Anda di halaman 1dari 36

CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS)

* Kepaniteraan Klinik Senior / G1A219114


** Pembimbing / Dr.dr. Deri Mulyadi, S.H, Sp.OT (K) Hip and Knee

PENATALAKSANAAN FRAKTUR OS FEMUR

Ilham Yuri Lubis, S.Ked*

Dr.dr. Deri Mulyadi, S.H, Sp.OT (K) Hip and Knee **

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


ILMU BAGIAN BEDAH
RSUD RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020
HALAMAN PENGESAHAN

CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS)

PENATALAKSANAAN FRAKTUR OS FEMUR


Disusun Oleh :
Ilham Yuri Lubis, S.Ked
G1A219114

Kepaniteraan Klinik Senior

Bagian Ilmu Bedah RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Pada, April 2020

Pembimbing,

Dr.dr. Deri Mulyadi, S.H, Sp.OT (K) Hip and Knee

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Clinical Science Session (CSS) yang berjudul
“Penatalaksanaan Fraktur Os Femur” sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior di Ilmu Bagian Bedah di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi
Jambi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr.dr. Deri Mulyadi, S.H, Sp.OT (K) Hip and
Knee yang telah bersedia meluangkan waktu dan ilmunya untuk membimbing penulis selama
menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Ilmu Bagian Bedah di Rumah Sakit Umum Daerah
Raden Mattaher Provinsi Jambi.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada referat Clinical Science
Session (CSS) ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan
referat ini. Penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Jambi, April 2020

Ilham Yuri Lubis, S.Ked

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Patah tulang atau fraktur didefinisikan sebagai hilangnya atau adanya gangguan integritas
dari tulang, termasuk cedera pada sumsum tulang, periosteum, dan jaringan yang ada di
sekitarnya.1 Fraktur terbuka adalah fraktur dimana terdapat hubungan fragmen fraktur dengan
dunia luar, baik ujung fragmen fraktur tersebut yang menembus dari dalam hingga kepermukaan
kulit atau kulit dipermukaan yang mengalami penetrasi suatu objek yang tajam dari luar hingga
ke dalam.2 Fraktur diafisis tulang panjang memiliki pola morfologi yang khas, dengan
perpindahan dan patahan yang bertanggung jawab untuk memperlambat kontak tulang dan
gangguan pasokan vaskular yang mempengaruhi proses penyembuhan. Faktor-faktor lain, seperti
kerusakan tulang yang parah, kerusakan jaringan lunak, patah tulang terbuka dan faktor risiko
terkait pasien dapat menyebabkan union dan non-union, yang diperkirakan terjadi pada 1,9% dan
10% dari semua fraktur diafisis.3
Salah satu jenis fraktur yang sering terjadi adalah fraktur femur dan mempunyai insiden
yang cukup tinggi diantara jenis-jenis fraktur lainnya. Umumnya fraktur femur terjadi pada
batang femur sepertiga tengah. Pada usia dibawah 35 tahun lebih sering pada pria, sedangkan
diatas 55 tahun lebih sering pada wanita. Fraktur femur juga merupakan fraktur yang paling
tinggi menyebabkan morbiditas pada pasien.4,5 Meskipun trauma muskuloskeletal pada individu
yang sehat jarang berakibat fatal, tetapi dapat menyebabkan penderitaan fisik yang serius, beban
mental dan kehilangan waktu pasien. Maka, dapat dikatakan trauma muskuloskeletal mempunyai
angka mortalitas yang rendah tapi dengan morbiditas yang tinggi.3

ii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Tulang


Sistem muskuloskletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan mengurus pergerakan.
Komponen utama dari sistem muskuloskletal adalah tulang dan jaringan ikat yang menyusun
kurang lebih 25% berat badan dan otot menyusun kurang lebih 50%. Sistem ini terdiri dari
tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligamnet, dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungan
struktur-struktur ini.6,7
a. Tulang
Tulang adalah jaringan yang paling keras diantara jaringan ikat lainnya yang terdiri atas
50% air dan bagian padat. Selebihnya terdiri dari bahan mineral terutama kalsium kurang lebih
67% dan bahan seluler 33%.
Fungsi dari tulang adalah sebagai berikut:
1. Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh
2. Melindungi organ tubuh (jantung, otak, paru-paru, dan jaringan lunak
3. Memberikan pergerakan (otot berhubungan dengan kontraksi dan pergerakan)
4. Membentuk sel-se darah merah di dalam sumsung tulang belakang
5. Menyimpan garam-garam mineral (kalsium, fosfor, dan magnesium)
Tulang dalam garis besar dibagi atas:
1. Tulang panjang
Yang termasuk tulang panjang misalnya (femur, tibia,ulna dan humerus) dimana daerah batas
tersebut dan daerah yang berdekatan dengan garis epifisis disebut metafisis. Tulang panjang
terdiri dari epifisis, diafisis, metafisis. Epifisis merupakan tempat menempel nya tendon dan
mempengaruhi kestabilan sendi. Diafisis adalah bagian utama dari tulang panjang yang
memberikan stuktural tulang. Metafisis merupakan bagian yang melebar dari tulang panjang
antara epifisis dan diafisis.
2. Tulang pendek (contoh dari tulang pendek antara lain tulang vertebra dan tulang-tulang
karpal
3. Tulang pipih (yang termasuk tulang pipih antara lain tulang iga, tulang scapula, dan
tulang pelvis.

ii
Berdasarkan histologi secara mikroskopis terdiri dari:
1. Sistem harvest (saluran yang berisi serabut saraf, pembuluh darah, aliran limfe)
2. Lamella (lempeng tulang yang tersusun konsentris)
3. Lacuna (ruangan kecil yang terdapat di antara lempengan-lempengan yang mengandung
sel tulang)
4. Kanalikuli (memancar diantara lacuna dan tempat difusi makanan sampai ke osteon).
Tulang tersusun dari 3 jenis sel yaitu:
a. Osteoblast
Osteoblast berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matrik tulang.
Matrik tulang tersusun atas 98% kolagen dan 2% substansi dasar (glukosaminoglikan/ asam
polisakarida dan proteoglikan)
b. Osteosit
Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai pemeliharaan fungsi tulang dan
terletak pada osteon. Osteon yaitu fungsional mikroskopikn tulang dewasa yang ditengahnya
terdapat kapiler dan disekelilingi kapiler terdapat matrik tulang yang disebut dengan lamella.
c. Osteoklast
Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak memungkinkan mineral dan matriks tulang
dapat diabsorpsi, pengancuran dan remodelling tulang.

ii
Gambar 2.1 cell of bone6
b. Sendi
Sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Tulang-tulang ini dipadukan
dengan berbagai cara misaknya dengan kapsul sendi, pita fibrosa, ligamen, tendon dan fasia
(otot). Dalam membentuk rnagka tubuh, tulang yang satu berhubungan dengan tulang yang lain
melalui jaringan penyambung yang disebut persendian.6,7
Klasifikasi dan jenis sendi sebagai berikut:
1. Sindesmosis
Adalah sendi dimana dua tulang ditutupi hanya oleh tulang jaringan fibrosa.
2. Sinkondrosis
Sinkondrosis adalah sendi dimana kedua tulang ditutupi oleh tulang rawan. Lempeng
epifisi merupakan suatu sinkondrosis yang bersifat sementara yang menghubungkan antara
epifisis dena metafisis.
3. Sinostosis
Bila sendi mengalami obliterasi dan terjadi penyambungan antara keduanya, maka keadaan
ini disebut dengan sinostosis.
4. Simfisis
Simfisis adalah suatu jenis persendian dimana kedua permukaannya ditutupi leh tulang
rawan hialin dan dihubungkan oleh fibrokartilago serta jaringan fibrosa yang kuat.
5. Sendi sinovial
Sendi sinovial adalah sendi dimana permukaanya ditutupi oleh tulang rawan hialin dan
pinggirnya oleh kapsula sendi berupa jaringan fibrosa dan didalamnya mengandung cairan
sinovial.6,7

ii
c. Otot
Otot melekat pada tulang memungkinkan tubuh bergerak. Kontraksi otot menghasilkan
suatu usaha mekanik untuk gerakan maupun produksi panans untuk mempertahankan
temperature tubuh. Jaringan otot terdiri atas semua jaringan kontraktil.
Otot dikaitkan di dua tempat tertentu, yaitu:
1. Origo (tempat yang kuat dianggap sebagai tempat dimana otot timbul)
2. Insersio ( lebih dapat bergerak dimana tempat kearah mana otot berjalan)

d. Ligamen
Ligamen adalah suatu susunan serabut yang terdiri dari jaringan ikat keadaannya kenyal
dan fleksibel. Ligament mempertemukan kedua ujung tulang dan mempertahankan stabilitas.

e. Tendon
Tendon adalah jaringan fibrous yang padat yang merupakan ujng dari otot yang
menempel pada tulang. Tendon merupakan ujung dari otot dan menempel pada tulang.

f. Fascia
Fascia adalah suatu permukaan jaringan yang menyambung longgar yang didapatkan
langsung dari bawah kulit.6,7

Femur atau tulang paha merupakan tulang yang memanjang dari panggul ke lutut dan
merupakan tulang terpanjang dan terbesar di dalam tubuh, panjang femur dapat mencapai
seperempat panjang tubuh. Femur dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu ujung proksimal,
batang, dan ujung distal. Ujung proksimal bersendi dengan asetabulum tulang panggul dan
ujung distal bersendi dengan patella dan tibia. Ujung proksimal terdiri dari caput femoris, fores
capitis femoris, collum femoris, trochanter mayor, fossa trochanterica, trochanter minor,
trochanter tertius, linea intertrochanter, dan crista intertrochanterica. Batang atau corpus femur
merupakan tulang panjang yang mengecil di bagian tengahnya dan berbentuk silinder halus dan
bundar di depannya. Linea aspera terdapat pada bagian posterior corpus dan memiliki dua
komponen yaitu labium lateral dan labium medial. Labium lateral menerus pada rigi yang kasar
dan lebar disebut tuberositas glutea yang meluas ke bagian belakang trochanter mayor pada

ii
bagian proksimal corpus, sedangkan labium medial menerus pada linea spirale yang seterusnya
ke linea intertrochanterica yang menghubungkan antara trochanter mayor dan trochanter minor.
Pada ujung distal terdapat bangunan-bangunan seperti condylus medialis, condylus lateralis,
epicondylus medialis, epicondylus lateralis, facies patellaris, fossa intercondylaris, linea
intercondylaris, tuberculum adductorium, fossa dan sulcus popliteus, linea intercondylaris,
tuberculum adductorium, fossa dan sulcus popliteus. Condylus memiliki permukaan sendi untuk
tibia dan patella.
Caput femur merupakan masa bulat berbentuk 2/3 bola, mengarah ke medial, kranial,
dan ke depan. Caput femur memiliki permukaan yang licin dan ditutupi oleh tulang rawan
kecuali pada fovea, terdapat pula cekungan kecil yang merupakan tempat melekatnya
ligamentum yang menghubungkan caput dengan asetabulum os coxae. Persendian yang
dibentuk dengan acetabulum disebut articulation coxae. Caput femurs tertanam di dalam
acetabulum bertujuan paling utama untuk fungsi stabilitas dan kemudian mobilitas.
Collum femur terdapat di distal caput femur dan merupakan penghubung antara caput
dan corpus femoris. Collum ini membentuk sudut dengan corpus femur ± 125º pada laki-laki
dewasa, pada anak sudut lebih besar dan pada wanita sudut lebih kecil.

ii
Gambar Anatomi Femur

2.1.1 Pertumbuhan memanjang tulang


Pertumbuhan intertisial tidak dapat terjadi didalam tulang, oleh karena itu pertumbuhan
intertisial terjadi melalui proses osifikasi endokondral pada tulang rawan. Ada dua lokasi
pertumbuhan tulang rawan pada tulang panjang, yaitu:8
1. Tulang rawan artikuler
Pertumbuhan tulang panjang terjadi pada daerah tulang rawan artikuler dan merupakan tempat
satu-satunya bagi tulang untuk bertumbuh pada daerah epifisis. Pada tulang pendek,
pertumbuhan tulang dapat terjadi pada seluruh daerah tulang.
2. Tulang rawan lempeng epifisis

ii
Tulang rawan lempeng epifisis memberikan kemungkinan metafisis dan diafisis untuk
bertambah memanjang. Pada daerah pertumbuhan ini terjadi keseimbangan antara dua proses,
yaitu:
a. Proses pertumbuhan
Adanya pertumbuhan intertisial tulang rawan dari lempeng epifisis memungkinkan
terjadinya penebalan tulang.
b. Proses kalsifikasi
Kematian dan penggantian tulang rawan pada daerah permukaan metafisis terjadi melalui
proses osifikasi endokondral.
Dikenal tiga zona lempeng epifisis:
a. Zona pertumbuhan
Pada zona ini terdapat lapisan germinal yang merupakan daerah intertisial, yang melekat
pada epifisis dengan sel-sel kondrosit muda serta pembuluh darah halus. Juga terdapat
lapisan proliferasi yang merupakan daerah intertisial yang paling aktif dalam zona ini dan
lapisan palisade disebelah dalam dari lapisan proliferasi.
b. Zona transformasi tulang rawan
Pada zona ini terdapat lapisan hipertrofi, kalsifikasi dan degenerasi yang merupakan
daerah tulang rawan yang mengalami maturasi.
c. Zona osifikasi
Zona osifikasi daerah yang tipis dengan sel-sel kondrosit yang telah mati akibat
kalsifikasi matriks.

2.1.2 Pertumbuhan melebar tulang


Pertumbuhan melebar terjadi akibat pertumbuhan aposisi osteoblas pada lapisan dalam
periosteum dan merupakan suatu jenis osifikasi intra membran.9
1. Remodeling tulang
Selama pertumbuhan memanjang tulang, maka daerah metafisis mengalami remodeling
(pembentukan) dan pada saat yang bersamaan epifisis menjauhi batang tulang secara
progresif. Remodeling tulang terjadi sebagai hasil proses antara deposisi dan resorpsi
osteoblastik tulang secara bersamaan.9 Proses remodeling tulang berlangsung sepanjang
hidup, dimana pada anak-anak dalam masa pertumbuhan terjadi keseimbangan (balance)

ii
yang positif sedangkan pada orang dewasa terjadi keseimbangan yang negativ. Remodeling
juga terjadi setelah penyembuhan suatu fraktur. Pada anak-anak walaupun terjadi kelainan
yang hebat, namun remodeling tetap terjadi secara spontan kecuali bila terdapat kelainan
rotasi.9

Gambar 2.1 Remodeling Tulang

2. Osifikasi
Osifikasi adalah sebuah proses pembentukan tulang. Pembentukan tulang dimulai dari
perkembangan jaringan penyambung seperti tulang rawan (kartilago) yang berkembang
menjadi tulang keras. Pertumbuhan tulang bermula sejak umur embrio 6-7 minggu dan
berlangsung sampai dewasa.
Pertumbuhan tulang ini akan lengkap pada bulan ketiga kehamilan. Pertumbuhan tulang
bayi di dalam rahim dipengaruhi oleh hormon, plasenta, dan kalsium. Setelah anak lahir,
proses pertumbuhan tulangnya diatur oleh hormon pertumbuhan, kalsium, dan aktivitas
sehari-hari. Osteoblas dan osteoklas berperan dalam proses pembentukan tulang, dimana
keduanya bekerja secara bertolak belakang (osteoblas memicu pertumbuhan tulang,
sedangkan osteoklas menghambat pertumbuhan tulang) agar proses pembentukan tulang
seimbang dan tercapai.
Osifikasi dimulai dari sel-sel mesenkim memasuki daerah osifikasi, bila daerah tersebut
banyak mengandung pembuluh darah akan membentuk osteoblas, bila tidak mengandung
pembuluh darah akan membentuk kondroblas. Pada awalnya pembuluh darah menembus

ii
perikhondrium di bagian tengah batang tulang rawan, merangsang sel-sel perikhondrium
berubah menjadi osteoblas. Osteoblas ini akan membentuk suatu lapisan tulang kompakta,
perichondrium berubah menjadi periosteum. Bersamaan dengan proses ini pada bagian dalam
tulang rawan di daerah diafisis yang disebut juga pusat osifikasi primer, sel-sel tulang rawan
membesar kemudian pecah sehingga terjadi kenaikan pH (menjadi basa) akibatnya zat kapur
didepositkan, dengan demikian terganggulah nutrisi semua sel-sel tulang rawan dan
menyebabkan kematian pada sel-sel tulang rawan ini. Kemudian akan terjadi degenerasi
(kemunduran bentuk dan fungsi) dan pelarutan dari zat-zat interseluler (termasuk zat kapur)
bersamaan dengan masuknya pembuluh darah ke daerah ini, terjadi pembentukan rongga
untuk sumsum tulang.
Pada tahap selanjutnya pembuluh darah akan memasuki daerah epifise sehingga terjadi
pusat osifikasi sekunder, terbentuklah tulang spongiosa. Dengan demikian masih tersisa
tulang rawan dikedua ujung epifise yang berperan penting dalam pergerakan sendi dan satu
tulang rawan di antara epifise dan diafise yang disebut dengan cakram epifise. Selama
pertumbuhan, sel-sel tulang rawan pada cakram epifise terus-menerus membelah kemudian
hancur dan tulang rawan diganti dengan tulang di daerah diafise, dengan demikian tebal
cakram epifise tetap sedangkan tulang akan tumbuh memanjang. Pada pertumbuhan diameter
(lebar) tulang, tulang didaerah rongga sumsum dihancurkan oleh osteoklas sehingga rongga
sumsum membesar, dan pada saat yang bersamaan osteoblas di periosteum membentuk
lapisan-lapisan tulang baru di daerah permukaan.8

ii
Gambar Proses Osifikasi

2.2 Fraktur
2.2.1 Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah kerusakan jaringan atau tulang baik complete maupun
incomplete yang berakibat tulang yang menderita tersebut kehilangan kontinuitasnya dengan atau
tanpa adanya jarak yang menyebabkan fragmen. Gejala klinis yang terjadi pada fraktur adalah
kebengkakan, deformitas, kekakuan gerak yang abnormal, krepitasi, kehilangan fungsi dan rasa
sakit.2 Hampir 10% dari pasien rawat inap merupakan korban trauma. Dua pertiga pasien
mengalami permasalahan sistem muskuloskeletal termasuk fraktur, dislokasi dan kerusakan
jaringan lunak.10 Salah satu jenis fraktur yang sering terjadi adalah fraktur femur dan mempunyai
insiden yang cukup tinggi diantara jenis-jenis fraktur lainnya. Umumnya fraktur femur terjadi
pada batang femur sepertiga tengah. Pada usia dibawah 35 tahun lebih sering pada pria,
sedangkan diatas 55 tahun lebih sering pada wanita. Fraktur femur juga merupakan fraktur yang
paling tinggi menyebabkan morbiditas pada pasien.4,5

2.2.2 Etiologi Fraktur


Jenis fraktur dibedakan menjadi :
a. Cedera Traumatik Cedera traumatic pada tulang dapat disebabkan oleh :
1.) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah seacara
spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit
diatasnya. 2.) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan,
misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
3.) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
b. Fraktur Patologik Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan
trauma minor dapat mengakibatkan fraktur, seperti :

ii
1.) Tumor tulang (jinak atau ganas), yaitu pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali atau
progresif.
2.) Infeksi seperti mosteomyelitis, dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul
sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
3.) Rakhitis, suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D.
4.) Stress tulang seperti pada penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteran

2.2.3 Manifestasi Klinis


Beberapa tanda dan gejala terjadinya fraktur adalah sebagai berikut :
a. Nyeri
b. Deformitas akibat kehilangan kelurusan (alignment) yang dialami.
c. Pembengkakan akibat vasodilatasi dalam infiltrasi leukosit serta selsel mast.
d. Saat ekstremitas diperiksa di tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang
teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. tanda ini terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari.
f. Krepitasi.
g. Spasme otot.

2.2.4 Klasifikasi Fraktur Terbuka


Klasifikasi fraktur terbuka berdasarkan:
(a) mekanisme cedera trauma,
(b) derajat kerusakan jaringan lunak,
(c) klasifikasi fraktur dan
(d) derajat kontaminasi.11
Klasifikasi patah tulang terbuka yang dibuat oleh Gustillo and Anderson pada tahun 1976
sebagai berikut.12
 Tipe I
- Panjang luka < 1 cm, biasanya luka tusukan atau puncture dimana patokan ujung tulang
menembus kulit.

ii
- Kerusakan jaringan lunak sedikit dan tidak ada tanda-tanda Crushing Injury.
- Fraktur biasanya simpel, tranverse atau oblique pendek dan sedikit comminutive.
 Tipe II
- Panjang luka > 1 cm dan tidak ada kerusakan jaringan lunak yang luas, flap atau infeksi.
- Terdapat Crushing Injury ringan – sedang.
- Fraktur comminutive sedang dan kontaminasi sedang.
 Tipe III
- Ditandai dengan kerusakan jaringan lunak luas meliputi otot, kulit dan struktur neurovaskuler
serta kontaminasi tinggi, sering disebabkan oleh trauma high velocity yang menyebabkan derajat
comminutive dan instabilitas tinggi. Tipe III ini dibagi lagi menjadi:
o Tipe III a
Jaringan lunak yang meliputi tulang yang patah cukup adekuat meskipun terdapat laserasi luas,
flap atau trauma high velocity, tanpa memandang ukuran luka.
o Tipe III b
Cedera luas, terdapat atau hilangnya sebagian dari pada jaringan lunak dan stripping periosteal
dan bone expose, kontaminasi dan fraktur comminutive yang berat.
o Tipe III c
Meliputi semua fraktur yang terbuka yang berhubungan dengan kerusakan pembuluh darah yang
harus di repair tanpa memandang cedera jaringan lunak.

2.3 Fraktur Femur

ii
2.3.1 Klasifikasi Fraktur Femur
1.) Fraktur intertrokhanter femur
Fraktur intertrokhanter adalah patah tulang yang bersifat ekstrakapsular dari femur.Sering
terjadi pada lansia dengan kondisi osteoporosis.Fraktur ini memiliki prognosis yang baik
dibandingkan dengan fraktur intrakapsular, dimana resiko nekrosis avascular lebih rendah.
Pada riwayat umumnya didapatkan adanya trauma akibat jatuh dan memberikan trauma langsung
pada trokhanter mayor.Pada beberapa kondisi, cedera secara memuntir memberikan fraktur tidak
langsung pada intertrokhanter. Pemeriksaan radiografik biasanya sudah dapat menentukan
diagnosis fraktur intertrokhanter .pemeriksaan radiografik biasanya sudah dapat menentukan
diagnosis fraktur intertrokhanter stabil atau tidak stabil.
Penatalaksanaannya menggunakan reduksi terbuka dan pemasangan fiksasi interna.
Intervensi konservatif hanya dilakukan pada penderita yang sangat tua dan tidak dapat dilakukan
dengan anastesi general.13

Gambar Fraktur intertrokhanter

2.) Fraktur Subtrokhanter Femur


Adalah fraktur dimana garis patahnya fraktur subtrokhanter femur berada 5 cm distal dari
trokhanter minor. Fraktur jenis ini dibagi dalam beberapa klasifikasi, tetapi yang lebih sederhana
dan mudah dipahami adalah klasifikasi fielding & Magliato, yaitu sebagai berikut :
1.) Tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor.
2.) Tipe 2 : garis patah berada 1-2 inci dibawah dari batas trochanter minor.

ii
3.) Tipe 3 : garis patah berada 2-3 inci di distal dari batas trochanter minor.14

Gambar Fraktur Subtrochanter


3.) Fraktur suprakondiler
femur Fraktur suprakondiler fragmen bagian distal selalu terjadi dislokasi ke
posterior.Hal ini biasanya disebabkan adanya tarikan otot-otot gastroknemius. Biasanya fraktur
suprakondiler ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya
aksial dan stress valgus atau varus, dan disertai gaya rotasi. Manifestasi klinik yang didapatkan
berupa pembengkakan pada lutut, deformitas yang jelas dengan pemendekan pada tungkai, nyeri
bila fragmen bergerak, dan mempunyai risiko terhadap sindrom kompartemen pada bagian
distal.Pada pemeriksaan berjongkok terlihat pasien tidak bisa menjaga kesejajaran.Pemeriksaan
radiologis dapat menentukan diagnosis fraktur suprakondiler.
Penatalaksanaan fraktur suprakondiler femur adalah sebagai berikut :
1.) Traksi berimbang dengan mempergunakan bidai Thomas dan penahan lutut pearson,
cast-bracing, dan spika panggul.
2.) Terapi operatif dilakukan pada fraktur terbuka atau adanya pergeseran fraktur yang
tida dapat direduksi secara konservatif. Terapi dilakukan dengan mempergunakan nailphroc dare
screw dengan macam-macam tipe yang tersedia.14

ii
- Tipe 1 : Fraktur suprakondiler bentuk T
- Tipe IIA : !raktur suprakondiler dan kondiler dengan sebagian
metafisis bentuk Y
- Tipe IIB : sama seperti IIA tetapi bagian metafisis lebih kecil
- Tipe III : Fraktur Suprakondiler kominutif dengan fraktur kondiler yang tidak total.

4.) Fraktur Kondiler


Femur Mekanisme trauma biasanya merupakan kombinasi dari gaya hiperabduksi dan
adduksi disertai dengan tekanan pada sumbu femur ke atas. Manifestasi klinik didapatkan adanya
pembengkakan pada lutut, hematrosis, dan deformitas pada ekstremitas bawah.Penderita juga

ii
mengeluh adanya nyeri lokal, dan kondisi neurologis-vaskular harus selalu diperiksa adanya
tanda dan gejala sindrom kompartemen pada bagian distal.
Penatalaksanaan dengan reduksi tertutup dengan traksi tulang selama 4-6 minggu dan
kemudian dilanjutkan dengan penggunaan gips minispika sampai terjadi penyambungan tulang.
Reduksi terbuka dan fiksasi interna dilakukan apabila intervensi reduksi tertutup tida
memberikan penyambungan tulang, atau keluhan nyeri lokal yang parah.14

5.) Fraktur Batang Femur (Diafisis)


Femur Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan
lalu lintas di kota-kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini dapat menimbulkan
perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam syok, salah satu klasifikasi
fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang
patah. Secara klinik fraktur batang femur dibagi dalam fraktur batang femur terbuka dan tertutup.
Pada kondisi trauma diperlukan gaya yang besar untuk mematahkan batang femur pada orang
dewasa. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada pria muda yang mengalami kecelakaan kendaraan
bermotor atau mengalami jatuh dari ketinggian.Biasanya, pasien ini mengalami trauma multiple
yang menyertainya.

ii
Gambar 2.

Gambar 3.

6.) Fraktur Column Femur


!raktur leher femur merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan pada orang tua
terutama wanita umur 30 tahun ke atas disertai tulang yang osteoporosis.

Klasifikasi berdasarkan keadaan fraktur :

ii
Klasifikasi menurut Garden
- Tingkat I :Fraktur impaksi yang tidak total
- Tingkat II :Fraktur total tetapi tidak bergeser 
- Tingkat III :Fraktur total disertai dengan sedikit pergeseran
- Tingkat IV :Fraktur disertai dengan pergeseran yang hebat

2.4 Patofisiologi Fraktur


Patofisiologi fraktur menurut Black dan Hawks (2014) antara lain :
Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan fraktur. Jika ambang fraktur
suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang mungkin hanya retak saja bukan patah. Jika
gayanya sangat ekstrem, seperti tabrakan mobil, maka tulang dapat pecah berkeping keping.
Saat terjadi fraktur, otot yang melekat pada ujung tulang dapat terganggu. Otot dapat mengalami
spasme dan menarik fragmen fraktur keluar posisi. Kelompok otot yang besar dapat
menciptakan spasme yang kuat bahkan mampu menggeser tulang besar, seperti femur.
Walaupun bagian proksimal dari tulang patah tetap pada tempatnya, namun bagian distal dapat
bergeser karena faktor penyebab patah maupun spasme pada otot-otot sekitar.
Fragmen fraktur dapat bergeser ke samping, pada suatu sudut (membentuk sudut), atau
menimpa segmen tulang lain. Fragmen juga dapat berotasi atau berpindah. Selain itu,
periosteum dan pembuluh darah di korteks serta sumsum dari tulang yang patah juga terganggu
sehingga dapat menyebabkan sering terjadi cedera jaringan lunak. Perdarahan terjadi karena
cedera jaringan lunak atau cedera pada tulang itu sendiri. Pada saluran sumsum (medula),

ii
hematoma terjadi diantara fragmen-fragmen tulang dan dibawah periosteum. Jaringan tulang
disekitar lokasi fraktur akan mati dan menciptakan respon peradangan yang hebat sehingga akan
terjadi vasodilatasi, edema, nyeri, kehilangan fungsi, eksudasi plasma dan leukosit. Respon
patofisiologis juga merupakan tahap penyembuhan tulang.

Gambar Patofisiologi Fraktur

2.5 Penyembuhan Fraktur


Tulang dapat beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara
ujung patahan tulang.Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Stadium penyembuhan
tulang, yaitu :
1. Inflamasi Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur.sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya
kapiler baru dan fibrioblas. Stadium ini berlangsung 24-48 jam dan terjadi pembengkakan dan
nyeri.

2. Proliferasi seluler

ii
Hematoma akan mengalami organisasi ± 5 hari, terbentuk benang-benang fibrin dalam bekuan
darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi, invasi fibrioblast dan osteoblast.

3. Pembentukan kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai
celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang dihubungkan dengan jaringan
fibrus.Diperlukan waktu 3 sampai 4 minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan
atau jaringan fibrus.Secara klinis fragmen tulang sudah tidak bisa digerakan lagi.

4. Penulangan kalus (osifikasi)


Pada patah tulang panjang orang dewasa normal, penulangan memerlukan waktu 3 sampai 4
bulan.

5.Remodeling
Tahap akhir dari perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan
reorganisasi tulang baru ke susunan structural sebelumnya. Pada tahap ini memerlukan waktu
berbulan-bulan sampai bertahun-tahun tergantung beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan.14

Gambar Proses Penyembuhan Fraktur

ii
Waktu Penyembuhan Fraktur3
Waktu penyembuhan fraktur, bervariasi secara individual, dipengaruhi oleh beberapa hal
antara lain:
1. Umur penderita
2. Lokasi dan konfigurasi fraktur
3. pergesaran awal fraktur
4. vaskularisasi antara kedua fragmen
5. reduksi serta imobilisasi
6. waktu imobilisasi
7. ruangan antara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak
8. adanya infeksi
9. cairan sinovial
10. gerakan aktif dan pasif anggota gerak
Penilaian penyembuhan fraktur didasarkan atas union secara klinis dan union secara
radiologis. Penyembuhan yang abnormal dari fraktur dapat menyebabkan malunion, delayed
union ataupun non-union.

2.6 Tatalaksana Fraktur Femur


Pada fraktur femur terbuka harus dinilai dengan cermat untuk mencari ada tidaknya :
a. Kehilangan kulit
b. Kontaminasi luka
c. Iskemia otot
d. Cedera pada pembuluh darah dan saraf.
1.) Intervensi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Profilaksis antibiotic
b. Debridement, pembersihan luka dan debridement harus dilakuakn dengan sesedikit mungkin
penundaan. Jika terdapat kematian jaringan atau kontaminasi yang jelas, luka harus diperluas dan

ii
jaringan yang mati dieksisi dengan hati-hati. Luka akibat penetrasi fragmen tulang yang tajam
juga perlu dibersihkan dan dieksisi, tetapi cukup dengan debridemen terbatas saja.
c. Stabilisasi, Dilakukan pemasangan fiksasi interna atau fiksasi.
d. Penundaan penutupan.
e. Penundaan rehabilitasi.
f. Fiksasi eksterna.

2.) Penatalaksanaan fraktur batang femur tertutup adalah sebagai berikut.


a. Terapi Konservatif
1.) Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi definitive untuk
mengurangi spasme otot.
2.) Traksi tulang berimbang dengan bagian pearson pada sendi lutut. Indikasi traksi terutama
fraktur yang bersifat komunitif dan segmental.
3.) Menggunakan cast brasting yang dipasang setelah terjadi union fraktur secara klinis.
b. Terapi operatif
c. Pemasangan plate dan screw.14

a. Konservatif
Terdiri atas :
1. Proteksi semata-mata ( tanpa reduksi atau imobilisasi)
Proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma lebih lanjut misalnya dengan cara
memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak
bawah.
Indikasi :
pada fraktur-fraktur tidak bergeser, fraktur iga yang stabil, falangs dan metacarpal atau
fraktur klavikula pada anak. Indikasi lain yaitu fraktur kompresi tulang belakang, impaksi
fraktur pada humerus proksimal serta fraktur yang sudah mengalami union secara klinis,
tetapi belum mencapai konsolidasi radiologik.
2. Imobilisasi dengan bidai eksterna (tanpa reduksi)

ii
Imobilisasi pada fraktur dengan bidai eksterna hanya memberikan sedikit imobilisasi,
biasanya mempergunakan plaster of paris (gips) atau dengan bermacam-macam bidai dari
plastic atau metal.

b. Open Reduction Internal Fixation (ORIF)


Meskipun konsep teknik internal fiksasi telah dikemukakan pada pertengahan tahun
1800‒an, Lister mengenalkan ORIF fraktur patella pada tahun 1860. Penggunaan plate, screw
dan kawat pertama kali dilakukan pada tahun 1880 dan 1890. Awal mula dilakukan pembedahan
fiksasi internal mengalami berbagai macam rintangan seperti infeksi, sedikit pengetahuan
tentang implant dan tekniknya, metal allergic dan keterbatasan pengetahuan tentang proses
penyembuhan fraktur secara biologis. Pada tahun 1950, Dannis dan Muller menetapkan prinsip
dan teknik fiksasi internal. Setelah 40 tahun kemudian, kemajuan ilmu biologi dan mekanikal
saat ini telah mempermudah teori dan teknik fiksasi. ORIF merupakan reposisi secara operatif
yang diikuti dengan fiksasi interna. Fiksasi interna yang dipakai biasanya berupa plate and
screw. Keuntungan ORIF adalah tercapainya reposisi yang sempurna dan fiksasi yang kokoh
sehingga pascaoperasi tidak perlu lagi dipasang gips dan mobilisasi segera bisa dilakukan.
Kerugiannya adalah adanya risiko infeksi tulang. Indikasi tindakan ORIF pada fraktur femur
bagian distal antara lain fraktur terbuka, fraktur yang dihubungkan dengan neurovascular
compromise, seluruh displaced fractures, fraktur ipsilateral ekstrimitas bawah, irreducible
fractures, dan fraktur patologis.15
Prinsip umum dari fiksasi interna antara lain dengan menggunakan pin and wire, plate
and screw, tension‒band principle, intramedullary nails dan biodegradable fixation (gambar 8).
Pin and wires menggunakan metode Kirschner wires (K‒wires) dan Steinmann pins memiliki
beberapa kegunaan, mulai dari traksi skeletal hingga fiksasi fraktur yang sementara dan definitif.
Metode ini juga memberikan fiksasi sementara untuk rekonstruksi dari fraktur yang melibatkan
kerusakan tulang dan soft tissue yang minimal.15
Bone screw adalah bagian dasar dari metode fiksasi interna modern dan dapat digunakan
baik secara independen atau dengan kombinasi dengan tipe implantasi lain. Kekuatan
dipengaruhi oleh pemasangan pengencangan screw. Seiring berjalannya waktu, sejumlah

ii
kekuatan kompresif menurun secara lambat saat tulang mengalami remodeling terhadap tekanan.
Namun, waktu penyembuhan fraktur biasanya lebih singkat dibandingkan waktu yang
dibutuhkan dari substansi yang hilang akibat kompresi dan fiksasi. Metode lain dengan
menggunakan plate memiliki berbagai macam ukuran dan bentuk untuk tulang dan lokasi yang
berbeda. Dynamic compression plates (DCPs) tersedia dalam ukuran 3,5 mm dan 4,5 mm.15
Lubang screw pada DCP membentuk sudut kemiringan pada satu sisi berlawanan dari
bagian tengah plate. Pada tahun 1930 an, Küntscher memperbaiki nailing technique, sehingga
intramedullary (IM) nails menjadi teknik fiksasi standar untuk tulang femur. IM nails memiliki
keuntungan dari plate dan fiksasi eksternal karena lokasi intramedular memungkinkan penjajaran
sumbu aksis dan pengurangan beban. Implantasi IM nails memberikan fiksasi yang stabil, akan
tetapi penyembuhan berlangsung secara primer melalui pembentukan dari kalus periosteum.15

Gambar 3.8 Variasi ORIF

c. OREF (Open Reduction External Fixation)


Fiksasi external pada non-union, hipertrofi, atrofi atau infeksi menggunakan prinsip:
- Realignment
- Stabilisasi
- Stimulasi
Definisi
OREF adalah reduksi terbuka dengan fiksasi eksternal di mana prinsipnya tulang
ditransfiksasikan di atas dan di bawah fraktur , sekrup atau kawat ditransfiksi di bagian
proksimal dan distal kemudian dihubungkan satu sama lain dengan suatu batang lain

ii
Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan
lunak. Alat ini memberikan dukungan yang stabil untuk fraktur kominutif ( hancur atau remuk ).
Pin yang telah terpasang dijaga agar tetap terjaga posisinya, kemudian dikaitkan pada
kerangkanya. Fiksasi ini memberikan rasa nyaman  bagi pasien yang mengalami kerusakan
fragmen tulang.

Tujuan OREF
Tujuan dilakukan tindakan antara lain :
1. Untuk menghilangkan rasa nyeri.
Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun karena terluka
jaringan disekitar tulang yang patah tersebut.
2. Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.
3. Agar terjadi penyatuan tulang kembali
Biasanya tulang yang patah akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu dan akan menyatu
dengan sempurna dalam waktu 6 bulan. Namun terkadang terdapat gangguan dalam
penyatuan tulang, sehingga dibutuhkan graft tulang.
4. Untuk mengembalikan fungsi seperti semula
Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan mengecilnya otot dan kakunya sendi. Maka dari
itu diperlukan upaya mobilisasi secepat mungkin
Indikasi OREF
1. Fraktur terbuka grade II(Seperti grade I dengan memar kulit dan otot) dan III
(Luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh darah, syaraf  otot dan kulit)
2. Fraktur terbuka yang disertai hilangnya jaringan atau tulang yang parah.
3. Fraktur yang sangat  kominutif ( remuk ) dan tidak stabil.
4. Fraktur yang disertai dengan kerusakan pembuluh darah dan saraf.
5. Fraktur pelvis yang tidak bisa diatasi dengan cara lain.
6. Fraktur yang terinfeksi di mana fiksasi internal mungkin tidak cocok. Misal :
infeksi pseudoartrosis ( sendi palsu ).
7. Non union yang memerlukan kompresi dan perpanjangan.
8. Kadang – kadang pada fraktur tungkai bawah diabetes melitus
Keuntungan dan Komplikasi OREF

ii
 Keuntungan eksternal fiksasi adalah :
Fiksator ini memberikan kenyamanan bagi pasien, mobilisasi awal dan latihan
awal untuk sendi di sekitarnya sehingga komplikasi karena imobilisasi dapat
diminimalkan.

 Sedangkan komplikasinya adalah :.


a. Infeksi di tempat pen ( osteomyelitis ).
b. Kekakuan pembuluh darah dan saraf.
c. Kerusakan periostium yang parah sehingga terjadi delayed union atau non 
union .
d. Emboli lemak.
e. Overdistraksi fragmen.

2.7 Komplikasi Fraktur


Komplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri  atau akibat penanganan
fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik . 

1.   Komplikasi umum14
Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus dan gangguan fungsi
pernafasan.
Ketiga macam komplikasi tersebut diatas dapat terjadi dalam 24 jam pertama pasca trauma
dan setelah beberapa hari atau minggu akan terjadi gangguan metabolisme, berupa
peningkatan katabolisme. Komplikasi umum lain dapat berupa emboli lemak, trombosis
vena dalam (DVT), tetanus atau gas gangren

2.        Komplikasi Lokal
a.      Komplikasi dini
Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca trauma, sedangk
anapabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca trauma disebut komplikasi lanjut.
 Pada Tulang

ii
-   Infeksi, terutama pada fraktur terbuka.
-   Osteomielitis  dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan operasi pada
fraktur tertutup. Keadaan ini dapat menimbulkan delayed union atau bahkan  non
union 
Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa artritis supuratif yang sering terjadi pada
fraktur terbuka atau pasca operasi yang melibatkan sendi sehingga terjadi kerusakan
kartilago sendi dan berakhir dengan degenerasi
 Pada Jaringan lunak
-    Lepuh , Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit superfisial karena
edema. Terapinya adalah dengan menutup kasa steril kering dan melakukan
pemasangan elastik
-     Dekubitus.. terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips. Oleh karena
itu perlu diberikan bantalan yang tebal pada daerah-daerah yang menonjol
 Pada Otot
Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot tersebut terganggu.
Hal ini terjadi karena serabut otot yang robek melekat pada serabut yang utuh, kapsul
sendi dan tulang. Kehancuran otot akibat trauma dan terjepit dalam waktu cukup lama
akan menimbulkan sindroma crush atau trombus.
 Pada  pembuluh darah
Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus menerus. Sedangkan pada
robekan yang komplit ujung pembuluh darah mengalami retraksi dan perdarahan
berhenti spontan.
Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan nekrosis. Trauma atau
manipulasi sewaktu melakukan reposisi dapat menimbulkan tarikan mendadak pada
pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan spasme. Lapisan intima pembuluh
darah tersebut terlepas dan terjadi trombus. Pada kompresi arteri yang lama seperti
pemasangan torniquet dapat terjadi sindrome crush. Pembuluh vena yang putus perlu
dilakukan repair untuk mencegah kongesti bagian distal lesi.
Sindroma kompartemen terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot pada tungkai
atas maupun tungkai bawah sehingga terjadi penekanan neurovaskuler sekitarnya.
Fenomena ini disebut Iskhemi Volkmann. Ini dapat terjadi pada pemasangan gips

ii
yang terlalu ketat sehingga dapat menggangu aliran darah dan terjadi edema dalam
otot

Apabila iskhemi dalam 6 jam pertama tidak mendapat tindakan dapat menimbulkan
kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti dengan jaringan fibrus yang secara
periahan-lahan menjadi pendek dan disebut dengan kontraktur volkmann. Gejala
klinisnya adalah 5 P yaitu Pain (nyeri),  Parestesia, Pallor (pucat),  Pulseness
(denyut nadi hilang) dan Paralisis 
 Pada saraf
Berupa kompresi, neuropraksi, neurometsis (saraf putus), aksonometsis (kerusakan
akson). Setiap trauma terbuka dilakukan eksplorasi dan identifikasi nervus.

b.  Komplikasi lanjut9
Pada tulang dapat berupa malunion, delayedunion atau nonunion.Pada pemeriksaan terlihat de
formitas berupa angulasi, rotasi, perpendekan atau perpanjangan.
-  Delayed union
Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal. Pada pemeriksaan
radiografi, tidak akan terlihat bayangan sklerosis pada ujung-ujung fraktur,
Terapi  konservatif selama 6 bulan  bila  gagal dilakukan  Osteotomi
Lebih 20 minggu  dilakukan cancellus grafting  (12-16 minggu) 
-  Non union
Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan.
            Tipe I (hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses penyembuhan fraktur dan
diantara fragmen fraktur tumbuh jaringan fibrus yang masih mempunyai potensi untuk union
dengan melakukan koreksi fiksasi dan bone grafting.
            Tipe II (atrophic non union) disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis) terdapat
jaringan sinovial sebagai kapsul sendi beserta rongga sinovial yang berisi cairan,
prosesunion tidak akan dicapai walaupun dilakukan imobilisasi lama.
Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi periosteum yang luas, hilangnya
vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur, waktu imobilisasi yang tidak memadai, implant atau
gips yang tidak memadai, distraksi interposisi, infeksi dan penyakit tulang (fraktur patologis)  

ii
-  Mal   union
Penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan deformitas.  Tindakan refraktur
atau osteotomi koreksi.
-  Osteomielitis   
Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan operasi pada fraktur
tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union sampai non union (infected non
union). Imobilisasi anggota gerak yang mengalami osteomielitis mengakibatkan terjadinya
atropi tulang berupa osteoporosis dan atropi otot 
-  Kekakuan sendi  
Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan imobilisasi lama, sehingga
terjadi perlengketan peri artikuler, perlengketan intraartikuler, perlengketan antara otot dan
tendon. Pencegahannya berupa memperpendek waktu imobilisasi dan melakukan latihan aktif
dan pasif pada sendi. Pembebasan periengketan secara pembedahan hanya dilakukan pada
penderita dengan kekakuan sendi menetap.

ii
Daftar Pustaka

1. Corso P, Finkelstein E, Miller T, Fiebelkorn I, Zaloshnja E. Incidence and lifetime costs


of injuries in the United States. Inj Prev. Aug 2006;12(4):212-8.
2. Salter, R. B. Textbook of Disorders and Injuries of The Musculoskeletal System,
Baltimore, Maryland, United States of America. 1999
3. Giuseppe M, Andrea D, Marco V, Antonio C. The biology and treatment of acute long-
bones diaphyseal fractures: Overview of the current options for bone healing
enhancement. Orthopaedic and Trauma Clinic, Department of Surgical Sciences,
University of Cagliari: Bone Reports 12 (2020) 100249.
4. International Osteoporosis Foundation and National Osteoporosis Foundation.
Epidemiology of fractures in people with severe and profound. Osteoporos Int, 2005; 16:
389–96
5. Salomon L, Apley GA. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. 8th Edition.
London : Hodder Arnold, 2001: 681-704
6. Rasjad, Chairudddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif Watampone.
2009
7. Mc Kinley, michael. Human Anatomy third edition. New York: The McGraw-Hill
Companies. 2012
8. Rasjad, Chairuddin. Pengantar ilmu bedah ortopedi. Cetakan keenam. 2009. Jakarta.
Yarsif Watampone.
9. Sjamsuhidayat, R. Buku ajar ilmu bedah . Ed-3. Jakarta; EGC.2010. Hal;1002-1004
10. Andriandi, Chairiandi S. Karakteristik Dari Penderita Fraktur Femur di RSUP Haji Adam
Malik Medan Periode Januari 2009 – Desember 2010. Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara: Medan. 2014: vol. 47 No. 1
11. Werner CM, Pierpont Y, Pollak AN. (2008). The urgency of surgical debridement in the
management of open fractures. J Am Acad Orthop Surg. 16, 369-75.
12. Koval, J.K. dan Zuckerman, D.J. (2006). Handbook of Fractures, Third Edition,
Lippincott Williams & Wilkins, United States of America. 23-25.

ii
13. Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
14. Helmi, Noor Zairin. 2013. Trigger Finger. Buku Ajar Gangguan. Muskuloskeletal.
Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Halaman 236-238
15. Harry B. Current Diagnosis & Treatment In Orthopedics. USA: The McGraw-Hill
Companies. 2006.

ii

Anda mungkin juga menyukai