PRAKTIKUM FARMAKOLOGI 2
Oleh :
Kelompok 2
1. Aulia Rahmania 3311191010
2. Tiara Parmayani 3311191011
3. Alpina Rismayati 3311191012
4. Raden Khea Albina F. 3311191014
5. Aldie Nugraha 3311191015
6. Kusniyatin Fitriani 3311191016
7. Adinda Putri 3311191017
8. Muhammad Habibi A. 3311191018
9. Shalsa Billah Arini 3311191019
Kelas A
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI (UNJANI)
Kampus Cimahi : Jl. Terusan Jend. Sudirman PO. Box 148 Cimahi
Telp. (022)6631861-6656190 Fax. (022)6652069
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Inflamasi merupakan gangguan yang sering terjadi pada manusia serta
binatang, yang ditandai dengan timbulnya kemerahan, panas, pembengkakan, rasa
nyeri yang mengganggu, dan hilangnya fungsi dari jaringan. Inflamasi ini adalah
respons terhadap cedera jaringan dan infeksi (Kee dan Hayes, 1996). Respon ini
adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi/merusak organisme yang menyerang,
menghilangkan zat iritan, dan mengatur derajat perbaikan jaringan (Mycek et
al.,2001).
Pada percobaan pengujiaaan antiinflamasi dengan parameter yang diamati
adalah kemampuan obat uji seperti Paracetamol, Natrium Diklofenak, Metil
Prednisolon untuk mengurangi atau menekan derajat udema yang diinduksi pada
hewan percobaaan. Serta yang akan dilakukan adalah induksi udema pada telapak
kaki tikus dengan menggunakan Karagenan.
B. TUJUAN
1. Memahami prinsip kerja dari obat antiinflamasi.
2. Memahami percobaan ini untuk dapat mengevaluasi obat antiinflamsi
dengan memperhatikan beberapa kriteria pengamatan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Induktor
1. λ-karagenan
2. Natrium Diklofenak
3. Metilprednisolon
C. Pengujiaaan Antiinflamasi
Percobaan antiinflamasi bertujuan untuk memahami prinsip kerja obat
antiinflamasi dan dapat mengembangkan percobaan ini untuk mengevaluasi obat
antiinflamasi dengan memperhatikan beberapa kriteria pengamatan.
Inflamasi merupakan reaksi lokal tubuh terahadap suatu iritan atau keadaan
non fisiologis. Beberapa gejala reaksi inflamasi seperti pembengkakan, rasa nyeri,
panas meningkat, kemerahan dan gangguan fungsi. Sehingga obat antiinflamasi
adalah obat yang memiliki aktivitas menekan atau mengurangi peradangan.
berdasarkan struktur kimia obat antiinflamasi di bedakan menjadi obat
antiinflamasi steroid dan obat antiinflamasi non steroid.
Pada percobaan antiinflamasi ini dilakukan dengan cara menginduksi kaki
hewan uji dengan agen inflamasi agar terjadi udema. Zat penginduksi yang
digunakan pada percobaan ini adalah karagenan 1 % yang mengakibatkan terjadi
radang yang terdiri dari 2 fase, yaitu 1-2 jam setelah injeksi karagenan yang
menyebabkan trauma akibat radang yang ditimbulkan oleh karagenan. Pada fase
pertama terjadi pelepasan serotonin dan histamin ke tempat radang serta terjadi
peningkatan sintesis prostaglandin pada jaringan yang rusak. Pada fase kedua
terjadi pelepasan prostaglandin dan dimediasi oleh bradikinin dan leukotren.
Hewan uji yang digunakan adalah tikus dengan bobot badan 180 gram –
200 gram yang sudah dipuasakan dulu selama 18 jam sebelum percobaan, namun
tetep diberikan air minum. Hewan uji tersebut dibagi menjadi beberapa kelompok,
yaitu pada Kelompok I sebagai kelompok kontrol yang hanya diberikan zat
pembawa yaitu Na CMC 0,5%, Kelompok II sebagai kelompok yang diberikan
obat parasetamol, Kelompok III sebagai kelompok yang diberikan obat natrium
diklofenak, dan yang terakhir adalah Kelompok IV sebagai kelompok yang
diberikan obat metilprednisolon.
Obat yang diberikan akan dilihat keefektifan nya dalam mengurangi
radang. Parasetamol dan natrium diklofenak sendiri merupakan obat antiinflamasi
golongan non steroid yang bekerja dengan cara menghambatan enzim
siklooksigenase (COX) sehingga prostaglandin tidak terbentuk. Sedangkan
metilprednisolon merupakan obat antiinflamasi golongan steroid yang bekerja
dengan cara menghambat pembentukan asam arakidonat dari fosfolipid dengan
cara menghambat enzim fosfolipase. Akibatnya asam arakidonat tidak terbentuk
sehingga prostaglandi juga tidak dapat terbentuk
Pada awal pengujian setiap hewan uji ditimbang, diberi nomor, dan kaki
kiri belakang tikus diberi tanda dengan spidol. Pemberian tanda ini bertujuan agar
saat pengukuran volume kaki tikus pada plestismometer semuanya sama rata
dengan mencelupkan kaki hanya sampai tanda batas di kaki saja. Selanjutnya
dilakukan pengukuran volume kaki menggunakan plestismometer untuk
mengetahui volume kaki pada saat keadaan normal. Setelah itu hewan uji
dikelompokan dan diberi sediaan sesuai dengan kelompoknya. Lalu satu jam
kemudian diinduksi dengan 0,05 ml suspensi karagenan 1% yang disuntikan secara
intraplantar pada telapak kaki tepatnya pada tumit depan tikus. Dan dilakukan
pengukuran volume kaki setiap 15 menit selama tiga jam setelah penyuntikan
suspensi karagenan.
A. Data Hasil Uji
1. Data dan Grafik dari Volume Kaki Tikus setiap 15 menit selama 3 (tiga) jam
Kelompok Kontrol
No Volume Kaki pada menit ke-
0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180
1 0,018 0,019 0,02 0,025 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,031 0,033 0,034 0,034
2 0,017 0,018 0,02 0,027 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03
3 0,024 0,026 0,027 0,03 0,035 0,035 0,035 0,035 0,035 0,032 0,032 0,032 0,032
4 0,02 0,025 0,028 0,032 0,035 0,034 0,033 0,032 0,03 0,032 0,032 0,032 0,032
5 0,02 0,022 0,026 0,029 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03
Rata-rata
± Standar 0,0198 0,022 0,0242 0,0286 0,032 0,0318 0,0316 0,0314 0,031 0,031 0,0314 0,0316 0,0316
Deviasi
0.03
0.025
0.02
0.015
0.01
0.005
0
0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180
Pembahasan :
Berdasarkan grafik rata-rata volume kaki dilihat dari tabel pada hasil uji
kelompok kontrol, parasetamol, natrium diklofenak, dan metil prednisolon
menunjukkan bahwa efektif dalam menurunkan volume udem pada telapak kaki tikus
pada jam-jam terakhir. Uji ini dilakukan dengan membuat bahan sampel parasetamol,
natrium diklofenak, dan metil prednisolon dengan dosis yaitu 45 mg/kgBB : 4,5
mg/kgBB, 0,36 mg/kgBB.
Pada T1 dan seterusnya terdapat perbedaan bermakna antar kelompok kontrol
dengan semua kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan uji mempunyai efek
antiinflamasi sehingga dapat menurunkan besarnya volume udem kaki tikus yang
diakibatkan karena pemberian karagenan 1% secara intraplantar. Nilai persentase
menggambarkan besarnya udema yang terbentuk pada telapak kaki tikus.
Setelah diinduksi karagenan dapat terlihat bahwa kelompok kontrol memiliki
volume kaki terbesar dibandingkan dengan kelompok uji lainnya. Hal ini disebabkan
karena kelompok kontrol tidak mengandung zat aktif yang dapat menghambat
pembentukan udema. Peningkatan rata-rata volume kaki seluruh kelompok uji dilihat
dari jam ke-1 hingga jam ke-3. Pada kelompok kontrol udema terbentuk maksimal
pada waktu ke-4 dan ke-5. Hal ini menunjukkan bahwa karagenan konsentrasi 1%
merupakan agen penginduksi udema yang baik dan dapat menimbulkan peradangan
yang signifikan.
Setelah didapatkan data volume radang lalu dilakukan perhitungan persen
radang setiap hewan uji dengan cara:
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑘𝑎𝑘𝑖 𝑡𝑖𝑘𝑢𝑠𝑡 − 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑘𝑎𝑘𝑖 𝑡𝑖𝑘𝑢𝑠0
% 𝑅𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 = × 100
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑘𝑎𝑘𝑖 𝑡𝑖𝑘𝑢𝑠0
2. Data dan Grafik Persen Radang
Kelompok Kontrol
No Persen Radang pada menit ke-
0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180
1 0 5,556 11,111 38,889 66,667 66,667 66,667 66,667 66,667 72,222 83,333 88,889 88,889
2 0 5,882 17,647 58,824 76,471 76,471 76,471 76,471 76,471 76,471 76,471 76,471 76,471
3 0 8,333 12,5 25 45,833 45,833 45,833 45,833 45,833 33,333 33,333 33,333 33,333
4 0 25 40 60 75 70 65 60 50 60 60 60 60
5 0 10 30 45 50 50 50 50 50 50 50 50 50
Rata-
rata ±
0 10,954 22,252 45,542 62,794 61,794 60,794 59,794 57,794 58,405 60,627 61,739 61,739
Standar
Deviasi
Pembahasan :
Rata-rata persen radang ini akan berbanding lurus dengan data rata-rata
volume kaki. Karena semakin besar volume kaki artinya radang semakin parah yang
menyebabkan presentase rata-rata radang menjadi tinggi. Sebaliknya apabila volume
kaki semakin kecil karena adanya penurunan radang berati presentase rata-rata radang
tersebut menjadi rendah.
Kelompok kontrol memiliki persentase rata-rata radang yang tinggi setiap
waktunya dibandingkan dengan kelompok uji lainnya. Hal ini disebabkan karena
kelompok kontrol tidak diberikan zat aktif yang dapat menyebabkan penurunan radang
secara cepat jadi hanya mengandalkan penyembuhan alami dari tubuh sehingga
penurunannya tidak signifikan dan membutuhkan waktu yang lama.
Setelah dihitung data rata-rata persen radang maka dilakukan juga
perhitungan persen reduksi radang untuk menentukan obat mana yang dapat
mereduksi radang dengan cepat.
𝑎−𝑏
%𝑅𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 = × 100%
𝑎
Dimana 𝑎 merupakan rata-rata telapak kaki kelompok kontrol, sedangkan 𝑏
merupakan volume rata-rata telapak kaki kelompok uji.
3. Data dan Grafik Persen Reduksi Radang pada menit
30.00
25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180
A. Kesimpulan
Berdasarkan data hasil uji dan juga pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Suspensi karagenan 1% dapat menginduksi terjadinya inflamasi dengan
terjadinya udema.
2. Kelompok kontrol tidak mengalami penurunan radang secara cepat jadi hanya
mengandalkan penyembuhan alami dari tubuh karena tidak diberikan obat
untuk mengurangi radang nya.
3. Pada perhitungan persentase radang jika didapatkan hasil persentase semakin
besar maka radang yang terjadi semakin parah.
4. Pada perhitungan persentase reduksi radang jika didapatkan hasil persentase
semakin besar maka aktivitas obatnya semakin baik.
5. Parasetamol memiliki khasiat antiinflamasi yang lemah.
Dari ketiga obat antiinflamasi yang diuji, Metil Prednisolon merupakan yang
paling efektif dalam mereduksi radang karena memiliki persentase reduksi radang
yang tinggi dan juga sesuai dengan teori bahwa obat antiinflamasi golongan
steroid dapat mengatasi radang dengan sangat baik