Anda di halaman 1dari 33

Modul I

Saluran Cerna (Lambung dan antiemetikum)


Sakit lambung (atau sakit maag) adalah peningkatan produksi asam lambung sehingga
terjadi iritasi lambung. Maag atau sakit lambung memiliki gejala klinis berupa rasa nyeri atau
pedih pada ulu hati.
Penyebab penyakit maag :
 Pola makan yang tidak teratur dan makan makanan yang merangsang lambung
seperti maknan asam dan pedas.
 Faktor Stres.
Obat-obat lambung :
1. Antasida yaitu berfungsi untuk menetralkan asam lambung. Kandungan dalam antasida
antara lain Alumunium hidroksida,dan magnesium hidroksida,yang diminum sebelum
makan karena bersifat basah dan bereaksi dalam suasana asam.
 Natrium Bikarbonat : Cepat menetralkan HCl lambung. EFEK SAMPING : Alkalosis
metabolic, retensi natrium dan udema
 Alumunium Hidroksida : Daya menetralkan asam lambungnya lambat, tetapi
masa kerja panjang. EFEK SAMPING : konstipasi (kombinasi dengan Mg(OH)2),
mual, muntah, gangguan absorbsi (fosfat, vitamin, dan tetrasiklin).
 Magnesium Hidroksida [Mg(OH)2] : Magnesium hidroksida digunakan sebagai
katartika dan antasid. Magnesium Trisilikat : Didalam lambung membentuk
silikon dioksid yang berfungsi menutup tukak.
2. H-2 Bloker yaitu obat yang berfungsi untuk memblok reseptro H2 untuk menghambat
sekresi asam lambung. Contoh obatnya adalah : ranitidine,Simetidin,dan Famotidine.
3. Sucralfat yaitu obat yang berfungsi untuk melapisi dinding lambung. aluminium sukrosa
sulfat) berdaya protektif (kompleks protein pada permukaan tukak). Obat ini tidak
diabsorbsi secara sistemik, membentuk polimer mirip lem dalam suasana asam dan
selektif terikat dengan jaringan nekrotik tukak. Pemberian antasid untuk nyeri, selang 1
jam setelah sukralfat. Obat ini digunakan untuk tukak lambung-usus. ES: konstipasi.
4. Penghambat Pompa Proton yaitu untuk menghambat enzim H+/K+ATPase secara
selektive dalam sel perietal sehingga sekresi asam lambung dapat dikurangi. Contoh :
Omeprazole, lanzoprazole, Esomeprazol, pantoprazol , rabeprazol.
5. Analog Prostaglandin (Misoprostol) untuk menstimulasi mekanisme perlindungan
mukosa lambung dan menghambat sekresi asam lambung. Perhatian: jangan diberikan
pada ibu hamil (perdarahan dan keguguran).
Interaksi Obat: AH2 dan antasida, ganggu absorbsi (tetrasiklin, warfarin, digoksin, fenitoin,
siprofloksasin).
Antibiotika
Amoksisilin, tetrasiklin, klaritomisin, metronidazol.
Terapi pilihan pertama adalah terapi eradikasi Helicobacter terdiri dari 3 atau 4 obat yang
dapat mengeluarkan helicobacter dari lambung secara definitive, menyembuhkan tukak
praktis seluruhnya dan dalam waktu singkat (1-2 minggu). Adapun kombinasi obat itu
adalah:
kombinasi 2 obat (dual therapy), mencapai hasil yang lebih rendah, misalnya
klaritromisin + lansoprazol selama 14 hari efektif untuk rata-rata 74%;
kombinasi 3 obat (tripel therapy), kombinasi 2 antibiotika dan suatu proton inhibitor selama
satu minggu, misalnya 2 kali sehari (2 dd):
1) Metronidazole 500 mg + klaritromisin 500 mg + omeprazole 20 mg.
2) Amoksisilin 1 g + klaritromisin 500 mg + omeprazole 20 mg.
3) Amoksisilin/tetrasiklin + metronidazole + sediaan bismuth (kombinasi klasik).

bila tripel therapy tidak berhasil maka dilakukan quadruple therapy dan mencakup 4 obat
dari kedua kelompok tersebut, misalnya: omeprazole 2 × 20 mg, bismuthsubsalisilat (BSS) 4
× 120 mg, metronidazole 3 × 500 mg selama 1-2 minggu.
Eradikasi penderita yang telah sembuh tukak lambungnya ternyata bisa menghindarkan
kambuh. Di samping itu, juga diberikan obat yang memperkuat peristaltic (domperidon,
metoklopramida).
Metoklopramida
Mekanisme kerjanya stimulasi peristaltic, mencegah pengaliran kembali dari duodenum ke
lambung.
Indikasi: memperkuat motilitas dan pengosongan lambung dan anti emesis sentral yang
kuat. ES: sedasi, gelisah, gangguan GIT, dan gangguan ekstrapiramidal.
Dimetikon
Obat ini menurunkan tegangan permukaan sehingga memicu penguraian gelembung gas
sehingga bisa diabsorbsi saluran cerna.
Indikasi: flatulensi dan meteorism (sendawa).

ANTIEMETIK
Antiemetika atau yang sering disebut dengan Antimuntah adalah obat untuk mencegah atau
mengurangi mual dan muntah akibat stimulasi pusat muntah yang diisebabkan oleh
rangsangan lambung usus,yang diatur oleh medula oblongata.
Mual dan muntah bisa disebabkan oleh mabuk perjalanan,ibu hamil,dan pengaruh obat-
obat tertentu.
Obat-obat antiemetika :
 Antihistamin (antagonis reseptor H1 histamin)obat golongan ini meliputi :
Cylizine,diphenhydramin,promethazine,hydroxyzine,dymenhydrinate,meclizine
 Domperidon yang berkhasiat untuk menstimulasi peristaltik dan pengosongan
lambung ,selain berdaya anti emetis digunakan juga pada reflux esofagus dan
pada muntah akibat khemoterapi.
 Obat untuk mabuk perjalanan :
Dimenhydrinate.Dyphenhydramin,meclizine,promethazin. Salah satu obat mabuk
perjalanan yang beredar dipasaran adalah Antimo. Untuk pengemudi,tidak
disarankan mengkonsumsi antimo karena memiliki efek samping mengantuk.
 Obat untuk ibu hamil: hanya menggunakan Vitamin B6 demi keselamatan bayi
dalam kandungan.
Saluran Cerna (Anti diare dan Laksantive)
 Adsorben: kaolin, karbo adsorben, attapulgit sebagai penyerap racun.
 Anti motilitas :loperamid hidroklorida, kodein fosfat, morfin menekan
perstaltik usus.
 Adstringen : tannin/ tanalbumin menciutkan selaput usus.
 Pelindung : Mucilago melindungi selaput lendir usus yang luka  indikasi
memperingan kerja lambung, efek samping bisa menyebabkan konstipasi.

Modul II
Saluran Cerna (Anti diare dan Laksantive)
DIARE
Diare dan konstipasi adalah 2 hal yang bertolak belakang. Diare adalah buang air besar
(BAB) lebih dari 3 kali dengan konsistensi tinja cair, sebaliknya konstipasi adalah susah
buang air besar kurang dari 3 kali dalam seminggu dengan konstistensi tinja padat. Perlu
diketahui keadaan konstipasi dapat memicu terjadinya ambeyen (terjadi pelebaran
pembuluh darah pada rectum) akibat tubuh memaksa mengeluarkan tinja.
Diare adalah suatu keadaan dimana frekuensi defekasi melebihi frekuensi normal dengan
konsistensi feses yang encer. Diare dapat bersifat akut atau kronis, dan penyebabnya
bermacam-macam.
Diare yang hanya sesekali tidak berbahaya dan biasanya bisa sembuh dengan sendirinya.
Namun akan berbahaya jika terjadi diare berat karena mengakibatkan dehidrasi.
Dehidrasi itu sendiri adalah kondisi tubuh berada dalam keadaan kekurangan cairan tubuh
yang dapat berakibat kematian terutama pada bayi atau anak-anak jika tidak segera diatasi.
Dari penjelasan singkat ini maka prinsip penanganan diare yang perlu praktikan ketahui
adalah melakukan rehidrasi. Rehidrasi dapat diberikan secara oral maupun intravena
tergantung pada kondisi pasien. Antidiare seperti norit (kaolin) dan kombinasi kaolin_pektin
dan atapulgit juga dapat diberikan (Depkes, 2006 Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan
Bebas Terbatas).
Pada prinsipnya penatalaksanaan konstipasi adalah melunakkan konsistensi atau
massa tinja yang keras sehingga menjadi lunak. Massa tinja yang keras disebabkan karena
banyak faktor.
Anti diare adalah obat yg digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh
bakteri, kuman, virus, cacing, atau keracunan makanan. Gejala diare adalah BAB berulang
kali disertai banyaknya cairan yg keluar kadang-kadang dengan mulas dan berlendir atau
berdarah. Obat anti diare:
 Adsorben: kaolin, karbo adsorben, attapulgit sebagai penyerap racun.
 Anti motilitas :loperamid hidroklorida, kodein fosfat, morfin menekan
perstaltik usus.
 Adstringen : tannin/ tanalbumin menciutkan selaput usus.
 Pelindung : Mucilago melindungi selaput lendir usus yang luka 
indikasi
memperingan kerja lambung, efek samping bisa menyebabkan konstipasi.
Penggolongan penyebab diare:
a. Diare akibat virus, misalnya “influenza perut’ dan ‘travelers diarrhoea’ yang
disebabkan antara lain oleh rotavirus (infeksi HIV) dan adenovirus. Virus melekat
pada sel-sel mukosa usus yang menjadi rusak sehingga kapasitas resorpsi menurun
dan sekresi air dan elektrolit memegang peranan. Diare yang terjadi bertahan terus
sampai beberapa hari sesudah virus lenyap dengan sendirinya, biasanya dalam 3-6
hari.
b. Diare bacterial invasive (bersifat menyerbu) agak sering terjadi, tetapi mulai
berkurang berhubung semakin meningkatnya derajat hygiene masyarakat. Kuman
pada keadaan tertentu menjadi invasive dan menyerbu ke dalam mukosa, di mana
terjadi perbanyakan diri sambil membentuk toksin. Enterotoksin ini dapat diresorbsi
ke dalam darah dan menimbulkan gejala hebat, seperti demam tinggi, nyeri kepala
dan kejangkejang. Selain itu, mukosa usus yang telah dirusak mengakibatkan
mencret berdarah dan berlendir. Penyebab terkenal dari pembentuk enterotoksin
ialah bakteri E.coli, Shigella, Salmonella dan Campylobacter. Diare ini bersifat “self
limiting”, artinya akan sembuh dengan sendirinya dalam lebih kurang 5 hari tanpa
pengobatan, setelah sel-sel yang rusak diganti dengan sel-sel mukosa baru. Menurut
taksiran 90% dari semua diare wisatawan disebabkan oleh virus dan kuman E.coli
spec (tak ganas).
c. Diare parasite akibat protozoa, seperti Entamoeba histolytica dan Giardia lamblia,
yang terutama terjadi di daerah (sub)tropis. Yang pertama membentuk toksin pula.
Cirinya: mencret cairan yang intermitten dan bertahan lebih lama dari 1 Minggu.
d. Diare akibat penyakit, misalnya Colitis ulcerosa, p. Crohn, Irritable Bowel Syndrome
(IBS), kanker kolon. Juga akibat gangguan-gangguan, seperti alergi terhadap
makanan /minuman, protein susu sapi dan gluten (coeliakie) serta intoleransi untuk
laktosa karena defisiensi enzim lactase.
e. Akibat obat, yaitu digoksin, kinidin, garam Mg, dan litium, sorbitol, betablockers,
perintang ACE, reserpine, sitostatika, dan antibiotic berspektrum luas (ampisilin,
amoksisilin, sefalosporin, klindamisin, tetrasiklin). Semua obat ini dapat
menimbulkan diare tanpa kejang perut dan perdarahan. Adakalanya juga akibat
penyalahgunaan laksansia dan penyinaran dengan sinar X (radioterapi).
f. Akibat keracunan makanan sering terjadi, disebabkan oleh mengkonsumsi makanan
atau minuman yang tercemar. Bakteri gram negatif yang lazimnya menyebabkan
keracunan makanan dengan toksinnya.
LAKSANSIA
Pencahar atau laksansia adalah zat-zat yang dapat menstimulasi gerakan peristaltic usus
sebagai reflex dari rangsangan langsung terhadap dinding usus dan dengan
demikian,mempermudah buang air besar (defekasi) dan meredakan sembelit. Konstipasi
adalah kesulitan defekasi karena tinja mengeras,otot polos usus yang lumpuh (misalnya,
konstipasi habitual: megakolon kongenital dan gangguan reflex defekasi), sedangkan
obstipasi adalah kesulitan defekasi karena adanya obstruksi intral atau ekstralumen usus
(misalnya, pada karsinoma kolon sigmoid).
klasifikasi Pencahar:
a. Pencahar rangsang: Oleum Ricini (minyak jarak), fenolftalein, bisakodil, sena yang
bekerja dengan merangsang mukosa atau otot polos usus sehingga terjadi peningkatan
peristalsis dan sekresi lendir usus.
Oleum Ricini. Berasal dari biji Ricinus communis. Mengandung trigliserida asam risinoleat
dan asam lemak tak jenuh. Dalam usus dihidrolisis lipase menjadi gliserol + asam
risinoleat (zat aktif). Ol. Ricini juga bersifat emolien. Oleum ricini merupakan bahan
induksi diare pada penelitian diare secara eksperimental pada tikus. Mula kerja setelah 3
jam, digunakan pagi, pada waktu perut kosong.
Fenolftalein diberikan per-oral dan mengalami absorpsi kira-kira 15% di usus halus. Efek
fenolftalein bertahan lama karena mengalami siklus enterohepatik. Sebagian besar
fenolftalein diekskresi melalui tinja, sebagian lagi melalui ginjal dalam bentuk
metabolitnya. Pemberian dosis besar fenolftalein menyebabkan bentuk utuh ditemukan
dalam urin, pada suasana alkali menyebabkan urin dan tinja berwarna merah.
Bisakodil. Penelitian pada tikus, bisakodil secara oral mengalami hidrolisis menjadi
difenol di usus bagian atas. Difenol yang diabsorpsi mengalami konyugasi di hati dan
dinding usus. Metabolit ini disekresi melalui empedu, selanjutnya mengalami rehidrolisis
menjadi difenol kembali yang akan merangsang motilitas usus besar. Efek pencahar
timbul 6-12 jam setelah pemberian oral, dan ¼ sampai 1 jam setelah pemberian per-
rektal. Pada pemberian oral, bisakodil diabsorpsi kira-kira 5% dan diekskresi bersama
urin dalam bentuk glukoronid. Ekskresi bisakodil terutama dalam tinja. Dosis oral
dewasa 10-15 mg dan anak 5-10 mg (0,8 mg/kg BB). Untuk menghindari iritasi.
b. Pencahar garam dan pencahar osmotik: garam inggris (MgSO4), lactulosa bersifat tidak
diabsorbsi di usus halus, sehingga air ditarik ke dalam lumen usus (daya osmotik) dengan
akibat tinja menjadi lembek. MgSO4 (= garam epsom, garam inggris): Absorpsi di usus
20%, ekskresi di ginjal. Pada gangguan fungsi ginjal dapat berefek sistemik sehingga
menyebabkan dehidrasi, gagal ginjal, hipotensi dan paralisis pernapasan. Dosis 15-30 g.
Lactulosa merupakan disakarida semi sintetik, tidak dipecah oleh enzim usus, tidak
diabsopsi diusus halus. Diminum bersama sari buah atau air dalam jumlah banyak. Dosis
7-10g sampai 40g. Efek maksimal baru terlihat setelah beberapa hari.
c. Pencahar pembentuk massa berasal dari alam (agar-agar) atau dibuat secara
semisintetis (metilselulosa, Na-CMC, kalsium polikarbofil).
Agar-agar. Merupakan koloid hidrofil, kaya akan hemiselulosa yang tidak dicerna dan
tidak diabsorbsi. Dosis: 4-16 g.
Metilselulosa. Diberikan secara oral, tidak diabsorbsi melalui saluran cerna sehingga
diekskresi melalui tinja. Dalam cairan usus metil-selulosa akan mengembang
membentuk gel emolien atau larutan kental yang dapat melunakkan tinja. Mungkin
residu yang tidak dicerna merangsang peristalsis usus secara reflex. Efek diperoleh
setelah 12-24 jam, dan efek maksimal dalam beberapa hari pengobatan.
Efek samping: obstruksi usus atau esophagus, oleh karena itu metil-selulosa tidak boleh
diberikan pada pasien dengan kelainan mengunyah. Metilselulosa digunakan untuk
melembekkan tinja pada pasien yang tidak boleh mengejan, misalnya pada
hemorrhoid. Pada obesitas dapat menurunkan berat badan mungkin karena efek rasa
kenyang.
Psilium (plantago). Suatu substansi hidrofilik yang membentuk gelatin jika bercampur
dengan air. Dosis 1-3 kali sehari 3-3,6 g dalam 250 ml air atau sari buah. Pada
penggunaan kronik dikatakan dapat menurunkan kadar kolesterol darah karena
mengganggu absorpsi asam empedu.
Polikarbofil dan kalsium polikarbofil. Poliakrilikresin hidrofilik yang tidak diabsorpsi ini,
lebih banyak mengikat air dari pencahar pembentuk masa lainnya.
Preparat ini mengandung natrium dalam jumlah kecil. Dalam saluran cerna kalsium
polikarbofil melepaskan ion Ca++ sehingga jangan digunakan pada pasien dengan
asupan kalsium yang dibatasi.
d. Pencahar emolien: Memudahkan defekasi dengan jalan melunakkan tinja tanpa
merangsang peristalsis usus baik langsung maupun tidak langsung.Contoh: parafin cair
dan dioktil Na atau Ca-sulfosuksinat.
Dioktil natrium-sulfosuksinat. Bekerja dengan menurunkan tegangan permukaan
sehingga mempermudah penetrasi air dan lemak ke dalam masa tinja. Efek samping
pada manusia, kolik usus dan hepatotoksik. Pada hewan coba, dosis besar menyebabkan
muntah dan diare.
Parafin cair: Merupakan campuran cairan hidrokarbon yang diperoleh dari minyak bumi.
Memudahkan defekasi dengan jalan melunakkan tinja karena berkurangnya reabsorpsi
air dari tinja, tanpa merangsang peristaltik usus. Tidak dicerna dan hanya sedikit
diabsorpsi. Efek samping: mengganggu absorpsi zat larut lemak mis vitamin A, D, E dan
K, pruritus ani, menyulitkan penyembuhan paska bedah daerah anorektal dan
menyebabkan pendarahan. Menurunnya absorpsi vitamin K dapat menyebabkan
hipotombinemia. Jadi obat ini tidak aman untuk penggunaan kronik. Dosis: 15-30
ml/hari.

Modul III
Obat Susunan Saraf Pusat (analgetik-antipiretik)

Obat-obat SSP khususnya obat analgetik-antipiretik adalah obat yang bekerja


dengan cara mempengaruhi SSP.
a. Analgesik atau analgetik, adalah obat yang digunakan untuk mengurangi
atau menghilangkan rasa sakit atau obat-obat penghilang nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran. Obat ini digunakan untuk membantu
meredakan sakit,
b. Antipiretik adalah zat-zat yang dapat mengurangi suhu tubuh atau obat
untuk menurunkan panas. Hanya menurunkan temperatur tubuh saat
suhu tubuh mengalami peningkatan diatas suhu normal yaitu 37 0C.
Kemampuan antipiretik dalam menurunkan suhu tubuh terkait dengan
kemampuannya yang dapat menghambat prostatglandin pada CNS.
Jadi analgetik-antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan
serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi.
Umumnya cara kerja analgetik-antipiretik adalah dengan menghambat
sintesa neurotransmitter tertentu yang dapat menimbulkan rasa nyeri &
demam. Dengan menghambat sintesa neurotransmitter tersebut, maka otak
tidak lagi mendapatkan "sinyal" nyeri ataupun demam, sehingga rasa nyeri
dan demamnya berangsur-angsur menghilang. Obat – obat analagetik juga
sering dikelompokkan menjadi obat antiinflamasi non steroid (NSAID)
A. Analgetik
Apa saja yang termasuk analgetik?
Analgetika dikelompokkan menjadi 2 : yaitu analgetik narkotik dan non narkotik
a. Obat-obat kelompok analgetik non-narkotik bekerja dengan cara menghambat kerja
enzim siklooksigenase (COX) sehingga tidak terbentuk asam arakidonat yang
selanjutnya tidak menghasilkan mediator nyeri dan akhirnya rasa nyeri tidak terjadi.
Inilah sebabnya kelompok obat-obat ini juga digolongkan sebagai obat kelompok
anti inflamasi non-steroid (AINS/NSAID).
b. Sedangkan obat kelompok analgetik narkotik mempunyai kemampuan untuk
menghambat pusat nyeri pada SSP. Sebagai analgesik, obat ini bekerja pada
thalamus dan bahan gelatinosa medulla spinalis. Efek umum dapat mengurangi
kesdaran dan menimbulkan rasa nyaman (euphoria).

1. Analgetika narkotik
Mengurangi nyeri dan menimbulkan euforia dengan berikatan pada reseptor
narkotik di otak, yaitu reseptor µ (mu), κ (kappa), dan δ (delta). Obat analgetik
narkotik : morfin, metadon, meperidin (petidin), fentanil, buprenorfin, dezosin,
butorfanol, nalbufin, nalorfin, dan pentazosin.
a. Morfin
Efek analgetik : dengan mengurangi persepsi nyeri di otak (meningkatkan
ambang nyeri), mengurangi respon psikologis terhadap nyeri (menimbulkan
euforia), dan menyebabkan mengantuk/tidur (efek sedatif) walau ada nyeri.
Diberikan secara per oral, injeksi IM, IV, SC, dan per rektal, durasinya rata-rata 4-
6 jam. Diindikasikan untuk nyeri berat yang tak bisa dikurangi dengan analgetika
non-narkotik atau obat analgetik narkotik lain yang lebih lemah efeknya.
b. Metadon
Mempunyai efek analgetik mirip morfin, tetapi tidak begitu menimbulkan efek
sedatif. Diberikan secara per oral, injeksi IM, dan SC . Dieliminasi dari tubuh lebih
lambat dari morfin (waktu paruhnya 25 jam) dan gejala withdrawal-nya tak
sehebat morfin, tetapi terjadi dalam jangka waktu lebih lama. Diindikasikan
untuk analgetik pada nyeri hebat, dan juga digunakan untuk mengobati
ketergantungan heroin.
c. Meperidin (petidin)
Menimbulkan efek analgetik, efek euforia, efek sedatif, efek depresi nafas dan
efek samping lain seperti morfin, kecuali konstipasi. Efek analgetiknya muncul
lebih cepat daripada morfin, tetapi durasi kerjanya lebih singkat, hanya 2-4 jam.
Diindikasikan untuk obat praoperatif pada waktu anestesi dan untuk analgetik
pada persalinan.
d. Fentanil
Merupakan narkotik sintetik, dengan efek analgetik 80x lebih kuat dari morfin,
tetapi depresi nafas lebih jarang terjadi. Diberikan secara injeksi IV, dengan
waktu paruh hanya 4 jam dan dapat digunakan sebagai obat praoperatif saat
anestesi.
2. Analgetik non-narkotik atau NSAID/OAINS
Obat AINS dikelompokkan sebagai berikut:
a. Derivat asam salisilat, misalnya aspirin
b. Derivat paraaminofenol, misalnya parasetamol
c. Derivat asam propionat, misalnya ibuprofen, ketoprofen, naproksen.
d. Derivat asam fenamat, misalnya asam mefenamat Derivat asam fenilasetat,
misalnya diklofenak.
e. Derivat asam asetat indol, misalnya indometasin.
f. Derivat pirazolon, misalnya fenilbutazon dan oksifenbutazon
g. Derivat oksikam, misalnya piroksikam dan meloksikam

a. Aspirin (asam asetilsalisilat atau asetosal)


Mempunyai efek analgetik, anitipiretik, dan antiinflamasi.
Efek samping utama : perpanjangan masa perdarahan, hepatotoksik (dosis besar) dan
iritasi lambung. Diindikasikan pada demam, nyeri tidak spesifik seperti sakit kepala,
nyeri otot dan sendi (artritis rematoid). Aspirin juga digunakan untuk pencegahan
terjadinya trombus (bekuan darah) pada pembuluh darah koroner jantung dan
pembuluh darah otak
b. Asetaminofen (parasetamol)
Merupakan penghambat prostaglandin yang lemah. Antidotum akut parasetamol
adalah N-asetilsistein, yang harus diberikan dalam 24 jam sejak intake parasetamol.
Parasetamol merupakan devirat para amino fenol. Di Indonesia penggunaan
parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik, telah menggantikan penggunaan
salisilat. Sebagai analgesik, parasetamol sebaiknya tidak digunakan terlalu lama karena
dapat menimbulkan nefropati analgesik. Pada penggunaan dalam dosis besar dan
dalam waktu yang lama dapat menyebakan kerusakan hati. Obat ini tidak disarankan
pada pasien yang sudah mempunyai riwayat gangguan fungsi hati yang ditandai
dengan meningkatnya SGOT/SGPT yang artinya dapat memperburuk fungsi hati pasien
tersebut. Dalam sediaannya sering dikombinasikan dengan cofein yang berfungsi
meningkatkan efektifitasnya tanpa perlu meningkatkan dosisnya.
c.Ibuprofen
Mempunyai efek analgetik, antipiretik, dan antiinflamasi, namun efek antipiretiknya
lebih rendah daripada antiinflamasinya. Efek sampingnya ringan, seperti sakit kepala
dan iritasi lambung ringan.
d. Asam mefenamat
Mempunyai efek analgetik dan antiinflamasi, tetapi tidak memberikan efek antipiretik.
Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik. Asam mefenamat sangat kuat terikat
pada protein plasma, sehingga interaksi dengan obat antikoagulan harus
diperhatikan. Efek samping terhadap saluran cerna sering timbul misalnya dispepsia
dan gejala iritasi lain terhadap mukosa lambung.
e. Diklofenak
Diberikan untuk antiinflamasi dan bisa diberikan untuk terapi simtomatik jangka
panjang untuk artritis rematoid, osteoartritis, dan spondilitis ankilosa.
f. Indometasin
Mempunyai efek antipiretik, antiinflamasi dan analgetik sebanding dengan aspirin,
tetapi lebih toksik.

B. Antipiretik
Antipiretik adalah obat yang mampu menurunkan suhu demam kembali ke suhu
normal yang bekerja melalui penghambatan enzim siklooksigenase (COX) di
susunan saraf pusat sehingga mencegah terbentuknya asam arakidonat menjadi
prostaglandin yang merupakan mediator demam. Nah,,, berdasarkan mekanisme
kerja tersebut maka dapat dikatakan mekanisme kerja antipiretik dan analgetik non
narkotik/NSAID adalah sama, berbeda letaknya saja yaitu antipiretik menghambat
COX yang ada di SSP (memblokade produksi prostaglandin yang berperan menaikan
suhu tubuh di termostat hipotalamus). Yang berarti bahwa obat antipiretik adalah
juga analgetik non narkotik/NSAID. Obat-obat analgetik-antipiretik yang lazim
beredar dipasaran sering digunakan untuk salah satu tujuan, namun daya antipiretik
maupun analgetik non narkotik/NSAID tersebut berbeda-beda kemampuannya,
seperti pada tabel berikut:

Obat Antipiretik Analgetik non narkotik/NSAID


Asetaminofe +++ ++
n
Ibuprofen ++ +++
Aspirin ++ +++
Diklofenak +++
Tolmetin + +
Modul IV

Obat Susunan Saraf Pusat (Hipnotik Sedative dan Stimulansia)

Teori singkat
Obat-obat SSP khususnya obat hipnotik, sedative, stimulansia adalah obat yang bekerja
dengan cara mempengaruhi SSP. Obat-obat tersebut digunakan harus menggunakan resep
dokter
Hipnotik-Sedatif
Penjelasan umum:
NT adalah substansi/zat yang berperan untuk mengantarkan pesan antar neuron. Neuron
itu sendiri adalah jenis tertentu dari sel yang bertugas secara khusus untuk menyimpan dan
mengirimkan informasi. Neuron terdapat di otak, batang otak dan sumsum tulang belakang
serta sel-sel saraf yang mengirimkan informasi ke otot dan mengirim kembali informasi
sensorik (misalnya rangsangan sentuhan). Neuron melepaskan bahan kimia yang disebut NT
ke dalam celah kecil yang disebut sinaps. Biasanya, neuron pengirim melepaskan sejumlah
kecil NT yang mengaktifkan reseptor pada neuron penerima sehingga terjadi perubahan
kimia di neuron penerima dan apabila cukup reseptor yang diaktifkan maka neuron
penerima akan menjadi aktif dan terjadilah pengiriman pesan. Jadi NT adalah suatu zat
kimia yang dapat menyeberangkan impuls dari neuron pre-sinapsis menuju neuron post-
sinapsis. 
Macam-macam NT : serotonin, dopamin, norepinefrin, GABA. Jumlah NT yang tidak
seimbang dapat menyebabkan penyakit misalnya: parkinson, Alzheimer dan berbagai
penyakit kejiawaan seperti skozofrenia dan depresi. Oleh karena itu diperlukan obat yang
berfungsi untuk mengembalikan jumlah NT dalam keadaan normal.

Hipnotik-sedatif adalah golongan obat pendepresi/penekan SSP. Megapa disebut sebagai


penekan SSP? NT yang kita jumpai dalam pembahasan obat hipnotik-sedatif adalah Gamma
Amino Butiric Acid (GABA) yaitu suatu asam amino yang dihasilkan dalam otak yang disebut
glutamat dan vitamin B6. GABA adalah NT inhibitor/penghambat.artinya dengan adanya
GABA maka akan menghalangi penghantaran impuls/pesan dari satu neuron-ke neuron yang
lain atau dengan kata lain pesan tidak diteruskan/tidak dikirim antar neuron-neuron. Obat
golongan ini berperan untuk mendukung kerja dari GABA yang berarti bahwa dengan
menggunakan obat golongan ini berdampak pada efek hipnotik (menidurkan) atau sedatif
(mengantuk).
Apap yang membedakan hipnotik-sedatif?
Yang membedakan keduanya adalah pada dosis.
Hipnotik apabila dosis terapi yang digunakan lebih tinggi dan efek yang ditimbulkan adalah
membuat tidur/ menidurkan. Efek Hipnotik adalah: menimbulkan rasa kantuk,
mempercepat tidur, mempertahankan keadaan tidur, mengurangi frekuensi bangun dan
memperbaiki kualitas tidur.
Sedatif sebaliknya, dosis lebih kecil dan efek yang ditimbulkan membuat kantuk. Misalnya
fenobarbital akan memberikan efek berturut-turut peredaan tidur, dan pembiusan total
(anestesi) sedangkan pada dosis yang lebih besar lagi dapat menyebabkan koma depresi
pernapasan dan kematian. Bila diberikan berulangkali untuk jangka panjang , obat ini lazim
memberikan efek ketergantungan (adiksi). Secara klinis obat-obat tersebut digunakan
sebagai obat-obat yang berhubungan dengan sistem saraf pusat seperti tata laksana nyeri
akut dan kronik, tindakan anestesia, kejang dan insomnia.
Obat apa saja yang termasuk dalam hipnotik-sedatif?
Obat golongan ini diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu:
Ad 1. Barbiturat
Golongan Barbiturat
Amobarbital fenobarbital (luminal)
aprobarbital, sekobarbital,
barbital, tiopental,
butabarbital, mefobarbital,
heksobarbital, pentobarbital.
kemital

Digunakan sebagai:
Obat sedatif – hipnotik:
Long acting (6 jam) : fenobarbital
Short acting (3 jam) : amobarbital, pentobarbital dan sekobarbital.
Barbiturat akhir-akhir ini sudah mulai ditinggalkan sebagai hipnotik-sedatif digantikan
dengan benzodiazepin kecuali fenobarbital (luminal) yang berperan sebagai antikuovulsan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi efek Barbiturat :
Faktor yang berhubungan dengan metabolisme atau ekskresi barbiturat
Obat yang bekerja sinergitis dengan barbiturat pada SSP.
Kontraindikasi senyawa Barbiturat :
Barbiturat tidak boleh diberikan pada penderita alergi, penyakit hati, ginjal, hipoksia,
penyakit parkinson. Penderita psikoneurotik tertentu, karena dapat menambah
kebingungan dimalam hari yang terjadi pada usia lanjut.
Ad 2. Benzodiazepin
Benzodiazepin berikatan pada lokasi yang berbeda dengan barbiturate.
Masalah : Toleransi , Ketergantungan fisik & psikis, Penyalahgunaan obat, Toleransi silang
terhadap alcohol
Golongan Benzodiazepin:
Diazepam, oksazepam,
klordiazepoksid, nitrazepam,
klorazepat, bromazepam,
halazepam, temazepam,
prazepam, estazolam,
lorazepam, triazolam,
flurazepam midazolam
alprazolam.

Digunakan sebagai:
. Obat pelemas otot
. Obat antikonvulsi
. Obat anti ansietas
. Obat sedatif – hipnotik
Long acting : flurazepam
Intermediate acting : temazepam, lorazepam
Short acting : triazolam, estazolam

Obat golongan ini merupakan Hipnotika pilihan pertama, karena :


1) Toksisitas ringan
2) Efek sampingnya relatif paling ringan
3) Interaksi dengan obat lain lebih sedikit
4) Lebih ringan menekan pernapasan
5) Kecenderungan penyalahgunaan lebih sedikit.

Ad 3. Obat-Obat lainnya (Golongan non barbiturat-non benzodiazepin


Contoh : Kloralhidrat, Ketamin, Paraldehid, Antihistamin (Difenhidramin, Doksilamin),
Dektromethorphan (DMP), Obat baru (Zolpidem, Zaleplon, Zolpiklon).
DMP
Sering digunakan sebagai penghambat respon batuk di otak, mempunyai efek antitusive
yang sebanding dengan kodein tetapi DMP tidak memberikan efek analgetik, tidak
menimbulkan sedasi dan gangguan sistem pencernaan. Memiliki efek euforia sehingga
sering disalahgunakan, saat ini dalam bentuk sediaan tunggal DMP dibatasi penggunaannya
dan harus menggunakan resep dokter.
STIMULANSIA
Stimulansia adalah berbagai jenis zat yang dapat merangsang SSP dan meningkatkan
kegairahan (segar dan bersemangat) dan kewaspadaan. Mekanisme kerja stimulansia adalah
dengan meningkatkan NT norepinefrin (NE) yang ada pada otak atau merangsang kerja saraf
simpatik atau kedua-duanya (NT yang berperan dalam pembahasan tentang golongan obat
ini adalah NE, masih ingatkan NT dalam pembahasan hipnotik-sedatif??). Efek stimulan
tersebut dapat menyebabkan orang merasa tidak dapat tidur, selalu siaga, dan penuh
percaya diri. Stimulan dapat meningkatkan denyut jantung, suhu tubuh, dan tekanan darah.
Pengaruh fisik lainnya adalah menurunkan nafsu makan, dilatasi pupil, banyak bicara dan
gangguan tidur. Bila pemberian stimulan berlebihan dapat menyebabkan kegelisahan, panik,
sakit kepala, kejang perut, agresif dan paranoid. Bila pemberian berlanjut dan dalam waktu
lama dapat terjadi gejala tersebut di atas dalam waktu lama pula. Dalam keadaan tertentu,
stimulansia digunakan untuk mengobati orang yang mengalami depresi. Jika demikian maka
stimulansia adalah obat yang mempunyai efek terapi berlawanan dengan hipnotik-sedatif.
Ingat saja pada saat Anda harus begadang (tidak tidur) karena harus mengerjakan laporan
praktikum, jurnal dll diantara Anda mungkin mengkonsumsi minuman kopi atau teh agar
tidak mengantuk tetapi tetap segar dan bersemangat.
Nah, dalam pengobatan zat yang tergolong dalam stimulansia digolongkan sebagai berikut:
Stimulan sedang:
Kafein
Efedrin
Nikotin
Kafeina
Kafein dijumpai secara alami pada bahan pangan seperti biji kopi, daun teh, coklat.
Kafeina merupakan obat perangsang sistem pusat saraf pada manusia dan dapat mencegah
rasa kantuk yang besifat sesaat. Fungsi kafeina yang lain adalah: untuk mengobati sakit
kepala sebelah, bronkodilator, Attention-deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Tidak seperti
zat psikoaktif lainnya, penggunaan kafein tidak dibatasi dan tidak diatur oleh hukum di
hampir seluruh dunia. Namun kegunaan senyawa kafein dalam bentuk obat harus
diperhatikan dan tidak dapat mengkonsumsinya begitu saja.
Bentuk sediaan: tablet 200 mg, kapsul 200 mg , tablet hisap/lozenges 75 mg, daN injeksi 20
mg/mL,
Nama dagang: Cafcit, NoDoz, ReCharge, Vivarin
Dosis dan Indikasi
untuk Dewasa:
Dosis kafein untuk Kelelahan & Mengantuk 100-200 mg PO setiap 3-4 jam; tidak lebih dari 6
jam sebelum tidur Dosis Kafein untuk Kegagalan Pernafasan. Kafein dan natrium benzoat:
250 mg IV/IM sekali; dapat diulangi bila perlu; sebagai alternatif, 500 mg dalam 1 L IV lebih
dari 4 jam; tidak melebihi 2.500 mg/24 jam
PERHATIAN: Penggunaan terlalu banyak tidak dianjurkan
Dosis Kafein untuk Stimulan diuretic 500 mg IV/IM; 1 g dosis tunggal maksimum
Dosis Kafein dan Indikasi untuk Anak:
Dosis Kafein untuk Mengantuk atau kelelahan
Usia <12 tahun: Tidak dianjurkan
Usia >12 tahun: 100-200 mg PO setiap 3-4 jam; tidak lebih dari 6 jam sebelum tidur
dosis toksik potensial <6 berusia tahun: 15 mg/kg
Untuk Apnea neonatal
Dosis loading: 10-20 mg/kg IV/PO sekali
Dosis Pemeliharaan: 5-10 mg/kg IV/PO setiap hari
dosis toksik potensial <6 berusia tahun: 15 mg/kg
Efek Samping Penggunaan Kafein. Frekuensi Tidak diketahui: Takikardia,
Palpitasi (tergantung dosis), Insomnia, Sifat lekas marah
(iritabilitas),Gugup,Kegelisahan,Tremor,Tinnitus (telinga berdengung),Kopi yang diminum
secara reguler dan tanpa kafein akan meningkatkan asam lambung dan sekresi
pepsin,Mual,Muntah,Diare,Diuresis,Kegelisahan,Depresi,Kelelahan,Sakit kepala (bisa
bertahan sampai 7 hari),Ketegangan otot.
Perhatian
Dapat meningkatkan keparahan penyakit fibrokistik payudara, PMS, meningkatkan risiko
kanker kandung kemih, ovarium, usus & pankreas.Tidak untuk digunakan pada pasien
dengan kecemasan, agitasi, atau tremor. Hati-hati pada pasien dengan riwayat ulkus
peptikum, gangguan hati, gangguan ginjal, gangguan kejang, atau penyakit kardiovaskular.
Hindari penggunaan pada gejala aritmia dan/atau palpitasi Penggunaan Kafein dalam
Kondisi Kehamilan dan Menyusui
Keamanan untuk kehamilan: Kategori C (melintasi plasenta, dapat bertahan di janin sekitar
64 – 300 jam).
Jenis kategori obat untuk kehamilan:
Kategori A: Secara umum dapat diterima, telah melalui penelitian pada wanita-wanita
hamil, dan menunjukkan tidak ada bukti kerusakan janin
Kategori B: Mungkin dapat diterima oleh wanita hamil, telah melalui penelitian pada hewan
coba namun belum ada bukti penelitian langsung pada manusia.
Kategori C: Digunakan dengan hati-hati. Penelitian pada hewan coba menunjukkan risiko
dan belum ada penelitian langsung pada manusia
Kategori D: Digunakan jika memang tidak ada obat lain yang dapat digunakan, dan dalam
kondisi mengancam jiwa.
Kategori X: Jangan digunakan pada kehamilan.
Kategori NA: Tidak ada informasi
Pada ibu menyusui, obat dapat diekskresikan melalui ASI, gunakan dengan hati-hati.
Kafein yang mempunyai peran menstimulasi SSP sering dikombinasikan dengan parasetamol
yang berkhasiat sebagai ansalgetik dan antipiretik. Kombinasi kafein dengan parasetamol
bertujuan untuk memperkuat efek analgetik parasetamol. Campuran ini banyak ditemukan
dalam produk antiinfluenza dengan berbagai merek dagang.
Efedrin
Ephedrine adalah stimulan yang sering digunakan untuk mencegah tekanan darah rendah
selama anestesi spinal, digunakan untuk mengobati asma, narkolepsi, dan untuk obesitas
bukan pengobatan yang disarankan. Penggunaannya: per oral dan injeksi.
Nikotin
Nikotin bekerja dengan cara memacu saraf simpatis sehingga melepaskan neurotansmiter
epinefrin dan norepinefrin. Dalam dunia pengobatan, nikotin digunakan untuk mengobati
perokok yang ingin berhenti merokok atau pada pasien dengan masalah keterganguan
nikotin. Rute pemberian nikotin terkontrol diberikan melalui gusi, tablet hisap, inhaler,
rokok elektronik/pengganti atau semprotan hidung untuk menghentikan ketergantungan
mereka.
Stimulan kuat:
Amfetamin termasuk turunan amfetamin ilegal : shabu
Kokain atau coke atau crack
Ectasy
Tablet diet seperti Phentramine (Duromine)
a. Amfetamina
Amfetamin/Amphetamine,atau Alfa-Metil-Fenetilamina atau beta-fenil-isopropilamin atau
benzedrin adalah obat golongan stimulansia yang hanya dapat diperoleh dengan resep
dokter. Obat ini biasanya digunakan hanya untuk mengobati gangguan hiperaktif karena
kurang perhatian atau Attention-deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) dan juga digunakan
untuk mengobati gejala luka traumatik pada otak, gejala mengantuk pada siang hari pada
kasus narkolepsi dan sindrom kelelahan kronis.
Pada awalnya, amfetamin sangat populer digunakan untuk mengurangi nafsu makan dan
mengontrol berat badan. Obat ini dijual dalam kemasan injeksi dengan merk
dagang generik. Obat ini juga digunakan secara ilegal sebagai obat untuk kesenangan
(Recreational Club Drug) dan sebagai peningkat penampilan (menambah percaya diri atau
PD).
Metamfetamina (metilamfetamina atau desoksiefedrin), disingkat met dan dikenal
di Indonesia sebagai sabu-sabu, adalah obat psikostimulansia dan simpatomimetik. Obat ini
dipergunakan untuk kasus berat  gangguan hiperaktivitas kekurangan
perhatian atau narkolepsi dengan nama dagang Desoxyn, tetapi sering disalahgunakan oleh
masyarakat. "Crystal meth" adalah bentuk kristal dari metamfetamina yang dapat dihisap
lewat pipa.
b.Kokaina 
Kokain adalah senyawa sintesis yang memicu metabolisme sel menjadi sangat cepat. Saat ini
kokaina masih digunakan sebagai anestetik lokal, khususnya untuk
pembedahan mata, hidung dan tenggorokan, karena efek vasokonstriksif-nya juga
membantu. Kokaina diklasifikasikan sebagai suatu narkotika, bersama
dengan morfina dan heroina karena efek adiktif.
c. MDMA (3,4-metilendioksi-metamfetamina)
MDMA biasanya dikenal dengan nama Ekstasi, E, X, atau XTC adalah senyawa kimia yang
sering digunakan sebagai obat rekreasi yang membuat penggunanya menjadi sangat aktif.
Obat ini juga terkadang dimasukkan melalui hidung atau diasapkan lalu dihirup. Sejak 2017,
MDMA tidak menerima penggunaan medis.
d. Phentramine(Duromine)
adalah obat yang mempunyai efek untuk membantu mengurangi berat badan
berlebih/obesitas. Obat ini mempunyai efek psikostimulan dan anorektik yang mengurangi
rasa lapar hingga 24 jam. Dengan mengkonsumsi Duromine dapat membantu melupakan
perasaan lapar. Penekan nafsu makan ini disetujui oleh FDA, oleh karena itu, resmi
digunakan dalam dunia pengobatan dengan indikasi menurunkan berat badan.
Modul V

Obat Susunan Saraf Pusat (Anestesi, Psikofarmaka, Antidepresive)

A. Pengertian
Anastesi (pembiusan ; berasal dari bahasa Yunani an- “ tidak, tanpa” dan aesthetos,
“persepsi,kemampuan untuk merasa”). Anastesi secara umum yaitu suatu tindakan
menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lain
yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Jadi dapat disimpulkan Anestesi obat yang
dapat meniadakan rasa sakit
B. Pengolongan Anastesi
Anastesi di bagi menjadi 2 yaitu anastesi umum dan lokal. Anastesi umum dengan
cirri hilangnya rasa sakit disertai hilangnya kesadaran, sedangkan anastesi local
dengan cirri hilangnya rasa sakit tidak disertai hilangnya kesadaran
C. Penggunaan Anastesi
Anestesi Digunakan pada pembedahan dengan maksud merintangi rangsangan-
rangsangan nyeri (Analgesia) dan memblokir reaksi-reaksi terhadap manipulasi-
manipulasi pembedahan serta menimbulkan pelemahan otot (relaksasi)
D. Anastesi umum
Anastesi umum adalah obat yang dapat menimbulkan anastesia atau narkosa yakni
suatu keadaan depresi umum dari pelpagai pusat di SSP yang bersifat reversible,
dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan, sehingga agak mirip keadaan
pingsan.
Mekanisme anastesi umum : Memblokir penerusan impuls dengan cara mencegah
kenaikan permeabilitas membrane sel terhadap ion-ion natrium yang diperlukan
bagi fungsi saraf.
Penggolongan obat anastetika umum antara lain :
1. Anestesi Inhalasi : halotan, enflurane, isoflurane, desfluorane, sevofluorane, dan
nitrous oksida.
1. Halotan (fluotane)
Obat bius kuat, menyebabkan pingsan tapi rasa nyeri masih terasa, sehingga
ditambah agen lain, efek samping besar : disritmia jantung
2. Enflurane ( ethrane)
Kurang ampuh, onset lebih cepat dari halotan. Efek samping meningkatkan
tekanan intrakarnial dan resiko kejang
3. Isoflurane (forane)
Tidaktoksik pada hati, tetapi menyebabkan gangguan pada jantung.
Kombinasi dengan anestesi iv untuk induksi anestesi. Efek anestesi lebih
cepat dibandingkan halotan dan enflurane.
4. Desflurane ( suprane)
Efek samping nya meningkatkan denyut jantung, tapi tidak aritmia. Kontra
indikasi pada pasien stenosis katup aorta (penyempitan katup aorta), dapat
menyebabkan batuk diberikan bersama anestesi iv.
5. Sevofluorane (ultane) Tidak menyebabkan batuk, sehingga tidak harus di
tambah anestetik iv. Efek sampingnya peningkatan denyut jantung, tapi
tidak aritmia Nitrous oksida Anestesi lemah, difusi ke paru-paru meningkat
(jaringan kurang O2) hipoksia.
2. Anastesi i.v
Digunakan untuk tujuan cepat diberikan pada awal anestesi kemudian
dipertahankan dengan agen inhalasi
Penggolongan anestesi iv
1) Barbitural
Kelarutan dlm lemak tinggi, sehingga dengan cepat masuk SSP dan menekan SSP,
namun cepat keluar dari otak dan berdifusi ke jaringan. Konsentrasi obat dalam
SSP menurun efek anestesi cepat hilang.
Obat golongan ini sedikit yang dimetabolisme di hati (hanya sekitar 15%per jam
dari dosis yang diberikan). Tidak memberikan efek analgetik, sehingga perlu
tambahan analgetik selama anestesi untuk menghindari terjadinya perubahan
tekanan darah dan fungsi otonom. ES barbiturat: batuk, kejang, laryngospasme,
bronkospasme ( hati – hati pada pasien asma)
2) Benzodiazepin
yang paling umum di gunakan adalah midazolam
3) Opioid
yang paling banyak digunakan adalah: fentanyl. Efeksampingnya berupa
hipotensi, menekan pernapasan, kekakuan otot, mual dan muntah setelah
anestesi
E. Anastetika lokal
Anestesi local adalah obat yang merintangi secara reversible penerusan impuls-
impuls saraf sentral pada penggunaan local sehingga menghilangkan/mengurangi
rasa nyeri, gatal-gatal, panas atau dingin.
Mekanisme dari anastetika local Anestesi Lokal mengganggu fungsi dari semua
organ-organ dalam proses konduksi impuls-impuls. Absorbsinya dari kulit dan
selaput lender berlangsung baik dan sangat cepat. Prokain buruk resorbsinya
terhadap kulit sehingga tidak digunakan dalam preparat lokal.
Anestesi local digunakan secara parenteral
1. Anestesi infiltrasi : yang dibiusujung-ujung syaraf (kulit/gigi).
2. Anestesi penyaluran saraf : pada lengan dan kaki.
3. Anestesi permukaan : untuk melawan rasa nyeri atau gatal
Syarat-syarat anastetika local antara lain :
1. Kurang atau Tidak Merangsang Jaringan
2. Tidak Mengakibatkan Kerusakan Permanen
Obat-obat anastetika local antara lain :
1. Kokain (benzoilmetilekgonin) Pemberian secara local menyebabkan
penghambatan hantaran listrik. Efek sistemiknya rangsangan Sistem Saraf Pusat.
Mekanisme: menghambat reuptake NE (norepinefrin) dari sinaps ke dalam
syaraf. akibatnya NE akan berada disekitar reseptor dalam kadar yang tinggi
dalam waktu yang lama, akibatnya vasokonstriksi dan midriasis
2. Senyawa – senyawa ester : PABA
1) Prokain
Dimetabolisme oleh kolinesterase menjadi dietilaminoeranol dan PABA,
sehingga menghambat kerja obat golongan sulfa. Tidak menyebabkan adiksi.
2) Lidokain
Dibanding prokain, lidokain lebih cepat dan lebih kuat efeknya, bertahan
lebih lama. Juga digunakan untuk mencegah aritmia setelah infrak jantung
3) Mepivakain
Mirip lidokain dalam mulai kerja dan kekuatannya sama dengan lidokain, tapi
kurang toksik. Tidak menyebabkan vasodilatasi
4) Cinhokain
Khasiat lebih kuat dari lidokain, tapi juga toksik, bersifat vasodilator, banyak
digunakan sebagai anestesi lokal (supositoria)
5) Benzilalkohol
Bersifat bakteriostatik dan anestesi lemah
Tanda-tanda atau tingkatan anastesi melalui 4 tahap :
1. Tahap 1 ( Analgesia )
pada tahap ini ditandai dengan berkurangnya respon nyeri, perasaan menjadi
enak ( Euforia )yang disertai impian yang mirip halusinasi, hilangnya kesadaran
( tidur ).
2. Tahap 2 ( Eksitasi )
peningkatan tekanan darah, kecepatan denyut jantung, kecepatan
pernapasan,serta
hilangnya kesadaran dan timbul kegelisahan
3. Tahap ke 3 ( Anestesia )
pernapasan menjadi dangkal, cepat dan teratur seperti pada keadaan tidur
(pernapasan perut) gerakan mata dan refleks mata hilang sedangkan otot menjadi
lemas, pada tahap ini proses pembedahan dilakukan.
4. Tahap 4 (kelumpuhan sumsum tulang)
kegiatan jantung dan pernapasan terhenti.
PSIKOFARMAKA
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis, bukan narkotika yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku,  disertai dengan
timbulnya halusinasi (mengkhayal), ilusi, gangguan cara berpikir, perubahan alam perasaan
dan dapat menyebabkan ketergantungan serta mempunyai efek stimulasi (merangsang)
bagi para pemakainya. Digunakan untuk mengobati gangguan jiwa (Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1997).

Penggolongan Psikotropika :
1. Psikotropika Golongan I adalah jenis psikotropika yang mempunyai daya menimbulkan
ketergantungan tertinggi, hanya digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan, tidak
untuk pengobatan (seluruhnya ada 14 jenis), antara lain :
a. MDMA (Ecstacy)
b. Psilobisin dan Psilosin, zat yang didapat dari sejenis jamur yang tumbuh di Mexico.
c. LSD (Lysergic Diethylamide).
d. Mescaline, dilmu pengetahuaneroleh dari sejenis kaktus yang
tumbuh di daerah Amerika Barat.
2. Psikotropika Golongan II adalah kelompok psikotropika yang mempunyai daya
menimbulkan ketergantungan menengah, digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan
dan pengobatan (seluruhnya ada 14 jenis), antara lain :
a. Amphetamine (Shabu - shabu)
b. Metaqualon
3. Psikotropika Golongan III adalah jenis psikotropika yang mempunyai daya menimbulkan
ketergantungan sedang, mempunyai khasiat, digunakan untuk kepentingan ilmu
pengetahuan dan pengobatan (seluruhnya ada 9 jenis sebagian dari hipnotik-sedatif), antara
lain:
a. Amobarbital
b. Flunitrazepam
c. Pentobarbital
4. Psikotropika Golongan IV adalah jenis psikotropika yang mempunyai daya menimbulkan
ketergantungan rendah, berkhasiat dan digunakan luas untuk kepentingan ilmu
pengetahuan dan pengobatan (seluruhnya ada 60 jenis), antara lain:
a. Diazepam
c. Klobazam
d. Nitrazepam
ANTI DEPRESIVE
Yaitu obat yang digunakan untuk mengatasi atau mencegah depresi mental. Depresi
didefinisikan sebagai gangguan mental dengan penurunan mood, kehilangan minat atau
persaan senang, adanya perasaan bersalah atau rendah diri, gangguan tidur atau penurunan
selesar makan, sulit konsentrasi atau kelemahan fisik. Sinonim antidepresan adalah
thimoleptika atau psikik energizer. Umumnya yang digunakan saat ini adalah dari golongan
trisiklik: imipramin, amitriptilin, dothiepin dan lofepramin.
Mekanisme Kerja
Menghambat re-uptake aminergic neurotransmiter, menghambat penghancuran oleh enzim
monoamine oxide sehingga terjadi peningkatan jumlah aminergic neurotransmitter
presinaps neuron di SSP.
Golongan Trisiklik: memblok reuptake Neuro Transmiter NorAdrenalin dan serotonin yang
menuju neuron presinaps, Golongan SSRI: memblok reuptake serotonin,
Golongan MAOI: menghambat perusakan serotonin pada sinaps,
Golongan atypical (Mianserin) : memblok reseptor alfa 2 di presinaps.
Efek Samping
-Sedasi
-Efek Antikolinergik (mulutkering, penghilatankabur, konstipasi, sinus takikardi)
- Efek Anti Adrenergik Alfa (perubahan EKG, hipotensi)
- Efek Neurotoksik
Kontra Indikasi
Penyakit jantung koroner, Glaucoma, retensiurin, hipertensiprostat, gangguanfungsihati,
epilepsy.
Penggolongan Anti Depresan
1. Trisiklik (TCA) : Amitriptilin HCl, Imipramin HCl
2. Selective Serotonon Reuptake Inhibitors (SSRI) : Sentralin HCl, Fluvoxamin, fluoxetin,
paroxetin
3. MAO : Moclobemide,
4. Atypical: Mianserin, Trazone HCL, Maprolitin HCL,
Modul VI

Obat Sususnan Syaraf Pusat (Antipsikotik dan Antiepilepsi)

A. Antipsikotik
Antipsikotik adalah sekelompok bermacam-macam obat yang menghambat reseptor
dopamin tipe 2 (D2) atau antagonis dopamin yang menyekat reseptor dopamin dalam
berbagai jaras di otak. Indikasi utama untuk pemakaian obat adalah terapi Skizofrenia dan
gangguan psikotik lainnya.
Obat-obatan antipsikotik dapat diklasifikasikan dalam kelompok tipikal dan atipikal. 
1. Antipsikotik tipikal (Antipsikotik Generasi Pertama/APG I)
Antipsikotik Tipikal atau antipsikotik generasi pertama merupakan golongan
obat yang memblokade dopamine pada reseptor pasca-sinaptik neuron di otak,
khususnya sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal (dopamine D-2 receptor
antagonist). Dopamin sendiri merupakan neurotransmitter yang disekresikan oleh
neuron-neuron yang berasal dari substansia nigra di batang otak. Mekanisme
kerja : Mekanisme kerja obat antipsikotik tipikal adalah memblokade dopamin pada
reseptor pasca-sinaptik neuron di otak khusunya di sistem limbik dan sistem
ekstrapirimidal (dopamin D2 receptor antagonists), sehingga efektif untuk gejala
positif seperti halusinasi, delusi dan gangguan isi pikir.
Obat-obat antipsikotik tipikal merupakan antagonis reseptor dopamine
sehingga menahan terjadinya dopaminergik pada jalur mesolimbik dan mesokortikal.
Blokade reseptor D dopamine dapat memberikan efek samping sindrom
ekstrapiramidal.
Mekanisme kerja antipsikotik pada penghambatan reseptor dopamine
ternyata memberi efek merugikan pada neurologis dan endokrinologi. Selain itu,
berbagai antipsikotik juga menghambat reseptor noradrenergik, kolinergik, dan
histaminergik jadi menyebabkan bervariasinya sifat efek merugikan yang ditemukan
pada obat-obat tersebut. Interferensi dengan transmisi dopaminergik dapat
mengakibatkan efek samping baik endokrinologis seperti hiperprolaktinemia, yang
dapat memanifestasikan dirinya sebagai galaktorea, amenorea dan ginekomastia,
dan efek samping ekstrapiramidal (EPS). Selanjutnya, penggunaan jangka panjang
dapat menyebabkan penambahan berat badan.
Jenis Antipsikotik Tipikal :
- Phenothiazine
 Rantai aliphatic : chlorpromazine
 Rantai piperazine : perphenazine, trifluoperazine, fluphenazine
 Rantai piperidine : thioridazine
- Butyrophenone : Haloperidol
- Diphenyl-butyl-piperidine : pimozide
2. Antipsikotik Atipikal (Antipsikotik Generasi II / APG II)
Antipsikotik atipikal atau Antipsikotik generasi kedua atau juga biasa disebut
dengan Serotonin Dopamin Antagonis (SDA) merupakan golongan yang selain
berafinitas terhadap Dopamine D-2 receptor juga berafinitas terhadap 5 HT2
Reseptor (Serotonin-dopamine antagonist ). Secara signifikan tidak memberikan
efek samping gejala ekstrapiramidal bila diberikan dalam dosis klinis yang efektif.
Antipsikotik atipikal mempunyai mekanisme kerja melalui interaksi antara
serotonin dan dopamin pada ke 4 jalur dopamin di otak. Hal ini yang menyebabkan
efek samping EPS lebih rendah dan sangat efektif untuk mengatasi gejala negatif.
Perbedaan antara APG I dan APG II adalah APG I hanya dapat memblok reseptor D 2
sedangkan APG II memblok secara bersamaan reseptor serotonin (5HT 2A) dan
reseptor dopamin (D2). APG yang dikenal saat ini adalah clozapine, risperidone,
olanzapine, quetiapine, zotepine, ziprasidone, aripiprazole. Saat ini antipsikotik
ziprasidone belum tersedia di Indonesia.
Antipsikotik atipikal /APG II dapat memperbaiki gejala negatif jauh lebih
baik dibandingkan APG I karena di jalur mesokortikal reseptor 5HT 2A jumlahnya
lebih banyak dari reseptor D2, dan APG II lebih banyak berkaitan dan memblok
reseptor 5HT2A dan sedikti memblok reseptor D2 akibatnya dopamin yang di lepas
jumlahnya lebih banyak, karena itu defisit dopamin di jalur mesokrtikal berkurang
sehingga menyebabkan perbaikan gejala negatif skizofrenia.
Keuntungan yang didapatkan dari pemakaian APG II selain efek samping yang
minimal juga dapat memperbaiki gejala negatif, kognitif dan mood sehingga
mengurangi ketidaknyamanan dan ketidakpatuhan pasien akibat pemakian obat
antipsikotik.
Jenis Antipsikotik Atipikal :
- Benzamide : sulpiride
- Dibenzodiazepin : clozapine, olanzapine, quetiapine, zotepine
- Benzisoxazole : risperidon, aripiprazole

B. Antiepilepsi
Antiepilepsi/antikonvulsan adalah obat yang digunakan untuk mengembalikan
kestabilan rangsangan sel saraf sehingga dapat mencegah atau mengatasi kejang, selain
mengatasi kejang juga digunakan untuk meredakan nyeri akibat gangguan saraf
(neuropati) atau mengobati gangguan bipolar. Dengan demikian obat antiepilepsi
merupakan obat-obatan yang dapat mengurangi atau menghilangkan gejala epilepsi.
Epilepsi sendiri dari bahasa Yunani berarti kejang atau di Indonesia lebih dikenal
dengan penyakit ayan adalah gangguan saraf yang timbul secara tiba-tiba dan berkala
disertai perubahan kesadaran. Penyebab epilepsi adalah pelepasan muatan listrik yang
cepat, mendadak dan berlebihan pada neuron-neuron tertentu dalam otak yang
diakibatkan oleh luka di otak (absen, tumor, arteriosklerosis), keracunan timah hitam dan
pengaruh obat-obat tertentu yang dapat memprovokasi serangan epilepsi.
Jenis-Jenis Epilepsi :
1. Grand mal (tonik-tonik umum) ----Timbul serangan-serangan yang dimulai dengan
kejang-kejang otot hebat dengan pergerakan kaki tangan tak sadar yang disertai
dengan jeritan, mulut berbusa, mata membeliak dan lain-lain disusul dengan
pingsan dan sadar kembali
2. Petit mal ---- Serangannya hanya singkat sekali tanpa disertai kejang. Dalam kasus
ini bila serangan berlangsung berturut-turut dengan cepat dapat juga terjadi status
epileptikus.
3. Psikomotor (Serangan Parsial Kompleks) --- Kesadaran terganggu hanya sebagian
tanpa hilangnya ingatan dengan memperlihatkan perilaku otomatis seperti gerakan
menelan atau berjalan dalam lingkaran.

Tujuan Pemberian Obat antiepilepsi pada penderita epilepsi adalah :


1. Menghindari kerusakan sel-sel otak
2. Mengurangi beban sosial dan psikologi pasien maupun keluarganya
3. Profilaksis / pencegahan sehingga jumlah serangan berkurang
Jenis-Jenis Obat Antiepilepsi/Antikonsulvan :
Obat-Obat Antiepilepsi/Antikonsulvan terdiri dari beberapa jenis, yang meliputi :
1. Barbiturat, Obat ini menekan aktivitas sistem saraf pusat dan meningkatkan aksi
gamma-aminobutyric acid (GABA) yang menghambat neurotransmitter, sehingga
mencegah terjadinya. Antikonsulvan barbiturat dipakai dalam mengobati semua
jenis kejang. Contoh obat ini adalah Phenobarbital.
2. Penghambat carbonic anhydrase, Obat ini menghambat enzim carbonic anhydrase,
sehingga mempengaruhi elektrolit dan keseimbangan asam basa pada sel. Hal ini
dapat mencegah kejang. Selain kejang, obat ini digunakan sebagai diuretik dan
mengatasi glaukoma. Contoh obat ini adalah Topiramate.
3. Benzodiazepine, Obat ini bekerja dengan cara menekan sistem saraf pusat dan
meningkatkan aktivitas GABA.
Contoh obat ini adalah diazepam, clonazepam dan lorazepam.
4. Dibenzazepine, Obat ini juga meningkatkan aktivitas GABA dan menghambat
aktivitas natrium dalam sel.
Contoh obat ini adalah Oxcarbazepine dan Carbamazepine.
5. Turunan asam lemak, Obat ini menghambat enzim penghancur GABA, sehingga m
eningkatkan konsentrasi GABA.
Contoh obat ini adalah Asam Valproat (Valporic Acid).
6. Hydantoin, Obat ini menghentikan rangsangan sel saraf yang berlebihan saat kejang
dengan menghambat aktivitas natrium dalam sel saraf.
Contoh Obat ini adalah Phenytoin.
7. Pyrrolidine, Obat ini dipakai untuk pengobatan epilepsi dan bekerja dengan cara
memperlambat transmisi saraf.
Contoh obat ini adalah Levetiracetam.
8. Triazine, Obat ini dapat menghambat pelepasan rangsangan neurotransmitter,
glutamat dan aspartate. Contoh obat ini adalah lamotrigine.
9. Analog gamma-aminobutyric acid (GABA), Obat ini bekerja layaknya GABA dalam
tubuh.
Contoh obat ini adalah Gabapentin.
Modul VII
Sistem Saraf Otonom (Adrenergic dan Kolinergik)
Sistem Saraf Otonom
Sistem saraf otonom merupakan bagian sistem syaraf yang mengatur fungsi
visceral tubuh. Sistem ini mengatur tekanan arteri, motilitas dan sekresi
gastrointestinal, pengosongan kandung kemih, berkeringat, suhu tubuh dan aktivitas
lain. Karakteristik utama SSO adalah kemampuan memengaruhi yang sangat cepat
(misal: dalam beberapa detik saja denyut jantung dapat meningkat hampir dua kali
semula, demikian juga dengan tekanan darah dalam belasan detik, berkeringat yang
dapat terlihat setelah dipicu dalam beberapa detik, juga pengosongan kandung kemih).
Sifat ini menjadikan SSO tepat untuk melakukan pengendalian terhadap homeostasis
mengingat gangguan terhadap homeostasis dapat memengaruhi seluruh sistem tubuh
manusia. Dengan demikian, SSO merupakan komponen dari refleks visceral.
Susunan Saraf Otonom (SSO) dapat dipecah lagi dalam dua cabang yaitu
Susunan (Ortho) Simpatik (SO) dan Susunan Parasimpatik (SP). Pada umumnya dapat
dikatakan bahwa kedua susunan ini bekerja antagonis: bila suatu sistem merintangi
fungsi tertentu, sistem lainnya justru menstimulasinya. Tetapi, dalam beberapa hal,
khasiatnya berlainan sama sekali bahkan bersifat sinergis.
Berdasarkan macam-macam saraf otonom tersebut, maka obat berkhasiat
pada sistem saraf otonom digolongkan menjadi : 
1. Obat yang berkhasiat terhadap saraf simpatik, yang diantaranya sebagai berikut :
a. Simpatomimetik atau adrenergik, yaitu obat yang meniru efek perangsangan
dari saraf simpatik ( oleh noradrenalin ). Contohnya, efedrin, isoprenalin, dan
lain-lain
b. Simpatolitik atau adrenolitik, yaitu obat yang meniru efek bila saraf
parasimpatik ditekan atau melawan efek adrenergik, contohnya alkaloida
sekale, propanolol, dan lain-lain. 
2. Obat yang berkhasiat terhadap saraf parasimpatik, yang diantaranya sebagai
berikut
a. Parasimpatomimetik atau kolinergik, yaitu obat yang meniru perangsangan
dari saraf parasimpatik oleh asetilkolin, contohnya pilokarpin dan
phisostigmin
b. Parasimpatolitik atau antikolinergik, yaitu obat yang meniru bila saraf
parasimpatik ditekan atau melawan efek kolinergik, contohnya alkaloida
belladonna.

A. ADRENERGIK
Adrenergik adalah senyawa yang mempunyai kerja yang mirip dengan kerja
saraf simpatis jika dirangsang/sama seperti adrenalin dan non adrenalin. Obat ini
disebut obat adrenergik karena efek yang ditimbulkannya mirip perangsangan saraf
adrenergik atau mirip efek neurotransmitter norepinefrin dan epinefrin. Golongan ini
juga disebut juga obat simpatik atau simpatomimetik yaitu zat-zat yang dapat
menimbulkan (sebagian) efek yang sama dengan stimulasi susunan simpaticus (SS) dan
melepaskan noradrenalin (NA) di ujung-ujung syarafnya. Obat adrenergik ini selain
digunakan untuk mengobati asma, syok dan henti jantung juga berguna untuk
melonggarkan sumbatan hidung, menekan nafsu makan dan mengurangi efek penyakit
alergik.
Reseptor adrenergik dibagi menjadi :
Reseptor Respon Fisiologis
Alfa-1 - Meningkatkan kekuatan kontraksi jantung,
- Vasokonstriksi : Meningkatkan tekanan darah
- Midriasis : Dilatasi Pupil Mata
- Kelenjar (saliva) : Mengurangi sekresi
Alfa-2 Menghambat pelepasan norepinefrin, dilatasi pembuluh darah dan
menimbulkan hipotensi, dapat memperantarai konstriksi arteriolar
dan vena
Beta-1 Terdapat di Jantung, Meningkatkan denyut jantung dan kekuatan
kontraksi
Beta-2 - Terdapat di pembuluh darah, otot polos skeletal, otot polos
bronkus
- Dilatasi bronkiolus, meningkatkan relaksasi gastrointestinal dan
uterus.

Reseptor adrenergik lain adalah dopaminergik dan terdapat pada arteri ginjal,
mesenterium, koroner dan serebral. Jika reseptor ini dirangsang, pembuluh darah
berdilatasi dan aliran darah bertambah. Hanya dopamin yang dapat mengaktivasi
reseptor ini.
Berdasarkan Klasifikasinya, Obat-obat adrenergik terdiri dari obat Agonis
adrenergik dan Obat Antagonis Adrenergik.
1. Obat Agonis adrenergik terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu Agonis
adrenergik/Simpatomimetik yang bekerja langsung, agonis adrenergik yang bekerja
tidak langsung dan agonis adrenergik yang bekerja campuran/ganda.
a. Agonis/ Simpatomimetik yang bekerja langsung, mekanisme aksinya yaitu obat
ini membentuk kompleks reseptor khas. Contoh Obat-obat yang termasuk
dalam kelompok ini yaitu: albuterol, klonidin, dobutamin, dopami, epinefrin,
isopreterenol, metapreterenol, metoksamin, norepinefrin, fenilefrin, ritodrin,
dan terbutaline.
b. Agonis bekerja yang bekerja tidak langsung, mekanisme aksinya yaitu bekerja
dengan melepaskan katekolamin terutama norepinefrin dari granul-granul
penyimpanan di ujung saraf simpatik atau menghambat pemasukan norepinefrin
pada membran saraf. Contoh obat ini adalah Amfetamin dan tiramin
c. Agonis yang bekerja campuran/ganda (baik langsung maupun tidak langsung)
mekanismenya merangsang reseptor adrenergik dan melepaskan katekolamin
dari tempat penyimpanan atau menghambat pemasukan katekolamin. Contoh
obat ini adalah efedrin, fenilpropanolamin, dan oktopamin.
2. Obat Antagonis adrenergik terbagi menjadi 2 (dua) kelompok) yaitu Penyekat-α
dan Penyekat-β
a. Penyekat-α, Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: doxazosin,
fenoksinbenzamin, fentolamin, prazosin, dan terazosin.
b. Penyekat-β, Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: asebutolol,
atenolol, labetalol, metoprolol, nadolol, pindolol, propranolol, dan timolol.
B. KOLINERGIK
Kolinergik atau parasimpatomimetik adalah sekelompok zat yang dapat
menimbulkan efek yang sama dengan stimulasi Susunan Parasimpatis (SP), karena
melepaskan neurohormonasetilkolin (ACh) diujung-ujung neuronnya. Tugas utama SP
adalah mengumpulkan energi dari makanan dan menghambat penggunaannya,
singkatnya berfungsi asimilasi. Bila neuron SP dirangsang, timbullah sejumlah efek yang
menyerupai keadaan istirahat dan tidur. Efek kolinergis faal yang terpenting seperti:
stimulasi pencernaan dengan jalan memperkuat peristaltik dan sekresi kelenjar ludah
dan getah lambung (HCl), juga sekresi air mata, memperkuat sirkulasi,antara lain
dengan mengurangi kegiatan jantung, vasodilatasi, dan penurunan tekanan
darah,memperlambat pernafasan, antara lain dengan menciutkan bronchi, sedangkan
sekresi dahak diperbesar, kontraksi otot mata dengan efek penyempitan pupil (miosis)
dan menurunnya tekanan intraokuler akibat lancarnya pengeluaran air mata, kontraksi
kantung kemih dan ureter dengan efek memperlancar pengeluaran urin, dilatasi
pembuluh dan kotraksi otot kerangka, menekan SSP setelah pada permulaan
menstimulasinya, dan lain-lain (Tjay dan Rahardja, 2002).
Obat Kolinergik sering disebut juga sebagai obat parasimpatomimetik karena
bekerjanya mirip dengan rangsangan saraf parasimpatis. Obat obat kolinergik juga
dikenal dengan kolinomimetik, perangsang kolinergik atau agonis kolinergik. Asitelkolin
(AK) adalah neurotransmitter yang terdapat pada ganglion dan ujung saraf terminal
parasimpatis dan mempersarafi reseptor-reseptor pada organ, jaringan, dan kelenjar.
Ada dua jenis reseptor kolinergik :
1. Reseptor muskarinik yang merangsang otot polos dan memperlambat denyut
jantung
2. Reseptor nikotinik (neuromuscular) yang mempengarui otot rangka.
Berdasarkan Klasifikasinya, Obat-obat Kolinergik terdiri dari obat Agonis
Kolinergik dan Obat Antagonis Kolinergik.
1. Obat Agonis Kolinergik
Obat Agonis Kolinergik bekerja meniru efek asetilkolin dengan cara berikatan
langsung pada kolinoseptor. Agonis Kolinergik terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu
Agonis kolinergik yang bekerja langsung, agonis kolinergik yang bekerja tidak
langsung (reversible) dan agonis Kolinergik tidak langsung (irreversible)
a. Agonis Kolinergik yang bekerja langsung, bekerja meniru efek asetilkolin
dengan cara berikatan langsung pada kolinoseptor.
Contoh Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: Asetilkolin,
betanekol, karbakol, dan pilokarpin.
b. Agonis Kolinergik yang bekerja tidak langsung (reversibel), Obat ini dapat
berinteraksi secara kompetitif dengan sisi aktif enzim AChE dan dapat
terbalikkan / reversible.
Contoh Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: edrofonium,
neostigmin, fisostigmin, dan piridostigmin
c. Agonis Kolinergik yang bekerja tidak langsung (irreversibel), merupakan
sejumlah senyawa organofosfat sintetik mempunyai kapasitas untuk melekat
secara kovalen pada asetilkolinesterase. Keadaan ini memperpanjang efek
asetilkolin pada semua tempat pelepasannya.
Contoh Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: ekotiofat dan
isoflurofat.
2. Obat Antagonis Kolinergik
Obat Antagonis Kolinergik terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu Antagonis
kolinergik yang bekerja langsung, agonis kolinergik yang bekerja tidak langsung
(reversible) dan agonis Kolinergik tidak langsung (irreversible)
a. Obat Antimuskarinik, Obat golongan ini bekerja menyekat reseptor muskarinik
yang menyebabkan hambatan semua fungsi muskarinik. Selain itu, obat ini
menyekat sedikit perkeualian neuron simpatis yang juga kolinergik, seperti saraf
simpatis yang menuju kelenjar keringat
Contoh Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: atropin,
ipratropium, dan skopolamin.
b. Penyekat ganglionik, obat ini bekerja dengan menghentikan semua keluaran
sistem saraf otonom pada reseptor nikotinikrespon yang teramati memang
kompleks dan sulit diduga, sehingga tidak mungkin meperoleh kerja yang
selektif.
Contoh Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: mekamilamin,
nikotin, dan trimetafan.
c. Penyekat neuromuskular, , Obat penyekat neuromuskular ini strukturnya analog
dengan asetilkolin dan bekerja baik sebagai antagonis (tipe nondepolarisasi)
maupun agonis (tipe depolarisasi) terhadap reseptor yang terdapat cekungan
sambungan neuromuskular.
Contoh Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: atrakurium,
doksakurium, metokurin, mivakurium, pankuronium, piperkuronium,
rokuronium, suksinilkolin, tubokurarin, dan vekuronium.

I. Tes Formatif

No Pertanyaan dan pilihan jawaban


Misoprostol pada pengobatan tukak lambung bertujuan untuk ….
A. menghilangkan rasa sakit setempat
B. menghambat pembentukan asam urat
C. menghambat peradangan dan berdaya analgetis
D. menghambat produksi asam lambung dan melindungi mukosa

Helicobacter pylori menyebabkan tukak lambung melalui ….


A. melepas enzim protease (urease) pada mukosa
B. meningkatkan kontraksi lambung
C. meningkatkan gastrin
D. melepas enzim pepsinogen

Sukralfat tidak dapat digunakan bersamaan dengan omeprazol karena ....


A. sukralfat membutuhkan suasana basa untuk aktif
B. simetidin menghambat asam
C. sukralfat menghambat absorpsi omeprazol
D. omeprazol mengantagonis efek sukralfat

Penghambat pelepasan HCl lambung yang dapat mengaktifkan pepsinogen adalah


….
A. sistim parasimpatis
B. sistim simpatis
C. asetilkolin
D. histamin

Antasida yang termasuk antihistamin reseptor H2 adalah ….


A. ranitidine
B. magnesium trisilikat
C. esomeprazole
D. natrium subkarbonas

Termasuk antasida sistemik dan digunakan untuk mengatasi asidosis metabolic


adalah ….
A. alumunium hidroksida
B. magnesium hidroksida
C. calcii carbonas
D. natrii subcarbonas

Obat yang dapat menyebabkan efek ginekomastia adalah ….


A. simetidin
B. famotidin
C. ranitidin
D. nizatidin
Obat yang di indikasi sebagai antiflatulensi dan meteorism (sendawa) adalah ….
A. domperidom
B. dimetikon
C. klaritromisin
D. warfarin

Interaksi obat terjadi pada ….


A. ranitidine dengan AH2
B. omeprazole dengan penghambat pompa proton
C. simetidin dengan antasida
D. asam alginate dengan lansoprazol
Mekanisme kerja asam alginat pada penyembuhan tukak lambung adalah ....
A. membentuk polimer mirip lem dalam suasana asam
B. membentuk lapisan tebal di permukaan lambung
C. memperkuat motilitas dan pengosongan lambung dan anti emesis sentral
D. menurunkan tegangan permukaan sehingga memicu penguraian gelembung gas

Anda mungkin juga menyukai