PROSES PENGEMASAN
A. FASILITAS PENGEMASAN
B. MESIN, PERALATAN, DAN BAHAN
C. TAHAP PENGEMASAN
Pengemasan merupakan proses pengolahan produk ruahan menjadi produk jadi sebelum
dikirim ke gudang dan dapat didistribusikan. Kemasan suatu produk berfungsi untuk
memberikan identitas yang berupa nama produk, isi dan kekuatan, nomor batch, nama
pabrik pembuat, nomor registrasi, tanggal kadaluarsa dan Harga Eceran Tertinggi (HET).
Kemasan juga dapat melindungi produk dari hal-hal yang dapat mengakibatkan
berkurangnya khasiat obat, melindungi dari kerusakan fisik dan kontaminasi. Proses
pengemasan dilakukan di ruang kelas E dan F.
1. Pengemasan primer
Proses filling dan pengemasan primer langsung dilakukan pada ruang kelas E.
2. Pengemasan sekunder
Pada pengemasan sekunder dilakukan proses penandaan (coding) pada stiker
label/etiket, dos dan lain lain meliputi penandaan (coding) nomor bets, manufacturing
date, expired date, HET. Pengemasan sekunder dilakukan di ruang kelas F. Total
jumlah sediaan tetes hidung pada 1 folding box adalah 24 box.
3. Pengemasan Tersier
10 folding box yang sudah terisi 24 box selanjutnya akan dikemas menggunakan
master box. Pengemasan tersier ini tidak menggunakan mesin, melainkan masih
menggunakan tenaga manusia dan dilakukan di ruang kelas F. Dalam satu master box
terdapat 10 folding box
D. IN PROCESS CONTROL (IPC)
Pengawasan yang dilakukan selama proses produksi disebut IPC dengan tujuan untuk
memantau hasil dan memvalidasi kinerja dari proses produksi yang mungkin menjadi
penyebab variasi karakteristik produk selama berjalan. IPC meliputi:
1. IPC proses pembuatan
a. Organoleptik
Tujuan : Menjamin sediaan memiliki spesifikasi yang memadai dengan tidak
adanya partikel
Prinsip : Mengamati tampilan umum pada suatu sediaan menggunakan lampu
LED dengan background black and white . Pada pengontrolan penampilan
sediaan nasal drops dilakukan pengecekan seperti warna, ada tidaknya bau, dan
bentuk.
Hasil : Berbentuk larutan, tidak berwarna, dan tidak berbau
b. Uji pH (FI VI <1071> h.2066)
Alat : pH meter
Cara Kerja :
1) Dalam 1 botol nasal drops, diambil 50% volume untuk pengujian pH dan
Tujuan : Memastikan larutan bebas dari partikulat yang dapat terlihat secara
visual
transparan, dan terbuat dari kaca netral. Bandingkan larutan uji dengan larutan
suspensi padanan. Bandingkan kedua larutan di bawah cahaya yang terdifusi tegak
Hasil : Larutan dianggap jernih apabila kejernihannya sama dengan air atau
Alat : pH meter
Cara Kerja :
1) Dalam 1 botol nasal drops, diambil 50% volume untuk pengujian pH dan
Tujuan: Memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan volume serta
kestabilan sediaan
Cara Kerja :
dimasukkan ke dalam larutan metilen biru 0,1%. Jika ada wadah yang bocor
maka larutan metilen biru akan masuk ke dalam karena perubahan tekanan di
luar dan di dalam wadah tersebut sehingga larutan dalam wadah akan berwarna
kertas saring atau kapas. Jika terjadi kebocoran, maka kertas saring atau kapas
akan basah
Cara Kerja :
larutkan dalam air hingga kadar lebih kurang 0,5 mg per mL. pipet 10 mL
larutan kedalam corong pisah 125 mL, dan lakukan seperti yang tertera pada
Larutan Uji, dimulai dari tambahkan berturut – turut 10 mL air dan 10 mL asam
hidroklorida BPFI dalam larutan baku lebih kurang 100 mcg per mL.
Larutan uji, pipet sejumlah volume larutan setara dengan lebih kurang 5 mg
dalam 6), dan ekstraksi tiga kali, tiap kali dengan 10 mL metilen klorida P.
natrium hidroksida P (1 dalam 5) kedalam corong pisah dan ekstraksi tiga kali,
melalui wol kaca kedalam labu tentukur 50 mL, encerkan dengan metilen klorida
P sampai tanda.
Prosedur pipet 5 mL larutan baku dan larutan uji, masing – masing kedalam
labu tentikur 10 mL, uapkan diatas tangas air bersuhu 40℃, dengan bantuan
aliran gas nitrogen P sampai kering. Larutkan residu dalam masing – masing
labu dengan 0,5 mL etanol mutlak P, dan masukkan 0,5 mL etanol mutlak P
masing – masing dengan air sampai tanda, kocok dan biarkan15 menit. Ukur
rumus :
Hidroklorida C16H24N2 Hcl tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari
Uji sterilitas dilakukan untuk sediaan dengan volume 10 mL maka volume yang
digunakan adalah setengah dari isi tiap wadah dan tidak kurang dari 1 mL
Cara Kerja :
Penyaringan membran
nitrat)
2) Dipindahkan isi wadah atau beberapa wadah yang akan diuji ke dalam satu
steril yang dipilih sesuai volume yang digunakan pada uji kesesuaian metode
3) Segera disaring
4) Cuci membran tidak kurang dari tiga kali dengan cara menyaring tiap kali
metode
5) Setiap pencucian tidak lebih dari 5 kali 100 mL per membran
hari.
8) Jika bahan uji menimbulkan kekeruhan pada media sehingga tidak dapat
sejak mulai inkubasi, dipindahkan sejumlah media (tiap tabung tidak lebih
dari 1 mL) kedalam media segar yang sama kemudian diinkubasi bersama-
9) Jika tidak terjadi pertumbuhan mikroba, maka bahan uji memenuhi syarat
sterilitas
10) Jika tidak terjadi pertumbuhan mikroba, maka bahan uji memenuhi syarat
sterilitas
Cara Kerja :
Aspergillus niger (ATCC No. 16404), Escherichia coli (ATCC No. 8739),
(ATCC No. 6538). Mikroba hidup yang digunakan untuk pengujian tidak
2) Pengujian dilakukan dalam tiap 5 wadah asli bila volume sediaan tiap wadah
dan diaduk. Volume suspensi yang digunakan antara 0,5% dan 1,0% dari
volume sediaan.
4) Kadar mikroba uji yang ditambahkan antara 1 x 105 dan 1 x 106 (untuk
6) Diambil sampel dari setiap wadah pada interval yang Sesuai. Kriteria untuk
sediaan optalmik (kategori 1) 39 Bakteri → Koloni tidak kurang dari 1,0 log
reduksi darijumlah hitungan awal pada hari ke 7, tidak kurang dari 3,0 log
reduksi dari hitungan awal pada hari ke 14 dan tidak meningkat sampai
dengan hari ke 28. Kapang dan khamir → Koloni tidak meningkat dari
8) Tetapkan dengan prosedur Angka Lempeng Total (ALT) jumlah koloni yang
Cara Kerja :Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih tidak kurang dari 30
wadah, kemudian kocok isi dari 10 wadah satu persatu . Kemudian, tuang
perlahan-lahan isi dari tiap wadah ke dalam gelas ukur tidak lebih dari dua
setengah kali volume yang diukur dan telah dikalibrasi, secara hati-hati untuk
diamkan selama tidak lebih dari 30 menit, Jika telah bebas dari gelembung udara,
100% (10 mL), dan tidak ada satu wadahpun volumenya kurang dari 95% (9,5
mL) dari volume yang tertera pada etiket. Jika A adalah volume rata-rata kurang
dari 100% (kurang dari 10 mL) dari volume yang tertera pada etiket, tetapi tidak
ada satu wadahpun volumenya kurang dari 95% (kurang dari 9,5 mL) dari volume
yang tertera pada etiket, atau B adalah volume rata-rata tidak kurang dari 100%
(kurang dari 10 mL) dan tidak lebih dari satu wadah yang volumenya kurang dari
95% (kurang dari 9,5 mL), tetapi tidak kurang dari 90% (kurang dari 9 mL) dari
volume yang tertera pada etiket, lakukan uji 57 terhadap 20 wadah tambahan.
Volume rata-rata cairan yang diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100%
(kurang dari 10 mL) dari volume yang tertera pada etiket, dan volume cairan yang
diperoleh tidak lebih dari satu dari 30 wadah yang volumenya kurang dari 95%
(kurang dari 9,5 mL), tetapi tidak kurang dari 90% (kurang dari 9 mL) dari
Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari CPOB untuk memberikan kepastian
bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.
Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap pembuatan obat
merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada
distribusi produk jadi. Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian
serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa semua
pengujian yang relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk
diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan persyaratan. Pengawasan Mutu tidak
terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait
dengan mutu produk. Ketidaktergantungan Pengawasan Mutu dari Produksi dianggap hal yang
fundamental agar Pengawasan Mutu dapat melakukan kegiatan dengan benar.
A. PENGAMBILAN SAMPEL
Pengambilan sampel merupakan kegiatan penting di mana hanya sebagian kecil saja dari
satu bets yang diambil. Sampel disimpan untuk dua tujuan, yaitu menyediakan sampel untuk
pengujian serta menyediakan spesimen produk jadi. Oleh karena itu sampel terbagi menjadi
2 kategori, yaitu:
1. Sampel pembanding, yang merupakan sampel dari suatu bets bahan awal, bahan
pengemas, atau produk jadi yang disimpan untuk tujuan pengujian apabila ada kebutuhan,
selama masa edar dari bets terkait.
2. Sampel pertinggal, yang merupakan sampel produk jadi dalam kemasan lengkap dari
suatu bets, disimpan untuk tujuan identifikasi sebagai contoh, tampilan, kemasan, label,
brosur, nomor bets, tanggal kadaluwarsa, apabila dibutuhkan selama masa edar bets
terkait.
Jumlah sampel pembanding yang diambil harus cukup untuk melakukan minimal dua kali
analisis lengkap pada bets sesuai dengan dokumen izin edar yang telah dievaluasi dan
disetujui oleh BPOM, sedangkan jumlah sampel pertinggal yang diambil sekurang-
kurangnya satu dari tiap kegiatan pengemasan. Kedua jenis sampel harus disimpan
sekurang-kurangnya satu tahun setelah tanggal kadaluwarsa, kecuali dipersyaratkan lain.
Pengambilan sampel hendaklah dilaksanakan sesuai dengan prosedur tertulis yang telah
disetujui yang menguraikan:
1. Metode pengambilan sampel
2. Peralatan yang digunakan
3. Jumlah sampel yang harus diambil
4. Instruksi untuk semua pembagian sampel yang diperlukan
5. Tipe dan kondisi wadah sampel yang digunakan
6. Penandaan wadah yang disampling
7. Semua tindakan khusus yang harus diperhatikan, terutama yang berkaitan dengan
pengambilan sampel bahan steril atau berbahaya
8. Kondisi penyimpanan
9. Instruksi pembersihan dan penyimpanan alat pengambil sampel.
Sampel harus mewakili bets bahan atau produk yang sampelnya diambil. Sampel lain
dapat diambil untuk memantau bagian proses berkondisi terkritis (misal, awal atau akhir
suatu proses). Rencana pengambilan sampel hendaklah dijustifikasi dengan benar dan
berdasarkan pendekatan manajemen risiko. Tiap wadah sampel hendaklah diberi label yang
menjelaskan isi, disertai nomor bets, tanggal pengambilan sampel dan wadah yang diambil
sampelnya. Kegiatan ini hendaklah dilakukan sedemikian rupa untuk meminimalkan risiko
ketercampurbauran dan melindungi sampel dari kondisi penyimpanan yang merugikan.
Personil yang mengambil sampel hendaklah menerima pelatihan awal dan reguler dengan
disiplin yang relevan dalam pengambilan sampel yang benar. Semua alat pengambil sampel
dan wadah sampel hendaklah terbuat dari bahan yang inert dan dijaga kebersihannya.
b. Pengujian Seluruh bahan awal yang digunakan harus memenuhi spesifikasi, oleh
karena itu parameter pengujian untuk BAO sekurang-kurangnya:
1) Identitas;
2) Kekuatan;
3) Kemurnian;
4) Parameter mutu lainnya, yaitu:
a) Pemerian;
b) Susut pengeringan atau kadar air, bila ada;
c) Identifikasi sesuai dengan monografi;
d) Penetapan kadar/ potensi untuk bahan aktif obat
e) Parameter pengujian untuk eksipien, yaitu pemerian, serta pemenuhan
spesifikasi berupa kemurnian, pH, sifat fisika-kimia, dan parameter mutu
yang telah ditetapkan seperti kadar sisa pelarut.
Pengujian bahan baku dilakukan oleh bagian QC, ketika bahan sedang diperiksa
maka bahan akan dibawa ke area karantina dan diberi label kuning “Quarantine”,
jika memenuhi syarat diberi label hijau “Release” sedangkan jika tidak memenuhi
syarat diberi lebel merah “Reject”, untuk bahan yang ditolak dibuat berita acara yang
kemudian dikembalikan ke supplier melalui pihak purchasing. Rusaknya atau
terkontaminasinya bahan aktif dapat menyebabkan terjadinya kegagalan terapi dan
efek toksik obat yang tidak diinginkan. Parameter pengujian tertentu untuk bahan
awal yang telah disetujui pada saat pemberian izin edar dapat dikurangi bila hasil
tren seluruh parameter yang diuji telah memenuhi syarat, minimal pada 20 bets
berbeda yang diterima berurutan pada 45 pemasok (pabrik pembuat) yang sama,
mempunyai GMP certificate dari otoritas Negara terkait dan memenuhi minimal 2
kriteria berikut:
2. Bahan Eksipien
Bahan tambahan / eksipien adalah suatu bahan selain zat aktif dan bahan pengemas yang
berfungsi untuk membantu proses pembuatan produk, melindungi, membantu atau
meningkatkan stabilitas obat. Spesifikasi bahan tambahan mencakup:
a. Deskripsi bahan, termasuk:
1) Nama yang ditentukan dan kode referen (kode produk).
2) Rujukan monografi farmakope, bila ada.
3) Pemasok yang disetujui dan bila mungkin produsen bahan.
4) Standar mikrobiologi bila ada.
b. Petunjuk pengambilan sampel dan pengujian
c. Persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan.
d. Kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan.
e. Batas waktu penyimpanan sebelum dilakukan pengujian kembali
3. Bahan Pengemas
Bahan pengemas adalah bahan yang digunakan dalam proses pengemasan obat. Tujuan
pengemasan untuk memudahkan penggunaan obat serta penyaluran obat. Selain itu,
kemasan berfungsi untuk melindungi produk dari pengaruh lingkungan luar seperti
pengotor, panas, dan lembab. Pemeriksaan bahan kemas bertujuan untuk memastikan
kebenaran dan kesusaian bahan kemas.
Bahan kemas dibagi menjadi dua yaitu bahan kemas primer dan bahan kemas
sekunder. Bahan kemas primer adalah bahan kemas yang bersentuhan langsung dengan
produk obat. Bahan kemas sekunder adalah bahan kemas yang tidak bersentuhan
langsung dengan produk obat. Contoh bahan kemas sekunder adalah karton, folding box,
insert/brosur, etiket.
a. Spesifikasi Bahan Pengemas meliputi :
1) Deskripsi Bahan
a) Nama yang ditentukan dan kode produk internal;
b) Rujukan monografi farmakope, bila ada;
c) Pemasok yang disetujui dan, bila mungkin, produsen bahan;
d) Standar mikrobiologis, bila ada;
e) Spesimen bahan pengemas cetak, termasuk warna;
b. Pengujian
Bahan pengemas yang digunakan harus memenuhi spesifikasi, dengan penekanan
pada kompatibilitas bahan terhadap produk yang diisikan ke dalamnya. Cacat fisik
yang kritis dan dapat berdampak besar serta kebenaran penandaan yang dapat
memberi kesan meragukan terhadap kualitas produk hendaklah diperiksa.
DAFTAR PUSTAKA
1. Peraturan BPOM. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 34 Tahun
2018 Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. 2018. BPOM RI.
2. International Conference on Harmonization (ICH). Stability Testing Of New Drug
Substances And Products Q1A(R2). 2003. ICH.
3. ASEAN. Asean Guideline On Stability Study Of Drug Product (R1). 2013. ASEAN.
4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2020. Farmakope Indonesia Edisi VI.
Jakarta).