Farmakokinetika
→ mempelajari perubahan-perubahan konsentrasi obat
dalam organisme terhadap waktu: Dimana dan berapa cepat
suatu bahan obat di absorpsi, bagaimana obat terdistribusi
dalam organisme, bagaimana enzim organisme mengubah
struktur molekul obat, dimana, bagaimana caranya dan
berapa cepat obat dieliminasi?
3 fase rangkaian reaksi/kerja suatu obat:
- fase farmaseutik
- fase farmakokinetik
- fase farmakodinamik
Absorpsi
Ekskresi Biotransformasi
Invasi Eliminasi
Catatan:
Obat baru dapat berkhasiat apabila berhasil mencapai
konsentrasi yang sesuai pada tempat kerjanya. Maka
suatu absorpsi yang cukup merupakan syarat untuk
suatu efek terapeutik.
B. Distribusi
Distribusi merupakan perjalanan obat ke seluruh
tubuh. Proses ini dipengaruhi oleh:
1. Pengikatan protein plasma;
2. Kelarutan obat dalam lipid (yaitu, apakah obat
tersebut larut dalam jaringan lemak);
3. Sifat-keterikatan obat;
4. Aliran darah ke dalam organ dan keadaan sirkulasi;
5. Kondisi penyakit
C. Biotransformasi
Biotransformasi atau metabolisme obat ialah
proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi
dalam tubuh dan dikatalisis oleh enzim. Pada proses
ini molekul obat diubah menjadi lebih polar → lebih
mudah larut dalam air dan kurang larut dalam lemak,
sehingga lebih mudah diekskresi melalui ginjal.
biotransformasi
Metabolisme Obat
• Sebagian besar metabolisme obat berlangsung
dalam hati. Proses metabolisme memungkinkan
tubuh untuk menghadapi zat-zat asing dan melakukan
detoksifikasi. Semua obat yang diberikan lewat mulut
harus melintasi hati sebelum mencapai sirkulasi.
• Metabolisme dalam hati berlangsung lewat 2 tahap:
1. Produk pencernaan ditransformasikan oleh
metabolisme atau detoksifikasi;
2. Kemudian metabolitnya dibuat larut dalam air (oleh
proses konjugasi [glosarium]) agar metabolit tersebut
dapat diekskresikan lewat ginjal.
• Kedua proses tersebut sangat bergantung pada
enzim-enzim hati.
• Aktivitas enzim-enzim hati dipengaruhi oleh:
- susunan genetik/tendensi familial
- lingkungan hati, yaitu apa yang mencapai hati dari
usus dan sirkulasi
- gangguan faal hati. Keadaan ini cenderung terjadi
pada ibu hamil yang menderita malnutrisi, sirosis
hati, hepatitis atau pada bayi yang kurang gizi.
• Neonatus (khususnya bayi prematur)
memetabolisme dan mengeliminasi obat lebih
lambat daripada orang dewasa.
Laju Metabolisme
• Laju metabolisme dipengaruhi oleh enzim-enzim
hati. Bergantung pada apa yang dikonsumsi, kerja
enzim-enzim hati dapat dipercepat (diinduksi) atau
diperlambat (diinhibisi atau dihambat).
• Obat-obat seperti: rifampisin, barbiturat, fenitoin,
karbamazepin, alkohol, kafein serta tembakau dan
makanan tinggi protein → mempercepat kerja enzim-
enzim hati.
Artinya setiap obat yang dieliminasi oleh enzim ini
akan dimetabolisme lebih cepat sehingga menjadi
tidak begitu efektif lagi.
D. Ekskresi
• Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ
ekskresi dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau
dalam bentuk asalnya.
• Obat/metabolit polar dieksresi lebih cepat daripada obat
larut lemak.
• Ekskresi kebanyakan obat bergantung pada ginjal,
sebagian obat lain diekskresikan lewat empedu, contoh:
kortikosteroid dan estrogen.
• Ekskresi di ginjal merupakan hasil dari 3 proses:
1. Laju filtrasi di glomerulus/glomerular filtration rate (GFR),
2. Sekresi aktif di tubuli proksimal, dan
3. Reabsorpsi pasif di tubuli proksimal dan distal.
Glomerulus merupakan jaringan kapiler dapat
melewatkan semua zat yang lebih kecil dari albumin
melalui celah antarsel endotelnya sehingga semua
obat yang tidak terikat protein plasma mengalami
filtrasi di sana.
• Jika GFR me ↓ eliminasi sebagian obat akan
terganggu sehingga terjadi akumulasi dan bahkan
toksisitas.
• Penyebab GFR yang rendah:
- dehidrasi (penggunaan diuretik)
- kelainan renal (mis. Infeksi saluran kemih (ISK))
- syok/gagal jantung
- penggunaan obat anti-inflamasi non steroid (NSAID)
Di tubuli proksimal, asam organik (penisilin, salisilat)
diseksresi aktif melalui sistem transport untuk asam
organik, dan basa organik (histamin) disekresi aktif melalui
sistem transport untuk basa organik.
Di tubuli proksimal dan distal terjadi reabsorpsi pasif untuk
bentuk non-ion. Untuk obat berupa elektrolit lemah,
proses reabsorpsi bergantung pada pH tubuli yang
menentukan derajat ionisasi.
• bila urin lebih basa, asam lemah terionisasi lebih banyak
sehingga reabsorpsinya berkurang, ekskresinya me ↗.
• bila urin lebih asam, ekskresi asam lemah berkurang.
Prinsip ini digunakan untuk mengobati keracunan obat
yang ekskresinya dapat dipercepat dengan pembasaan
/pengasaman urin, misalnya keracunan salisilat.
• Ekskresi obat melalui ginjal me ↓ pada gangguan
fungsi ginjal sehingga dosis perlu di ↓ kan atau
interval pemberian diperpanjang.
• Metabolit obat yang terbentuk di hati diekskresi ke
dalam usus melalui empedu, kemudian dibuang
melalui feses, tetapi lebih sering diserap kembali di
saluran cerna dan akhirnya diekskresi melalui ginjal.
• Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat, liur, air
mata, air susu, dan rambut. Liur dapat digunakan
sebagai pengganti darah untuk menentukan kadar
obat tertentu. Rambut pun dapat digunakan untuk
menemukan logam toksik, misalnya arsen → pada
kedokteran forensik/kimia forensik.
Waktu Paruh Eliminasi
Waktu-paruh eliminasi untuk setiap obat adalah
waktu yang diperlukan untuk penurunan konsentrasi
obat tersebut dalam darah atau plasma hingga
separuh dari nilai maksimumnya.
Katzung, Bertram G., 2004, Farmakologi: Dasar dan Klinik, Edisi Ketiga,
Jakarta: Penerbit EGC.