bila tripel therapy tidak berhasil maka dilakukan quadruple therapy dan mencakup 4 obat
dari kedua kelompok tersebut, misalnya: omeprazole 2 × 20 mg, bismuthsubsalisilat (BSS) 4
× 120 mg, metronidazole 3 × 500 mg selama 1-2 minggu.
Eradikasi penderita yang telah sembuh tukak lambungnya ternyata bisa menghindarkan
kambuh. Di samping itu, juga diberikan obat yang memperkuat peristaltic (domperidon,
metoklopramida).
Metoklopramida
Mekanisme kerjanya stimulasi peristaltic, mencegah pengaliran kembali dari duodenum ke
lambung.
Indikasi: memperkuat motilitas dan pengosongan lambung dan anti emesis sentral yang
kuat. ES: sedasi, gelisah, gangguan GIT, dan gangguan ekstrapiramidal.
Dimetikon
Obat ini menurunkan tegangan permukaan sehingga memicu penguraian gelembung gas
sehingga bisa diabsorbsi saluran cerna.
Indikasi: flatulensi dan meteorism (sendawa).
ANTIEMETIK
Antiemetika atau yang sering disebut dengan Antimuntah adalah obat untuk mencegah atau
mengurangi mual dan muntah akibat stimulasi pusat muntah yang diisebabkan oleh
rangsangan lambung usus,yang diatur oleh medula oblongata.
Mual dan muntah bisa disebabkan oleh mabuk perjalanan,ibu hamil,dan pengaruh obat-
obat tertentu.
Obat-obat antiemetika :
Antihistamin (antagonis reseptor H1 histamin)obat golongan ini meliputi :
Cylizine,diphenhydramin,promethazine,hydroxyzine,dymenhydrinate,meclizine
Domperidon yang berkhasiat untuk menstimulasi peristaltik dan pengosongan
lambung ,selain berdaya anti emetis digunakan juga pada reflux esofagus dan
pada muntah akibat khemoterapi.
Obat untuk mabuk perjalanan :
Dimenhydrinate.Dyphenhydramin,meclizine,promethazin. Salah satu obat mabuk
perjalanan yang beredar dipasaran adalah Antimo. Untuk pengemudi,tidak
disarankan mengkonsumsi antimo karena memiliki efek samping mengantuk.
Obat untuk ibu hamil: hanya menggunakan Vitamin B6 demi keselamatan bayi
dalam kandungan.
Saluran Cerna (Anti diare dan Laksantive)
Adsorben: kaolin, karbo adsorben, attapulgit sebagai penyerap racun.
Anti motilitas :loperamid hidroklorida, kodein fosfat, morfin menekan
perstaltik usus.
Adstringen : tannin/ tanalbumin menciutkan selaput usus.
Pelindung : Mucilago melindungi selaput lendir usus yang luka indikasi
memperingan kerja lambung, efek samping bisa menyebabkan konstipasi.
Modul II
Saluran Cerna (Anti diare dan Laksantive)
DIARE
Diare dan konstipasi adalah 2 hal yang bertolak belakang. Diare adalah buang air besar
(BAB) lebih dari 3 kali dengan konsistensi tinja cair, sebaliknya konstipasi adalah susah
buang air besar kurang dari 3 kali dalam seminggu dengan konstistensi tinja padat. Perlu
diketahui keadaan konstipasi dapat memicu terjadinya ambeyen (terjadi pelebaran
pembuluh darah pada rectum) akibat tubuh memaksa mengeluarkan tinja.
Diare adalah suatu keadaan dimana frekuensi defekasi melebihi frekuensi normal dengan
konsistensi feses yang encer. Diare dapat bersifat akut atau kronis, dan penyebabnya
bermacam-macam.
Diare yang hanya sesekali tidak berbahaya dan biasanya bisa sembuh dengan sendirinya.
Namun akan berbahaya jika terjadi diare berat karena mengakibatkan dehidrasi.
Dehidrasi itu sendiri adalah kondisi tubuh berada dalam keadaan kekurangan cairan tubuh
yang dapat berakibat kematian terutama pada bayi atau anak-anak jika tidak segera diatasi.
Dari penjelasan singkat ini maka prinsip penanganan diare yang perlu praktikan ketahui
adalah melakukan rehidrasi. Rehidrasi dapat diberikan secara oral maupun intravena
tergantung pada kondisi pasien. Antidiare seperti norit (kaolin) dan kombinasi kaolin_pektin
dan atapulgit juga dapat diberikan (Depkes, 2006 Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan
Bebas Terbatas).
Pada prinsipnya penatalaksanaan konstipasi adalah melunakkan konsistensi atau
massa tinja yang keras sehingga menjadi lunak. Massa tinja yang keras disebabkan karena
banyak faktor.
Anti diare adalah obat yg digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh
bakteri, kuman, virus, cacing, atau keracunan makanan. Gejala diare adalah BAB berulang
kali disertai banyaknya cairan yg keluar kadang-kadang dengan mulas dan berlendir atau
berdarah. Obat anti diare:
Adsorben: kaolin, karbo adsorben, attapulgit sebagai penyerap racun.
Anti motilitas :loperamid hidroklorida, kodein fosfat, morfin menekan
perstaltik usus.
Adstringen : tannin/ tanalbumin menciutkan selaput usus.
Pelindung : Mucilago melindungi selaput lendir usus yang luka
indikasi
memperingan kerja lambung, efek samping bisa menyebabkan konstipasi.
Penggolongan penyebab diare:
a. Diare akibat virus, misalnya “influenza perut’ dan ‘travelers diarrhoea’ yang
disebabkan antara lain oleh rotavirus (infeksi HIV) dan adenovirus. Virus melekat
pada sel-sel mukosa usus yang menjadi rusak sehingga kapasitas resorpsi menurun
dan sekresi air dan elektrolit memegang peranan. Diare yang terjadi bertahan terus
sampai beberapa hari sesudah virus lenyap dengan sendirinya, biasanya dalam 3-6
hari.
b. Diare bacterial invasive (bersifat menyerbu) agak sering terjadi, tetapi mulai
berkurang berhubung semakin meningkatnya derajat hygiene masyarakat. Kuman
pada keadaan tertentu menjadi invasive dan menyerbu ke dalam mukosa, di mana
terjadi perbanyakan diri sambil membentuk toksin. Enterotoksin ini dapat diresorbsi
ke dalam darah dan menimbulkan gejala hebat, seperti demam tinggi, nyeri kepala
dan kejangkejang. Selain itu, mukosa usus yang telah dirusak mengakibatkan
mencret berdarah dan berlendir. Penyebab terkenal dari pembentuk enterotoksin
ialah bakteri E.coli, Shigella, Salmonella dan Campylobacter. Diare ini bersifat “self
limiting”, artinya akan sembuh dengan sendirinya dalam lebih kurang 5 hari tanpa
pengobatan, setelah sel-sel yang rusak diganti dengan sel-sel mukosa baru. Menurut
taksiran 90% dari semua diare wisatawan disebabkan oleh virus dan kuman E.coli
spec (tak ganas).
c. Diare parasite akibat protozoa, seperti Entamoeba histolytica dan Giardia lamblia,
yang terutama terjadi di daerah (sub)tropis. Yang pertama membentuk toksin pula.
Cirinya: mencret cairan yang intermitten dan bertahan lebih lama dari 1 Minggu.
d. Diare akibat penyakit, misalnya Colitis ulcerosa, p. Crohn, Irritable Bowel Syndrome
(IBS), kanker kolon. Juga akibat gangguan-gangguan, seperti alergi terhadap
makanan /minuman, protein susu sapi dan gluten (coeliakie) serta intoleransi untuk
laktosa karena defisiensi enzim lactase.
e. Akibat obat, yaitu digoksin, kinidin, garam Mg, dan litium, sorbitol, betablockers,
perintang ACE, reserpine, sitostatika, dan antibiotic berspektrum luas (ampisilin,
amoksisilin, sefalosporin, klindamisin, tetrasiklin). Semua obat ini dapat
menimbulkan diare tanpa kejang perut dan perdarahan. Adakalanya juga akibat
penyalahgunaan laksansia dan penyinaran dengan sinar X (radioterapi).
f. Akibat keracunan makanan sering terjadi, disebabkan oleh mengkonsumsi makanan
atau minuman yang tercemar. Bakteri gram negatif yang lazimnya menyebabkan
keracunan makanan dengan toksinnya.
LAKSANSIA
Pencahar atau laksansia adalah zat-zat yang dapat menstimulasi gerakan peristaltic usus
sebagai reflex dari rangsangan langsung terhadap dinding usus dan dengan
demikian,mempermudah buang air besar (defekasi) dan meredakan sembelit. Konstipasi
adalah kesulitan defekasi karena tinja mengeras,otot polos usus yang lumpuh (misalnya,
konstipasi habitual: megakolon kongenital dan gangguan reflex defekasi), sedangkan
obstipasi adalah kesulitan defekasi karena adanya obstruksi intral atau ekstralumen usus
(misalnya, pada karsinoma kolon sigmoid).
klasifikasi Pencahar:
a. Pencahar rangsang: Oleum Ricini (minyak jarak), fenolftalein, bisakodil, sena yang
bekerja dengan merangsang mukosa atau otot polos usus sehingga terjadi peningkatan
peristalsis dan sekresi lendir usus.
Oleum Ricini. Berasal dari biji Ricinus communis. Mengandung trigliserida asam risinoleat
dan asam lemak tak jenuh. Dalam usus dihidrolisis lipase menjadi gliserol + asam
risinoleat (zat aktif). Ol. Ricini juga bersifat emolien. Oleum ricini merupakan bahan
induksi diare pada penelitian diare secara eksperimental pada tikus. Mula kerja setelah 3
jam, digunakan pagi, pada waktu perut kosong.
Fenolftalein diberikan per-oral dan mengalami absorpsi kira-kira 15% di usus halus. Efek
fenolftalein bertahan lama karena mengalami siklus enterohepatik. Sebagian besar
fenolftalein diekskresi melalui tinja, sebagian lagi melalui ginjal dalam bentuk
metabolitnya. Pemberian dosis besar fenolftalein menyebabkan bentuk utuh ditemukan
dalam urin, pada suasana alkali menyebabkan urin dan tinja berwarna merah.
Bisakodil. Penelitian pada tikus, bisakodil secara oral mengalami hidrolisis menjadi
difenol di usus bagian atas. Difenol yang diabsorpsi mengalami konyugasi di hati dan
dinding usus. Metabolit ini disekresi melalui empedu, selanjutnya mengalami rehidrolisis
menjadi difenol kembali yang akan merangsang motilitas usus besar. Efek pencahar
timbul 6-12 jam setelah pemberian oral, dan ¼ sampai 1 jam setelah pemberian per-
rektal. Pada pemberian oral, bisakodil diabsorpsi kira-kira 5% dan diekskresi bersama
urin dalam bentuk glukoronid. Ekskresi bisakodil terutama dalam tinja. Dosis oral
dewasa 10-15 mg dan anak 5-10 mg (0,8 mg/kg BB). Untuk menghindari iritasi.
b. Pencahar garam dan pencahar osmotik: garam inggris (MgSO4), lactulosa bersifat tidak
diabsorbsi di usus halus, sehingga air ditarik ke dalam lumen usus (daya osmotik) dengan
akibat tinja menjadi lembek. MgSO4 (= garam epsom, garam inggris): Absorpsi di usus
20%, ekskresi di ginjal. Pada gangguan fungsi ginjal dapat berefek sistemik sehingga
menyebabkan dehidrasi, gagal ginjal, hipotensi dan paralisis pernapasan. Dosis 15-30 g.
Lactulosa merupakan disakarida semi sintetik, tidak dipecah oleh enzim usus, tidak
diabsopsi diusus halus. Diminum bersama sari buah atau air dalam jumlah banyak. Dosis
7-10g sampai 40g. Efek maksimal baru terlihat setelah beberapa hari.
c. Pencahar pembentuk massa berasal dari alam (agar-agar) atau dibuat secara
semisintetis (metilselulosa, Na-CMC, kalsium polikarbofil).
Agar-agar. Merupakan koloid hidrofil, kaya akan hemiselulosa yang tidak dicerna dan
tidak diabsorbsi. Dosis: 4-16 g.
Metilselulosa. Diberikan secara oral, tidak diabsorbsi melalui saluran cerna sehingga
diekskresi melalui tinja. Dalam cairan usus metil-selulosa akan mengembang
membentuk gel emolien atau larutan kental yang dapat melunakkan tinja. Mungkin
residu yang tidak dicerna merangsang peristalsis usus secara reflex. Efek diperoleh
setelah 12-24 jam, dan efek maksimal dalam beberapa hari pengobatan.
Efek samping: obstruksi usus atau esophagus, oleh karena itu metil-selulosa tidak boleh
diberikan pada pasien dengan kelainan mengunyah. Metilselulosa digunakan untuk
melembekkan tinja pada pasien yang tidak boleh mengejan, misalnya pada
hemorrhoid. Pada obesitas dapat menurunkan berat badan mungkin karena efek rasa
kenyang.
Psilium (plantago). Suatu substansi hidrofilik yang membentuk gelatin jika bercampur
dengan air. Dosis 1-3 kali sehari 3-3,6 g dalam 250 ml air atau sari buah. Pada
penggunaan kronik dikatakan dapat menurunkan kadar kolesterol darah karena
mengganggu absorpsi asam empedu.
Polikarbofil dan kalsium polikarbofil. Poliakrilikresin hidrofilik yang tidak diabsorpsi ini,
lebih banyak mengikat air dari pencahar pembentuk masa lainnya.
Preparat ini mengandung natrium dalam jumlah kecil. Dalam saluran cerna kalsium
polikarbofil melepaskan ion Ca++ sehingga jangan digunakan pada pasien dengan
asupan kalsium yang dibatasi.
d. Pencahar emolien: Memudahkan defekasi dengan jalan melunakkan tinja tanpa
merangsang peristalsis usus baik langsung maupun tidak langsung.Contoh: parafin cair
dan dioktil Na atau Ca-sulfosuksinat.
Dioktil natrium-sulfosuksinat. Bekerja dengan menurunkan tegangan permukaan
sehingga mempermudah penetrasi air dan lemak ke dalam masa tinja. Efek samping
pada manusia, kolik usus dan hepatotoksik. Pada hewan coba, dosis besar menyebabkan
muntah dan diare.
Parafin cair: Merupakan campuran cairan hidrokarbon yang diperoleh dari minyak bumi.
Memudahkan defekasi dengan jalan melunakkan tinja karena berkurangnya reabsorpsi
air dari tinja, tanpa merangsang peristaltik usus. Tidak dicerna dan hanya sedikit
diabsorpsi. Efek samping: mengganggu absorpsi zat larut lemak mis vitamin A, D, E dan
K, pruritus ani, menyulitkan penyembuhan paska bedah daerah anorektal dan
menyebabkan pendarahan. Menurunnya absorpsi vitamin K dapat menyebabkan
hipotombinemia. Jadi obat ini tidak aman untuk penggunaan kronik. Dosis: 15-30
ml/hari.
Modul III
Obat Susunan Saraf Pusat (analgetik-antipiretik)
1. Analgetika narkotik
Mengurangi nyeri dan menimbulkan euforia dengan berikatan pada reseptor
narkotik di otak, yaitu reseptor µ (mu), κ (kappa), dan δ (delta). Obat analgetik
narkotik : morfin, metadon, meperidin (petidin), fentanil, buprenorfin, dezosin,
butorfanol, nalbufin, nalorfin, dan pentazosin.
a. Morfin
Efek analgetik : dengan mengurangi persepsi nyeri di otak (meningkatkan
ambang nyeri), mengurangi respon psikologis terhadap nyeri (menimbulkan
euforia), dan menyebabkan mengantuk/tidur (efek sedatif) walau ada nyeri.
Diberikan secara per oral, injeksi IM, IV, SC, dan per rektal, durasinya rata-rata 4-
6 jam. Diindikasikan untuk nyeri berat yang tak bisa dikurangi dengan analgetika
non-narkotik atau obat analgetik narkotik lain yang lebih lemah efeknya.
b. Metadon
Mempunyai efek analgetik mirip morfin, tetapi tidak begitu menimbulkan efek
sedatif. Diberikan secara per oral, injeksi IM, dan SC . Dieliminasi dari tubuh lebih
lambat dari morfin (waktu paruhnya 25 jam) dan gejala withdrawal-nya tak
sehebat morfin, tetapi terjadi dalam jangka waktu lebih lama. Diindikasikan
untuk analgetik pada nyeri hebat, dan juga digunakan untuk mengobati
ketergantungan heroin.
c. Meperidin (petidin)
Menimbulkan efek analgetik, efek euforia, efek sedatif, efek depresi nafas dan
efek samping lain seperti morfin, kecuali konstipasi. Efek analgetiknya muncul
lebih cepat daripada morfin, tetapi durasi kerjanya lebih singkat, hanya 2-4 jam.
Diindikasikan untuk obat praoperatif pada waktu anestesi dan untuk analgetik
pada persalinan.
d. Fentanil
Merupakan narkotik sintetik, dengan efek analgetik 80x lebih kuat dari morfin,
tetapi depresi nafas lebih jarang terjadi. Diberikan secara injeksi IV, dengan
waktu paruh hanya 4 jam dan dapat digunakan sebagai obat praoperatif saat
anestesi.
2. Analgetik non-narkotik atau NSAID/OAINS
Obat AINS dikelompokkan sebagai berikut:
a. Derivat asam salisilat, misalnya aspirin
b. Derivat paraaminofenol, misalnya parasetamol
c. Derivat asam propionat, misalnya ibuprofen, ketoprofen, naproksen.
d. Derivat asam fenamat, misalnya asam mefenamat Derivat asam fenilasetat,
misalnya diklofenak.
e. Derivat asam asetat indol, misalnya indometasin.
f. Derivat pirazolon, misalnya fenilbutazon dan oksifenbutazon
g. Derivat oksikam, misalnya piroksikam dan meloksikam
B. Antipiretik
Antipiretik adalah obat yang mampu menurunkan suhu demam kembali ke suhu
normal yang bekerja melalui penghambatan enzim siklooksigenase (COX) di
susunan saraf pusat sehingga mencegah terbentuknya asam arakidonat menjadi
prostaglandin yang merupakan mediator demam. Nah,,, berdasarkan mekanisme
kerja tersebut maka dapat dikatakan mekanisme kerja antipiretik dan analgetik non
narkotik/NSAID adalah sama, berbeda letaknya saja yaitu antipiretik menghambat
COX yang ada di SSP (memblokade produksi prostaglandin yang berperan menaikan
suhu tubuh di termostat hipotalamus). Yang berarti bahwa obat antipiretik adalah
juga analgetik non narkotik/NSAID. Obat-obat analgetik-antipiretik yang lazim
beredar dipasaran sering digunakan untuk salah satu tujuan, namun daya antipiretik
maupun analgetik non narkotik/NSAID tersebut berbeda-beda kemampuannya,
seperti pada tabel berikut:
Teori singkat
Obat-obat SSP khususnya obat hipnotik, sedative, stimulansia adalah obat yang bekerja
dengan cara mempengaruhi SSP. Obat-obat tersebut digunakan harus menggunakan resep
dokter
Hipnotik-Sedatif
Penjelasan umum:
NT adalah substansi/zat yang berperan untuk mengantarkan pesan antar neuron. Neuron
itu sendiri adalah jenis tertentu dari sel yang bertugas secara khusus untuk menyimpan dan
mengirimkan informasi. Neuron terdapat di otak, batang otak dan sumsum tulang belakang
serta sel-sel saraf yang mengirimkan informasi ke otot dan mengirim kembali informasi
sensorik (misalnya rangsangan sentuhan). Neuron melepaskan bahan kimia yang disebut NT
ke dalam celah kecil yang disebut sinaps. Biasanya, neuron pengirim melepaskan sejumlah
kecil NT yang mengaktifkan reseptor pada neuron penerima sehingga terjadi perubahan
kimia di neuron penerima dan apabila cukup reseptor yang diaktifkan maka neuron
penerima akan menjadi aktif dan terjadilah pengiriman pesan. Jadi NT adalah suatu zat
kimia yang dapat menyeberangkan impuls dari neuron pre-sinapsis menuju neuron post-
sinapsis.
Macam-macam NT : serotonin, dopamin, norepinefrin, GABA. Jumlah NT yang tidak
seimbang dapat menyebabkan penyakit misalnya: parkinson, Alzheimer dan berbagai
penyakit kejiawaan seperti skozofrenia dan depresi. Oleh karena itu diperlukan obat yang
berfungsi untuk mengembalikan jumlah NT dalam keadaan normal.
Digunakan sebagai:
Obat sedatif – hipnotik:
Long acting (6 jam) : fenobarbital
Short acting (3 jam) : amobarbital, pentobarbital dan sekobarbital.
Barbiturat akhir-akhir ini sudah mulai ditinggalkan sebagai hipnotik-sedatif digantikan
dengan benzodiazepin kecuali fenobarbital (luminal) yang berperan sebagai antikuovulsan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi efek Barbiturat :
Faktor yang berhubungan dengan metabolisme atau ekskresi barbiturat
Obat yang bekerja sinergitis dengan barbiturat pada SSP.
Kontraindikasi senyawa Barbiturat :
Barbiturat tidak boleh diberikan pada penderita alergi, penyakit hati, ginjal, hipoksia,
penyakit parkinson. Penderita psikoneurotik tertentu, karena dapat menambah
kebingungan dimalam hari yang terjadi pada usia lanjut.
Ad 2. Benzodiazepin
Benzodiazepin berikatan pada lokasi yang berbeda dengan barbiturate.
Masalah : Toleransi , Ketergantungan fisik & psikis, Penyalahgunaan obat, Toleransi silang
terhadap alcohol
Golongan Benzodiazepin:
Diazepam, oksazepam,
klordiazepoksid, nitrazepam,
klorazepat, bromazepam,
halazepam, temazepam,
prazepam, estazolam,
lorazepam, triazolam,
flurazepam midazolam
alprazolam.
Digunakan sebagai:
. Obat pelemas otot
. Obat antikonvulsi
. Obat anti ansietas
. Obat sedatif – hipnotik
Long acting : flurazepam
Intermediate acting : temazepam, lorazepam
Short acting : triazolam, estazolam
A. Pengertian
Anastesi (pembiusan ; berasal dari bahasa Yunani an- “ tidak, tanpa” dan aesthetos,
“persepsi,kemampuan untuk merasa”). Anastesi secara umum yaitu suatu tindakan
menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lain
yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Jadi dapat disimpulkan Anestesi obat yang
dapat meniadakan rasa sakit
B. Pengolongan Anastesi
Anastesi di bagi menjadi 2 yaitu anastesi umum dan lokal. Anastesi umum dengan
cirri hilangnya rasa sakit disertai hilangnya kesadaran, sedangkan anastesi local
dengan cirri hilangnya rasa sakit tidak disertai hilangnya kesadaran
C. Penggunaan Anastesi
Anestesi Digunakan pada pembedahan dengan maksud merintangi rangsangan-
rangsangan nyeri (Analgesia) dan memblokir reaksi-reaksi terhadap manipulasi-
manipulasi pembedahan serta menimbulkan pelemahan otot (relaksasi)
D. Anastesi umum
Anastesi umum adalah obat yang dapat menimbulkan anastesia atau narkosa yakni
suatu keadaan depresi umum dari pelpagai pusat di SSP yang bersifat reversible,
dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan, sehingga agak mirip keadaan
pingsan.
Mekanisme anastesi umum : Memblokir penerusan impuls dengan cara mencegah
kenaikan permeabilitas membrane sel terhadap ion-ion natrium yang diperlukan
bagi fungsi saraf.
Penggolongan obat anastetika umum antara lain :
1. Anestesi Inhalasi : halotan, enflurane, isoflurane, desfluorane, sevofluorane, dan
nitrous oksida.
1. Halotan (fluotane)
Obat bius kuat, menyebabkan pingsan tapi rasa nyeri masih terasa, sehingga
ditambah agen lain, efek samping besar : disritmia jantung
2. Enflurane ( ethrane)
Kurang ampuh, onset lebih cepat dari halotan. Efek samping meningkatkan
tekanan intrakarnial dan resiko kejang
3. Isoflurane (forane)
Tidaktoksik pada hati, tetapi menyebabkan gangguan pada jantung.
Kombinasi dengan anestesi iv untuk induksi anestesi. Efek anestesi lebih
cepat dibandingkan halotan dan enflurane.
4. Desflurane ( suprane)
Efek samping nya meningkatkan denyut jantung, tapi tidak aritmia. Kontra
indikasi pada pasien stenosis katup aorta (penyempitan katup aorta), dapat
menyebabkan batuk diberikan bersama anestesi iv.
5. Sevofluorane (ultane) Tidak menyebabkan batuk, sehingga tidak harus di
tambah anestetik iv. Efek sampingnya peningkatan denyut jantung, tapi
tidak aritmia Nitrous oksida Anestesi lemah, difusi ke paru-paru meningkat
(jaringan kurang O2) hipoksia.
2. Anastesi i.v
Digunakan untuk tujuan cepat diberikan pada awal anestesi kemudian
dipertahankan dengan agen inhalasi
Penggolongan anestesi iv
1) Barbitural
Kelarutan dlm lemak tinggi, sehingga dengan cepat masuk SSP dan menekan SSP,
namun cepat keluar dari otak dan berdifusi ke jaringan. Konsentrasi obat dalam
SSP menurun efek anestesi cepat hilang.
Obat golongan ini sedikit yang dimetabolisme di hati (hanya sekitar 15%per jam
dari dosis yang diberikan). Tidak memberikan efek analgetik, sehingga perlu
tambahan analgetik selama anestesi untuk menghindari terjadinya perubahan
tekanan darah dan fungsi otonom. ES barbiturat: batuk, kejang, laryngospasme,
bronkospasme ( hati – hati pada pasien asma)
2) Benzodiazepin
yang paling umum di gunakan adalah midazolam
3) Opioid
yang paling banyak digunakan adalah: fentanyl. Efeksampingnya berupa
hipotensi, menekan pernapasan, kekakuan otot, mual dan muntah setelah
anestesi
E. Anastetika lokal
Anestesi local adalah obat yang merintangi secara reversible penerusan impuls-
impuls saraf sentral pada penggunaan local sehingga menghilangkan/mengurangi
rasa nyeri, gatal-gatal, panas atau dingin.
Mekanisme dari anastetika local Anestesi Lokal mengganggu fungsi dari semua
organ-organ dalam proses konduksi impuls-impuls. Absorbsinya dari kulit dan
selaput lender berlangsung baik dan sangat cepat. Prokain buruk resorbsinya
terhadap kulit sehingga tidak digunakan dalam preparat lokal.
Anestesi local digunakan secara parenteral
1. Anestesi infiltrasi : yang dibiusujung-ujung syaraf (kulit/gigi).
2. Anestesi penyaluran saraf : pada lengan dan kaki.
3. Anestesi permukaan : untuk melawan rasa nyeri atau gatal
Syarat-syarat anastetika local antara lain :
1. Kurang atau Tidak Merangsang Jaringan
2. Tidak Mengakibatkan Kerusakan Permanen
Obat-obat anastetika local antara lain :
1. Kokain (benzoilmetilekgonin) Pemberian secara local menyebabkan
penghambatan hantaran listrik. Efek sistemiknya rangsangan Sistem Saraf Pusat.
Mekanisme: menghambat reuptake NE (norepinefrin) dari sinaps ke dalam
syaraf. akibatnya NE akan berada disekitar reseptor dalam kadar yang tinggi
dalam waktu yang lama, akibatnya vasokonstriksi dan midriasis
2. Senyawa – senyawa ester : PABA
1) Prokain
Dimetabolisme oleh kolinesterase menjadi dietilaminoeranol dan PABA,
sehingga menghambat kerja obat golongan sulfa. Tidak menyebabkan adiksi.
2) Lidokain
Dibanding prokain, lidokain lebih cepat dan lebih kuat efeknya, bertahan
lebih lama. Juga digunakan untuk mencegah aritmia setelah infrak jantung
3) Mepivakain
Mirip lidokain dalam mulai kerja dan kekuatannya sama dengan lidokain, tapi
kurang toksik. Tidak menyebabkan vasodilatasi
4) Cinhokain
Khasiat lebih kuat dari lidokain, tapi juga toksik, bersifat vasodilator, banyak
digunakan sebagai anestesi lokal (supositoria)
5) Benzilalkohol
Bersifat bakteriostatik dan anestesi lemah
Tanda-tanda atau tingkatan anastesi melalui 4 tahap :
1. Tahap 1 ( Analgesia )
pada tahap ini ditandai dengan berkurangnya respon nyeri, perasaan menjadi
enak ( Euforia )yang disertai impian yang mirip halusinasi, hilangnya kesadaran
( tidur ).
2. Tahap 2 ( Eksitasi )
peningkatan tekanan darah, kecepatan denyut jantung, kecepatan
pernapasan,serta
hilangnya kesadaran dan timbul kegelisahan
3. Tahap ke 3 ( Anestesia )
pernapasan menjadi dangkal, cepat dan teratur seperti pada keadaan tidur
(pernapasan perut) gerakan mata dan refleks mata hilang sedangkan otot menjadi
lemas, pada tahap ini proses pembedahan dilakukan.
4. Tahap 4 (kelumpuhan sumsum tulang)
kegiatan jantung dan pernapasan terhenti.
PSIKOFARMAKA
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis, bukan narkotika yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku, disertai dengan
timbulnya halusinasi (mengkhayal), ilusi, gangguan cara berpikir, perubahan alam perasaan
dan dapat menyebabkan ketergantungan serta mempunyai efek stimulasi (merangsang)
bagi para pemakainya. Digunakan untuk mengobati gangguan jiwa (Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1997).
Penggolongan Psikotropika :
1. Psikotropika Golongan I adalah jenis psikotropika yang mempunyai daya menimbulkan
ketergantungan tertinggi, hanya digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan, tidak
untuk pengobatan (seluruhnya ada 14 jenis), antara lain :
a. MDMA (Ecstacy)
b. Psilobisin dan Psilosin, zat yang didapat dari sejenis jamur yang tumbuh di Mexico.
c. LSD (Lysergic Diethylamide).
d. Mescaline, dilmu pengetahuaneroleh dari sejenis kaktus yang
tumbuh di daerah Amerika Barat.
2. Psikotropika Golongan II adalah kelompok psikotropika yang mempunyai daya
menimbulkan ketergantungan menengah, digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan
dan pengobatan (seluruhnya ada 14 jenis), antara lain :
a. Amphetamine (Shabu - shabu)
b. Metaqualon
3. Psikotropika Golongan III adalah jenis psikotropika yang mempunyai daya menimbulkan
ketergantungan sedang, mempunyai khasiat, digunakan untuk kepentingan ilmu
pengetahuan dan pengobatan (seluruhnya ada 9 jenis sebagian dari hipnotik-sedatif), antara
lain:
a. Amobarbital
b. Flunitrazepam
c. Pentobarbital
4. Psikotropika Golongan IV adalah jenis psikotropika yang mempunyai daya menimbulkan
ketergantungan rendah, berkhasiat dan digunakan luas untuk kepentingan ilmu
pengetahuan dan pengobatan (seluruhnya ada 60 jenis), antara lain:
a. Diazepam
c. Klobazam
d. Nitrazepam
ANTI DEPRESIVE
Yaitu obat yang digunakan untuk mengatasi atau mencegah depresi mental. Depresi
didefinisikan sebagai gangguan mental dengan penurunan mood, kehilangan minat atau
persaan senang, adanya perasaan bersalah atau rendah diri, gangguan tidur atau penurunan
selesar makan, sulit konsentrasi atau kelemahan fisik. Sinonim antidepresan adalah
thimoleptika atau psikik energizer. Umumnya yang digunakan saat ini adalah dari golongan
trisiklik: imipramin, amitriptilin, dothiepin dan lofepramin.
Mekanisme Kerja
Menghambat re-uptake aminergic neurotransmiter, menghambat penghancuran oleh enzim
monoamine oxide sehingga terjadi peningkatan jumlah aminergic neurotransmitter
presinaps neuron di SSP.
Golongan Trisiklik: memblok reuptake Neuro Transmiter NorAdrenalin dan serotonin yang
menuju neuron presinaps, Golongan SSRI: memblok reuptake serotonin,
Golongan MAOI: menghambat perusakan serotonin pada sinaps,
Golongan atypical (Mianserin) : memblok reseptor alfa 2 di presinaps.
Efek Samping
-Sedasi
-Efek Antikolinergik (mulutkering, penghilatankabur, konstipasi, sinus takikardi)
- Efek Anti Adrenergik Alfa (perubahan EKG, hipotensi)
- Efek Neurotoksik
Kontra Indikasi
Penyakit jantung koroner, Glaucoma, retensiurin, hipertensiprostat, gangguanfungsihati,
epilepsy.
Penggolongan Anti Depresan
1. Trisiklik (TCA) : Amitriptilin HCl, Imipramin HCl
2. Selective Serotonon Reuptake Inhibitors (SSRI) : Sentralin HCl, Fluvoxamin, fluoxetin,
paroxetin
3. MAO : Moclobemide,
4. Atypical: Mianserin, Trazone HCL, Maprolitin HCL,
Modul VI
A. Antipsikotik
Antipsikotik adalah sekelompok bermacam-macam obat yang menghambat reseptor
dopamin tipe 2 (D2) atau antagonis dopamin yang menyekat reseptor dopamin dalam
berbagai jaras di otak. Indikasi utama untuk pemakaian obat adalah terapi Skizofrenia dan
gangguan psikotik lainnya.
Obat-obatan antipsikotik dapat diklasifikasikan dalam kelompok tipikal dan atipikal.
1. Antipsikotik tipikal (Antipsikotik Generasi Pertama/APG I)
Antipsikotik Tipikal atau antipsikotik generasi pertama merupakan golongan
obat yang memblokade dopamine pada reseptor pasca-sinaptik neuron di otak,
khususnya sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal (dopamine D-2 receptor
antagonist). Dopamin sendiri merupakan neurotransmitter yang disekresikan oleh
neuron-neuron yang berasal dari substansia nigra di batang otak. Mekanisme
kerja : Mekanisme kerja obat antipsikotik tipikal adalah memblokade dopamin pada
reseptor pasca-sinaptik neuron di otak khusunya di sistem limbik dan sistem
ekstrapirimidal (dopamin D2 receptor antagonists), sehingga efektif untuk gejala
positif seperti halusinasi, delusi dan gangguan isi pikir.
Obat-obat antipsikotik tipikal merupakan antagonis reseptor dopamine
sehingga menahan terjadinya dopaminergik pada jalur mesolimbik dan mesokortikal.
Blokade reseptor D dopamine dapat memberikan efek samping sindrom
ekstrapiramidal.
Mekanisme kerja antipsikotik pada penghambatan reseptor dopamine
ternyata memberi efek merugikan pada neurologis dan endokrinologi. Selain itu,
berbagai antipsikotik juga menghambat reseptor noradrenergik, kolinergik, dan
histaminergik jadi menyebabkan bervariasinya sifat efek merugikan yang ditemukan
pada obat-obat tersebut. Interferensi dengan transmisi dopaminergik dapat
mengakibatkan efek samping baik endokrinologis seperti hiperprolaktinemia, yang
dapat memanifestasikan dirinya sebagai galaktorea, amenorea dan ginekomastia,
dan efek samping ekstrapiramidal (EPS). Selanjutnya, penggunaan jangka panjang
dapat menyebabkan penambahan berat badan.
Jenis Antipsikotik Tipikal :
- Phenothiazine
Rantai aliphatic : chlorpromazine
Rantai piperazine : perphenazine, trifluoperazine, fluphenazine
Rantai piperidine : thioridazine
- Butyrophenone : Haloperidol
- Diphenyl-butyl-piperidine : pimozide
2. Antipsikotik Atipikal (Antipsikotik Generasi II / APG II)
Antipsikotik atipikal atau Antipsikotik generasi kedua atau juga biasa disebut
dengan Serotonin Dopamin Antagonis (SDA) merupakan golongan yang selain
berafinitas terhadap Dopamine D-2 receptor juga berafinitas terhadap 5 HT2
Reseptor (Serotonin-dopamine antagonist ). Secara signifikan tidak memberikan
efek samping gejala ekstrapiramidal bila diberikan dalam dosis klinis yang efektif.
Antipsikotik atipikal mempunyai mekanisme kerja melalui interaksi antara
serotonin dan dopamin pada ke 4 jalur dopamin di otak. Hal ini yang menyebabkan
efek samping EPS lebih rendah dan sangat efektif untuk mengatasi gejala negatif.
Perbedaan antara APG I dan APG II adalah APG I hanya dapat memblok reseptor D 2
sedangkan APG II memblok secara bersamaan reseptor serotonin (5HT 2A) dan
reseptor dopamin (D2). APG yang dikenal saat ini adalah clozapine, risperidone,
olanzapine, quetiapine, zotepine, ziprasidone, aripiprazole. Saat ini antipsikotik
ziprasidone belum tersedia di Indonesia.
Antipsikotik atipikal /APG II dapat memperbaiki gejala negatif jauh lebih
baik dibandingkan APG I karena di jalur mesokortikal reseptor 5HT 2A jumlahnya
lebih banyak dari reseptor D2, dan APG II lebih banyak berkaitan dan memblok
reseptor 5HT2A dan sedikti memblok reseptor D2 akibatnya dopamin yang di lepas
jumlahnya lebih banyak, karena itu defisit dopamin di jalur mesokrtikal berkurang
sehingga menyebabkan perbaikan gejala negatif skizofrenia.
Keuntungan yang didapatkan dari pemakaian APG II selain efek samping yang
minimal juga dapat memperbaiki gejala negatif, kognitif dan mood sehingga
mengurangi ketidaknyamanan dan ketidakpatuhan pasien akibat pemakian obat
antipsikotik.
Jenis Antipsikotik Atipikal :
- Benzamide : sulpiride
- Dibenzodiazepin : clozapine, olanzapine, quetiapine, zotepine
- Benzisoxazole : risperidon, aripiprazole
B. Antiepilepsi
Antiepilepsi/antikonvulsan adalah obat yang digunakan untuk mengembalikan
kestabilan rangsangan sel saraf sehingga dapat mencegah atau mengatasi kejang, selain
mengatasi kejang juga digunakan untuk meredakan nyeri akibat gangguan saraf
(neuropati) atau mengobati gangguan bipolar. Dengan demikian obat antiepilepsi
merupakan obat-obatan yang dapat mengurangi atau menghilangkan gejala epilepsi.
Epilepsi sendiri dari bahasa Yunani berarti kejang atau di Indonesia lebih dikenal
dengan penyakit ayan adalah gangguan saraf yang timbul secara tiba-tiba dan berkala
disertai perubahan kesadaran. Penyebab epilepsi adalah pelepasan muatan listrik yang
cepat, mendadak dan berlebihan pada neuron-neuron tertentu dalam otak yang
diakibatkan oleh luka di otak (absen, tumor, arteriosklerosis), keracunan timah hitam dan
pengaruh obat-obat tertentu yang dapat memprovokasi serangan epilepsi.
Jenis-Jenis Epilepsi :
1. Grand mal (tonik-tonik umum) ----Timbul serangan-serangan yang dimulai dengan
kejang-kejang otot hebat dengan pergerakan kaki tangan tak sadar yang disertai
dengan jeritan, mulut berbusa, mata membeliak dan lain-lain disusul dengan
pingsan dan sadar kembali
2. Petit mal ---- Serangannya hanya singkat sekali tanpa disertai kejang. Dalam kasus
ini bila serangan berlangsung berturut-turut dengan cepat dapat juga terjadi status
epileptikus.
3. Psikomotor (Serangan Parsial Kompleks) --- Kesadaran terganggu hanya sebagian
tanpa hilangnya ingatan dengan memperlihatkan perilaku otomatis seperti gerakan
menelan atau berjalan dalam lingkaran.
A. ADRENERGIK
Adrenergik adalah senyawa yang mempunyai kerja yang mirip dengan kerja
saraf simpatis jika dirangsang/sama seperti adrenalin dan non adrenalin. Obat ini
disebut obat adrenergik karena efek yang ditimbulkannya mirip perangsangan saraf
adrenergik atau mirip efek neurotransmitter norepinefrin dan epinefrin. Golongan ini
juga disebut juga obat simpatik atau simpatomimetik yaitu zat-zat yang dapat
menimbulkan (sebagian) efek yang sama dengan stimulasi susunan simpaticus (SS) dan
melepaskan noradrenalin (NA) di ujung-ujung syarafnya. Obat adrenergik ini selain
digunakan untuk mengobati asma, syok dan henti jantung juga berguna untuk
melonggarkan sumbatan hidung, menekan nafsu makan dan mengurangi efek penyakit
alergik.
Reseptor adrenergik dibagi menjadi :
Reseptor Respon Fisiologis
Alfa-1 - Meningkatkan kekuatan kontraksi jantung,
- Vasokonstriksi : Meningkatkan tekanan darah
- Midriasis : Dilatasi Pupil Mata
- Kelenjar (saliva) : Mengurangi sekresi
Alfa-2 Menghambat pelepasan norepinefrin, dilatasi pembuluh darah dan
menimbulkan hipotensi, dapat memperantarai konstriksi arteriolar
dan vena
Beta-1 Terdapat di Jantung, Meningkatkan denyut jantung dan kekuatan
kontraksi
Beta-2 - Terdapat di pembuluh darah, otot polos skeletal, otot polos
bronkus
- Dilatasi bronkiolus, meningkatkan relaksasi gastrointestinal dan
uterus.
Reseptor adrenergik lain adalah dopaminergik dan terdapat pada arteri ginjal,
mesenterium, koroner dan serebral. Jika reseptor ini dirangsang, pembuluh darah
berdilatasi dan aliran darah bertambah. Hanya dopamin yang dapat mengaktivasi
reseptor ini.
Berdasarkan Klasifikasinya, Obat-obat adrenergik terdiri dari obat Agonis
adrenergik dan Obat Antagonis Adrenergik.
1. Obat Agonis adrenergik terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu Agonis
adrenergik/Simpatomimetik yang bekerja langsung, agonis adrenergik yang bekerja
tidak langsung dan agonis adrenergik yang bekerja campuran/ganda.
a. Agonis/ Simpatomimetik yang bekerja langsung, mekanisme aksinya yaitu obat
ini membentuk kompleks reseptor khas. Contoh Obat-obat yang termasuk
dalam kelompok ini yaitu: albuterol, klonidin, dobutamin, dopami, epinefrin,
isopreterenol, metapreterenol, metoksamin, norepinefrin, fenilefrin, ritodrin,
dan terbutaline.
b. Agonis bekerja yang bekerja tidak langsung, mekanisme aksinya yaitu bekerja
dengan melepaskan katekolamin terutama norepinefrin dari granul-granul
penyimpanan di ujung saraf simpatik atau menghambat pemasukan norepinefrin
pada membran saraf. Contoh obat ini adalah Amfetamin dan tiramin
c. Agonis yang bekerja campuran/ganda (baik langsung maupun tidak langsung)
mekanismenya merangsang reseptor adrenergik dan melepaskan katekolamin
dari tempat penyimpanan atau menghambat pemasukan katekolamin. Contoh
obat ini adalah efedrin, fenilpropanolamin, dan oktopamin.
2. Obat Antagonis adrenergik terbagi menjadi 2 (dua) kelompok) yaitu Penyekat-α
dan Penyekat-β
a. Penyekat-α, Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: doxazosin,
fenoksinbenzamin, fentolamin, prazosin, dan terazosin.
b. Penyekat-β, Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: asebutolol,
atenolol, labetalol, metoprolol, nadolol, pindolol, propranolol, dan timolol.
B. KOLINERGIK
Kolinergik atau parasimpatomimetik adalah sekelompok zat yang dapat
menimbulkan efek yang sama dengan stimulasi Susunan Parasimpatis (SP), karena
melepaskan neurohormonasetilkolin (ACh) diujung-ujung neuronnya. Tugas utama SP
adalah mengumpulkan energi dari makanan dan menghambat penggunaannya,
singkatnya berfungsi asimilasi. Bila neuron SP dirangsang, timbullah sejumlah efek yang
menyerupai keadaan istirahat dan tidur. Efek kolinergis faal yang terpenting seperti:
stimulasi pencernaan dengan jalan memperkuat peristaltik dan sekresi kelenjar ludah
dan getah lambung (HCl), juga sekresi air mata, memperkuat sirkulasi,antara lain
dengan mengurangi kegiatan jantung, vasodilatasi, dan penurunan tekanan
darah,memperlambat pernafasan, antara lain dengan menciutkan bronchi, sedangkan
sekresi dahak diperbesar, kontraksi otot mata dengan efek penyempitan pupil (miosis)
dan menurunnya tekanan intraokuler akibat lancarnya pengeluaran air mata, kontraksi
kantung kemih dan ureter dengan efek memperlancar pengeluaran urin, dilatasi
pembuluh dan kotraksi otot kerangka, menekan SSP setelah pada permulaan
menstimulasinya, dan lain-lain (Tjay dan Rahardja, 2002).
Obat Kolinergik sering disebut juga sebagai obat parasimpatomimetik karena
bekerjanya mirip dengan rangsangan saraf parasimpatis. Obat obat kolinergik juga
dikenal dengan kolinomimetik, perangsang kolinergik atau agonis kolinergik. Asitelkolin
(AK) adalah neurotransmitter yang terdapat pada ganglion dan ujung saraf terminal
parasimpatis dan mempersarafi reseptor-reseptor pada organ, jaringan, dan kelenjar.
Ada dua jenis reseptor kolinergik :
1. Reseptor muskarinik yang merangsang otot polos dan memperlambat denyut
jantung
2. Reseptor nikotinik (neuromuscular) yang mempengarui otot rangka.
Berdasarkan Klasifikasinya, Obat-obat Kolinergik terdiri dari obat Agonis
Kolinergik dan Obat Antagonis Kolinergik.
1. Obat Agonis Kolinergik
Obat Agonis Kolinergik bekerja meniru efek asetilkolin dengan cara berikatan
langsung pada kolinoseptor. Agonis Kolinergik terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu
Agonis kolinergik yang bekerja langsung, agonis kolinergik yang bekerja tidak
langsung (reversible) dan agonis Kolinergik tidak langsung (irreversible)
a. Agonis Kolinergik yang bekerja langsung, bekerja meniru efek asetilkolin
dengan cara berikatan langsung pada kolinoseptor.
Contoh Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: Asetilkolin,
betanekol, karbakol, dan pilokarpin.
b. Agonis Kolinergik yang bekerja tidak langsung (reversibel), Obat ini dapat
berinteraksi secara kompetitif dengan sisi aktif enzim AChE dan dapat
terbalikkan / reversible.
Contoh Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: edrofonium,
neostigmin, fisostigmin, dan piridostigmin
c. Agonis Kolinergik yang bekerja tidak langsung (irreversibel), merupakan
sejumlah senyawa organofosfat sintetik mempunyai kapasitas untuk melekat
secara kovalen pada asetilkolinesterase. Keadaan ini memperpanjang efek
asetilkolin pada semua tempat pelepasannya.
Contoh Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: ekotiofat dan
isoflurofat.
2. Obat Antagonis Kolinergik
Obat Antagonis Kolinergik terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu Antagonis
kolinergik yang bekerja langsung, agonis kolinergik yang bekerja tidak langsung
(reversible) dan agonis Kolinergik tidak langsung (irreversible)
a. Obat Antimuskarinik, Obat golongan ini bekerja menyekat reseptor muskarinik
yang menyebabkan hambatan semua fungsi muskarinik. Selain itu, obat ini
menyekat sedikit perkeualian neuron simpatis yang juga kolinergik, seperti saraf
simpatis yang menuju kelenjar keringat
Contoh Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: atropin,
ipratropium, dan skopolamin.
b. Penyekat ganglionik, obat ini bekerja dengan menghentikan semua keluaran
sistem saraf otonom pada reseptor nikotinikrespon yang teramati memang
kompleks dan sulit diduga, sehingga tidak mungkin meperoleh kerja yang
selektif.
Contoh Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: mekamilamin,
nikotin, dan trimetafan.
c. Penyekat neuromuskular, , Obat penyekat neuromuskular ini strukturnya analog
dengan asetilkolin dan bekerja baik sebagai antagonis (tipe nondepolarisasi)
maupun agonis (tipe depolarisasi) terhadap reseptor yang terdapat cekungan
sambungan neuromuskular.
Contoh Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: atrakurium,
doksakurium, metokurin, mivakurium, pankuronium, piperkuronium,
rokuronium, suksinilkolin, tubokurarin, dan vekuronium.
I. Tes Formatif