Anda di halaman 1dari 37

IMUNOMODULATOR

Apt. Ike Maya P., M.Sc.


PENDAHULUAN

• Sejak kemunculan virus SAR-Cov2, banyak sediaan farmasi


yang diklaim dapat meningkatkan pertahanan badan terhadap
penyakit infeksi.
• Maka muncul berbagai pertanyaan
• Benarkah sediaan tersebut efektif?
• Apa saja bahan atau senyawa yang dapat mempengaruhi sistem
pertahanan tubuh, bagaimana mekanismenya?
Marilah kita bahas satu persatu
IMUNOMODULASI & IMUNOMODULATOR

• Imunomodulasi dalam terapeutik adalah suatu usaha untuk


mempengaruhi sistem pertahanan tubuh atau sistem imun dengan
menggunakan berbagai senyawa.
• Imunomodulator adalah senyawa (obat) atau komponen sistem
imun (antibodi, sitokin, sel limfosit) yang mampu atau digunakan
untuk mempengaruhi respon imun.
BAHAN ATAU SENYAWA YANG DAPAT MEMPENGARUHI
RESPON IMUN

Bahan/senyawa Jumlah (%)


Protein (selain antibodi) 20
Bahan Kimia (termasuk dari bahan 19
alam)
Antibodi 27
Bagian dari agen patogen 14
Asam nukleat 11
Peptida 7
Sel - sel 2
PENGELOMPOKAN IMUNOMODULATOR

Imunomodulator dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu


1. imunostimulans, apabila efeknya meningkatkan atau menaikkan respon imun
2. imunosupresan, apabila efeknya menekan, menghambat atau menurunkan respon
imun
Respon imun yang dapat dipengaruhi oleh imunomodulator adalah semua lintasan yang
bertanggung jawab terhadap respon imun tersebut, baik respon imun non-spesifik maupun
spesifik :
• Respon imun non-spesifik adalah: aktivitas makrofag, sel limfosit (sel T dan B),
• Respon imun spesifik adalah ekspresi antibodi dan sitokin (IL-2, IL-12, IFN-a).
Gambar 1: Aktivasi makrofag
PENGAMATAN AKTIVITAS MAKROFAG

Aktivitas makrofag dapat diamati adalah:


a) Indeks fagositasi, jumlah agen infeksi yang difagositasi oleh 100 makrofag atau
rata-rata agen infeksi yang difagositasi oleh makrofag dihitung dari 100 makrofag
yang diamati (tergantung pada pustaka mana yang diacu).
b) Rasio fagositasi, persentase makrofag yang melakukan fagositasi agen infeksi
c) Konsentrasi dari ROS (reactive oxygen species) atau NO (nitrite oxyde), yang
diproduksi oleh makrofag
d) Konsentrasi enzim-enzim proteolitik.
PENGAMATAN AKTIVITAS LIMFOSIT

Aktivitas limfosit yang dapat diamati antara lain adalah:


a) Proliferasi limfosit T dan B, menggunakan metode ELISA atau Flow
Cytometri
b) Ekspresi sitokin T Cell: misalkan CD3 atau
CD4 ~ Th1: IFN-γ, IL-2, and TNF-a,
CD4 ~ Th2: IL-4, IL-5, IL-6, IL-10, or IL-13
CD8 ~ granzyme, perforin
c) ekspresi atau konsentrasi antibodi yang dihasilkan oleh sel B
IMUNOSUPRESAN

DEFINISI :
• Imunosupresan adalah senyawa atau komponen sistem
imun yang apabila diberikan kepada individu akan dapat
menekan respon imun
CONTOH IMUNOSUPRESSAN
• Pada peristiwa sesak nafas dan inflamasi, interaksi alergen dengan IgE yang
terdapat pada permukaan sel mast akan menginduksi pelepasan histamin (LTC4,
LTD4, LTE4 dan PAF) yang dapat menyebabkan vasokontriksi pada bronsial paru-
paru.
• Vasokontriksi tersebut menyebabkan sesak nafas, utamanya para penderita asma.
Pemberian epnefrin atau teofilin dapat menghambat histamin dan melonggarkan
bronsial tersebut. Pelepasan sitokin TNF, IL-4 dan IL-5 dapat menyebabkan terjadinya
inflamasi karena sitokin-sitokin tersebut dapat memperlebar ruang antar sel sehingga
komponen sistem imun (neutrofil) dapat keluar dari pembuluh darah. Pemberian
cromolin dapat menghambat terjadinya vasokontriksi dan corticosteroid dapat
menghambat inflamasi. Senyawa-senyawa tersebut merupakan imunosupresan.
Gambar 2:
Pelepasan histamin dan
sitokin oleh sel mast yang
diinduksi oleh karena alergen.
Histamin dan sitokin tersebut
menyebabkan inflamasi
Penggunaan klinis senyawa imunosupresan adalah sebagai berikut:
• Mencegah terjadinya penolakan oleh sistem imun pada transplantasi
organ atau jaringan,
• Pengobatan pada penyakit autoimun atau penyakit yang disebabkan
oleh penyakit autoimun, misalkan reumatik artritis, maestenia gravis,
lupus, ulceratif colitis,
• Pengobatan penyakit inflamasi non-autoimun
OBAT-OBAT IMUNOSUPRESAN
KORTIKOSTEROID
(GLUKOKORTIKOID)

• Menekan respon imun yang diperantarai sel dengan menghambat ekspresi


sitokin (IL-1, IL-2, IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, IL-8 and TNF-γ) sehingga
menghambat aktivasi sel T. Demikian juga dengan menghambat imunitas
humoral yang diperantarai sel B.
• Berkaitan dengan kortikosteroid, adalah kondisi stres.
• Apabila seseorang mengalamai stress, apa yang tejadi dengan respon
imun?
STRESS

• Sistem fisiologis seseorang akan mengalami perubahan untuk mengatasi stres. Bila stress
berlangsung lama maka dapat menyebabkan kelenjar hipofisa menghasilkan senyawa
kortikosteroid, misalkan glukokortikoid dan katekolamin, dalam jangka panjang.
• Reseptor glukokortikoid yang terdapat pada sebagian sel-sel yang terlibat dalam sistem
imun akan dapat menangkap kortikoid tersebut. Interaksi bersangkutan akan memberikan
sinyal yang dapat mengganggu fungsi dari nF-kB sehingga ekspresi dari sitokin-sitokin
akan terhambat.
• Hambatan ekspresi sitokin tersebut akan menyebabkan respon imun menjadi terhambat.
Dengan demikian apabila seseorang mengalami stres dalam waktu cukup lama maka akan
terjadi penurunan respon imun, sehingga yang bersangkutan lebih mudah sakit.
STRESS

Hypothalamus Express :
Hormon: Glucocorticoids and Catecholamines

Glucocorticoids Receptor Glucocorticoids

Cytokines NF-kB
Expression
Transcription factor

Gambar 3: Efek stres pada respon imun


• Katekolamin memberikan efek melalui reseptor adrenergik yang antara lain
terdapat pada berbagai sel sistem imun (sel limfosit dan makrofag).
• Perlakuan dengan katekolamin pada leukosit darah perifer akan menekan
sintesis IL-12 dan interferon gama tetapi meningkatkan ekspresi IL-10.
• Hal ini akan dapat menggeser fenotip sel Th dari profil Th1 yang
memperatarai respon imun seluler menjadi profil Th2 yang memperantarai
produksi antibodi.
• Antibodi yang diproduksi juga mengalami perubahan sehingga antibodi yang
diproduksi lebih banyak adalah IgE karena pengaruh IL-4 dan IL-5.
• Hasil akhirnya adalah terjadinya inflamasi karena pelepasan histamin.
IL-12
Catecholamines

Th
IL-10

Th2 IL- 4

IL- 5
Th1

Histamine
releasing factor
Gambar 3: Efek stres pada respon imun
SENYAWA SITOSTATIKA

• Senyawa-senyawa sitostatika misalkan, metotreksat,


siklofosfamid, siklosporin biasanya menghambat proliferasi sel
T maupun B.
• Siklosporin berikatan dengan siklofilin dan menghambat
klsineurin fosfatase sikloplasmik yang penting untuk aktivasi
faktor transkripsi spesefik sel T yang akan mensintesis IL-2. Jika
ekspresi IL-2 dihambat maka respon imun yang diperantarai
sitokin tersebut menjadi tidak aktif.
ANTIBODI

• Penggunaan antibodi, utamanya antibodi monoklonal,


adalah untuk menghambat respon imun pada transplantasi.
Misalkan pada kasus dimana respon imun telah resisten
terhadap senyawa-senyawa steroid. Pada transplantasi
ginjal, digunakan Daclizumab dan Basiliximab sebagai anti
reseptor IL-2 sehingga tidak terjadi aktivasi sel T
SITOKIN

• (IFN-b) menghambat produksi sitokin dar sel Th1 dan


menghambat perkembangan penyakit multiple sklerosis
• INF-a sebagai sebab dari apoptosis limfosit
OBAT–OBAT IMUNOSTIMULAN
IMUNOSTIMULAN

DEFINISI :
• Imunostimulan adalah obat-obatan yang menstimulasi sistem imun dengan cara
menginduksi aktivasi atau menaikkan aktivitas komponen sistem imun
PENGELOMPOKAN IMUNOSTIMULAN

Imunostimulan dibagi menjadi:


1. Imunostimulan spesifik: adalah senyawa-senyawa yang bersifat
antigenik/imunogenik, sehingga dapat dikenali sebagai antigen
oleh sistem imun, misalkan vaksin
2. Imunostimulan non-spesifik: adalah senyawa yang dapat
meningkatkan respon imun tetapi tidak dikenali sebagai
antigen, misalkan adjuvan
Bagaimana cara mengidentifikasi
senyawa imunomodulator non-spesifik?
• Beberapa percobaan dapat dilakukan untuk dapat
mengetahui apakah senyawa tertentu mempunyai efek
imunomodulator.
• Efek tersebut dapat berupa efek terhadap respon imun non-
spesifik ataupun respon imun spesifik.
• Efek terhadap respon imun non-spesifik dilakukan dengan
cara mengukur aktivitas makrofag, limfosit ataupun sitokin,
sedangkan efek terhadap respon imun spesifik diukur
perubahan dari titer antibodi.
PERCOBAAN UNTUK MELIHAT ADANYA EFEK
IMUNOMODULATOR

Pada umumnya percobaan dilakukan sebagai berikut:

Pada hewan coba diberikan senyawa diduga mempunyai efek imunomodulator sebelum
perlakuan  Setelah waktu tertentu, hewan tersebut diimunisasi dengan antigen
tertentu  Kira-kira 2 minggu setelah imunisasi 1, dilakukan imunisasi ke-2  3-4
hari berikutnya dilakukan uji-uji untuk mengetahui aktivitas makrofag, proliferasi
limfosit, titer antibodi dan ekspresi sitokin  Dilakukan pengamatan antara control dan
senyawa uji  Bila parameter-parameter uji berbeda bermakna dengan kontrol maka
dapat dikatakan bahwa senyawa bersangkutan mempunyai efek imunomodulator.
BAHAN ATAU SENYAWA
IMUNOMODULATOR
PRODUK BAHAN ALAM

1. Pegagan ~ Centella asiatica


Ekstrak air menghambat produksi IL-2, TNF-alfa, sedangkan ekstrak etanolnya
mempunyai efek berbeda
2. Ganoderma lucidum
In vitro: meningkatkan produksi sitokin makrofag dan menurunkan proliferasi
sel T, meningkatkan apoptosis sel leukemia
3. Panax ginseng
Mengandung ginsenoside dan triterpinoid yang menginduksi sel T dansel B,
apoptosis sel promielosit leukemia, meningkatkan aktivitas makrofag.
LANJUTAN…

4. Piper crocatum
Mengandung neoglikan, krokatidin danasetil krokatidin yang
meningkatkan respon imun nonpspesifik. Ekstrak etanoliknya juga
menekan respon imun spesifik
5. Asam-asam lemak
Asam-asam lemak jenuh tidak jenuh, misalkan AA, DHA, EPA dan PA
dapat menekan inflamasi dan juga menekan atau meningkatkan
apoptosis, tergantung pada jenis asam lemak bersangkutan.
Mekanisme aksi dari asam lemak tersebut antara lain:
a. mempengaruhi fluiditas membran
b. produksi eikosanoid
c. memproduksi peroksida lipid
d. regulasi faktor transkripsi

EPA dapat berikatan dengan membran dan menggantikan AA dan


menyebabkan pengurangan produksi IL-1 dan TNF. EPA juga menghambat
Nf-kB (suatu faktor transkripsi) sehingga menghambat transkripsi sitokin.
LANJUTAN…

6. Polisakarida
• Polisakarida merupakan senyawa yang dapat menginduksi sistem imun. Namun
demikian karena sel T tidak dapat mengenalinya sebagai antigen maka respon
imun yang diinduksi sangat lemah. Hal ini disebabkan karena sel APC tidak
dapat memproses polisakarida sebagai antigen.
• Respon imun yang ditimbulkan karena adanya aktivitas dari sel B yang mampu
mengenali polisakarida sebagai antigen. Sebagian besar polisakarida bakteri
mengiduksi imunitas humoral dan menghasilkan induksi lemah terhadap IgM
dan IgG yang mempunyai afinitas lemah terhadap antigen tertentu.
PROBIOTIK

• Menurut WHO/FAO, probiotik adalah mikrorganisme hidup yang


apabila dikonsumsi oleh manusia dengan ukuran tertentu akan dapat
memberikan efek yang menguntungkan. Beberapa mikroorganisme
tersebut adalah, Lactobacillus acidophilus, Bifidobacterium bifidus dan
Lactococcus sp.

Bagaimana mikroorganisme tersebut dapat membantu meningkatkan


respon imun seseorang yang mengkonsumsi???
Gambar 4: proposal mekanisme probiotik menginduksi respon imun
LANJUTAN PREBIOTIK…

• Pada prinsipnya, sel -sel yang terlibat dalam sistem imun, misalkan sel makrofag atau sel
dendritik dapat mengambil sampel mikroba yang terdapat dalam lumen usus.
• Interaksi antara mikroba dengan sel sel APC tersebut dapat menginduksi ekspresi berbagai
sitokin.
• Mikroba tersebut akan didegradasi dan dipresentasikan sebagai epitop melalui MHC I dan
MHC II  Epitop-epitop tersebut akan dapat ditangkap atau direspon oleh sel T sitolitik
maupun sel T helper  Sel T helper di daerah epitel mukosa dapat memproduksi Transforming
Growth Factor (TGF -beta) yang akan menyebabkan sel B menghasilkan IgA dan IgG.
• IgA yang diproduksi berupa IgA dimer yang mampu bertahan terhadap enzim proteolitik dalam
lumen usus. Selain IgA, sel B juga memproduksi IgG.
LANJUTAN PREBIOTIK…

• Mikroba probiotik, adalah mikroorganisme yang berada dalam saluran pencernaan


makanan yang mempunyai berbagai protein permukaan yang dimiliki pula oleh
enterobakteria patogen.
• Oleh karena itu, mikroba probiotik mempunyai epitop-epitop yang sama dengan epitop
entrobakteria patogen.
• Dengan demikian apabila sistem imun telah mengenal epitop-epitop tersebut melalui
mikroba probiotik, maka sistem imun sudah mempunyai pengenalan terhadap
enterobakteria patogen.
• Apabila suatu ketika ada enterobakteria patogen masuk ke sistemik melalui mukosa usus
maka sudah ada sistem imun yang akan menanggapi, sehingga enterobakteria patogen
tidak dapat berkembang lebih lanjut.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai