ULKUS PEPTIKUM
1. DEFINISI
Gastritis erosif atau ulserasi duodenum adalah kondisi lambung dimana terjadi erosi
atau ulserasi lambung atau duodenum yang telah mencapai sistem pembuluh darah
lambung atau duodenum; dapat terjadi secara akut atau kronis.
Ulkus gastrik adalah ulserasi mukosa lambung yang disebabkan oleh rusaknya barier
pada mukosa, memungkinkan pencucian ulang asam hidroklorik.
2. ETIOLOGI
Penurunan Produksi Mukus
Kelebihan Asam
permeabilitas kapiler
- Sekresi asam lambung Normal
-Rusak
Pengosongan
lambung normal
barier mukosa lambung
- Peningkatan difusi asam lambung masuk kejaringan
Asam
lambung dan pepsin
Ulkus
Lambung
meningkat
3. PATOFISIOLOGI
ULKUS PEPTIKUM
4. PENATALAKSANAAN
a. ANTAGONIS H2
Yang termasuk antagonis reseptor H2 adalah Simetidine, Ranitidine, Nizatidine, dan
Famotidine. Senyawa-senyawa antagonis reseptor H2 secara kompetitif dan reversibel
berikatan dengan reseptor H2 di sel parietal, menyebabkan berkurangnya produksi
sitosolik siklik AMP dan sekresi histamine yang menstimulasi sekresi asam lambung.
Interaksi antara siklik AMP dan jalur kalsium menyebabkan inhibisi parsial asetilkolin
dan gastrin yang menstimulasi sekresi asam.
Yang potensinya paling lemah adalah simetidin sedangkan yang paling kuat adalah
Famotidin.
Ranitidin memiliki durasi yang lebih lama dari Simetidin. Ranitidine dan Simetidin
digunakan juga untuk profilaksis. Reseptor H2 terdapat di lambung, pembuluh darah
(menurunkan
tekanan
darah
dengan
menurunkan
resistensi
perifer,
positif
tukak duodenum.
Indikasi : Kegunaan terapi antagonis reseptor H2: Tukak peptic, Zoolinger Ellison
Syndrom, Tukak akut, dan GERD (Gastro Esophageal Refluks Disease) / heart burn.
Efek samping Antagonis reseptor H2 : Sakit kepala, pusing, mual, diare, obstipasi,
sakit otot dan sendi, sistem saraf pusat (kecemasan, halusinasi terutama pada orang
tua dan konsumsi jangka panjang), penurunan transaminase serum.
Macam Obat Antagonis H2 :
1. Simetidin
o Farmakologi : Memiliki struktur imidazole, dapat terdistribusi luas ke seluruh
tubuh, termasuk air susu dan dapat melewati plasenta. Diekskresi sebagian
besar lewat urin, memiliki t pendek, meningkat pada gangguan ginjal. 30%
dosis diinaktivasi lambat dalam hati. 70% dosis eksresi lewat urin dalam
bentuk tidak berubah.
o Dosis : dewasa 200 mg & 400 mg 3x / hari sebelum tidur atau 400 mg sebelum
sarapan & 400 mg sebelum tidur. Anak-anak 20-40 mg/kg BB/ hari.
o Efek Samping : lelah, pusing, diare, ruam, Jarang : ginekomastia, rasa bingung
yang reversibel, impotensi (pria), reaksi alergi, artralgia, mialgia, gangguan
darah, nefritis interstitial, sakit kepala, hepatotoksik, pankreatitis.
o Interaksi Obat : meningkatkan kadar lignokain, fenitoin, warfarin, teofilin,
beberapa golongan antiaritmia (benzodiazepin, -bloker, vasodilator) dalam
darah.
2. Ranitidine :
o Farmakologi : Memiliki cincin furan dan durasi yang lebih lama dan 5-10 kali
lebih potensial dari simetidin. Ranitidine dimetabolisme dalam hati.
o Dosis : 150 mg 2x / hari atau dosis tunggal 300 mg sebelum tidur.
o Efek samping : sakit kepala, pusing, gangguan gastro intestinal, ruam kulit.
Interaksi obat : ranitidin menurunkan bersihan warfarin, prokainamid, dan Nasetil prokainamid, meningkatkan absorpsi midazolam, menurunkan absorpsi
kobalamin.
3. Famotidin :
o Farmakologi : Memiliki struktur thiazole, serupa dengan Ranitidin pada aksi
farmakologi. Memiliki aksi 20-60 kali lebih potensial dari Simetidin dan 3-200
kali lebih potensial dari Ranitidin. Famotidin dimetabolisme dalam hati.
o Dosis : Ulkus duodenum terapi akut 40 mg 1 x / hari sebelum tidur atau 20 mg
2 x / hari, pemeliharaan 20 mg 1 x / hari sebelum tidur. Kondisi hipersekresi
patologis 20 mg 4 x / hari.
o Efek samping : konstipasi, diare, muntah, erupsi kulit, sakit kepala,
trombositopenia, nyeri sendi, penurunan nafsu makan.
o Interaksi obat : Antasid, ketokonazol, obat yang dimetabolisme melalui sistem
mikrosom hati (warfarin, teofilin, diazepam).
4. Nizatidin :
[(Al(OH)3],
Kalsium
(CaCO3),
Magnesium
trisilikat
lemah.
Penggunaannya bermacam-macam, selain pada tukak lambung-usus, juga pada
indigesti pada refluks oesophagitis ringan, dan pada gastritis. Obat ini dapat
mengurangi rasa nyeri di lambung dengan cepat (dalam beberapa menit). Efeknya
bertahan 20-60 menit bila diminum pada perut kosong dan sampai 3 jam bila
diminum 1 jam sesudah makan. Makanan dengan daya mengikat asam (susu) sama
digunakan pada terapi eradikasi tukak, selalu bersama dua atau tiga obat lain.
Waktu makan obat : Secara umum, keasamaan di lambung menurun segera setelah
makan dan mulai naik lagi satu jam kemudian hingga mencapai konsentrasi tinggi
tiga jam sesudah makan. Oleh karena itu, antasida harus digunakan lebih kurang
satu jam sesudah makan dan sebaiknya dalam bentuk suspensi. Telah dibuktikan
bahwa tablet bekerja kurang efektif dan lebih lambat, mungkin karena proses
pengeringan
selama
pembuatan
mengurangi
daya
netralisasinya.
Pada oesophagitis dan tukak lambung sebaiknya obat diminum 1 jam sesudah
makan dan sebelum tidur. Pada tukak usus 1 dan 3 jam sesudah makan dan
sebelum tidur.
Penyebab kegagalan pengobatan dengan antasida dapat terjadi karena frekuensi
pengobatan tidak adekuat, dosis yang diberikan tidak cukup, pemilihan sediaan
tidak tepat, dan sekresi asam lambung sewaktu tidur tidak terkontrol.
Nama Kimia
: 5-methoxy-2-[(4-methoxy-3,5-dimethylpyridin-2yl)methylsulfinyl]-1H-benzimidazole
Rumus Molekul
: C17H19N3O3S
Berat Molekul
: 345,4
Pemerian
Kelarutan
: Sangat sukar larut dalam air, larut dalam alcohol, methanol dan
diklorometan, sangat mudah larut dalam larutan alkali
FARMAKODINAMIK
sisanya melalui feses. Dalam bentuk garam natrium omeprazole diabsorpsi dengan
cepat. 95% natrium omeprazole terikat pada protein plasma.
DOSIS
Dosis yang dianjurkan 20 mg atau 40 mg, sekali sehari, kapsul harus ditelan utuh
dengan air (kapsul tidak dibuka, dikunyah, atau dihancurkan). Sebaiknya diminum
sebelum makan.
Penderita sindroma Zollinger Ellison dosis awal 20-120 mg sekali sehari, dosis
ini harus disesuaikan untuk masing-masing penderita. Untuk dosis lebih dari
80 mg sehari, dosis harus dibagi 2 kali sehari.
INDIKASI
Pengobatan jangka pendek tukak duodenal dan yang tidak responsif terhadap
obat-obat antagonis reseptor H2.
KONTRA INDIKASI
Penderita hipersensitif terhadap omeprazole
INTERAKSI OBAT
Omeprazole dapat memperpanjang eliminasi obat-obat yang dimetabolisme
melalui sitokrom P-450 dalam hati yaitu diazepam, warfarin, fenitoin.
Omeprazole mengganggu penyerapan obat-obat yang absorbsinya dipengaruhi
pH lambung seperti ketokonazole, ampicillin dan zat besi.
EFEK SAMPING
Omeprazole umumnya dapat ditoleransi dengan baik. Pada dosis besar dan
penggunaan yang lama, kemungkinan dapat menstimulasi pertumbuhan sel ECL
(enterochromaffin-likecells). Pada penggunaan jangka panjang perlu diperhatikan
adanya pertumbuhan bakteri yang berlebihan di saluran pencernaan.
d. ANALOG PROSTAGLANDIN
Mekanisme kerja :
Prostaglandin E2 dan I2 dihasilkan oleh mukosa lambung, menghambat seksresi
HCl dan merangsang seksresi mukus dan bikarbonat (efek sitoprotektif). Defisiensi
e. SUKRALFAT
Mekanisme kerja
Mekanisme Sukralfat atau aluminium sukrosa sulfat adalah disakarida sulfat yang
digunakan dalam penyakit ulkus peptik. Mekanisme kerjanya diperkirakan
melibatkan ikatan selektif pada jaringan ulkus yang nekrotik, dimana obat ini
bekerja sebagai sawar terhadap asam, pepsin, dan empedu. Obat ini mempunyai
efek perlindungan terhadap mukosa termasuk stimulasi prostaglandin mukosa.
Selain itu, sukralfat dapat langsung mengabsorpsi garam-garam empedu, aktivitas
ini nampaknya terletak didalam seluruh kompleks molekul dan bukan hasil kerja
sukralfat pada bagian ulkus lebih besar daripada pada jaringan normal.
Efek samping yang sering terjadi dari penggunaan obat ini yaitu konstipasi yang
disebabkan karena adanya aluminium. Sekitar 3-5% aluminium dari dosis
diabsorpsi dapat menyebabkan toksisitas aluminium pada penggunaan jangka
panjang. Resiko ini meningkat pada pasien dengan gangguan ginjal. Efek yang
jarang terjadi termasuk diare, mual, kesulitan mencerna, mulut kering, dan
mengantuk.
Dosis :
Dosis sukralfat adalah 2 g 2 kali sehari (pagi dan sebelum tidur malam) atau 1 g 4
kali sehari pada waktu lambung kosong (paling kurang 1 jam sebelum makan dan
sebelum tidur malam), diberikan selama 4-6 minggu atau pada kasus yang resisten
12 minggu, maksimal 8 g sehari. Anak-anak tidak dianjurkan mengkonsumsi obat
ini. Profilaksis tukak stress (suspensi), 1 g 6 kali sehari (maksimal 8 g sehari).
Saran untuk obat ini yaitu sediaan tablet dapat didispersikan dalam 10-15 ml air.
Obat ini juga diperlukan pH asam untuk diaktifkan dan sehingga tidak boleh
diberikan bersama antasid atau antagonis reseptor H2. Jika digunakan bersama
f. SENYAWA BISMUT
Mekanisme kerja :
Senyawa bismut juga bekerja secara selektif berikatan dengan ulkus, melapisi dan
melindungi ulkus dari asam dan pepsin. Postulat lain mengenai mekanisme
kerjanya termasuk penghambatan aktivitas pepsin, merangsang produksi mukosa,
dan meningkatkan sintesis prostaglandin. Obat ini mungkin juga mempunyai
beberapa aktivitas antimikroba terhadap H pylori. Bila dikombinasi dengan
lain. Sediaan tablet sama efektifnya dengan sediaan cair dan lebih enak.
Dosis :
Regimen dosis bismut dengan kombinasi 3 obat lain digunakan dalam lini pertama
pengobatan ulkus karena H pylori. Regimen ini terdiri dari antagonis reseptor H2
(omeprazole 40 mg 2 kali sehari), bismuth subsalisilat 525 mg 4 kali sehari,
metronidazol 250-500 mg 4 kali sehari, dan tetrasiklin 400 mg 4 kali sehari (atau
amoksisilin 500 mg 4 kali sehari atau klaritromisin 250-500 mg 4 kali sehari).