Anda di halaman 1dari 26

Uji Antiflamasi

Kelompok
Tujuan

Dapat mengenal dan mampu


mempraktekkan pegujian daya anti inflamasi
suatu bahan alam pada hewan uji dengan
induksi radang buatan.
Pengertian Inflamasi

Antiinflamasi adalah respon tubuh dalam


menanggapi adanya luka dijaringan. Inflamasi
ditandani dengan bengkak, kemerahan, nyeri,
dan panas. Pada saat proses ini banyak terjadi
pelepasan mediator kimia antara lain
postaglandin, histamin, bradikinin, leukotrin,
dan lain-lain.
Mekanisme terjadinya Inflamasi
Proses inflamasi dimulai dari stimulus yang akan
mengakibatkan kerusakan sel, sebagai reaksi terhadap
kerusakan sel maka sel tersebut akan melepaskan
beberapa fosfolipid yang diantaranya adalah asam
arakidonat. Setelah asam arakidonat tersebut bebas akan
diaktifkan oleh beberapa enzim, diantaranya
siklooksigenase dan lipooksigenase. Enzim tersebut
merubah asam arakidonat ke dalam bentuk yang tidak
stabil (hidroperoksid dan endoperoksid) yang selanjutnya
dimetabolisme menjadi leukotrin, prostaglandin,
prostasiklik, dan tromboksan. Bagian prostaglandin dan
leukotrin bertanggung jawab terhadap gejala-gejala
peradangan (Corwin, 2008).
Tanda-Tanda Inflamasi (kartika,
2015)
a. Tumor (membengkak
b. Rubor (memerah)
c. Dolor (nyeri)
d. Color (menghangat/demam)
e. functio laesa (daya pergerakan menurun)
Contoh obat Antiinflamasi

1. Antiinflamasi Non Steroid


Contoh : ibu profen, asam mefenamat, Na-
diklofenak, K-dilofenak.
2. Antiinflamasi Steroid
Contoh : dexametason, metil prednisolon,
prednison .
Mekanisme obat antiinflamasi

• Mekanisme kerja obat antiinflamasi (steroid)


dengan menghambat enzim fospolipid A2 yang
menyebabkan tidak terbentuknya asam
arakidonat sehingga tidak terbentuknya
prostaglandin.
• Mekanisme kerja yang non-streroid adalah
dengan menghambat enzim siklooksigenase
(COX) sehingga menghambat mediator –
mediator nyeri yaitu seperti prostaglandin dan
tromboksan.
Prinsip Uji Antiinflamasi

Prinsip pada percobaan ini adalah


melakukan injeksi pada telapak kaki tikus
sehingga terjadi edema yang selanjutnya akan
dinhibisi oleh obat antiinflamasi.
Praktikum ini menggunakan hewan uji
tikus, tikus digunakan karena tikus mempunyai
karakteristik biologisnya mirip seperti manusia
bahkan penyakit manusia apat dimasukkan ke
dalam tubuh tikus. Selain itu juga, struktur gen
yang mirip dengan manusia sehingga dapat
digunakan untuk penelitian dengan
menghasilkan hasil yang akurat atau tepat.
• Kaki tikus diukur volumenya dengan mencelupkan ke
dalam raksa pada alat pletismograph dan diberi tanda
dengan menggunakan spidol pada kaki kanan tepat
dibawah paha.
• Prinsipnya adalah mengukur volume kaki tikus sebelum
dan sesudah diinjeksikan ditandai dengan adanya
pembengkakan.
• Alat ini menerapkan hukum Archimedes,dimana saat
volume udem kaki dicelupkan pada air raksa sama
dengan banyaknya skala yang ditunjukkan.
• Tujuan digunakan air raksa karena air raksa memiliki sifat
yang sensitif jika ada sedikit pergerakan, sehingga dapat
diperoleh akurasi data.
Pada praktikum ini menggunakan bahan alam
yaitu kunyit (Curcuma domestica) dengan klasifikasi
sebagai berikut :
• Kingdom : Plantae
• Divisio : Spermatophyta
• Sub-divisio : Angiospermae
• Kelas : Monocotyledoneae
• Ordo : Zingiberales
• Famili : Zungiberacceae
• Genus : Curcuma
• Species : Curcuma domesticaval.
Kasifikasi Tikus Putih

• Kingdom : Animalia
• Filum : Chordata
• Kelas : Mamalia
• Ordo : Rodensia
• Subfamili : Murinae
• Genus : Rattus
• Spesies : Rattus novergicus
• Menggunakan kunyit karena kunyit
mengandung kurkumin yang berkhasiat
sebagai antiinflamasi, yang berkerja dengan
menghambat prostaglandin dengan cara
menghambat enzim sikoksigenase(COX)
sehingga asam arakidonat yang dapat
menyebabkan nyeri tidak dapat terbentuk.
• Induktor inflamasi atau agen inflamasi yang
digunakan pada percobaan in adalah formalin.
• Formalin yang digunakan disuntikkan secara
sublantar sebanyak 1 ml 30 menit setelah diberi
perlakuan.
• Formalin digunakan karena mengandung asam
arakidonat yang dapat menyebabkan inflamasi
atau pembengkakan, karena asam arakidonat
dapat melepaskan mediator mediator kimia
seperti prostaglandin.
Keempat tikus diberi perlakuan yang berbeda-
beda yaitu :
1. Kontrol positif : Na Diklofenak
2. Kontrol negatif : CMC Na
3. Perlakuan 1 : Ekstrak kunyit dosis
tinggi
4. Perlakuan 2 : Ekstrak kunyit dosis
rendah
Tabel hasil
Perlakuan Kelompok T0 T15 T30 T45 T60 AUC

+ 1 0,34 0,35 0,48 0,40 0,45 24.375


2 0,30 0,35 0,50 0,40 0,45 24.375
3 0,32 0,34 0,42 0,36 0,35 21.825
4 0,36 0,46 0,48 0,52 25.275

- 1 0,33 0,47 0,51 0,52 0,57 29.25


2 0,25 0,32 0,45 0,35 0,30 20.925
3 0,38 0,50 0,51 0,51 0,50 29.4
4 0,37 0,49 0,57 0,58 28.575

P1 1 0,35 0,37 0,45 0,37 0,37 23.25


2 0,35 0,48 0,45 0,44 0,40 26.175
3 0,18 0,46 0,36 0,35 0,40 21.9
4 0,45 0,42 0,42 0,43 24.3

P2 1 0,30 0,34 0,53 0,42 0,39 24.525


2 0,39 0,46 0,40 0,50 0,35 25.95
3 0,39 0,52 0,58 0,61 0,50 32.325
4 0,30 0,44 0,40 0,39 23.175
larutan CMC 1% sebagai pensuspensi, karena larutan ini memiliki
toksisitas yang rendah dan terdispers didalam air, sedangkan
kontrol positif yang digunakan adalah obat antiinflamasi golongan
NSAID yaitu Natrium diklofenak. Obat ini bekerja dengan cara
menghambat pembentukan prostaglandin dengan jalan memblok
enzim siklooksigenase (COX). Pemberian Na Diklofenak ini
digunakan untuk mengatasi inflamasi atau yang diakibatkan oleh
pemberian induktor/agen inflamasi, sehingga dengan pemberian
obat ini ukuran telapak kaki tikus yang semula bengkak dapat
mengecil. Setelah diberikan masing-masing perlakuan tikus
didiamkan 30 menit baru kemudian diberi agen inflamasi. Hal ini
bertujuan supaya zat yang memiliki efek antiinflamasi dapat
bereaksi terlebih dahulu di dalam tubuh tikus. Kemudian setelah itu
diukur volume udem untuk mengetahui pengaruh lama waktu
terhadap daya inflamasi. Volume kaki tikus diukur pada menit ke
15,30,45, dan 60.
• Tikus 1 merupakan kontrol (+) dengan pemberian ekstrak
kunyit dosis tinggi secara per oral dengan volume 0,165
ml. Sedangkan tikus 2 juga merupakan kontrol (+)
dengan pemberian ekstak kunyit dosis rendah secara per
oral dengan volume 0,158 ml. Hasil yag diperoleh yaitu
daya inflamasi secara berurutan yaitu 21.9% dan
32.325%. Hal tersebut kurang sesuai dengan literature,
dimana semakin besar volume ekstrak yang diberikan
maka semakin sedikit udem yang dihasilkan. Karena zat
yang bekerja sebagai agen antiinflamasi semakin besar.
Hal ini dapat dikarenakan, proses pentuntikan inductor
yang kurang sempurna yang menyebabkan perbedaan
persentase yang signifikan.
• Tikus 3 merupakan kontrol (-), fungsinya yaitu
untuk mengetahui apakah pelarut obatg memiliki
efek atau tdak. Pelarut obat adalah CMC Na
(Carboxyl Methyl Cellulose). CMC-Na ini diberikan
secara per oral dengan volume pemberian 3 ml.
Dan pada hasil percobaan diperoleh % daya
inflamasi sebesar 29.4%. Hal tersebeut kurang
sesuai dengan hasil yang menunjukkan bahwa
larutan CMC-Na tidak memberikan efek
antiinflamasi atau sebesar 0%. Karena CMC-Na ini
berfungsi sebagai control negative.
• Tikus 4 merupakan kontrol (+). Fungsinya sebagai
pembanding dan melihat apakah zat uji bisa
berefek sama dengan obat antiinflamasi, yang
digunakan seebagai control positif yaiu Na-
diklofenak. Na-diklofenak diberikan secara per
oral dengan volume 0,415 ml. Dan hasil
percobaan diperoleh % daya inflamasi sebesar
21.825%. Hal tersebut menunjukkan bahwa Na-
diklofenak memiliki khasiat sebagai agen
antiinflamasi seperti yang telah diketahui.
Faktor-Faktor yang memengaruhi Hasil Percobaan

a. usia (semakin muda maka akan semakin cepat


reaksi yang ditimbulkan)
b. jenis kelamin,
c. sifat genetik hewan uji,
d. status kesehatan dan nutrisi,
e. bobot tubuh hewan uji, dan
f. luas permukaan tubuh hewan uji.
Pengaruh dosis terhadap udem kaki

Berdasarkan percobaan didapatkan semakin


besar dosis yang diberikan maka volume
udem pada kaki tikus akan semakin kecil. Hal
ini diakibatkan karena kerja dari obat
antiinflamasi (Ekstrak kunyit dan Na-
diklofenak) semakin maksimal.
Kesimpulan
• Uji daya anti inflamasi suatu bahan alam pada hewan uji yaitu tikus dengan
induksi radang buatan yaitu formalin. Uji ini dilakukan dengan memberi
perbedaan perlakuan yaitu diberikan larutan CMC sebagai kontrol negatif,
Na diklofenak sebagai kontrol positif, dan ekstrak kunyit sebagai
antiinflamasi dengan varian dosis yaitu 0,165 ml (perlakuan 1) dan 0,158
ml (perlakuan 2) larutan ekstrak kunyit. Dari percobaan yang dilakukan
didapatkan hasil bahwa semakin sedikit dosis yang diberikan maka daya
antiinflamasi nya semakin kecil. Hal ini tidak sesuai literatur yaitu semakin
besar konsentrasi dosis yang diberikan, nilai saya antiinflamasinya akan
semakin besar pula. Hasil yang tidak sesuai ini dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu usia, jenis kelamin, sifat genetik hewan uji, status
kesehatan dan nutrisi, bobot tubuh, dan luas permukaan hewan uji.
Lampiran Gambar

Proses penimbangan tikus

Proses penyondean tikus

Proses pengukuran volume udem pada


tikus

Anda mungkin juga menyukai