Anda di halaman 1dari 4

OBAT ANTIDIARE

Disusun Oleh :
ADHYTIYANI NURHASNI PUTRI G1A118050

NAURA KHALILAH G1A118051

DHEA ANNISA YURI LUBIS G1A118052

ALICIA NURJANAH G1A118053

DEVY AFRIYANTI G1A118054

Pembimbing : dr. Ave Olivia Rachman, M.Sc

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
OBAT ANTIDIARE

A. Pengertian Diare

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja, berbentuk cairan atau setengah cairan
(setengah padat), dengan demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari biasanya. Dalam
keadaan biasa kandungan air berjumlah sebanyak 100- 200 ml per jam tinja. Menurut WHO (1980),
diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari (Daldiyono, 1997).

B. Klasifikasi Diare
a. 1) Diare akut
Diare akut adalah diare yang terjadinya mendadak dan berlangsung kurang
dari dua minggu. Gejalanya antara lain: tinja cair, biasanya mendadak, disertai lemah
dan kadang-kadang demam atau muntah. Biasanya berhenti atau berakhir dalam
beberapa jam sampai beberapa hari. Diare akut dapat terjadi akibat infeksi virus,
infeksi bakteri, akibat makanan (Anonim, 1997).
b. Diare kronis
Diare kronis adalah diare yang melebihi jangka waktu 15 hari sejak awal
diare. Batasan waktu 15 hari tersebut semata-mata suatu kesepakatan, karena
banyaknya usul untuk menentukan batasan waktu diare kronis (Daldiyono, 1997).

c. Penyebab diare (Bakteri)

OBAT ANTI DIARE

Obat antidiare dapat digunakan dengan aman pada pasien dengan diare akut ringan sampai
sedang. Namun, obat- obat ini seharusnya tidak diberikan kepada pasien dengan diare berdarah,
demam tinggi, atau toksisitas sistemik karena risiko memburuknya penyakit yang mendasari. Obat-
obat ini harus dihentikan pada pasien yang diarenya memburuk setelah pengobatan. Antidiare juga
digunakan untuk mengatasi diare kronik akibat penyakit seperti irritable bowel syndrome (IBS) dan
inflammatory bowel disease (IBD).

A. Agonis Opioid
Obat golongan ini meningkatkan aktivitas segmentasi fasik kolon melalui inhibisi saraf
kolinergik prasinaps di pleksus submukosa dan mienterikus serta menyebabkan peningkatan
waktu transit kolon dan penyerapan air tinja. Mereka juga meningkatkan gerakan massal
kolon dan refleks gastrokolika. Meskipun semua opioid memiliki efek antidiare, efek pada
susunan saraf pusat dan potensi adiksi membatasi pemakaian sebagian besar obaolongan
ini.
Loperamid adalah obat yang memperlambat motilitas saluran cerna dengan
mempenga ruhi otot sirkuler dan longitudinal usus. Obat ini berikatan dengan reseptor
opioid sehingga diduga efek konstipasinya diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan
reseptor tersebut. Obat ini sama efektifnya dengan difenoksilat untuk pengobatan diare
kronik. Efek samping yang sering dijumpai ialah kolik abdomen, sedangkan toleransi
terhadap efek konstipasi jarang sekali terjadi. pada sukarelawan yang mendapatkan dosis
besar loperamid, kadar puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 4 jam sesudah makan
obat. Masa laten yang lama ini disebabkan oleh penghambatan motilitas saluran cerna dan
karena obat mengalami sirkulasi enterohepatik. Waktu paruhnya adalah 7-14 jam. Lopera_
mid tidak diserap dengan baik melalui pemberian oral dan penetrasinya ke dalam otak tidak
baik; sifat-sifat ini menunjang selektivitas kerja loperamid. Sebagian besar obat diekskresi
bersama tinja. Kemungkinan disalahgunakannya obat ini lebih kecil dari dilenoksilat karena
tidak menimbulkan euforia seperti morfin dan kelarutannya rendah. Loperamid tersedia
dalam bentuk tablet 2 mg dan sirup 1 mg/5 ml dan digunakan dengan dosis 4-g mg per hari.
.

B. Resin Pengikat Garam Empedu


Garam-garam empedu terkonjugasi secara normal diserap di ileum terminal. Penyakit
ileum terminal (mis., penyakit Crohn) atau reseksi bedah dapat menyebabkan malabsorpsi
garam empedu, yang dapat menimbulkan diare sekretorik kolon. Resin pengikat garam
empedu, kolestiramin, kolestipol, atau kolesevelam, dapat mengurangi diare akibat kelebihan
asam empedu tinja. Produk-produk ini memiliki beragam sediaan pil dan bubuk yang mungkin
diminum satu sampai tiga kali sehari sebelum makan. Efek samping mencakup perut
kembung, flatus, konstipasi, dan impaksi tinja. Pada pasien yang kompartemen asam
empedunya kurang, pengeluaran lebih lanjut asam empedu dapat menyebabkan malabsorpsi
lemak. Kolestiramin dan kolestipol mengikat sejumlah obat dan mengurangi penyerapan
mereka karena itu, kedua obat ini jangan diberikan dalam 2 jam pemberian obat lain.
Kolesevelam tampaknya tidak memiliki efek signifikan pada penyerapan obat lain.

C. Difenoksilat
Derivat meperidin ini berefek konstipasi jelas pada manusia. Obat ini dikenal
sebagai antidiare. Meskipun dalam dosis terapeutik tunggal tidak atau sedikit menunjukkan
elek subyektif seperti morfin, dalam dosis 40-60 mg obat ini menunjukkan efek opioid yang
khas termasuk euforia, supresi abstinensi morfin, dan ketergantungan tisik seperti mofin
setelah penggunaan kronik. Difenoksilat maupun garamnya tidak larut dalam air, sehingga
obat ini sukar disalahgunakarl secara suntikan. Tersedia dalam bentuk tablet dan sirop yang
mengandung 2,5 mg difenoksilat dan 25 prg atropin sullat tiap tablet atau tiap 5 ml sirop.
Dosis yang dianjurkan untuk pengobatan diare pada orang dewasa 20 mg per hari dalam
dosis terbagi,

D. Oktreotid
Somatostatin adalah suatu peptida 14 asam amino yang dibebaskan ke saluran
cerna dan pankreas dari sel parakrin, sel D, dan saraf enterik serta dari hipotalamus (lihat
Bab 37) Somatostatin adalah peptida regulatorik kunci yang memiliki banyak efek fisiologik:
1. Bahan ini menghambat sekresi banyak hormon dan transmiter, mencakup gastrin,
kolesistokinin, glukagon, hormon pertumbuhan, insulin, sekretin, polipeptida pankreas,
vasoactive intestinal peptide (VIP, peptida usus vasoaktif), dan 5-HT.
2. Bahan ini mengurangi sekresi cairan usus dan sekresi pankreas.
3. Bahan ini memperlambat motilitas saluran cerna dan menghambat kontraksi kandung
empedu.
4. Bahan ini mengurangi aliran darah portal dan splanknik.
5. Bahan ini menghambat sekresi beberapa hormon hipofisis anterior.
Manfaat klinis somatostatin terbatas karena waktu-paruhnya yang singkat (3 menit)
dalam sistem sirkulasi jika diberikan secara injeksi intravena. Oktreotid adalah suatu
oktapeptida sintetik dengan efek serupa dengan somatostatin. Jika diberikan secara
intravena, oktreotid memiliki waktu-paruh serum 1,5 jam. Obat ini juga dapat diberikan secara
subkutis, menghasilkan lama kerja 6 sampai 12 jam. Tersedia sediaan kerja-lama untuk
penyuntikan intramuskulus depot sekali sebulan.

 Efek Samping
Gangguan sekresi pankreas dapat menyebabkan steatorea, yang kemudian
dapat menimbulkan defisiensi vitamin larut-lemak. Perubahan pada motilitas saluran
cerna menyebabkan mual, nyeri abdomen, flatulens, dan diare. Karena menghambat
kontraktilitas kandung empedu dan menyeba bkan perubahan pada penyerapan
lemak, pemakaian oktreotid jangka-panjang dapat menyebabkan pembentukan
lumpur atau batu empedu pada lebih dari 50% pasien, yang, meskipun jarang, dapat
menimbulkan kolesistitis akut. Karena oktreotid mengubah keseimbangan antara
insulin, glukagon, dan hormon pertumbuhan, dapat terjadi hiperglikemia atau, yang
lebih jarang, hipoglikemia (biasanya ringan). Pemberian oktreotid jangka-panjang
dapat menyebabkan hipotiroidisme. Oktreotid juga dapat menyebabkan bradikardia.

Daftar Pustaka
1. Katzung, B.G., Masters, S.B. danTrevor, A.J., 2014, Farmakologi Dasar & Klinik,
Vol.2,Edisi 12,Editor Bahasa Indonesia Ricky Soeharsono et al., Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
2. Ganiswara, S.G. (1995). Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai