, dan sel endotelium.
Melekatnya anafilatoksin pada reseptor yang terdapat pada
otot polos kontraksi otot polos .
C5a mempunyai reseptor yang spesifik pada
permukaan sel-sel fagosit shg dapat menarik sel-sel
fagosit tersebut bergerak ke tempat mikroorganisme,
benda asing atau jaringan yang rusak (kemotaksis).
C5a dapat merangsang metabolisme oksidatif dari sel
fagosit meningkatkan daya untuk memusnahkan
mikroorganisme atau benda asing.
Proses peradangan
Kombinasi dari semua fungsi akibatkan
terkumpulnya sel-sel dan serum protein yang
diperlukan untuk terjadinya proses dalam rangka
memusnahkan mikroorganisme atau benda asing
tersebut (peradangan).
Pelarutan dan eliminasi kompleks imun
 Kompleks imun dalam jumlah kecil selalu terbentuk dalam sirkulasi
 Meningkat secara dramatis bilamana terdapat peningkatan antigen.
 Kompleks imun berlebihan dapat mengendap pada dinding
pembuluh darah, mengaktivasi komplemen dan menimbulkan
kerusakan jaringan.
 Pembentukan kompleks imun bilamana berlebihan, tidak hanya
membutuhkan Fab dari imunoglobulin tetapi juga interaksi dengan
Fc. Oleh karena itu pengikatan komplemen pada Fc
immunoglobulin suatu kompleks imun dapat membuat ikatan
antigen-antibodi yang sudah terbentuk menjadi lemah.
Untuk menetralkan terbentuknya kompleks imun
yang berlebihan sistem komplemen dapat
meningkatkan fungsi fagosit.
3. Regulasi
Aktivasi komplemen dikontrol melalui tiga
mekanisme utama, yaitu
komponen komplemen yang sudah diaktifkan,
adanya beberapa inhibitor yang spesifik misalnya C1
esterase inhibitor, faktor I dan faktor H,
pada permukaan membran sel terdapat protein yang
dapat merusak fragmen komplemen yang melekat.
Regulasi jalur klasik Regulasi jalur klasik terutama
terjadi melalui 2 fase, yaitu melalui aktivitas C1
inhibitor dan penghambatan C3 konvertase.

Regulasi jalur alternatif
Jalur altematif juga di regulasi pada berbagai fase oleh beberapa
protein dalam sirkulasi maupun yang terdapat pada permukaan
membran. Faktor H berkompetisi dengan faktor B dan Bb untuk
berikatan dengan C3b. Juga CR1 dan DAF dapat berikatan
dengan C3b sehingga berkompetisi dengan faktor B. Dengan
adanya hambatan ini maka pembentukan C3 konvertase juga
dapat dihambat. Faktor I, menghambat pembentukan C3bBb;
dalam fungsinya ini faktor I dibantu oleh kofaktor H, CR1 dan
MCP. Faktor I memecah C3b dan yang tertinggal melekat pada
permukaan sel adalah inaktif C3b (iC3b), yang tidak dapat
membentuk C3 konvertase, selanjutnya iC3b dipecah menjadi
C3dg dan terakhir menjadi C3d.
SEL-SEL SISTEM IMUN
1. Sel-Sel Sistem Imun Nonspesifik
Sel sistem imun non spesifik bereaksi tanpa
memandang apakah agen pencetus pernah atau belum
pernah dijumpai
. Sel-sel yang berperan dalamnsistem imun
nonspesifik adalah sel fagosit, sel nol, dan sel
mediator.
a) Sel Fagosit
fagosit mononuclear
sel monosit dan sel makrofag,

fagosit polimorfonuklear.
neutrofil dan eusinofil.
Sel Monosit dan Sel Makrofag
Persentase sel monosit dalam sel darah putih berkisar 5 %.
Monosit bersirkulasi dalam darah hanya selama beberapa
jam, kemudian bermigrasi ke dalam jaringan, dan
berkembang menjadi makrofaga (macrophage) besar
(pemangsa besar). Makrofaga jaringan, yang merupakan
sel-sel fagositik terbesar, adalah fagosit yang sangat efektif
dan berumur panjang. Sel-sel ini menjulurkan kaki semu
(psedopodia) yang panjang yang dapat menempel ke
polisakarida pada permukaan mikroba dan menelan
mikroba itu, sebelum kemudian dirusak oleh enzim-enzim
di dalam lisosom makrofaga itu.
 Beberapa makrofaga bermigrasi ke seluruh tubuh, sementara yang lain
tetap tinggal secara permanen dalam jaringan tertentu: dalam paru-paru
(makrofaga alveoli), hati (sel-sel Kupffer), ginjal (sel-sel mesangial), otak
(sel-sel mikroglia), jaringan ikat (histiosit), dan pada limpa, nodus limfa,
serta jaringan limfatik. Mikroorganisme, fragmen mikroba, dan molekul
asing yang memasuki darah menghadapi makrofaga ketika mereka terjerat
dalam bangun limpa yang mirip dengan jarring, sementara yang berada
dalam cairan jaringan mengalir ke dalam limfa dan disaring melalui nodus
limfa.
 Namun, beberapa mikroba telah mengevolusikan mekanisme untuk
menghindari perusakan oleh sel fagositik. Beberapa bakteri mempunyai
kapsul bagian luar yang tidak dapat ditempeli makrofaga. Contoh bakteri
tersebut adalah Mycobacterium tuberculosis, yang bersifat resisten
terhadap perusakan oleh lisosom dan bahkan dapat bereproduksi di dalam
makrofaga.
Sel Neutrofil
 Neutrofil merupakan sel fagosit yang berasal dari sel bakal myeloid
dalam sumsum tulang.
 Jumlahnya sekitar 60-70% dari semua sel darah putih (leukosit).
 Neutrofil adalah fagosit pertama yang tiba, diikuti oleh monosit
darah, yang berkembang menjadi makrofaga besar dan aktif.
 Di dalam neutrofil terdapat enzim lisozim dan laktoferin untuk
menghancurkan bakteri atau benda asing lainnya yang telah
difagositosis. Setelah memfagositosis 5-20 bakteri, neutrofil mati
dengan melepaskan zat-zat limfokin yang mengaktifasi makrofag.
 Biasanya, neutrofil hanya berada dalam sirkulasi kurang dari 48 jam
karena neutrofil cenderung merusak diri sendiri ketika mereka
merusak penyerang asing.
Sel Eusinofil
Berasal dari sel bakal myeloid.
Ukuran sel ini sedikit lebih besar daripada neutrofil dan berfungsi
juga sebagai fagosit, berjumlah 2-5% dari sel darah putih.
Peningkatan eosinofil di sirkulasi darah dikaitkan dengan
keadaan-keadaan alergi dan infeksi parasit internal (contoh,
cacing darah atau Schistosoma mansoni).
Memiliki kecenderungan khusus untuk berkumpul dalam
jaringan yang memiliki reaksi alergi. Kecendrungan ini
disebabkan oleh faktor kemotaktik yang dilepaskan oleh sel mast
dan basofil yang menyebabkan eosinofil bermigrasi kearah
jaringan yang meradang.
b) Sel Nol
 Sel Natural Killer (Sel NK) merupakan golongan limfosit tapi tidak
mengandung petanda seperti pada permukaan sel B dan sel T.
 Sel ini beredar dalam pembuluh darah sebagai limfosit besar yang
khusus, memiliki granular spesifik yang memiliki kemampuan
mengenal dan membunuh sel abnormal, seperi sel tumor dan sel
yang terinfeksi oleh virus.
 Sel NK berperan penting dalam imunitas nonspesifik pada patogen
intraseluler. Sel jenis khusus mirip limfosit yang diproduksi di dalam
sumsum tulang ini juga tersedia di limpa, nodus limfa, dan timus
dan merupakan 10 % – 20 % bagian dari limfosit perifer. Bentuknya
lebih besar dari limfosit B dan limfosit T.
c) Sel Mediator
Sel yang termasuk sel mediator adalah sel basofil, sel
mast, dan trombosit.
Sel basofil dan sel mast
Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit
jumlahnya dan diduga juga dapat berfungsi sebagai
fagosit.
Sel basofil secara struktural dan fungsional mirip
dengan sel mast, yang tidak pernah beredar dalam
darah tapi tersebar di jaringan ikat di seluruh tubuh.
Sel basofil dari sumsum tulang sedangkan sel mast
berasal dari sel prekursor yang terletak di jaringan
ikat.
 Ada dua macam sel mast yaitu terbanyak sel mast jaringan dan sel
mast mukosa.
 Yang pertama ditemukan di sekitar pembuluh darah dan mengandung
sejumlah heparin dan histamine.
 Sel mast yang kedua ditemukan di slauran cerna dan napas. Proliferasinya
dipacu IL-3 dan IL-4 dan ditingkatkan pada infeksi parasit. Baik sel
basofil maupun sel mast memiliki reseptor untuk IgE dan karenanya
dapat diaktifkan oleh alergen spesifik yang berkaitan dengan antibodi
IgE. Kemudian bila terdapat alergen spesifik berikutnya yang bereaksi
dengan antibodi, maka perlekatan keduanya menyebabkan sel mast atau
basofil rupture dan melepaskan banyak sekali histamin, bradikinin,
serotonin, heparin, substansi anafilaksis yang bereaksi lambat, dan
sejumlah enzim lisosomal. Bahan-bahan inilah yang menyebabkan
manifestasi alergi. Selain itu keduanya pun dapat membentuk dan
menyimpan heparin dan histamin
Trombosit
Trombosit adalah fragmen sel yang berasal dari
megakariosit besar di sumsum tulang belakang.
Berperan dalam pembatasan daerah yang meradang,
dimana apabila terpajan ke tromboplastin jaringan di
jaringan yang cedera maka fibrinogen, yang telah diaktifkan
melalui proses berjenjang yang melibatkan pengaktifan
suksesif faktor-faktor pembekuan, diubah menjadi fibrin.
Fibrin inilah yang membentuk bekuan cairan interstitiumdi
ruang-ruang di sekitar bakteri dan sel yang rusak.
2. Sel-sel Sistem Imun Spesifik
a) Sel T
Karakteristik Sel T
Tidak mengeluarkan antibodi.
Berkontak langsung dengan sasaran /immunitas yang
diperantarai oleh sel (cell-mediated immunity, imunitas
seluler).
Bersifat klonal dan sangat spesifik antigen.
Diaktifkan oleh antigen asing
Tidak semua turunan sel T yang teraktivasi menjadi sel
T efektor. Sebagian kecil tetap dorman, berfungsi
sebagai cadangan sel T pengingat yang siap merespon
secara lebih cepat dan kuat apabila antigen asing
tersebut muncul kembali di sel tubuh.
Selama pematangan di timus, sel T mengenal antigen
asing dalam kombinasi dengan antigen jaringan
individu itu sendiri.
Diperlukan waktu beberapa hari setelah pajanan
antigen tertentu sebelum sel T teraktivasi besiap untuk
melancarkan serangan imun seluler.
Subpopulasi sel T
 Ketika sel T terpajan ke kombinasi antigen spesifik, sel-sel dari sel klon sel T
komplementer berproliferisai dan berdiferensiasi selama beberapa hari,
menghasilkan sejumlah besar sel T teraktivasi yang melaksanakan berbagai
respons imunitas seluler.
 Sel Tc (cytotocic)
 Sel T yang menghancurkan sel penjamu yang memiliki antigen asing, misalnya sel tubuh

yang dimasuki oleh virus, sel kanker, dan sel cangkokan.


 Sel Th (helper)
 Berperan menolong sel B dalam memproduksi antibodi, memperkuat aktivitas sel T
sitotoksik dan sel T penekan (supresor) yang sesuai, dan mengaktifkan makrofag.
 Sel Ts (supperssor)
 Sel T yang menekan produksi antibodi sel B dan aktivitas sel T sitotoksik dan penolong.

 Sel Tdh (delayed hypersensitivity)


 Merupakan sel yang berperan pada pengerahan makrofag dan sel inflamasi lainnya
ketempat terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe lambat.
 Limfokin
 Beberapa jenis limfokin yaitu: interleukin, interferon, factor supresor, factor penolong ,

dan sebagainya.
b) Sel B
 Sel B merupakan 5-15 % dari jumlah seluruh limfosit
dalam sirkulasi.
Fungsi utamanya ialah memproduksi antibodi.
Ditandai dengan adanya immunoglobulin yang dibentuk
didalam sel dan kemudian dilepas, tetapi sebagian
menempel pada permukaan sel yang selanjutnya
berfungsi sebagai reseptor antigen.
Sel B dengan IgA banyak ditemukan dalam usus.
Antibody permukaan tersebut dapat ditemukan dengan
teknik imunofluoresen.

Anda mungkin juga menyukai