1.C
Kelompok 1 :
Anne Silvana
Aulia Ihsan
Ayu Syuraya Asfia
Denada Rahmadhani
Fadillah Ulfa
Prettyssa Nandelto
Septri Annisa Azmi
Tricia Andeska putri
Yola Fadila
A. PENGERTIAN IMUNOMODULATOR
Imunomodulator sintesis
kekurangan seperti mengakibatkan reaksi
adalah seperti Isoprinosin, Levamisol, Vaksin BCG dan
alergi dan hipersensitivitas pada sesetengah
banyak lagi
orang.
imunomodulator alam
Penggunaan tanaman sebagai obat setelah tanaman diketahui memiliki aktivitas sebagai
diketahui mengandung antioksidan alami serta imunomodulator di antaranya:Kaempferia Galanga
dapat meningkatkan aktivitas sistem imun L.
PENGELOMPOKAN IMUNOMODULATOR
Imunorestorasi
Obat golongan
imunomodulator bekerja Imunostimulasi
menurut 3 cara
Imunosupresi
1.Imunostimulasi dan Imunorestorasi
1. Secara langsung mengganggu fungsi sistem kekebalan atau merusak organ dan
kelenjar limfoid primer sekaligus organ/kelenjar limfoid sekunder (limfa, proventrikulus,
seka tonsil dll.
2. Merusak atau mengganggu fungsi dan sistem pertahanan yang bersifat sekunder
(limfa, proventrikulus, seka tonsil, sel harderian) karena serangan penyakit swolen
head syndrome, kolera, ILT dan snot (korisa)
3. Menguras zat kebal (antibodi) tubuh yang telah terbentuk dari hasil vaksinasi,
yang disebabkan serangan koksidiosis
Terapi Imunosupresi
• Miastenia gravis adalah penyakit autoimun, di mana kekebalan
tubuh balik menyerang diri sendiri. Dengan dasar tersebut
digunakan obat-obatan imunosupresi (penekan kekebalan tubuh).
Penggunaan obat imunosupresi efektif pada hampir seluruh pasien
miastenia gravis. Beberapa obat yang biasa digunakan adalah
glukokortikoid, azathioprine, siklosporin, takrolimus, dan lain-lain.
Pemilihan obat yang digunakan didasarkan pada keuntungan dan
kerugian pada masing-masing pasien.
METODE UJI AKTIFITAS IMUNOMODULATOR
Metode bersihan
karbon (“Carbon- Uji granulosit
Clearance”)
Baik secara akut maupun kronis tidak toksik dan tidak mempunyai efek samping farmakologik yang
merugikan.
1. Vaksin bacterial, yang terdiri dari bakteri hidup yang di lemah kan
atau diinaktifkan, polisakarida dari kapsel fragmennya yang memiliki
sifat antigen.
2. Vaksin viral, yang terdiri dari vaksin hidup yang di lemah kan atau
diinaktifkan, juga fragmen yang memiliki sifat antigen.
3. Vaksin parasite, yaitu terdiri dari suatu protein yang terdapat di
protein yang terdapat di permukaan sporozoid Plasmodium
falciparum ( vaksin malaria, eksperimental ).
Jenis-Jenis Vaksin
Deskripsi : Vaksin difteri terbuat dari toksin kuman difteri yang telah dilemahkan Biasanya
diolah dan dikemas bersama-sama dengan vaksin tetanus dalam bentuk vaksin DT, atau
dengan vaksin tetanus dan pertusis dalam bentuk vaksin DPT.
Waktu pemeberian : Pemberian Vaksin difteri biasanya dilakukan bersama-sama dengan
tetanus (Vaksin DT) dan batuk rejan (vaksin DPT), sejak bayi berumur 2 bulan (lihatlah
jadwal imunisasi hal. 61). Mula-mula diberikan dalam bentuk imunisasi dasar sebanyak 2-3
kali suntikan dengan jarak waktu antara 2 suntikan 4-6 minggu. Kemudian disusul dengan
imunisasi ulang pada umur 1 ½ – 2 tahun, menjelang umur 5 tahun dan menjelang umur 10
tahun. Imunisasi ulang sewaktu diperlukan juga bila anak anda berhubungan dengan anak
lain yang menderita difteri.
Efek samping : Reaksi pada vaksin ini jarang terjadi, mungkin hanya berupa demam ringan
selama 1-2 hari.
Kontra indikasi : Hanya pada anak yang menderita demam tinggi atau sakit parah
5. Diptheria Tetanus (DT)
Pengertian : Vaksin DT adalah vaksin yang mengandung Toksoid Difteri
dan Tetanus yang telah dimurnikan yang teradsorbsi ke dalam 3 mg/ml
aluminium fosfat. Thimerosal 0,1 mg/ml digunakan sebagai pengawet.
Potensi komponen vaksin per dosis sedikitnya 30 IU (International Unit)
untuk potensi Toksoid Difteri dan sedikitnya 40 IU untuk potensi
Toksoid Tetanus.
Efek samping : Hanya berupa demam ringan dan pembengkakan lokal
di tempat suntikan selama 1 – 2 hari. Hanya diberikan pada anak yang
sakit parah atau sedang menderita demam tinggi. Dengan pengawasan
dokter, anak yang pernah kejang masih dapat diberikan imunisasi DT.
6. Poliomielitis
Deskripsi : Vaksin dari virus polio (tipe 1,2 dan 3) yang dilemahkan, dibuat dlm biakan sel-vero :
asam amino, antibiotik, calf serum dalam magnesium klorida dan fenol merah. Vaksin Oral
Polio hidup adalah Vaksin Polio Trivalent yang terdiri dari suspensi virus poliomyelitis tipe 1, 2
dan 3 (strain sabin) yang sudah dilemahkan, dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan
distabilkan dengan sukrosa.
Indikasi : Vaksin diberikan untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit poliomielitis.
Waktu pemberian : Imunisasi polio yang harus diberikan sesuai dengan rekomandasi WHO
adalah diberikan sejak lahir sebanyak 4 kali dengan interval 6-8 minggu. Kemudian diulang usia
1½ tahun, 5 tahun dan usia 15 tahun atau sebelum meninggalkan sekolah. Vaksin polio terdiri
dari 2 jenis , yaitu Vaksin Virus Polio Oral (Oral Polio Vaccine=OPV) dan Vaksin Polio Inactivated
(Inactived Poliomielitis Vaccine). Vaksin dasar diberikan ketika anak berumur 2 bulan, sebanyak
2-3 kali. Jarak waktu antara 2 pemberian ialah 4-6 minggu. Sevaksinasi diberikan ketika anak
berumur 1 ½ – 2 tahun, menjelang umur 5 tahun dan menjelang umur 10 tahun (lihatlah jadwal
imunisasi, hal 61).
Akibat tidak diberi vaksin : Akibat dari tidak di lakukan vaksin
poliomyelitis yaitu Kelumpuhan permanen, bisa pada tungkai, baik kaki
maupun tangan. Kelumpuhan berat, misalnya pada otot pernapasan. Pada
kondisi ini, biasanya pasien membutuhkan alat bantu napas.
Efek samping : Reaksi Vaksin biasanya tidak ada, mungkin pada bayi akan
terdapat berak-berak ringan dan Efek samping Pada vaksin polio hampir
tidak terdapat efek samping. Bila ada, mungkin berupa kelumpuhan
anggota gerak seperti pada penyakit polio sebenarnya.
Kontra indikasi : Pada anak dengan diare berat atau yang sedang sakit
parah, imunisasi polio sebaiknya ditangguhkan. Demikian pula pada anak
yang menderita penyakit defisiensi kekebalan tidak diberikan polio. Alasan
untuk tidak memberikan vaksin polio pada keadaan diare berat ialah
kemungkinan terjadinya diare yang lebih parah. Pada anak dengan
penyakit batuk, pilek, demam atau diare ringan, imunisasi polio dapat
diberikan seperti biasanya.
7. Campak (Morbili)
Deskripsi : Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Setiap
dosis (0,5 ml) mengandung tidak kurang dari 1000 infective unit virus strain CAM
70, dan tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg residu
erythromycin. Indikasi : Vaksin ini diberikan untuk mendapat kekebalan terhadap
penyakit campak secar aktif.
Cara pemberian dan dosis :
• Sebelum disuntikkan vaksin Campak terlebih dahulu harus dilarutkan dengann
pelarut steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut aquabidest.
• Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan atas, pada usia
9-11 bulan. Dan ulangan (booster) pada usia 6-7 tahun (kelas 1 SD) setelah cath-
up campaign Campak pada anak Sekolah Dasar kelas 1-6.
• Vaksin campak yang sudah dilarutkan hanya boleh digunakan maksimum 6 jam.
Waktu pemberian : Menurut WHO (1973) imunisasi campak cukup
dilakukan dengan 1 kali suntikan setelah bayi berumur 9 bulan. Lebih baik
lagi setelah ia berumur lebih dari 1 tahun. Karena kekebalan yang
diperoleh berlangsung seumur hidup, maka tidak diperlukan revaksinasi
lagi.
Efek samping : Biasanya tidak terdapat reaksi akibat imunisasi. Mungkin
terjadi demam ringan dan nampak sedikit bercak merah pada pipi di
bawah telinga pada hari ke 7-8 setelah penyuntikan.
Kontra indikasi : Menurut WHO (1963), indikasi kontra hanya berlaku
terhadap anak yang sakit parah, yang menderita TBC tanpa pengobatan,
atau yang menderita kurang gizi dalam derajat berat
Akibat tidak diberi vaksin : Jika tidak di lakukan vaksin bisa menyebabkan
Penyakit campak bisa berdampak pada radang paru-paru atau radang
otak, jika panasnya terlalu tinggi bisa menyebabkan kematian.
8. Hepatitis-B (DNA recombinant)
Deskripsi : Vaksin Hepatitis B Rekombinan adalah vaksin virus rekombinan yang telah
diinaktivasi dan bersifat non-infectious, berasal dari HBsAg yang dihasilkan dalam sel ragi
(Hansenula polymorpha) menggunakan teknologi DNA rekombinan.
Waktu pemberian : Vaksinisasi aktif dilakukan dengan cara pemberian suntikan dasar
sebanyak 2 atau 3 kali dengan jarak waktu 1 bulan. Selanjutnya dilakukan 1 kali imunisasi
ulang dalam waktu 5-12 bulan setelah imunisasi dasar. Revaksinasi berikutnya diberikan
setiap 5 tahun.
Efek samping : Reaksi vaksin yang terjadi biasanya berupa nyeri pada tempat suntikan yang
mungkin disertai dengan timbulnya rasa panas atau pembengkakan. Reaksi ini akan
menghilang dalam waktu 2 hari. Reaksi lain yang mungkin terjadi ialah demam ringan. Efek
samping Selama pemakaian 10 tahun ini, tidak dilaporkan adanya efek samping yang
berarti.
Kontra indikasi : Vaksin tidak dapat diberikan kepada anak yang menderita sakit berat.
Vaksinasi hepatitis B ini dapat diberikan kepada ibu hamil dengan nama aman dan tidak
akan membahayakan janin. Bahkan akan memberikan perlindungan kepada janin selama
dalam kandungan ibu maupun kepada bayi selama beberapa bulan setelah lahir.
9. Vaksin Tipa (tifus, paratifus A-B-C)
Indikasi : Vaksin ini diberikan untuk memperoleh kekebalan aktif terhadap penyakit tifus dan
paratifus. Vaksinasi ini tidak dimasukkan dalam prioritas Departemen Kesehatan untuk
Program Pengembangan Imunisasi, walaupun kejadian penyakit tifus dan paratifus di Indonesia
masih tinggi.
Waktu pemberian : Cara Vaksin/imunisasi dasar diberikan sebanyak 3 kali, masing-masing
pada umur 15 bulan, 16 bulan dan 17 bulan. Beberapa sarjana menyarankan agar vaksinasi
diberikan setelah anak berumur lebih dari 2 tahun, karena jarangnya kejadian penyakit ini pada
anak yang lebih muda.
Efek samping : Reaksi yang sering terjadi ialah demam yang timbul 1 hari setelah penyuntikan.
Demam ini dapat berlangsung selama 1-3 hari. Sering pula dijumpai reaksi lokal berupa
pembengkakan di tempat suntikan disertai dengan rasa nyeri pada pergerakan. Dan gejala
menggigil dalam waktu 1 jam setelah penyuntikan. Keadaan menggigil ini biasanya akan
menghilang sendiri 15 menit kemudian.
Kontra indikasi : Bila vaksin diberikan tipa diberikan kepada ibu hamil mungkin dapat
menyebabkan keguguran atau kelahiran bayi kurang bulan.
10. Vaksin Gondong (Bengok, Parotitis)
Indikasi : Pemberian vaksin bertujuan untuk menimbulkan kekebalan terhadap penyakit
gondong/bengok.
Deskripsi : Istilah asing untuk penyakit ini ialah parotitis (Latin) atau mumps (Inggris).
Penyakit ini disebabkan oleh sejenis virus. Vaksin parotitis ini terbuat dari jenis virus
gondong yang telah dilemahkan. Penyakit gondong merupakan penyakit infeksi virus pada
kelenjar air liur. Penyakit ini sebenarnya tidak berbahaya, tetapi sewaktu-waktu dapat
memberikan komplikasi yang cukup serius.
Waktu pemberian : vaksin diberikan pada anak berumur lebih dari 12 bulan. Selain itu juga
pada orang dewasa yang belum pernah menderita penyakit gondong. Karena masih adanya
kekebalan alamiah pasif dari ibu, tidak dianjurkan pemberian imunisasi pada anak kurang
dari 12 bulan.
Efek samping : Biasanya jarang terjadi reaksi imunisasi. Bila ada dapat berupa kenaikan
suhu ringan atau rasa sakit dan panas pada tempat suntikan yang berlangsung selama 1-2
hari. Efek sampingnya pun sangat jarang dijumpai. Bila ada,mungkin dapat berupa radang
otak, timbulnya bercak merah dan rasa gatal pada kulit.
Kontra indikasi : Sebaiknya vaksinasi tidak dilakukan pada ibu hamil, karena belum
lengkapnya informasi mengenai pengaruh vaksin terhadap janin. Vaksinasi juga tidak
diberikan pada penderita dengan keganasan atau yang dalam pengobatan terhadap
penyakit keganasan
11. DPT – Hepatitis B
Deskripsi : Vaksin mengandung DPT berupa toxoid difteri dan toxoid tetanus
yang dimurnikan dan pertusis yang inaktifasi serta vaksin hepatitis B yang
merupakan sub unit vaksin virus yang mengandung HbsAg murni dan bersifat
non-infectious. Vaksin hepatitis B ini merupakan vaksin DNA rekombinan
yang berasal dari HbsAg yang diproduksi melalui teknologi DNA rekombinan
pada sel ragi.
Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit difteri,
tetanus, pert usis dan hepatitis B.
Cara pemberian dan dosis : Pemberian dengan cara intra muskuler 0,5 ml
sebanyak 3 dosis. Dosis pertama pada usia 2 bulan, dosis selanjutnya dengan
interval minimal 4 minggu (1 bulan).
Efek samping : Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan
di sekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan
12. Imunisasi Polio
Deskripsi : Vaksin Oral Polio hidup adalah Vaksin Polio trivalent yang terdiri dari
suspensi virus poliomyelitis tipe 1,2 dan 3 (strain sabin) yang sudah dilemahkan, dibuat
dalam biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa.
Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap Poliomyelitis.
Cara pemberian dan dosis :
• Sebelum digunakan pipet penetes harus dipasangkan pada vial vaksin.
• Diberilan secara oral, 1 dosis adalah 2 (dua) tetes sebanyak 4 kali (dosis) pemberian,
dengan interval setiap dosis minimal 4 minggu.Setiap membuka vial baru harus
menggunakan penetes (dropper) yang baru.
• Di unit pelayanan statis, vaksin polio yang telah dibuka hanya boleh digunakan
selama 2 minggu.
Kontra Indikasi : Pada individu yang menderita “immune deficiency”. Tidak ada efek
yang berbahaya yang timbul akibat pemberian OPV pada anak yang sedang sakit.
Efek samping : berupa paralysis yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi.
13. Imunisasi Hepatitis B
Deskripsi : Hepatitis B rekombinan adalah vaksin virus rekombinan yang telah
diinaktivasikan dan bersifat non-infeksiosus, berasal dari HBsAg yang dihasilkan
dalam sel ragi (Hansenula polymorpha) menggunakan teknologi DNA rekombinan.
Indikasi :
• Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus
Hepatitis B.
• Tidak dapat mencegah infeksi virus lain seperti virus Hepatitis A atau C atau yang
diketahui dapat menginfeksi hati.
Cara pemberian dan dosis :
• Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi
homogen.
• Sebelum disuntikkan, kondisikan vaksin hingga mencapai suhu kamar.
• Vaksin disuntikkan dengan dosis 0,5 ml atau 1(buah) HB.
• Vaksin disuntikkan dengan dosis 0,5 ml atau 1(buah) HB ADS PID, pemberian
suntikkan secara intra muskuler, sebaiknya pada anterolateral paha.
• Pemberian sebanyak 3 dosis.
14. Vaksin rubella
Pengertian : Vaksin rubella yaitu vaksin yang ditekankan pada anak
perempuan, karena jika nantinya anak itu dewasa menikah lalu hamil dan
terdapat virus rubela di dalam tubuhnya maka bisa berakibat fatal pada
janin yang dikandungnya.
Waktu pemberian : vaksin rubella dapat diberikan kepada anak yang
sistem kekebalan tubuhnya sudah berkembang yaitu pada usia 12 – 18
bulan. Bila pada usia tersebut belum diberikan, vaksinasi dapat dilakukan
pada usia 6 tahun. sedangkan vaksinasi dapat dilakukan pada usia 6 tahun.
Sedangkan vaksinasi ulangan di anjurkan pada usia 10 – 12 tahun atau 12
– 18 tahun (sebelum pubertas). Infeksi rubella, pada umumnya
merupakan penyakit ringan. Vaksin rubella tidak boleh diberikan pada
wanita yang hamil atau akan hamil dalam 3 bulan setelah pemberian
vaksin.
Akibat tidak vaksin : Bila tidak dilakukan vaksin dapat mengakibatkan
katarak, tuli atau cacat
15. Vaksin virus influenza
Pengertian : Vaksin berisi dua subtipe A yaitu H3N2 dan H1N1, serta virus
tipe B. Yang di gunakan untuk mencegah virus influenza yang datang setiap
tahun.
Waktu pemberian : Vaksin diberikan secara intramuscular dengan dosis
untuk umur 6-35 bulan 0,25 ml dan umur 3 tahun 0,5 ml. Anak-anak yang
mendapat vaksin ini pada umur kurang dari 9 tahun, perlu diberikan 2
dosis dengan jarak pemberian lebih dari 1 bulan. Vaksin influenza tidak
boleh untuk anak kurang dari 6 bulan. Vaksin ini dianjurkan untuk
diberikan setiap tahun pada anak usia 6 bulan sampai 18 tahun.
Akibat tidak diberi vaksin : Bila tidak di berikan vaksin kemungkinan
terserang influenza jika sistem kekebalan tubuhnya turun.
16. Vaksin hepatitis A
4. Penyimpanan Vaksin
Cold Room: suhu 2 oC s/d 8 oC untuk vaksin BCG, Campak, DPT, TT, dan lain-lain.Suhu -20 oC untuk
vaksin Polio
Pemantauan Suhu secara berkala
Pengaturan Stok (Inventory Control)
Diterapkan aturan system First In First Out (FIFO System), Expire Date, dan VVM System
Sebagai control pengeluaran digunakan formulir Batch Delivery Record
Pengeluaran barang berdasarkan permintaan pengiriman dan Kapasitas gudang penerima.
5. Pembekuan Saat Penyimpanan
a. Kesalahan Pada Perawatan
• Thermostat pada lemari es yang tidak berfungsi dengan benar
• Thermometer pengukur suhu pada lemari es tidak valid
b. Ketidaktahuan Petugas (Human Error)
• Paradigma petugas bahwa lebih dingin akan lebih baik
• Sering merubah posisi thermostat
• Petugas Baru:
-Ketidaktahuan sifat vaksin
-Ketidaktahuan tata cara penyimpanan vaksin
-Ketidaktahuan packaging vaksin
·
6. Pembekuan Saat Pengepakan Pada Vaksin Dtp, Tt, Dt, Dan Hb
Terjadi karena tidak mengikuti petunjuk, bahwa Cold Pack harus dikeluarkan dulu dari
freezer dan tunggu selama 30 menit sampai 1 jam baru kemudian masuk ke dalam box
vaksin.
Yang terjadi di lapangan:
• Dengan alasan karena waktu mendesak, tidak sempat melakukan aturan yang
dianjurkan sehingga cold pack dari freezer langsung masuk ke dalam box vaksin.
• Sehingga aturan penggunaaan Cold Pack untuk Freeze Sensitive Vaccine di rubah
menjadi Cool Pack.