Disusun Oleh:
Dengan kemajuan imunologi yang telah dicapai sekarang ini, maka konsep
imunitas dapat diartikan sebagai suatu mekanisme yang bersifat faali yang
melengkapi manusia dan binatang dengan suatu kemampuan untuk mengenal suatu
zat sebagai asing terhadap dirinya, yang selanjutnya tubuh akan mengadakan
tindakan dalam bentuk netralisasi, melenyapkan atau memasukkan dalam proses
metabolisme yang dapat menguntungkan dirinya atau menimbulkan kerusakan
jaringan tubuh sendiri. Konsep imunitas tersebut, bahwa yang pertama-tama
menentukan ada tidaknya tindakan oleh tubuh (respons imun), adalah kemampuan
sistem limforetikuler untuk mengenali bahan itu asing atau tidak.
Bila sistem imun terpapar oleh zat yang dianggap asing, maka akan terjadi
dua jenis respons imun, yaitu respons imun non spesifik dan respons imun spesifik.
Walaupun kedua respons imun ini prosesnya berbeda, namun telah dibuktikan bahwa
kedua jenis respons imun diatas saling meningkatkan efektivitasnya. Respons imun
yang terjadi sebenarnya merupakan interaksi antara satu komponen dengan
komponen lain yang terdapat didalam system imun. Interaksi tersebut berlangsung
bersama-sama sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu aktivitas biologic yang
seirama dan serasi.
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Mengetahui imunidefisiensi pada manusia
2. Mengetahui bentuk- bentuk imunodefisiensi
3. Menjelaskan penyebab dan mekanisme imunodefisiensi dan 4
kondisi patologi sistem/respon imun
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. SISTEM IMUN
Sistem imun merupakan suatu jejaring yang didesain untuk homeostasis molekul
yang besar (oligomer) dan sel berdasarkan pada proses pengenalan yang spesifik.
Pengenalan dari struktur suatu oligomer oleh reseptor sel imun merupakan
komponen penting dari kekhususan sistem imun. Sistem imun terbentuk dari
jejaring kompleks sel imun, sitokin, jaringan limfoid, dan organ, yang bekerja
sama dalam mengeliminasi bahan infeksius dan antigen lain. Antigen yang
merupakan substansi yang menimbulkan respons imun (misalnya bakteri, serbuk
sari, jaringan transplantasi), mempunyai beberapa komponen yang dinamakan
epitop. Tiap-tiap epitop menimbulkan pembentukan antibodi spesifik atau
menstimulasi sel limfosit T spesifik. Antigen merupakan generator antibodi. (1)
Sistem imun bekerja setiap saat dengan beribu cara yang berbeda, tetapi tidak
terlihat. Suatu hal yang menyebabkan tubuh benar-benar menyadari kerja sistem
imun adalah di saat sistem imun gagal karena beberapa hal. Tubuh juga
menyadari saat sistem imun bekerja dengan menimbulkan efek samping yang
dapat dilihat atau dirasakan. Contohnya, saat bagian tubuh ada yang terluka,
bakteri dan virus memasuki tubuh melalui luka. Sistem imun mengadakan
respons dan menghilangkan agen penyerang sementara bagian tubuh yang terluka
menjadi sembuh. Sebagai suatu organ kompleks yang disusun oleh sel-sel
spesifik, sistem imun juga merupakan suatu sistem sirkulasi yang terpisah dari
pembuluh darah yang kesemuanya bekerja sama untuk menghilangkan infeksi
dari tubuh. Organ sistem imun terletak di seluruh tubuh, dan disebut organ
limfoid. (1)
B. RESPONS IMUN
Respons imun dikategorikan menjadi respons imun innate (alami/nonspesiFIk)
dan respons imun adaptif (spesifik). Contoh komponen imunitas innate adalah sel
fagosit (sel monosit, makrofag, neutrofil) yang secara herediter mempunyai
sejumlah peptida antimikrobial dan protein yang mampu membunuh bermacam-
macam bahan patogen, bukan hanya satu bahan patogen yang spesiFIk.
Sebaliknya, respons imun adaptif akan meningkat sesudah terpapar oleh suatu
bahan patogen. Pada respons imun adaptif spesifik, sel limfosit (sel T dan sel B)
merupakan komponen dasar yang berperan penting, mengindikasikan adanya
respons imun yang spesifik. Kemampuan sel T dan sel B untuk mengenali
struktur spesifik oligomer pada suatu bahan patogen dan membentuk progeni
juga merupakan struktur yang dikenali, dan membuat sistem imun mampu
merespons lebih cepat dan efektif ketika terpapar kembali dengan bahan patogen
tersebut. (1)
1. Respon Imun Non-Spesifik
Respons imun innate atau respons imun non-spesifik atau respons imun alami
sudah ada sejak lahir dan merupakan komponen normal yang selalu
ditemukan pada tubuh sehat. Respons ini meliputi: pertahanan fisik/mekanik,
pertahanan biokimia, pertahanan humoral, dan pertahanan selular.
Dinamakan non-spesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu,
telah ada, dan siap berfungsi sejak lahir. Respons ini merupakan pertahanan
terdepan dalam menghadapi serangan mikroba dan dapat memberikan
respons langsung, siap mencegah mikroba masuk tubuh dan dengan cepat
menyingkirkannya. Jumlahnya dapat ditingkatkan oleh infeksi, misal sel
leukosit meningkat selama fase akut penyakit. (1)
Sebagai contoh dapat dijelaskan sebagai berikut: salah satu upaya
tubuh untuk mempertahankan diri terhadap masuknya antigen misalnya,
bakteri, adalah dengan cara menghancurkan bakteri tersebut dengan cara
nonspesifik melalui proses fagositosis. Dalam hal ini makrofag, neutrofil dan
monosit memegang peranan yang sangat penting. Supaya dapat terjadi
fagositosis, sel-sel fagositosis tersebut harus berada dalam jarak yang dekat
dengan partikel bakteri, atau lebih tepat lagi bahwa partikel tersebut harus
melekat pada permukaan fagosit. Untuk mencapai hal ini maka fagosit harus
bergerak menuju sasaran. Hal ini dapat terjadi karena dilepaskannya zat atau
mediator tertentu yang disebut dengan factor leukotaktik atau kemotaktik
yang berasal dari bakteri maupun yang dilepaskan oleh neutrofil, makrofag
atau komplemen yang telah berada dilokasi bakteri. (2)
Selain fagositosis diatas, manifestasi lain dari respons imun
nonspesifik adalah reaksi inflamasi. Reaksi ini terjadi akibat dilepaskannya
mediator-mediator tertentu oleh beberapa jenis sel, misalnya histamine yang
dilepaskan oleh basofil dan mastosit, Vasoactive amine yang dilepaskan oleh
trombosit, serta anafilatoksin yang berasal dari komponen – komponen
komplemen, sebagai reaksi umpan balik dari mastosit dan basofil.
Mediatormediator ini akan merangsang bergeraknya sel-sel polymorfonuklear
(PMN) menuju lokasi masuknya antigen serta meningkatkan permiabilitas
dinding vaskuler yang mengakibatkan eksudasi protein plasma dan cairan.
Gejala inilah yang disebut dengan respons inflamasi akut. (2)
2. Penyebab Autoimun
Patogenesis autoimun terdiri atas gangguan aktivitas selular dan protein
regulator. Gangguan aktivitas selular dapat terjadi apabila tubuh gagal
mempertahankan toleransi akan self-antigen dan terjadi aktivasi autoreaktif
sel imun terhadap self-antigen tersebut. Mekanisme kegagalan toleransi
tersebut diperankan oleh sel T perifer dalam berbagai proses. (5)
Tabel II.1 Mekanisme Toleransi Sel T Perifer (5)
D. HIPERSENSITIVITAS
1. Definisi Hipersensitivitas
Hipersensitivitas adalah suatu respon antigenik yang berlebihan, yang
terjadi pada individu yang sebelumnya telah mengalami suatu sensitisasi
dengan antigen atau alergen tertentu. Mekanisme dimana sistem
kekebalan melindungi tubuh dan mekanisme dimana reaksi
hipersensitivitas bisa melukai tubuh adalah sama. Karena itu reaksi alergi
juga melibatkan antibodi, limfosit dan sel-sel lainnya yang merupakan
komponen dalam system imun yang berfungsi sebagai pelindung yang
normal pada sistem kekebalan. (6, 7)
2. Penyebab Hipersensitivitas
Istilah reaksi alergi digunakan untuk menunjukkan adanya reaksi yang
melibatkan antibodi IgE (immunoglobulin E). Ig E terikat pada sel
khusus, termasuk basofil yang berada di dalam sirkulasi darah dan juga
sel mast yang ditemukan di dalam jaringan. Jika antibodi IgE yang terikat
dengan sel-sel tersebut berhadapan dengan antigen (dalam hal ini disebut
alergen), maka sel-sel tersebut didorong untuk melepaskan zat-zat atau
mediator kimia yang dapat merusak atau melukai jaringan di sekitarnya.
Alergen bisa berupa partikel debu, serbuk tanaman, obat atau makanan,
yang bertindak sebagai antigen yang merangsang terajdinya respon
kekebalan. (7)
3. Gejala Hipersensitivitas
Reaksi alergi bisa bersifat ringan atau berat. Kebanyakan reaksi terdiri
dari mata berair, mata terasa gatal dan kadang bersin. Pada reaksi yang
esktrim bisa terjadi gangguan pernafasan, kelainan fungsi jantung dan
tekanan darah yang sangat rendah, yang menyebabkan syok. Reaksi jenis
ini disebut anafilaksis, yang bisa terjadi pada orang-orang yang sangat
sensitif, misalnya segera setelah makan makanan atau obatobatan tertentu
atau setelah disengat lebah, dengan segera menimbulkan gejala. (7)
4. Tipe-Tipe Hipersensitivitas
1) Hipersensitivitas Tipe I (Reaksi Anafilaktik)
Alergi atau hipersensitivitas tipe I adalah kegagalan kekebalan tubuh
di mana tubuh seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara
imunologi terhadap bahan-bahan yang umumnya imunogenik
(antigenik) atau dikatakan orang yang bersangkutan bersifat atopik.
Dengan kata lain, tubuh manusia bereaksi berlebihan terhadap
lingkungan atau bahan-bahan yang oleh tubuh dianggap asing dan
berbahaya, padahal sebenarnya tidak untuk orang-orang yang tidak
bersifat atopik. Bahan-bahan yang menyebabkan hipersensitivitas
tersebut disebut allergen. Mekanisme umum dari reaksi ini sebagai
berikut: Alergen berikatan silang dengan IgE. Sel mast dan basofil
mengeluarkan amina vasoaktif dan mediator kimiawi lainnya. Timbul
manifestasi berupa anafilaksis, urtikaria, asma bronkial atau dermatitis
atopi. Adapun penyakit-penyakit yang disebabkan oleh reaksi alergi
tipe I adalah : konjungtivitis, asma, rhinitis, dan syok anafilaksis. (6,
7)
2) Hipersensitivitas Tipe II (Reaksi Sitotoksik)
Reaksi alergi tipe II merupakan reaksi yang menyebabkan kerusakan
pada sel tubuh oleh karena antibodi melawan/menyerang secara
langsung antigen yang berada pada permukaan sel. Reaksi ini terdiri
dari 3 jenis mekanisme, yaitu reaksi yang bergantung pada
komplemen, reaksi yang bergantung pada Antibody dependent
cellular cytotoxicity (ADCC) dan disfungsi sel yang diperantarai oleh
antibody. Mekanisme singkat dari reaksi tipe II ini sebagai berikut:
IgG dan IgM berikatan dengan antigen di permukaan sel. Fagositosis
sel target atau lisis sel target oleh komplemen, ADCC dan atau
antibody. Pengeluaran mediator kimiawi. Timbul manifestasi berupa
anemia hemolitik autoimun, eritroblastosis fetalis, sindrom Good
Pasture, atau pemvigus vulgaris. (6, 7)
Hipersensitivitas tipe II diakibatkan oleh antibodi berupa
imunoglobulin G (IgG) dan imunoglobulin E (IgE) untuk melawan
antigen pada permukaan sel dan matriks ekstraseluler. Kerusakan
akan terbatas atau spesifik pada sel atau jaringan yang secara
langsung berhubungan dengan antigen tersebut. Pada umumnya,
antibodi yang langsung berinteraksi dengan antigen permukaan sel
akan bersifat patogenik dan menimbulkan kerusakan pada target sel.
Contoh penyakit-penyakit: Goodpasture (perdarahan paru, anemia),
Myasthenia gravis (MG), Immune hemolytic (anemia Hemolitik),
Immune thrombocytopenia purpura, Thyrotoxicosis (Graves' disease)
(6,7)
E. ISOIMUNITAS
1. Definisi Isoimunitas
Isoimunitas adalah keadaan dimana tubuh mendapatkan kekebalan dari
individu lain yang melawan sel tubuhnya sendiri. Isoimunitas dapat
muncul akibat transfuse darah atau karena cangkok organ dari orang lain.
(8)
2. Penyebab Isoimunitas
Sistem kekebalan mengenali dan menyerang apapun syang secara normal
berbeda dari unsur yang ada di dalam tubuh seseorang, bahkan unsur
yang hanya sedikit berbeda, seperti organ dan jaringan yang
dicangkokkan. (8)
F. IMUNODEFISIENSI
Imunodefisiensi (IDs) adalah sekelompok penyakit yang disebabkan oleh
perubahan kuantitatif dan / atau fungsional dalam mekanisme berbeda yang
terlibat dalam respon imun bawaan dan adaptif. Imunodefisiensi sendiri bisa
dibagi menjadi dua macam, yaitu imunodefisiensi primer dan imunodefisiensi
sekunder. (9)
1. Imunodefisiensi Primer
a. Pengertian Imunodefisiensi Primer
Imunodefisiensi primer adalah kondisi imunodefisien yang dibawa
sejak lahir atau disebabkan karena factor genetic, bukan dipengaruhi
oleh lingkungan. (10)
b. Penyebab Imonodefisiensi Primer
Imunodefisiensi primer terjadi karena adanya mutase gen-gen yang
berperan dalam respon imun. Mutasi ini biasanya akan diturunkan
dari orang tua ke anaknya. Imunodefisiensi primer ini bisa terjadi
pada respon non-spesifik, limfosit T dan B. (10)
c. Contoh Kasus Imunodefisiensi Primer
Contoh penyakit imunodefisiensi pada limfosit T adalah penyakit
SCID (Severe Combined Immunodeficiency Syndrome) dan
DiGeorge’s Syndrome, pada limfosit B adalah penyakit X-
Agammaglobulinemia, dan pada sistem imun non-spesifik terdapat
severe congenital neutropenia. (10)
2. Imunodefisiensi Sekunder
a. Pengertian Imunodefisiensi Sekunder
Imunodefisiensi sekunder adalah kondisi imunodefisien yang
disebabkan karena factor dari luar tubuh, seperti infeksi virus,
malnutrisi, dll. (10)
b. Penyebab Imunodefisiensi Sekunder
Imunodefisiensi sekunder disebabkan oleh factor-faktor dari luar
tubuh, seperti infeksi virus, malnutrisi, kemoterapi, dll. (10)
c. Contoh Penyakit Imunodefisiensi Sekunder
Infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan salah satu
jenis imunodefisiensi sekunder. Virus ini menyerang sel limfosit T
CD4+. Virus HIV spesifik menyerang sel ini karena virus HIV
menggunakan molekuk CD4 sebagai reseptornya dan membantunya
masuk ke dalam sel. Sel yang tidak memiliki molekul CD4 tidak
dapat diinfeksi oleh HIV. Virus HIV akan berkembang biak di dalam
sel limfosit T CD4+. (10)
BAB IV
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
5. Khasanah YC. Potensi Koekspresi Chimeric Antigen Receptor (Car) Dan Gen
Foxp3 Pada Sel T Regulators Sebagai Modalitas Terapi Penatalaksanaan
Autoimun. Essence Sci Med J. 2015;26.