Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI 2

PERCOBAAN III – ANTIINFLAMASI

Oleh :

Kelompok 2
1. Aulia Rahmania 3311191010
2. Tiara Parmayani 3311191011
3. Alpina Rismayati 3311191012
4. Raden Khea Albina F. 3311191014
5. Aldie Nugraha 3311191015
6. Kusniyatin Fitriani 3311191016
7. Adinda Putri 3311191017
8. Muhammad Habibi A. 3311191018
9. Shalsa Billah Arini 3311191019
Kelas A

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI (UNJANI)
Kampus Cimahi : Jl. Terusan Jend. Sudirman PO. Box 148 Cimahi
Telp. (022)6631861-6656190 Fax. (022)6652069
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Inflamasi merupakan gangguan yang sering terjadi pada manusia serta
binatang, yang ditandai dengan timbulnya kemerahan, panas, pembengkakan, rasa
nyeri yang mengganggu, dan hilangnya fungsi dari jaringan. Inflamasi ini adalah
respons terhadap cedera jaringan dan infeksi (Kee dan Hayes, 1996). Respon ini
adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi/merusak organisme yang menyerang,
menghilangkan zat iritan, dan mengatur derajat perbaikan jaringan (Mycek et
al.,2001).
Pada percobaan pengujiaaan antiinflamasi dengan parameter yang diamati
adalah kemampuan obat uji seperti Paracetamol, Natrium Diklofenak, Metil
Prednisolon untuk mengurangi atau menekan derajat udema yang diinduksi pada
hewan percobaaan. Serta yang akan dilakukan adalah induksi udema pada telapak
kaki tikus dengan menggunakan Karagenan.

B. TUJUAN
1. Memahami prinsip kerja dari obat antiinflamasi.
2. Memahami percobaan ini untuk dapat mengevaluasi obat antiinflamsi
dengan memperhatikan beberapa kriteria pengamatan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Induktor
1. λ-karagenan

Karagenan merupakan suatu polisakarida sulfat yang berasal dari tanaman


Chondrus crispus. Pada pengujian antiinflamasi pada tikus ini digunakan suspensi
karagenan 1% dalam air suling yang dibuat 1 malam sebelum praktikum dan disimpan
di tempat dingin. Penyuntikan suspensi karagenan pada telapak kaki tikus bertujuan
untuk menginduksi terjadinya udema karena tubuh menganggap karagenan tersebut
sebagai zat asing yang berbahaya sehingga tubuh dapat merangsang pelepasan
mediator radang seperti histamin sehingga menimbulkan radang akibat antibodi tubuh
bereaksi.
Mekanisme dari udema yang diinduksi dengan karagenan masih belum
diketahui secara pasti. Namun, secara umum proses atau mekanisme udema dapat
dibagi menjadi dua fase.
Fase pertama mekanisme udema ditandai dengan dilepaskannya histamin
dan serotonin (5-hidroksitriptamin) dari sel mast dan diikuti dengan dibentuknya
kinin dalam aliran darah. Mediator tersebut menyebabkan gangguan pembuluh darah
dalam jaringan terinflamasi. Pelepasan amin dan kinin tersebut masih terus berlanjut
hingga fase kedua dan diikuti oleh terjadinya ekstravasasi protein plasma dan
penetrasi sel-sel inflamasi dalam jaringan terinflamasi.
Pada fase kedua terjadi pelepasan enzim lisosomal. Enzim ini mengawali
terjadinya gangguan jaringan dan diikuti oleh produksi radikal oksigen bebas yang
dapat merusak jaringan. Produksi radikal oksigen bebas ini menyebabkan
pembentukan lipid peroksida aktif yang akan menstimulasi aktivitas fosfolipase pada
fosolipid, sehingga akan terbentuk asam arakhidonat, yang kemudian akan
memproduksi prostaglandin.

B. Mekanisme Kerja Obat Antiinflamasi yang Diuji


1. Parasetamol

Parasetamol merupakan serbuk tidak berbau, berwarna putih, dan rasa


nya pahit. Kelarutan nya adalah larut dalam 70 bagian air, larut dalam air panas,
7 bagian etanol P, 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol, dan dalam 9
bagian propilenglikol.
Parasetamol juga merupakan obat yang termasuk kedalam golongan
NSAIDs (Non-steroidal anti-inflammatory drugs). Obat golongan NSAIDs
berkerja dengan cara menghambatan enzim siklooksigenase (COX) sehingga
prostaglandin tidak terbentuk.

2. Natrium Diklofenak

Natrium Diklofenak merupakan serbuk hablur, berwarna putih, dan


tidak berasa. Kelarutan nya adalah sedikit larut dalam air, larut dalam alkohol,
praktis tidak larut dalam kloroform dan eter, bebas larut dalam alkohol metil.
Natrium Diklofenak juga merupakan obat yang termasuk kedalam
golongan NSAIDs (Non-steroidal anti-inflammatory drugs). Obat golongan
NSAIDs berkerja dengan cara menghambatan enzim siklooksigenase (COX)
sehingga prostaglandin tidak terbentuk.

3. Metilprednisolon

Metilprednisolon merupakan serbuk hablur, putih sampai hampir putih,


dan tidak berbau. Kelarutan nya adalah praktis tidak larut dalam air, agak sukar
larut dalam etanol, dalam dioksan dan dalam methanol, sukar larut dalam aseton
dan dalam kloroform, dan sangat sukar larut dalam eter.
Metilprednisolon juga merupakan obat antiinflamasi golongan steroid.
Obat golongan steroid ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan asam
arakidonat dari fosfolipid dengan cara menghambat enzim fosfolipase.
Akibatnya asam arakidonat tidak terbentuk sehingga prostaglandi juga tidak
dapat terbentuk.

C. Pengujiaaan Antiinflamasi
Percobaan antiinflamasi bertujuan untuk memahami prinsip kerja obat
antiinflamasi dan dapat mengembangkan percobaan ini untuk mengevaluasi obat
antiinflamasi dengan memperhatikan beberapa kriteria pengamatan.
Inflamasi merupakan reaksi lokal tubuh terahadap suatu iritan atau keadaan
non fisiologis. Beberapa gejala reaksi inflamasi seperti pembengkakan, rasa nyeri,
panas meningkat, kemerahan dan gangguan fungsi. Sehingga obat antiinflamasi
adalah obat yang memiliki aktivitas menekan atau mengurangi peradangan.
berdasarkan struktur kimia obat antiinflamasi di bedakan menjadi obat
antiinflamasi steroid dan obat antiinflamasi non steroid.
Pada percobaan antiinflamasi ini dilakukan dengan cara menginduksi kaki
hewan uji dengan agen inflamasi agar terjadi udema. Zat penginduksi yang
digunakan pada percobaan ini adalah karagenan 1 % yang mengakibatkan terjadi
radang yang terdiri dari 2 fase, yaitu 1-2 jam setelah injeksi karagenan yang
menyebabkan trauma akibat radang yang ditimbulkan oleh karagenan. Pada fase
pertama terjadi pelepasan serotonin dan histamin ke tempat radang serta terjadi
peningkatan sintesis prostaglandin pada jaringan yang rusak. Pada fase kedua
terjadi pelepasan prostaglandin dan dimediasi oleh bradikinin dan leukotren.
Hewan uji yang digunakan adalah tikus dengan bobot badan 180 gram –
200 gram yang sudah dipuasakan dulu selama 18 jam sebelum percobaan, namun
tetep diberikan air minum. Hewan uji tersebut dibagi menjadi beberapa kelompok,
yaitu pada Kelompok I sebagai kelompok kontrol yang hanya diberikan zat
pembawa yaitu Na CMC 0,5%, Kelompok II sebagai kelompok yang diberikan
obat parasetamol, Kelompok III sebagai kelompok yang diberikan obat natrium
diklofenak, dan yang terakhir adalah Kelompok IV sebagai kelompok yang
diberikan obat metilprednisolon.
Obat yang diberikan akan dilihat keefektifan nya dalam mengurangi
radang. Parasetamol dan natrium diklofenak sendiri merupakan obat antiinflamasi
golongan non steroid yang bekerja dengan cara menghambatan enzim
siklooksigenase (COX) sehingga prostaglandin tidak terbentuk. Sedangkan
metilprednisolon merupakan obat antiinflamasi golongan steroid yang bekerja
dengan cara menghambat pembentukan asam arakidonat dari fosfolipid dengan
cara menghambat enzim fosfolipase. Akibatnya asam arakidonat tidak terbentuk
sehingga prostaglandi juga tidak dapat terbentuk
Pada awal pengujian setiap hewan uji ditimbang, diberi nomor, dan kaki
kiri belakang tikus diberi tanda dengan spidol. Pemberian tanda ini bertujuan agar
saat pengukuran volume kaki tikus pada plestismometer semuanya sama rata
dengan mencelupkan kaki hanya sampai tanda batas di kaki saja. Selanjutnya
dilakukan pengukuran volume kaki menggunakan plestismometer untuk
mengetahui volume kaki pada saat keadaan normal. Setelah itu hewan uji
dikelompokan dan diberi sediaan sesuai dengan kelompoknya. Lalu satu jam
kemudian diinduksi dengan 0,05 ml suspensi karagenan 1% yang disuntikan secara
intraplantar pada telapak kaki tepatnya pada tumit depan tikus. Dan dilakukan
pengukuran volume kaki setiap 15 menit selama tiga jam setelah penyuntikan
suspensi karagenan.
A. Data Hasil Uji
1. Data dan Grafik dari Volume Kaki Tikus setiap 15 menit selama 3 (tiga) jam
Kelompok Kontrol
No Volume Kaki pada menit ke-
0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180
1 0,018 0,019 0,02 0,025 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,031 0,033 0,034 0,034
2 0,017 0,018 0,02 0,027 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03
3 0,024 0,026 0,027 0,03 0,035 0,035 0,035 0,035 0,035 0,032 0,032 0,032 0,032
4 0,02 0,025 0,028 0,032 0,035 0,034 0,033 0,032 0,03 0,032 0,032 0,032 0,032
5 0,02 0,022 0,026 0,029 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03
Rata-rata
± Standar 0,0198 0,022 0,0242 0,0286 0,032 0,0318 0,0316 0,0314 0,031 0,031 0,0314 0,0316 0,0316
Deviasi

Kelompok Uji : Parasetamol


No Volume Kaki pada menit ke-
0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180
1 0,015 0,017 0,018 0,023 0,025 0,025 0,027 0,029 0,03 0,03 0,031 0,032 0,034
2 0,025 0,026 0,026 0,028 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,031 0,033 0,035
3 0,02 0,021 0,023 0,025 0,025 0,025 0,027 0,029 0,03 0,03 0,031 0,034 0,034
4 0,016 0,017 0,018 0,019 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,021 0,022 0,024 0,024
5 0,02 0,021 0,023 0,024 0,025 0,025 0,025 0,025 0,026 0,026 0,027 0,029 0,03
Rata-rata ±
0,0192 0,0204 0,0216 0,0238 0,025 0,025 0,0258 0,0266 0,0272 0,0274 0,0284 0,0304 0,0314
Standar Deviasi
Kelompok Uji : Na. Diklofenak
No Volume Kaki pada menit ke-
0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180
1 0,015 0,016 0,017 0,019 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02
2 0,024 0,025 0,027 0,029 0,03 0,028 0,027 0,026 0,025 0,025 0,025 0,025 0,025
3 0,02 0,021 0,022 0,023 0,025 0,025 0,025 0,025 0,024 0,024 0,022 0,021 0,02
4 0,015 0,017 0,02 0,023 0,025 0,025 0,025 0,025 0,023 0,022 0,021 0,021 0,02
5 0,02 0,021 0,023 0,024 0,025 0,023 0,022 0,021 0,021 0,021 0,023 0,024 0,024
Rata-rata ±
0,0188 0,02 0,0218 0,0236 0,025 0,0242 0,0238 0,0234 0,0226 0,0224 0,0222 0,0222 0,0218
Standar Deviasi

Kelompok Uji : Metilprednisolon


No Volume Kaki pada menit ke-
0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180
1 0,015 0,016 0,017 0,018 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02
2 0,02 0,022 0,023 0,024 0,025 0,023 0,023 0,023 0,023 0,023 0,023 0,02 0,02
3 0,015 0,016 0,017 0,019 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02
4 0,015 0,016 0,018 0,023 0,025 0,025 0,025 0,025 0,025 0,025 0,023 0,022 0,022
5 0,015 0,017 0,02 0,023 0,025 0,025 0,025 0,025 0,025 0,025 0,025 0,025 0,025
Rata-rata ±
0,016 0,0174 0,019 0,0214 0,023 0,0226 0,0226 0,0226 0,0226 0,0226 0,0222 0,0214 0,0214
Standar Deviasi
Grafik Rata-rata Volume Kaki
0.035

0.03

0.025

0.02

0.015

0.01

0.005

0
0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180

Kontrol (CMC Na 0,5%) Parasetamol Natrium diklofenak Metil prednisolon

Pembahasan :
Berdasarkan grafik rata-rata volume kaki dilihat dari tabel pada hasil uji
kelompok kontrol, parasetamol, natrium diklofenak, dan metil prednisolon
menunjukkan bahwa efektif dalam menurunkan volume udem pada telapak kaki tikus
pada jam-jam terakhir. Uji ini dilakukan dengan membuat bahan sampel parasetamol,
natrium diklofenak, dan metil prednisolon dengan dosis yaitu 45 mg/kgBB : 4,5
mg/kgBB, 0,36 mg/kgBB.
Pada T1 dan seterusnya terdapat perbedaan bermakna antar kelompok kontrol
dengan semua kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan uji mempunyai efek
antiinflamasi sehingga dapat menurunkan besarnya volume udem kaki tikus yang
diakibatkan karena pemberian karagenan 1% secara intraplantar. Nilai persentase
menggambarkan besarnya udema yang terbentuk pada telapak kaki tikus.
Setelah diinduksi karagenan dapat terlihat bahwa kelompok kontrol memiliki
volume kaki terbesar dibandingkan dengan kelompok uji lainnya. Hal ini disebabkan
karena kelompok kontrol tidak mengandung zat aktif yang dapat menghambat
pembentukan udema. Peningkatan rata-rata volume kaki seluruh kelompok uji dilihat
dari jam ke-1 hingga jam ke-3. Pada kelompok kontrol udema terbentuk maksimal
pada waktu ke-4 dan ke-5. Hal ini menunjukkan bahwa karagenan konsentrasi 1%
merupakan agen penginduksi udema yang baik dan dapat menimbulkan peradangan
yang signifikan.
Setelah didapatkan data volume radang lalu dilakukan perhitungan persen
radang setiap hewan uji dengan cara:
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑘𝑎𝑘𝑖 𝑡𝑖𝑘𝑢𝑠𝑡 − 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑘𝑎𝑘𝑖 𝑡𝑖𝑘𝑢𝑠0
% 𝑅𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 = × 100
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑘𝑎𝑘𝑖 𝑡𝑖𝑘𝑢𝑠0
2. Data dan Grafik Persen Radang
Kelompok Kontrol
No Persen Radang pada menit ke-
0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180
1 0 5,556 11,111 38,889 66,667 66,667 66,667 66,667 66,667 72,222 83,333 88,889 88,889
2 0 5,882 17,647 58,824 76,471 76,471 76,471 76,471 76,471 76,471 76,471 76,471 76,471
3 0 8,333 12,5 25 45,833 45,833 45,833 45,833 45,833 33,333 33,333 33,333 33,333
4 0 25 40 60 75 70 65 60 50 60 60 60 60
5 0 10 30 45 50 50 50 50 50 50 50 50 50
Rata-
rata ±
0 10,954 22,252 45,542 62,794 61,794 60,794 59,794 57,794 58,405 60,627 61,739 61,739
Standar
Deviasi

Kelompok Uji : Parasetamol


No Persen Radang pada menit ke-
0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180
1 0 13,333 20 53,333 66,667 66,667 80 93,333 100 100 106,667 113,333 126,667
2 0 4 4 12 20 20 20 20 20 20 24 32 40
3 0 5 15 25 25 25 35 45 50 50 55 70 70
4 0 6,25 12,5 18,75 25 25 25 25 25 31,25 37,5 50 50
5 0 5 15 20 25 25 25 25 30 30 35 45 50
Rata-
rata ±
0 6,717 13,3 25,817 32,333 32,333 37 41,667 45 46,25 51,633 62,067 67,333
Standar
Deviasi
Kelompok Uji : Natrium diklofenak
No Persen Radang pada menit ke-
0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180
1 0 6,667 13,333 26,667 33,333 33,333 33,333 33,333 33,333 33,333 33,333 33,333 33,333
2 0 4,167 12,5 20,833 25 16,667 12,5 8,333 4,167 4,167 4,167 4,167 4,167
3 0 5 10 15 25 25 25 25 20 20 10 5 0
4 0 13,333 33,333 53,333 66,667 66,667 66,667 66,667 53,333 46,667 40 40 33,333
5 0 5 15 20 25 15 10 5 5 5 15 20 20
Rata-
rata ±
0 6,833 16,833 27,167 35 31,333 29,5 27,667 23,167 21,833 20,5 20,5 18,167
Standar
Deviasi

Kelompok Uji : Metil prednisolon


No Persen Radang pada menit ke-
0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180
1 0 6,667 13,333 20 33,333 33,333 33,333 33,333 33,333 33,333 33,333 33,333 33,333
2 0 10 15 20 25 15 15 15 15 15 15 0 0
3 0 6,667 13,333 26,667 33,333 33,333 33,333 33,333 33,333 33,333 33,333 33,333 33,333
4 0 6,667 20 53,333 66,667 66,667 66,667 66,667 66,667 66,667 53,333 46,667 46,667
5 0 13,333 33,333 53,333 66,667 66,667 66,667 66,667 66,667 66,667 66,667 66,667 66,667
Rata-
rata ±
0 8,667 19 34,667 45 43 43 43 43 43 40,333 36 36
Standar
Deviasi
Grafik Rata-rata Persen Radang
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180

Kontrol (CMC Na 0,5%) Parasetamol Natrium Diklofenak Metil Prednisolon

Pembahasan :
Rata-rata persen radang ini akan berbanding lurus dengan data rata-rata
volume kaki. Karena semakin besar volume kaki artinya radang semakin parah yang
menyebabkan presentase rata-rata radang menjadi tinggi. Sebaliknya apabila volume
kaki semakin kecil karena adanya penurunan radang berati presentase rata-rata radang
tersebut menjadi rendah.
Kelompok kontrol memiliki persentase rata-rata radang yang tinggi setiap
waktunya dibandingkan dengan kelompok uji lainnya. Hal ini disebabkan karena
kelompok kontrol tidak diberikan zat aktif yang dapat menyebabkan penurunan radang
secara cepat jadi hanya mengandalkan penyembuhan alami dari tubuh sehingga
penurunannya tidak signifikan dan membutuhkan waktu yang lama.
Setelah dihitung data rata-rata persen radang maka dilakukan juga
perhitungan persen reduksi radang untuk menentukan obat mana yang dapat
mereduksi radang dengan cepat.

Rumus dari perhitungan reduksi radang adalah sebagai berikut:

𝑎−𝑏
%𝑅𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 = × 100%
𝑎
Dimana 𝑎 merupakan rata-rata telapak kaki kelompok kontrol, sedangkan 𝑏
merupakan volume rata-rata telapak kaki kelompok uji.
3. Data dan Grafik Persen Reduksi Radang pada menit

Persen Reduksi Radang pada menit ke-


Kelompok
0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180
Parasetamol 3,030 7,273 10,744 16,783 21,875 21,384 18,354 15,287 12,258 11,613 9,554 3,797 0,633
Natrium
19,192 9,091 9,917 17,483 21,875 23,899 24,684 25,478 27,097 27,742 29,299 29,747 31,013
diklofenak
Metil
19,192 20,909 21,488 25,175 28,125 28,931 28,481 28,025 27,097 27,097 29,299 32,278 32,278
prednisolon

Grafik Persen Reduksi Radang


35.00

30.00

25.00

20.00

15.00

10.00

5.00

0.00
0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180

Parasetamol Natrium diklofenak Metil prednisolon


Pembahasan :
Berdasarkan grafik pada menit ke - 0 pada kelompok uji Natrium Diklofenak dan
Metil Prednisolon mengalami presentase peningkatan pada cukup signifikan pada awal,
namun pada Parasetamol belum mengalami peningkatan yang signifikan.
Berdasarkan grafik dari waktu menit ke - 0 sampai menit 180, untuk kelompok uji
Parasetamol terlihat tidak stabil dalam setiap waktunya, pada menit ke - 60 termasuk
presentase maksimum 21,87% dan namun sampai pada menit ke - 180 presentase
menurun.
Pada kelompok uji Natrium Diklofenak terlihat tidak stabil pada waktu ke - 0
terlihat presentase yang cukup tinggi, namun pada menit ke - 15 mengalami presentase
penurunan, dan sampai dengan menit ke -180 presentase stabil dengan presentase
maksimum pada menit ke - 180 dengan presentase 31,01 %.
Pada kelompok uji Metil Prednisolon terlihat tidak stabil karena pada menit ke -
90 mengalami penurunan lalu kembali stabil dan pada menit ke - 160 dan menit ke - 180
dengan presentase maksimum 32,27%.
Pada perhitungan persentase radang jika didapatkan hasil persentase semakin
besar maka aktivitas obatnya semakin baik.
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa Metil Prednisolon mereduksi radang lebih
baik karena presentasenya sangat tinggi dan juga cepat. Hal ini juga dipengaruhi oleh
mekanisme kerja dari metil prednisolon itu sendiri yang bekerja secara langsung
menghambat pembentukan asam arakidonat dari fosfolipid dengan cara menghambat
enzim fosfolipase. Akibatnya asam arakidonat tidak terbentuk sehingga prostaglandin
juga tidak dapat terbentuk. Sedangkan pada obat golongan non steroid asam arakidonat
tetap terbentuk dan yang dihambat hanya enzim siklooksigenase.
Dari data tersebut juga dapat dilihat bahwa parasetamol memiliki kemampuan
untuk mereduksi radang hanya saja rendah sehingga parasetamol merupakan obat
antiinflamasi yang lemah.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan data hasil uji dan juga pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Suspensi karagenan 1% dapat menginduksi terjadinya inflamasi dengan
terjadinya udema.
2. Kelompok kontrol tidak mengalami penurunan radang secara cepat jadi hanya
mengandalkan penyembuhan alami dari tubuh karena tidak diberikan obat
untuk mengurangi radang nya.
3. Pada perhitungan persentase radang jika didapatkan hasil persentase semakin
besar maka radang yang terjadi semakin parah.
4. Pada perhitungan persentase reduksi radang jika didapatkan hasil persentase
semakin besar maka aktivitas obatnya semakin baik.
5. Parasetamol memiliki khasiat antiinflamasi yang lemah.
Dari ketiga obat antiinflamasi yang diuji, Metil Prednisolon merupakan yang
paling efektif dalam mereduksi radang karena memiliki persentase reduksi radang
yang tinggi dan juga sesuai dengan teori bahwa obat antiinflamasi golongan
steroid dapat mengatasi radang dengan sangat baik

Anda mungkin juga menyukai