Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI I
EFEK OBAT ANTI DIARE

DOSEN PENGAMPU : Fredy Arifta Nasel, S.Si, Apt


DISUSUN OLEH : Kelompok VI (Enam)
1. Megianty Puspanegara NIM 17030032
2. Silvia Agustin NIM 17030041
3. Tiara Fazriany NIM 17030044
4. Yudi Setiawan NIM 17030046
5. Yuni Hariati Simorangkir NIM 17030048
6. Yusi Seftia Kanita NIM 17030049
PROGRAM STUDI DIII FARMASI REGULER KHUSUS
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI DAN FARMASI
BOGOR
I. Tujuan Percobaan
Mengetahui sejauh mana aktivitas obat anti diare dapat menghambat diare
yang disebabkan oleum ricini pada hewan percobaan.
II. Teori Dasar

Diare adalah keadaan buang-buang air dengan banyak cairan (mencret) dan
merupakan gejala-gejala dari penyakit tertentu atau gangguan lainnya. Menurut
teori klasik, diare disebabkan oleh meningkatnya peristaltik usus, hingga pelintasan
chymus sangat dipercepat dan masih mengandung banyak air pada saat
meninggalkan tubuh sebagai tinja. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa
penyebab utama diare adalah bertumpuknya cairan di usus akibat terganggunya
resorpsi air atau dan terjadinya hipersekresi. Pada keadaan normal, proses sekresi
dan reosrpsi dari air dan elektrolit-elektrolit berlangsung pada waktu yang sama di
sel-sel epitel mukosa.

Proses ini di atur oleh beberapa hormon, yaitu resorpsi oleh enkefalin,
sedangkan sekresi diatur oleh prostaglandin dan neurohormon V.I.P (Vasoactive
Intestinal Peptide). Biasanya, resorpsi melebihi sekresi, tetapi karena sesuatu sebab
sekresi menjadi lebih besar daripada resorpsi, maka terjadilah diare. Terganggunya
keseimbangan antara resorpsi dan sekresi, dengan diare sebagai gejala utama,
sering kali terjadi pada gastroenteritis (radang lambung usus) yang disebabkan
oleh kuman dan toksinnya.

Berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan empat jenis gastroenteritis dan diare


sebagai berikut :

1. Diare akibat virus, misalnya ’influenza perut’ dan ’travellers diarrhoea’ yang
disebabkan antara lain oleh rotavirus dan adenovirus. Virus melekat pada sel-
sel mukosa usus, yang menjadi rusak sehingga kapasitas resorpsi menurun dan
sekresi air dan elektrolit memegang peranan. Diare yang terjadi bertahan terus
sampai beberapa hari sesudah virus lenyap dengan sendirinya, biasanya dalam
3-6 hari. Di negara-negara barat, jenis diare ini paling sering terjadi, lebih
kurang 60%
2. Diare bakterial (invasif), agak sering terjadi, tetapi mulai berkurang
berhubung semakin meningkatnya derajat higiene masyarakat. Bakteri-bakteri
tertentu pada keadaan tertentu, misalnya bahan makanan yang terinfeksi oleh
banyak kuman, menjadi ”infvasif” dan menyerbu ke dalam mukosa. Di sini
bakteri-bakteri tersebut memperbanyak diri dan membentuk toksin-toksin yang
dapat diresorpsi ke dalam darah dan menimbulkan gejala hebat, seperti demam
tinggi, nyeri kepala, dan kejang-kejang, di damping mencret berdarah dan
berlendir. Penyebab terkenal dari jenis diare ini ialah bakteri Salmonella,
shigella, campylobacter, dan jenis coli tertentu.
3. Diare parasiter, seperti protozoa Entamoeba histolytica, Giardia Llambia,
Cryptosporidium, dan Cyclospora, yang terutama terjadi di daerah (sub) tropis.
Diare akibat parasit-parasit ini biasanya mencirikan mencret cairan yang
intermiten dan bertahan lebih dari satu minggu. Gejala lainnya dapat berupa
nyeri perut, demam, anorexia, nausea, muntah-muntah, dan rasa letih umum
(malaise).
4. Diare akibat enteroktosin. Diare jenis ini lebih jarang terjadi, tetapi lebih dari
50 % dari wisatawan di negara-negar berkembang dihinggapi diare ini.
Penyebabnya adalah kuman-kuman yang membentuk enteroktosin, yang
terpenting adalah E. Coli dan Vibrio cholerae, dan jarang Shigella, Salmonella,
Campylobacter, dan Entamoeba histolytica. Toksin melekat pada sel-sel
mukosa dan merusaknya. Diare jenis ini juga bersifat ”selflimiting”, artinya
akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan dalam lebih kurang 5 hari,
setelah sel-sel yang rusak diganti dengan sel-sel mukosa baru.

Kelompok obat yang sering digunakan pada diare adalah :

a) Kemoterapeutika untuk terapi kausal, yakni memberantas bakteri penyebab


diare. Seperti anti biotika, sulfonamida, kinolon, dan furazolidon.
b) Obstipansia untuk terapi simtomatis, yang dapat menghentikan diare dengan
beberapa cara, yakni:
a. zat-zat penekan peristaltik sehingga memberikan lebih banyak waktu
untuk resorpsi air dan elektrolit oleh mukosa usus: candu dan alkaloidanya,
derivat-derivat petidin (difenoksilat dan loperamida), dan antikolinergika
(atropin, ekstrak belladonna).
b. Adstringensia, yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak
(tanin) dan tannalbumin, garam-garam bismut, dan alumunium.
c. Adsorbensia, misalnya carbo adsorbens yang pada permukaannya dapat
menyerap (adsorpsi) zat-zat beracun (toksin) yang dihasilkan oleh bakteri
atau yang adakalanya berasal dari makanan (udang, ikan). Termasuk disini
adalah juga mucilagines, zat-zat lendir yang menutupi selaput lendir usus
dan lukanya dengan suatu lapisan pelindung, umpamanya kaolin, pektin,
(suatu karbohidrat yang terdapat antara lain dalam buah apel) dan garam-
garam bismut, serta alumunium.
c) Spasmolitika, yakni zat-zat dapat melepaskan kejang-kejang otot yang sering
kali mengakibatkan nyeri perut pada diare, antara lain papaverin dan
oksifenonium.

Di bawah ini akan dibicarakan obat-obat khusus untuk mengobati penyakit


infeksi usus terpenting yang sering kali menyebabkan diare, yaitu obat kolera,
disentri basiler, tifus, paratifus, dan campylobacteriosis. Begitu pula pengobatan
beberapa infeksi protozoa penting, yakni Giardia, Cryptosporidium, dan
Cyclospora.

1. OLEUM RICINI (Minyak Jarak)


Minyak kastor diperas dari biji pohon jarak (Ricinus communis) dan
mengandung trigliserida dari asam risinoleat, suatu asam lemak tak jenuh. Di
dalam usus halus, sebagian zat ini diuraikan oleh enzim lipase dan
menghasilkan asam risinoleat yang memiliki efek stimulasi terhadap usus halus.
Setelah 2-8 jam timbul defekasi yang cair.
Efek sampingnya berupa kolik, mual, dam muntah. Oleum ricini tidak boleh
digunakan oleh wanita hamil.

Dosis : dewasa 15-30 mL; anak-anak 4-15 mL


2. LOPERAMIDA
Loperamida merupakan derivat difenoksilat dengan khasiat obstipasi 2-3
kali lebih kuat tetapi tanpa khasiat terhadap SSP, sehingga tidak mengakibatkan
ketergantungan. Zat ini dapat menormalkan keseimbangan resorpsi-sekresi dari
sel-sel mukosa, yaitu memulihkan se-sel yang berada dalam keadaan
hipersekresi ke keadaan resorpsi normal kembali. Mulai kerjanya lebih cepat,
juga bertahan lebih lama. Efek sampingnya sama tetapi praktis tidak timbul.
Dosis : pada diare akut dan kronis: permulaan 2 tablet dari 2 mg, lalu setiap
2 jam 1 tablet sampai maksimal 8 tablet seharinya. Anak-anak sampai 8 tahun:
2-3 dd 0,1 mg setiap kg bobot badan, anak-anak 8-12 tahun; pertama kali 2 mg,
maksimal 8-12 mg sehari. Tidak boleh diberikan pada anak-anak di bawah usia
2 tahun, karena fungsi hatinya belum berkembang dengan sempurna untuk
dapat menguraikan obat ini.
III. Bahan dan Alat

Hewan percobaan : mencit putih jantan, Swiss Webster, sehat, dengan berat
badan 20-25 g. Hewan yang digunakan untuk percobaan memiliki feses normal.

A. Bahan :
1. Loperamid HCl (0,06 mg/mL dan 0,12 mg/mL)
2. Oleum ricini
B. Alat :
1. Alat suntik 1 mL
2. Sonde oral mencit
3. Stopwatch ( Pengukur Waktu)
4. Timbangan mencit
5. Bejana pengamatan mecit
IV. Prosedur
1. Bobot mencit ditimbang, dikelompokkan secara acak menjadi tiga
kelompok, yaitu kelompok kontrol yang hanya diberi oleum ricini,
kelompok uji sediaan yang diberi loperamid 0,06mg/ml , dan kelompok uji
yang diberi loperamid 0,012mg/ml.
2. Satu jam sebelum percobaan dimulai mencit dipuasakan.
3. Sesuai dengan perlakuan yang akan dialaminya tiap mencit diberi peroral 1
mL/20g sediaan uji dan kemudian ditempatkan dalam bejana individual
beralaskan kertas saring untuk pengamatan.
4. 30 menit setelah perlakuan pada butir 3 semua mencit diberi peroral 1 mL
oleum ricini.
5. Respon yang terjadi pada setiap mencit diamati selang waktu 30 menit
selama 1 jam, setelah pemberian oleum ricini.
6. Parameter yang diamati yaitu waktu muncul diare, frekuensi konsistensi
diare, dan jumlah/bobot feses serta jangka waktu berlangsung diare.
7. Hasil pengamatan disajikan dalam bentuk table dan dibuat grafiknya.
8. Evaluasi hasil pengamatan pada tiap kelompok hewan untuk waktu muncul
diare, jangka waktu berlangsung diare.
V. Data Pengamatan

TABEL PEMBERIAN DOSIS PADA MENCIT

Kelompok Berat Mencit

Kontrol (NaCl 0,9%) 32,51 g

Uji I (Loperamid HCl 0,06mg/ml) 33,48 g

Uji II (Loperamid HCl 0,12mg/ml) 32,20 g


TABEL PENGAMATAN PADA MENCIT

Kelompok Kontrol Uji I Uji II


Waktu pemberian obat 9.58 WIB 10.16 WIB 10.34 WIB
Waktu pemberian oleum ricini 10.58 WIB 11.16 WIB 11.34 WIB
Waktu muncul diare 30 menit pertama 11.38 WIB 11.50 WIB 11.49 WIB
menit ke- 30 menit kedua 12.02 WIB 12.03 WIB 12.04 WIB
Frekuensi kronis diare (-) (-) (+) (+ +) (+) (+) (+)
Lama terjadinya diare 64 menit 53 menit 55 menit
Konsistensi diare - ++ +

VI. Pembahasan

Percobaan kali ini bertujuan untuk menguji aktivitas obat anti diare dalam
menghambat diare yang ditimbulkan oleh penginduksi oleum ricini, terhadap
hewan percobaan. Pengamatan dilakukan terdapat diare yang dikeluarkan oleh
mencit. Obat yang akan diuji aktivitas anti diarenya pada percobaan kali ini adalah
Loperamid HCl 0,06mg/ml dan 0,12mg/ml.

Diare adalah suatu keadaan dimana terjadi pengeluaran feses cair atau
seperti bubur berulang kali (lebih dari tiga kali sehari). Penyebab diare dapat
bermacam-macam, antara lain kurangnya absorpsi zat osmotik dari lumen usus,
meningkatnya sekresi elektrolit dan air ke dalam lumen usus, naiknya permeabilitas
mukosa usus atau terganggunya motilitas usus. Penginduksi terjadinya diare yang
digunakan dalam percobaan kali ini adalah oleum ricini. Oleum ricini merupakan
zat penginduksi terjadinya diare. Oleum ricini mengandung trigliserida asam
risinoleat yang dihidrolisis di dalam usus halus oleh lipase pankreas menjadi
gliserin dan asam risinolat. Oleum ricini merupakan penstimulasi peristaltik usus.

Obat antidiare yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah loperamid.
Loperamid merupakan obat diare yang bekerja dengan mekanisme penghambatan
peristaltik pada reseptor opiat yang digunakan pada diare akibat gangguan motilitas.
Parameter yang digunakan dalam percobaan ini adalah waktu terjadinya
diare, jangka waktu terjadinya diare dan konsistensi feses. Hewan percobaan yang
digunakan adalah mencit jantan yang mempunyai bobot kurang lebih 30 gram.
Mula-mula hewan dibagi menjadi tiga kelompok yang terdiri dari mencit kontrol,
mencit uji I dan mencit uji II, kemudian masing-masing mencit ditimbang, untuk
menyesuaikan dosis peroral yang diberikan dengan berat badan mencit.

Setelah ditimbang, pada mencit kontrol diberi larutan NaCl 0,9 % yang
cenderung tidak mempunyai efek farmakologis. Mencit uji I diberi loperamid
0,06mg/ml sebagai obat antidiare dan mencit uji II diberi loperamid 0,12mg/ml
sebagai obat antidiare juga, sebagai pembanding.

Setelah pemberian obat, mencit didiamkan selama 1 jam, dengan istimasi


bahwa dalam 1 jam, obat telah bekerja di dalam tubuh mencit, kemudian mencit
segera diinduksi dengan oleum ricini sebanyak 1 mL untuk tiap mencit. Oleum
ricini akan menyebabkan diare pada mencit. Setelah proses induksi diamati waktu
terjadinya diare, jangka waktu terjadinya diare dan konsistensi feses. Konsistensi
feses dicatat dengan tanda (-) yang artinya normal, (+) yang artinya setengah padat,
(++) yang artinya lembek, dan (+++) yang artinya cair.

Berdasarkan perlakuan pada pemberian penginduksi dan antidiare, pada


mencit kontrol yang hanya diberikan NaCl 0,9% dan kemudian langsung diberikan
penginduksi, akan terjadi aktivitas diare oleh mencit yang lebih banyak
dibandingkan dengan mencit uji I dan mencit uji II yang diberi obat antidiare.
Sehingga mencit kontrol akan memberikan waktu terjadinya diare yang lebih cepat,
frekuensi yang lebih banyak, jangka waktu terjadinya diare yang lebih lama dan
konsistensi feses yang lebih lembek. Pada mencit uji I yang diberi loperamid
0,06mg/ml sebagai obat antidiare, seharinya memberikan aktivitas diare yang lebih
kecil pada mencit sehingga menghasilkan parameter yang terbalik dari mencit
kontrol yaitu waktu terjadinya diare lebih lambat, frekuensi lebih sedikit, jangka
waktu terjadinya diare yang lebih singkat dan konsistensi feses yang lebih padat.
Mencit uji II yang juga diberikan obat antidiare yaitu lopeamid 0,12mg/ml, juga
akan memberikan aktivitas antidiare yang lebih kecil pada mencit sehingga
menghasilkan parameter yang sama dengan mencit uji I, yaitu waktu terjadinya
diare lebih lambat, frekuensi lebih sedikit, jangka waktu diare yang lebih singkat
dan konsistensi feses yang lebih padat.

Pada mencit-mencit yang hanya diberikan oleum ricini sebagai


penginduksi, tanpa obat antidiare, mencit menunjukkan aktivitas diare yang lebih
banyak daripada mencit-mencit lain yang diberikan obat antidiare. Pada 1 jam
pertama, mencit yang diberikan oleum ricini, tidak memberikan aktivitas diare, dan
setelah 1 jam mecit memberikan konsistensi feses yang normal.

Pada mencit yang diberikan loperamid 0,06mg/ml. Pada satu jam setelah
pemberian penginduksi oleum ricini mencit memberikan konsistensi feses yang
lembek.

Pada mencit yang diberikan loperamid 0,12mg/ml, mencit memberikan


aktivitas diare yang lebih sedikit daripada loperamid 0,06mg/ml. Pada satu jam
pertama, mencit yang diberikan loperamid 0,12mg/ml, masih memberikan
konsistensi feses yang normal.

Dengan demikian, obat yang memberikan aktivitas antidiare yang paling


kuat sehingga menjaga konsistensi feses mencit dalam keadaan normal adalah
Loperamid HCl dengan dosis 0,12mg/ml, dibandingkan dengan loperamid HCl
0,06mg/ml. Loperamid dianggap memiliki aktivitas antidiare yang lebih kuat
karena hanya sedikit mencit yang memberikan konsistensi feses yang lembek
(diare) dan konsistensi feses lebih cepat menjadi normal kembali.

VIII. KESIMPULAN

Loperamid HCl dengan dosis 0,12mg/ml memberikan aktivitas antidiare


yang paling kuat terhadap oleum ricini dibandingkan dengan sample uji yang lain.

Anda mungkin juga menyukai