Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Diare atau penyakit diare (diarrheal disease) berasal dari

kata diarrola bahasa Yunani yang berarti mengalir terus,

merupakan suatu keadaan abnormal dari pengeluaran tinja yang

terlalu frekuen. Menurut WHO secara klinis diare didefenisikan

sebagai bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari

biasanya atau lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan

konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah.

Diare merupakan penyakit berbahaya karena dapat

mengakibatkan kemaatian dan dapat menimbulkan letusan

kejadian luar biasa (KLB). Penyebab utama kematian pada diare

adalah dehidrasi, yaitu sebagai akibat hilangnya cairan dan garam

elektrolit pada tinja.

Menurut Palombotingginya angka kejadian diare akut dan

kronis serta efek samping obat antidiare yang ada saat ini,

mendorong para peneliti untuk terus berusaha dalam menemukan

obat sebagai antidiare baru, terutama yang berasal dari tanaman.

Beberapa penelitian telah membuktikan khasiat tanaman obat

tradisional sebagai antidiare, yaitu dengan cara melihat efek

biologis ekstrak tanaman yang mempunyai aktivitas sebagai


antipasmodik, penunda transit intestinal, menekan motilitas usus,

merangsang absorpsi air dan mengurangis sekresi elektrolit.

Tidak semua tanaman dapat dijadikan ramuan obat

tradisional untuk mengobati diare. Hal ini dikarenakan berbedanya

kandungan metabolit sekunder pada masing-masing tanaman.

Salah satu tumbuhan yang dapat berfungsi sebagai obat diare

adalah kulit buah delima (Granati fructus cortex).


I.2 Maksud dan Tujuan

I.2.1 Maksud Percobaan

Mengetahui pengaruh pemberian sediaan obat loperamid

dan kulit buah delima pada hewan uji mencit (Mus

musculus).

I.2.2 Tujuan Percobaan

1. Membandingkan efek antidiare dari loperamid dan infus

kulit buah delima.

2. Mengetahui efek antidiare dari loperamid dan infus kulit

buah delima.

3. Mengetahui kandungan kimia yang ada dalam infusa kulit

buah delima..

I.3 Prinsip Percobaan

Metode proteksi terhadapat induksi oleum ricini efek obat antidiare

dapat diamati dengan berkurangnya frekuensi defakasi dan

berubahnya konsistensi feses menjadi lebi padat.


BAB II

TINJAUN PUSTAKA

II.1 Dasar Teori

Diare adalah keadaan terjadinya buang air besar (BAB) lebih

dari tiga kali dalam sehari dengan konsistensi encer. Diare

digolongkan sebagai diare akut dan kronis berdasarkan lamanya

terjadinya diare. Bila diare terjadi selama kurang dari 2 minggu,

maka digolongkan diare akut, selebihnya bersifat kronis. Diare

Nonspesifik merujuk pada penyebab diare. Bila diare disebabkan

oleh adanya infeksi bakteri, parasit maupun virus, maka disebut

diare spesifik. Diare nonspesifik dapat terjadi akibat salah makan

(makanan terlalu pedas sehingga mempercepat peristaltik usus),

ketidakmampuan lambung dan usus dalam memetabolisme laktosa

disebut lactose intolerance, ketidakmampuan memetabolisme

sayuran atau buah tertentu (kubis, kembang kol, sawi, nangka dan

durian), juga infeksi virus-virus noninvasive yang terjadi pada anak

dibawah umur 12 tahun karena rotavirus. Adapun tanda diare

nonspesifik yaitu tidak terjadi kenaikan suhu tubuh si penderita dan

tidak ditemukan lendir atau darah di feses penderita (Puspitasari,

2010).

Pada diare terdapat gangguan dari resorpsi, sedangkan

sekresi getah lambung-usus dan motilitas usus meningkat. Proses


ini di atur oleh beberapa hormon, yaitu resorpsi oleh enkefalin,

sedangkan sekresi diatur oleh prostaglandin dan neurohormon

V.I.P (Vasoactive Intestinal Peptide). Biasanya, resorpsi melebihi

sekresi, tetapi karena sesuatu sebab sekresi menjadi lebih besar

daripada resorpsi, maka terjadilah diare. Terganggunya

keseimbangan antara resorpsi dan sekresi, dengan diare sebagai

gejala utama, sering kali terjadi pada gastroenteritis (radang

lambung usus) yang disebabkan oleh kuman dan toksinnya.

Disampig masalah resorpsi, diare juga dapat disebabkan oleh

perubahan pergerakan (motilitas) usus, atau kombinasi dari

keduanya (Tjay, H. Kirana, 2015).

Berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan empat jenis

gastroenteritis dan diare sebagai berikut:

1. Diare akibat virus, misalnya ’influenza perut’ dan ’travellers

diarrhoea’ yang disebabkan antara lain oleh rotavirus dan

adenovirus. Virus melekat pada sel-sel mukosa usus, yang menjadi

rusak sehingga kapasitas resorpsi menurun dan sekresi air dan

elektrolit memegang peranan. Diare yang terjadi bertahan terus

sampai beberapa hari sesudah virus lenyap dengan sendirinya,

biasanya dalam 3-6 hari. Di negara-negara barat, jenis diare ini

paling sering terjadi, lebih kurang 60%

2. Diare bakterial (invasif) agak sering terjadi, tetapi mulai

berkurang berhubung semakin meningkatnya derajat higiene


masyarakat. Bakteri-bakteri tertentu pada keadaan tertentu,

misalnya bahan makanan yang terinfeksi oleh banyak kuman,

menjadi ”infvasif” dan menyerbu ke dalam mukosa. Di sini bakteri-

bakteri tersebut memperbanyak diri dan membentuk toksin-toksin

yang dapat diresorpsi ke dalam darah dan menimbulkan gejala

hebat, seperti demam tinggi, nyeri kepala, dan kejang-kejang, di

damping mencret berdarah dan berlendir. Penyebab terkenal dari

jenis diare ini ialah bakteri Salmonella, shigella, campylobacter, dan

jenis coli tertentu.

3. Diare parasiter, seperti protozoa Entamoeba histolytica,

Giardia Llambia, Cryptosporidium, dan Cyclospora, yang terutama

terjadi di daerah (sub) tropis. Diare akibat parasit-parasit ini

biasanya mencirikan mencret cairan yang intermiten dan bertahan

lebih dari satu minggu. Gejala lainnya dapat berupa nyeri perut,

demam, anorexia, nausea, muntah-muntah, dan rasa letih umum

(malaise).

4. Diare akibat enteroktosin. Diare jenis ini lebih jarang

terjadi, tetapi lebih dari 50 % dari wisatawan di negara-negar

berkembang dihinggapi diare ini. Penyebabnya adalah kuman-

kuman yang membentuk enteroktosin, yang terpenting adalah E.

Coli dan Vibrio cholerae, dan jarang Shigella, Salmonella,

Campylobacter, dan Entamoeba histolytica. Toksin melekat pada

sel-sel mukosa dan merusaknya. Diare jenis ini juga bersifat


”selflimiting”, artinya akan sembuh dengan sendirinya tanpa

pengobatan dalam lebih kurang 5 hari, setelah sel-sel yang rusak

diganti dengan sel-sel mukosa baru.

Kelompok obat yang sering digunakan pada diare adalah :

1. kemoterapeutika untuk terapi kausal, yakni memberantas

bakteri penyebab diare. Seperti anti biotika, sulfonamida, kinolon,

dan furazolidon.

2. obstipansia untuk terapi simtomatis, yang dapat

menghentikan diare dengan beberapa cara, yakni:

a. zat-zat penekan peristaltik sehingga memberikan lebih

banyak waktu untuk resorpsi air dan elektrolit oleh mukosa usus:

candu dan alkaloidanya, derivat-derivat petidin (difenoksilat dan

loperamida), dan antikolinergika (atropin, ekstrak belladonna).

b. Adstringensia, yang menciutkan selaput lendir usus,

misalnya asam samak (tanin) dan tannalbumin, garam-garam

bismut, dan alumunium.

c. Adsorbensia, misalnya carbo adsorbens yang pada

permukaannya dapat menyerap (adsorpsi) zat-zat beracun (toksin)

yang dihasilkan oleh bakteri atau yang adakalanya berasal dari

makanan (udang, ikan). Termasuk disini adalah juga mucilagines,

zat-zat lendir yang menutupi selaput lendir usus dan lukanya

dengan suatu lapisan pelindung, umpamanya kaolin, pektin, (suatu


karbohidrat yang terdapat antara lain dalam buah apel) dan garam-

garam bismut, serta alumunium.

3. Spasmolitika, yakni zat-zat dapat melepaskan kejang-

kejang otot yang sering kali mengakibatkan nyeri perut pada diare,

antara lain papaverin dan oksifenonium.

Di bawah ini akan dibicarakan obat-obat khusus untuk

mengobati penyakit infeksi usus terpenting yang sering kali

menyebabkan diare, yaitu obat kolera, disentri basiler, tifus,

paratifus, dan campylobacteriosis. Begitu pula pengobatan

beberapa infeksi protozoa penting, yakni Giardia, Cryptosporidium,

dan Cyclospora (Tjay, H. Kirana, 2015).

II.2 Uraian Obat

Loperamid (ISO Vol 48, 2013)

Indikasi : Diare non spesifik akut dan kronik

Kontraindikasi : Anak usia < 12 tahun. Wanita hamil dan

menyusui. Kolitis akut, karena dapat

menyebabkan megakolon toksis. Pada

keadaan dimana konstipasi harus dihindari.

Penderita yang hipersensitif terhadap obat ini.

Efek samping : Nyeri pada abdomen, mengantuk, mulut

kering, lelah, mual, muntah dan sukar buang

air besar.
Farmakodinamik : Difenoksilat dengan atropin merupakan

agonis opium dengan khasiat antikolinergik

(atropin yang mengurangi mobilitas

gastrointestinal) peristaltik. Obat ini

mempunyai mula kerja yang sedang yaitu 45-

60 dan masa kerjanya 3-4 jam banyak efek

samping yang timbul akibat atropin

antikolinergik. Klien dengan glaukoma harus

memakai antidiare lain yang tidak mempunyai

efek antikolinergik. Jika obat ini dipakai

bersama dengan alkohol, narkotik, atau

hipnotik sedatif depresi ssp dapat terjadi

(Joyce L, 1996).

Farmakokinetik : Difenoksilat dengan atropin diabsorpsi

dengan baik disaluran gastrointestinal.

Difenoksilat di metabolisasi di hati. Ada 2

waktu paruh 2 ½ jam untuk difenoksilat dan 3

– 4 jam untuk metabolit difenoksilat. Obat ini

diekskresikan melalui tinja dan air kemih.

Mekanisme kerja : Pada usus mirip dengan opioid, yaitu bekerja

dengan menghambat pembebasan asetilkolin

melalui reseptor prasinaptik dalam sistem

sarraf enterik. Loperamid tidak dapat


melewati sawar darah otak sehingga efek

sedasinya lemah dan kurang menimbulkan

adiksi dibanding fenoksilat. (Tim Pengajar,

2009).

Dosis : Diare non spesifik dosis awal, 2 tab; dosis

lazim sehari 1-2x 1 sampai 2 tab. Diare kronik

sehari 2-4 tab dalam dosis terbagi, tergantung

dari beratnya diare dan respon penderita.

Dosis maksimal sehari 8 tab.

II.3 Uraian Bahan

1. Aquadest (Ditjen POM, 1979) (Hal 96)


Nama resmi : AQUA DESTILLATA

Nama lain : Air suling, Aquadest

Rumus kimia : H2O

Berat molekul : 18,02

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,

tidak mempunyai rasa.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

2. Oleum Ricini (Ditjen POM, 1979) (Hal 459)

Nama Resmi : OLEUM RICINI

Nama Lain : Minyak Jarak

Berat Molekul : 0,953 – 0,964 g/ml

Pemerian : Cairan kental, jernih, kuning pucat atau


hampir tidak berwarna, bau lemah, rasa

manis kemudian agak pedas, umumnya

memualkan.

Kelarutan : Larut dalam 2,5 bagian etanol (90%) p;

mudah larut dalam etanol mutlak p dan

dalam asam asetat glasial p.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terisi penuh.

3. Etanol (Ditjen POM, 1979) (Hal 65)

Nama Resmi : AETHANOLUM

Nama Lain : Alkohol, Etanol

Rumus Kimia : C2H6OH

Berat Molekul : 46,068 g/mol

Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah

menguap, dan mudah bergerak, bau khas,

rasa panas, mudah terbakar dengan

memberikan nyala biru yang tidak berasap.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam

kloroform p, dan dalam eter p

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

4. Na. CMC (Ditjen POM, 1979) (Hal 401)

Nama Resmi : NATRII CARBOXYMETHYLCELLULOSUM

Nama Lain : Natrium karbosimetilselulosa

Pemerian : Serbuk atau butiran, putih atau putih


kuning gading, tidak berbau atau hampir

tidak berbau, higroskopik.

Kelarutan : Mudah mendispersi dalam air, membentuk

suspensi koloidal, tidak larut dalam etanol

(95%), dalam eteer dan dalam pelarut lain


II.4 Uraian Tanaman

II.4.1 Klasifikasi Kulit Buah Delima (Dalimartha, 2003)

Regnum : Plantae

Division : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Ordo : Myrtales

Family : Lythraceae

Genus : Punica

Species : Punica granatum

II.4.2 Morfologi

Delima berasal dari Timur Tengah, tersebar di daerah

subtropik sampai tropik, dari daratan rendah sampai di

bawah 1.000 m dpl. Tumbuhan ini menyukai tanah gembur

yang tidak terendam air, dengan air tanah yang tidak dalam.

Delima sering ditanam di kebun – kebun sebagai tanaman

hias, tanaman obat, atau karena buahnya yang dapat

dimakan.

Berupa perdu atau pohon kecil dengan tinggi 2-5 m.

Batang berkayu, ranting bersegi, percabangan banyak,

lemah, berduri pada ketiak daunnya, cokelat ketika masih

muda, dan hijau kotor setelah tua. Daun tunggal , bertangkai

pendek, letaknya berkelompok. Helaian daun bentuknya


lonjong sampai lanset, pangkal lancip, ujung tumpul, tepi

rata, pertulanganmenyirip, permukaan mengilap, panjang 1-

9 cm, lebar 0,5-2,5 cm, warnanya hijau. Bunga tunggal

bertangkai pendek, keluar diujung ranting atau diketiak daun

yang paling atas. Biasanya, terdapat satu sampai lima

bunga, warnanya merah, putih, atau ungu. Berbunga

sepanjang tahun. Buahnya buah buni, bentuknya bulat

dengan diameter 5-12 cm, warna kulitnya beragam, seperti

hijau keunguan, putih, cokelat kemerahan, atau ungu

kehitaman. Kadang terdapat bercak – bercak yang agak

menonjol berwarna lebih tua. Bijinya banyak, kecil-kecil,

bentuknya bulat panjang yang bersegi-segi agak pipih,

keras, tersusun tidak beraturan, warnanya merah, merah

jambu, atau putih (Anggota IKAPI, 2012).

II.4.3 Sifat dan Khasiat

Kulit buah rasanya asam, pahit, sifatnya hangat, astringen,

beracun (toksik). Berkhasit menghentikan perdarahan

(hemostatis), peluruh cacing usus (vermifuga), antidiare dan

antivirus.

Kulit buah dan bunganya merupakan astringen kuat.

Rebusan keduanya bisa menghentikan perdarahan.

Kulit kayu dan kulit akar mempunyai bau lemah dan rasa

asam. Berkhasiat sebagai peluruh dahak, vermifuga,


pencahar, dan asttringen usus. Daunnya berkhasiat untuk

peluruh haid.

Daging buah (daging pembungkus biji) berkhasiat

penyejuk, peluruh kentut. Biji sifatnya sejuk, tidak beracun,

berkhasiat pereda demam antitoksik, melumas paru, dan

meredakan batuk (Anggota IKAPI, 2012).

II.4.4 Kandungan Kimia

Kulit buah mengandung alkaloid pelletierene, granatin,

betulic acid,ursolic aci, isoquercitrin, elligatanin, resin,

triterpenoid, kalsium oksalat, dan pati.

Kulit akar dan kulit kayu mengandung sekitar 20%

elligatanin dan 0,5-1% senyawa alkaloid, antara lain alkaloid

pelletierine (C8H14NO), pseudopelletierine (C9H15NO),

metilpelletierine(C8H14NO.CH3), isopelletierine (C8H15NO),

dan metillsopellettierine(C9H17NO). Daun mengandung

alkaloid, tanin, kalsium oksalat, lemak, sulfur, peroksidase.

Jus buah mengandung asam sitrat, asam malat,

glukosa, fruktosa, maltosa, vitamin (A,C) mineral (kalsium,

fosfor, zat besi, magnesium, natrium, dan kalium), dan tanin.

Alkaloid pelletierine sangat toksik dan menyebabkan

kelumpuhan cacing pita, cacing gelang, dan cacing kremi.

Kulit buah dan kulit kayu juga astringen kuat sehingga

digunakan untuk pengobatan diare (Anggota IKAPI, 2012).


II.4.5 Efek Farmakologis

1. Kulit akar berkhasiat peluruh cacing usus.

2. Kulit buah menghambat pertumbuhan basil typhoid.

Kulit buah dapat mengendalikan penyebaran infeksi virus

polio, virus herpes simpleks, dan virus HIV (Anggota IKAPI,

2012).

II.5 Uraian Hewan Uji

1. KlasifikasiHewan Uji Mencit (Mus musculus) (Muliani. H,

2011)

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mammalia

Ordo : Rodentia

Family : Muridae

Genus : Mus

Spesies : Mus musculus

2. Karakteristik (Base Hidayah dkk, 2004)


Karakteristik Mencit (Mus musculus)
Pubertas 35 hari
Masa beranak Sepanjang tahun
Lama hamil 19 – 20 hari
Jumlah sekali lahir 4 – 12
(ekor) 6 – 8 (biasa)
Lama hidup 2 – 3 hari
Masa tumbuh 6 bulan
Masa laktasi 21 hari
Frekuensi kelahiran per tahun 4
Suhu tubuh (oC) 37,9 – 39,2
Kecepatan respirasi per menit 136 – 216
Tekanan darah 147 / 106
Volume darah 7,5
Luas permukaan tubuh K = 11,4
Q = K3g2 g = BB

3. Morfologi

Berupa rambut berwarna putih atau keabu – abuan dengan

warna perut sedikit lebih pucat. Mencit merupakan hewan

noktural yang sering melakukan aktifitasnya pada malam hari.

Perilaku mencit dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya

faktor – faktor eksternal seperti makanan, dan lingkungan

disekitarnya (Smith dkk, 1998).

4. Patofisiologi

Selama fungsi usus normal, padatan dan cairan akan

bergerak melalui usus dengan gelombang parestaltik otot polos

dalam usus. Gerakan inil ambat dan massa mungkin memakan

waktu 3 – 5 jam untuk bergerak dari katup pylorus pada titik

proksimal dari usus kecil ke usus besar. Ketika usus tidak

berfungsi normal, motilitas akan meningkat atau menurun dan

keduanya dapat menyebabkan diare (Rachmati, 2016).


BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan

III.1.1 Alat yang digunakan :

Baskom, batang pengaduk, botol vial, gelas kimia, gelas

ukur, rang besi, spoit oral (sonde) 1 ml, spoit 1 ml,

stopwatch, timbangan.

III.1.2 Bahan yang digunakan :

Aquadest, alkohol, handscond, infus kulit buah delima20 %,

kapas, larutan Na CMC 1%, oleum ricini, masker, suspensi

loperamid 1%, tissu

III.2 Cara Kerja

III.2.1 Cara Pembuatan Bahan

a. Larutan Na. CMC 1%

Disiapkan alat dan bahan, ditimbang Na CMC

sebanyak 1 gram dimasukan kedalam lumpang, dilarutkan

dengan air panas lalu didiamkan hingga Na CMC

mengembang kemudian digerus dipindahkan kedalam

beker.

b. Infus kulit buah delima 20 %

Disiapkan alat dan bahan, ditimbang simplisia kulit buah

delima sebanyak 20 g, dimasukan kedalam panci infus

lalu dilarutkan dengan aquadest sebanyak 100 ml,


ditungggu hingga mendidih dan terhitung suhu 90 oC

selama 15 menit.

c. Suspensi loperamid

Disiapkan alat dan bahan, ditimbang loperamid sebanyak

dimasukan kedalam beker 100 ml, ditambahkan sedikit

larutan Na CMC yang telah dibuat lalu diaduk, dimasukan

kedalam labu ukur 100 ml dan dicukupkan volumenya

hingga 100 ml.

III.2.2 Cara Penanganan Hewan uji

1. Disiapkan alat dan bahan.

2. Diambil hewan uji sebanyak 9 ekor dibagi kedalam tiga

kelompok, kemudian ditimbang berat badannya.

3. Diinduksi dengan oleum ricini secara intraperitorial,

terhitung 30 menit kemudian dioralkan dengan larutan Na

CMC untuk kelompok 1, infus kulit buah delima untuk

kelompok 2 dan suspensi loperamid untuk kelompok 3

sesuai dengan dosis volume pemberian.

4. Diamati dan dicatat frekuensi defakasi dan konsistensi

feses hewan uji tiap lima belas menit selama 60 menit.

5. Dihitung jumlah frekuensi defakasi dan konsistensi feses

tiap kelompok hewan uji.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
Pengamatan Konsistensi Feses
Kelompok Dosis HU
15 ’ 30 ’ 45 ’ 60 ’
Na CMC H1 - 1 1 -
H2 3 - 1 2
Loperamid B1 - - - -
B2 - - - -
Infus kulit buah M1 - - - -
delima M2 - - - -

Pengamatan Frekuensi
Kelompok Dosis HU
15 ’ 30 ’ 45 ’ 60 ’
Na CMC H1 - I I -
H2 III - I I
Loperamid B1 - - - -
B2 - - - -
Infus kulit buah M1 - - - -
delima M2 - - - -

Keterangan : 1 = Padat
2 = Lembek
3 = Encer
IV.2 Pembahasan

Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk mengetahui efek

antidiare infusa kulit buah delima (Granati fructus cortex) terhadap

hewan uji mencit (Mus musculus), untuk membandingkan efek

antidiare infus kulit buah delima (Granati fructus cortex) dengan efek

antidiare loperamid. Hewan uji (Mus musculus) dibagi menjadi 3

kelompok setiap kelompok mendapat 2 ekor mencit (Mus musculus),

kelompok pertama diberi Na CMC 1% sebagai kontrol (-), kelompok

kedua diberi obat lodia sebagai kontrol (+), kelompok ketiga diberi

infusa kulit buah delima sebagai sampel.

Oleum ricini (minyak jarak) merupakan trigliserida yang

berkhasiat sebagai laksansia. Di dalam usus halus, minyak ini

mengalami hidrolisis dan menghasilkan asam risinoleat yang

merangsang mukosa usu, seingga mempercepat gerak peristaltiknya

dan mengakibatkan pengeluaran isi usus dengan cepat. Dosis oleum

ricini adalah 2 sampai 3 sendok makan (15-30 ml), diberikan sewaktu

perut kosong. Efeknya timbul 1 sampai 6 jam setelah pemberian,

berupa pengeluaran buang air besar berbentuk encer.

Ditunggu selama 30 menit perlakuan untuk menunggu efek obat

dari lodia, Na CMC 1% dan infus kulit buah delima. Pemberian oleum

ricini pada mencit dapat menyebabkan diare karena oleum ricini

mengandung trigliserida, asam trisinolat yang dihidrolisis dalam usus


halus oleh lipase pankreas menjadi gliserin dan asam glisinolat

sebagai cairan dan elektrolit serta menstimulasi peristaltik usus.

Na CMC 1% digunakan untuk suspending agent dalam sediaan

cair (pelarut air) yang ditujukan untuk pemakaian eksternal yang

dapat menginduksi rasa nyeri pada mencit (Mus musculus), baik oral

maupun parenteral juga dapat digunakan untuk penstabil emulsi dan

untuk melarutkan endapan yang terbentuk tinctur ber-resin

ditambahkan kedalam air. Biasanya Na CMC yang digunakan untuk

tujuan diatas adalah 0,25%-1% atau 0,5%-2%.

Lodia termasuk jenis obat yang dapat digunakan untuk mengatasi

diare akut. Obat oral ini termasuk pada golongan obat agonis opioid

yang memiliki sistem mekanisme kerja dengan mengurangi aktivitas

pleksus myenteric pada usus besar sehingga dapat memperlambat

ritme konsentrasi yang terjadi di usus. Kulit buah delima dianggap

sebagai salah satu obat diare karena mempunyai sifat antidiare,

terutama yang disebabkan oleh infeksi. Hal ini dikarenakan kulit buah

delima memiliki kandungan tanin.

Kulit buah delima (Granati fructus cortex) Kulit buah rasanya

asam, pahit, sifatnya hangat, astringen, beracun (toksik). Berkhasiat

menghentikan perdarahan (hemostatis), peluruh cacing usus

(vermifuga), antidiare dan antivirus. Kulit buah dan bunganya

merupakan astringen kuat. Rebusan keduanya bisa menghentikan

perdarahan. Kulit kayu dan kulit akar mempunyai bau lemah dan
rasa asam. Berkhasiat sebagai peluruh dahak, vermifuga, pencahar,

dan asttringen usus. Daunnya berkhasiat untuk peluruh haid. Daging

buah (daging pembungkus biji) berkhasiat penyejuk, peluruh kentut.

Biji sifatnya sejuk, tidak beracun, berkhasiat pereda demam

antitoksik, melumas paru, dan meredakan batuk. Pada percabaan ini

kami menggunakan kulit buah delima dengan konsentrasi 20%

karena untuk mengetahu apakah pada konsentrasi 20% dapat

menekan peristaltik usus sehingga tidak terjadi BAB.

Data yang didapatkan pada praktikum kali ini rasional. Hal ini

karena mencit hitam 1 yang diberi Na CMC frekuensi feses 1 kali

pada menit ke 30 dan 45 dengan kondisi feses padat, hitam 2

frekuensi feses 3 kali pada menit ke 15 dengan konsistensi feses

encer, menit ke 45 frekuensi feses 1 kali dengan kondisi feses padat

dan menit ke 60 frekuensi feses 1 kali dengan kondisi feses lembek.

Untuk suspensi loperamid dan infus kulit buah delima tidak memiliki

frekuensi feses karena memiliki efek antidiare.

Adapun beberapa faktor kesalahan diantaranya volume pemberian

yang kurang karena pada saat pemberian peroral praktikan tidak

langsung mengoralkan semua volume pemberian sehingga volume

pemberiannya kurang dan waktu menunggu efek dari obat hanya 60

menit yang seharusnya 120 menit. Ada beberapa ekor mencit yang

tidak digunakan karena terluka pada bagian paha, ada yang mati

pada saat penginduksian.


BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Dari hasil pengamatan diatas dapat disimpulkan bahwa

loperamid dan infus kulit buah delima (Granati fructus cortex)

memberikan efek antidiare.

1. Diare merupakan suatu kondisi dimana individu mengalami

buang air dengan frekuensi sebanyak 3 atau lebih per hari

dengan konsistensi tinja dalam bentuk cair

2. Jenis jenis diare yaitu :

a. Diare akut

b. Diare kronis atau menahun atau persiten

3. Oleum ricini digunakan sebagai penginduksi karena dapat

menstimulasi gerakan peristaltik usus sebagai refleks dari

rangsangan langsung terhadap dinding usus dan demikian

menyebabkan atau mempermudah buang air besar (defekasi)

dan meredakan sembelit.

4. Mekanisme kerja lodia yaitu dengan mengurangi aliran cairan dan

elektrolit ke dalam usus dan dengan memperlambat gerakan

usus untuk mengurangi jumlah buang air besar.

5. Zat kimia yang terkandung dalam kulit buah delima yang

digunakan sebagai anti diare yaitu tannin.


V.2 Saran

Sebaiknya praktikan harus lebih berhati-hati dalam memberikan

perlakuan kepada hewan.

.
DAFTAR PUSTAKA

Anggota IKAPI, 2012. Health Secret of Delima, PT Elex Media


Komputindo : Jakarta.

Depkes RI, 1979, Farmakope Indonesia Edisis III, Departemen Kesehatan


Republik Indonesia : Jakarta.

Dr. Oksfriani Jufri Sumampouw, S.Pi., M.Kes, 2017. Diare Balita Suatu
Tinjauan Dari Bidang Kesehatan Masyarakat, CV Budi Utama :
Yogyakarta.

Dr. Setiawan Dalimartha, 2003. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 3,


Puspa Swara : Jakarta.

ISO Vol 48, 2013, Informasi Spesialite Obat Indonesia, ISFI : Jakarta

Joyce L. Kee dan Evelyn R. Hayes, 1996. Farmakologi. Pendekatan


Proses Keperawatan, EGC : Jakarta.

Muliani Hirawati, 2011, Pertumbuhan Mencit (Mus Musculus L.) Setelah


Pemberian Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.), Buletin Anatomi
dan Fisiologi Vol.XIX, No. 1. Fakultas MIPA Universitas Diponegoro,
Semarang.

Hidayah Nuruldkk, 2004, Pharmaceutical Practise, Makassar.

Tim Pengajar, 2004, Kumpulan Kuliah Farmakologi, Ed.2, EGC : Jakarta.


DAFTAR PUSTAKA

Anggota IKAPI, 2012. Health Secret of Delima, PT Elex Media


Komputindo : Jakarta.

Ditjen POM, 1979. Farmakope Indonesia Edisis III. Departemen


Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta.
Ika Puspitasari, 2010. Jadi Dokter Untuk Diri Sendiri. Salman F :
Yogyakarta.

Dr. Setiawan Dalimartha, 2003. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 3,


Puspa Swara : Jakarta.

ISO Vol 48, 2013, Informasi Spesialite Obat Indonesia. ISFI : Jakarta

Joyce L. Kee dan Evelyn R. Hayes, 1996. Farmakologi. Pendekatan


Proses Keperawatan, EGC : Jakarta.

Muliani Hirawati, 2011, Pertumbuhan Mencit (Mus Musculus L.) Setelah


Pemberian Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.), Buletin Anatomi
dan Fisiologi Vol.XIX, No. 1. Fakultas MIPA Universitas Diponegoro,
Semarang.

Nurul Hidayah dan Reymond Arief, 2004, Pharmaceutical Practise,


Makassar.

Tim Pengajar, 2009, Kumpulan Kuliah Farmakologi, Ed.2. EGC : Jakarta.

Tim Penyusun, 2019. Penuntun Praktikum Farmakologi. Akademi Farmasi


Yamasi : Makassar.
Tjay H, Kiranaa, 2015. Obat-Obat Penting. Gramedia : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai