FARMAKOLOGI I
EFEK OBAT ANTI DIARE
Diare adalah keadaan buang-buang air dengan banyak cairan (mencret) dan
merupakan gejala-gejala dari penyakit tertentu atau gangguan lainnya. Menurut
teori klasik, diare disebabkan oleh meningkatnya peristaltik usus, hingga pelintasan
chymus sangat dipercepat dan masih mengandung banyak air pada saat
meninggalkan tubuh sebagai tinja. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa
penyebab utama diare adalah bertumpuknya cairan di usus akibat terganggunya
resorpsi air atau dan terjadinya hipersekresi. Pada keadaan normal, proses sekresi
dan reosrpsi dari air dan elektrolit-elektrolit berlangsung pada waktu yang sama di
sel-sel epitel mukosa.
Proses ini di atur oleh beberapa hormon, yaitu resorpsi oleh enkefalin,
sedangkan sekresi diatur oleh prostaglandin dan neurohormon V.I.P (Vasoactive
Intestinal Peptide). Biasanya, resorpsi melebihi sekresi, tetapi karena sesuatu sebab
sekresi menjadi lebih besar daripada resorpsi, maka terjadilah diare. Terganggunya
keseimbangan antara resorpsi dan sekresi, dengan diare sebagai gejala utama,
sering kali terjadi pada gastroenteritis (radang lambung usus) yang disebabkan
oleh kuman dan toksinnya.
1. Diare akibat virus, misalnya ’influenza perut’ dan ’travellers diarrhoea’ yang
disebabkan antara lain oleh rotavirus dan adenovirus. Virus melekat pada sel-
sel mukosa usus, yang menjadi rusak sehingga kapasitas resorpsi menurun dan
sekresi air dan elektrolit memegang peranan. Diare yang terjadi bertahan terus
sampai beberapa hari sesudah virus lenyap dengan sendirinya, biasanya dalam
3-6 hari. Di negara-negara barat, jenis diare ini paling sering terjadi, lebih
kurang 60%
2. Diare bakterial (invasif), agak sering terjadi, tetapi mulai berkurang
berhubung semakin meningkatnya derajat higiene masyarakat. Bakteri-bakteri
tertentu pada keadaan tertentu, misalnya bahan makanan yang terinfeksi oleh
banyak kuman, menjadi ”infvasif” dan menyerbu ke dalam mukosa. Di sini
bakteri-bakteri tersebut memperbanyak diri dan membentuk toksin-toksin yang
dapat diresorpsi ke dalam darah dan menimbulkan gejala hebat, seperti demam
tinggi, nyeri kepala, dan kejang-kejang, di damping mencret berdarah dan
berlendir. Penyebab terkenal dari jenis diare ini ialah bakteri Salmonella,
shigella, campylobacter, dan jenis coli tertentu.
3. Diare parasiter, seperti protozoa Entamoeba histolytica, Giardia Llambia,
Cryptosporidium, dan Cyclospora, yang terutama terjadi di daerah (sub) tropis.
Diare akibat parasit-parasit ini biasanya mencirikan mencret cairan yang
intermiten dan bertahan lebih dari satu minggu. Gejala lainnya dapat berupa
nyeri perut, demam, anorexia, nausea, muntah-muntah, dan rasa letih umum
(malaise).
4. Diare akibat enteroktosin. Diare jenis ini lebih jarang terjadi, tetapi lebih dari
50 % dari wisatawan di negara-negar berkembang dihinggapi diare ini.
Penyebabnya adalah kuman-kuman yang membentuk enteroktosin, yang
terpenting adalah E. Coli dan Vibrio cholerae, dan jarang Shigella, Salmonella,
Campylobacter, dan Entamoeba histolytica. Toksin melekat pada sel-sel
mukosa dan merusaknya. Diare jenis ini juga bersifat ”selflimiting”, artinya
akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan dalam lebih kurang 5 hari,
setelah sel-sel yang rusak diganti dengan sel-sel mukosa baru.
Hewan percobaan : mencit putih jantan, Swiss Webster, sehat, dengan berat
badan 20-25 g. Hewan yang digunakan untuk percobaan memiliki feses normal.
A. Bahan :
1. Loperamid HCl (0,06 mg/mL dan 0,12 mg/mL)
2. Oleum ricini
B. Alat :
1. Alat suntik 1 mL
2. Sonde oral mencit
3. Stopwatch ( Pengukur Waktu)
4. Timbangan mencit
5. Bejana pengamatan mecit
IV. Prosedur
1. Bobot mencit ditimbang, dikelompokkan secara acak menjadi tiga
kelompok, yaitu kelompok kontrol yang hanya diberi oleum ricini,
kelompok uji sediaan yang diberi loperamid 0,06mg/ml , dan kelompok uji
yang diberi loperamid 0,012mg/ml.
2. Satu jam sebelum percobaan dimulai mencit dipuasakan.
3. Sesuai dengan perlakuan yang akan dialaminya tiap mencit diberi peroral 1
mL/20g sediaan uji dan kemudian ditempatkan dalam bejana individual
beralaskan kertas saring untuk pengamatan.
4. 30 menit setelah perlakuan pada butir 3 semua mencit diberi peroral 1 mL
oleum ricini.
5. Respon yang terjadi pada setiap mencit diamati selang waktu 30 menit
selama 1 jam, setelah pemberian oleum ricini.
6. Parameter yang diamati yaitu waktu muncul diare, frekuensi konsistensi
diare, dan jumlah/bobot feses serta jangka waktu berlangsung diare.
7. Hasil pengamatan disajikan dalam bentuk table dan dibuat grafiknya.
8. Evaluasi hasil pengamatan pada tiap kelompok hewan untuk waktu muncul
diare, jangka waktu berlangsung diare.
V. Data Pengamatan
VI. Pembahasan
Percobaan kali ini bertujuan untuk menguji aktivitas obat anti diare dalam
menghambat diare yang ditimbulkan oleh penginduksi oleum ricini, terhadap
hewan percobaan. Pengamatan dilakukan terdapat diare yang dikeluarkan oleh
mencit. Obat yang akan diuji aktivitas anti diarenya pada percobaan kali ini adalah
Loperamid HCl 0,06mg/ml dan 0,12mg/ml.
Diare adalah suatu keadaan dimana terjadi pengeluaran feses cair atau
seperti bubur berulang kali (lebih dari tiga kali sehari). Penyebab diare dapat
bermacam-macam, antara lain kurangnya absorpsi zat osmotik dari lumen usus,
meningkatnya sekresi elektrolit dan air ke dalam lumen usus, naiknya permeabilitas
mukosa usus atau terganggunya motilitas usus. Penginduksi terjadinya diare yang
digunakan dalam percobaan kali ini adalah oleum ricini. Oleum ricini merupakan
zat penginduksi terjadinya diare. Oleum ricini mengandung trigliserida asam
risinoleat yang dihidrolisis di dalam usus halus oleh lipase pankreas menjadi
gliserin dan asam risinolat. Oleum ricini merupakan penstimulasi peristaltik usus.
Obat antidiare yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah loperamid.
Loperamid merupakan obat diare yang bekerja dengan mekanisme penghambatan
peristaltik pada reseptor opiat yang digunakan pada diare akibat gangguan motilitas.
Parameter yang digunakan dalam percobaan ini adalah waktu terjadinya
diare, jangka waktu terjadinya diare dan konsistensi feses. Hewan percobaan yang
digunakan adalah mencit jantan yang mempunyai bobot kurang lebih 30 gram.
Mula-mula hewan dibagi menjadi tiga kelompok yang terdiri dari mencit kontrol,
mencit uji I dan mencit uji II, kemudian masing-masing mencit ditimbang, untuk
menyesuaikan dosis peroral yang diberikan dengan berat badan mencit.
Setelah ditimbang, pada mencit kontrol diberi larutan NaCl 0,9 % yang
cenderung tidak mempunyai efek farmakologis. Mencit uji I diberi loperamid
0,06mg/ml sebagai obat antidiare dan mencit uji II diberi loperamid 0,12mg/ml
sebagai obat antidiare juga, sebagai pembanding.
Pada mencit yang diberikan loperamid 0,06mg/ml. Pada satu jam setelah
pemberian penginduksi oleum ricini mencit memberikan konsistensi feses yang
lembek.
VIII. KESIMPULAN