Antagonis H2
Yang termasuk antagonis reseptor H2 adalah Simetidine, Ranitidine, Nizatidine, dan Famotidine.
Senyawa-senyawa antagonis reseptor H2 secara kompetitif dan reversibel berikatan dengan reseptor
H2 di sel parietal, menyebabkan berkurangnya produksi sitosolik siklik AMP dan sekresi histamine
yang menstimulasi sekresi asam lambung. Interaksi antara siklik AMP dan jalur kalsium
menyebabkan inhibisi parsial asetilkolin dan gastrin yang menstimulasi sekresi asam.
Yang potensinya paling lemah adalah simetidin sedangkan yang paling kuat adalah Famotidin.
Ranitidin memiliki durasi yang lebih lama dari Simetidin. Ranitidine dan Simetidin digunakan juga
untuk profilaksis. Reseptor H2 terdapat di lambung, pembuluh darah (menurunkan tekanan darah
dengan menurunkan resistensi perifer, positif kronotropisme, inotropik positif).
Antagonis reseptor H2 menghambat secara sempurna sekresi asam lambung yang sekresinya
diinduksi oleh histamin maupun gastrin, tetapi menghambat secara parsial sekresi asam lambung yang
sekresinya diinduksi oleh asetilkolin. Hal tersebut dapat terjadi dengan melihat kembali mekanisme
sintesis asam lambung di sel parietal.
Antagonis reseptor H2 juga menghambat sekresi asam lambung yang distimulasi oleh makanan,
insulin, kafein, pentagastrin, dan nokturnal. Antagonis reseptor H2 mengurangi volume cairan
lambung dan konsentrasi H+. Seluruh senyawa yang termasuk antagonis reseptor H2 efektif
menyembuhkan tukak lambung maupun tukak duodenum. Secara umum kekambuhan setelah terapi
umumnya berhenti (60-100%).
Kegunaan terapi antagonis reseptor H2: Tukak peptic, Zoolinger Ellison Syndrom, Tukak akut, dan
GERD (Gastro Esophageal Refluks Disease) / heart burn.
Efek samping Antagonis reseptor H2
Sakit kepala, pusing, mual, diare, obstipasi, sakit otot dan sendi, sistem saraf pusat (kecemasan,
halusinasi terutama pada orang tua dan konsumsi jangka panjang), penurunan transaminase serum.
Simetidin, memiliki struktur imidazole, dapat terdistribusi luas ke seluruh tubuh, termasuk air susu
dan dapat melewati plasenta.
Diekskresi sebagian besar lewat urin, memiliki t pendek, meningkat pada gangguan ginjal. 30%
dosis diinaktivasi lambat dalam hati. 70% dosis eksresi lewat urin dalam bentuk tidak berubah.
Dosis : dewasa 200 mg & 400 mg 3x / hari sebelum tidur atau 400 mg sebelum sarapan & 400 mg
sebelum tidur. Anak-anak 20-40 mg/kg BB/ hari.
Efek Samping : lelah, pusing, diare, ruam, Jarang : ginekomastia, rasa bingung yang reversibel,
impotensi (pria), reaksi alergi, artralgia, mialgia, gangguan darah, nefritis interstitial, sakit kepala,
hepatotoksik, pankreatitis.
Interaksi Obat : meningkatkan kadar lignokain, fenitoin, warfarin, teofilin, beberapa golongan
antiaritmia (benzodiazepin, -bloker, vasodilator) dalam darah.
Ranitidine, memiliki cincin furan dan durasi yang lebih lama dan 5-10 kali lebih potensial dari
simetidin. Ranitidine dimetabolisme dalam hati.
Antasida sistemik, diabsorpsi dalam usus halus sehingga dapat menyebabkan urin bersifat alkali.
Untuk keadaan pasien dengan gangguan ginjal, dapat terjadi alkalosis metabolik sehingga saat ini
penggunaannya sudah jarang. Contoh antasida sistemik adalah Natrium bikarbonat (NaHCO3).
Antasida non sistemik, tidak diabsorpsi dalam usus sehingga tidak menimbulkan alkalosis
metabolik. Salah satunya adalah Magnesium [Mg(OH)2], Aluminium [(Al(OH)3], Kalsium (CaCO3),
Magnesium trisilikat (Mg2Si3O8nH2O), Magaldrat.
Mg(OH)2 memiliki efek netralisasi yang lebih lama dibandingkan NaHCO3 atau CaCO3, sedangakan
Magnesium trisilikat, Al(OH)3 dan Aluminium fosfat memiliki aktivitas antasid yang lemah.
Penggunaannya bermacam-macam, selain pada tukak lambung-usus, juga pada indigesti pada refluks
oesophagitis ringan, dan pada gastritis. Obat ini dapat mengurangi rasa nyeri di lambung dengan cepat
(dalam beberapa menit). Efeknya bertahan 20-60 menit bila diminum pada perut kosong dan sampai 3
jam bila diminum 1 jam sesudah makan. Makanan dengan daya mengikat asam (susu) sama efektifnya
terhadap nyeri.
Peninggian pH
Garam-garam magnesium dan Na-bikarbonat menaikkan pH isi lambung sampai 6-8, CaCO3 sampai
pH 5-6 dan garam-garam aluminium hidroksida sampai maksimal pH 4-5.
Kehamilan dan Laktasi
Wanita hamil sering kali dihinggapi gangguan refluks dan rasa terbakar asam. Antasida dengan
aluminium hidroksida dan magnesiumhidroksida boleh diberikan selama kehamilan dan laktasi.
Secara umum, keasamaan di lambung menurun segera setelah makan dan mulai naik lagi satu jam
kemudian hingga mencapai konsentrasi tinggi tiga jam sesudah makan. Oleh karena itu, antasida
harus digunakan lebih kurang satu jam sesudah makan dan sebaiknya dalam bentuk suspensi. Telah
dibuktikan bahwa tablet bekerja kurang efektif dan lebih lambat, mungkin karena proses pengeringan
selama pembuatan mengurangi daya netralisasinya.
Pada oesophagitis dan tukak lambung sebaiknya obat diminum 1 jam sesudah makan dan sebelum
tidur. Pada tukak usus 1 dan 3 jam sesudah makan dan sebelum tidur.
Penyebab kegagalan pengobatan dengan antasida dapat terjadi karena frekuensi pengobatan tidak
adekuat, dosis yang diberikan tidak cukup, pemilihan sediaan tidak tepat, dan sekresi asam lambung
sewaktu tidur tidak terkontrol.
Mekanisme kerja
Obat-obat golongan proton pump inhibitor mengurangi sekresi asam lambung dengan jalan
menghambat enzim H+, K+, ATPase (enzim ini dikenal sebagai pompa proton) secara selektif dalam
sel-sel parietal. Enzim pompa proton bekerja memecah KH ATP yang kemudian akan menghasilkan
energi yang digunakan untuk mengeluarkan asam dari kanalikuli sel parietal ke dalam lumen
lambung. Ikatan antara bentuk aktif obat dengan gugus sulfhidril dari enzim ini yang menyebabkan
terjadinya penghambatan terhadap kerja enzim. Kemudian dilanjutkan dengan terhentinya produksi
asam lambung.
Farmakologi
Dosis : 20 mg sehari, kecuali untuk pasien sindrom Zollinger-Ellison yang memerlukan 60-70 mg
sehari.
Penghambatan terhadap enzim pompa proton maksimal bertahan selama 4 jam, tetapi produksi asam
lambat kembali ke jumlah normal (3-5 hari setelah pemakaian dosis tunggal). Kerjanya panjang akibat
akumulasi di sel-sel parietal. Kadar penghambatannya tergantung dosis dan pada umumnya lebih kuat
dari AH2.
Obat-obat golongan ini memiliki digunakan untuk mengobati tukak peptik dan sindrom ZollingerEllison.
Farmakokinetik
Obat-obat golongan ini mempunyai masalah bioavailabilitas karena mengalami aktivitasi di dalam
lambung lalu terikat pada berbagai gugus sulfhidril mukus dan makanan. Oleh karena itu, sebaiknya
diberikan dalam bentuk tablet salut enterik.
Obat-obat golongan ini mengalami metabolisme lengkap. Tidak ditemukan dalam bentuk asal di urin,
20% dari obat radioaktif yang ditelan ditemukan dalam tinja.
Efek Samping
Penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan kenaikan gastrin darah dan dapat menimbulkan
tumor karsinoid pada tikus percobaan. Pada manusia belum dapat dibuktikan.
Interaksi Obat
1. Omeprazol dengan Diazepam terjadi peningkatan kadar Diazepam.
2. Omeprazol dengan Barbiturat memanjangkan waktu tidur yang merupakan efek dari Barbiturat.
ANALOG PROSTAGLANDIN
Mekanisme kerja
Prostaglandin E2 dan I2 dihasilkan oleh mukosa lambung, menghambat seksresi HCl dan merangsang
seksresi mukus dan bikarbonat (efek sitoprotektif). Defisiensi prostaglandin diduga terlibat dalam
patogenesis ulkus peptikum.
Farmakologi dan farmakokinetik
Misoprostol yaitu analog prostaglandin E digunakan untuk mencegah ulkus lambung yang disebabkan
antiinflamasi non steroid (NSAIDs). Obat ini kurang efektif bila dibandingkan antagonis H2 untuk
pengobatan akut ulkus peptikum.
Efek samping yang sering timbul adalah diare dan mual. Selain itu, menyebabkan kontraksi uterus
dan menjadi kontraindikasi selama kehamilan.
Dosis 200 g 4x sehari atau 400 g 2x sehari
SUKRALFAT
Mekanisme kerja
Mekanisme Sukralfat atau aluminium sukrosa sulfat adalah disakarida sulfat yang digunakan dalam
penyakit ulkus peptik. Mekanisme kerjanya diperkirakan melibatkan ikatan selektif pada jaringan
ulkus yang nekrotik, dimana obat ini bekerja sebagai sawar terhadap asam, pepsin, dan empedu. Obat
ini mempunyai efek perlindungan terhadap mukosa termasuk stimulasi prostaglandin mukosa. Selain
itu, sukralfat dapat langsung mengabsorpsi garam-garam empedu, aktivitas ini nampaknya terletak
didalam seluruh kompleks molekul dan bukan hasil kerja ion aluminium saja.
Farmakologi dan farmakokinetik
Sukralfat dapat digunakan untuk mengobati ulkus, tetapi lebih utama digunakan dalam pencegahan
stress ulserasi. Diindikasikan untuk penggunaan jangka pendek, dan lebih efektif pada ulkus usus.
Obat ini sukar diabsorpsi secara sistemik (meskipun telah didokumentasikan adanya peningkatan
kadar obat ini dalam darah pada penderita gagal ginjal). Berikatan dengan protein bebas, dan
konsentrasi sukralfat pada bagian ulkus lebih besar daripada pada jaringan normal. Efek samping
yang sering terjadi dari penggunaan obat ini yaitu konstipasi yang disebabkan karena adanya
aluminium. Sekitar 3-5% aluminium dari dosis diabsorpsi dapat menyebabkan toksisitas aluminium
pada penggunaan jangka panjang. Resiko ini meningkat pada pasien dengan gangguan ginjal. Efek
yang jarang terjadi termasuk diare, mual, kesulitan mencerna, mulut kering, dan mengantuk.
Dosis
Dosis sukralfat adalah 2 g 2 kali sehari (pagi dan sebelum tidur malam) atau 1 g 4 kali sehari pada
waktu lambung kosong (paling kurang 1 jam sebelum makan dan sebelum tidur malam), diberikan
selama 4-6 minggu atau pada kasus yang resisten 12 minggu, maksimal 8 g sehari. Anak-anak tidak
dianjurkan mengkonsumsi obat ini. Profilaksis tukak stress (suspensi), 1 g 6 kali sehari (maksimal 8 g
sehari). Saran untuk obat ini yaitu sediaan tablet dapat didispersikan dalam 10-15 ml air. Obat ini juga
diperlukan pH asam untuk diaktifkan dan sehingga tidak boleh diberikan bersama antasid atau
antagonis reseptor H2. Jika digunakan bersama antasida harus diberikan 30 menit sebelum atau
sesudah sukralfat.
Interaksi obat
Sukralfat dapat menurunkan absorpsi siprofloksasin, norfloksasin, ofloksasin, tetrasiklin, warfarin,
fenitoin, ketokonazol, glikosida jantung, dan tiroksin, simetidin, ranitidin dan teofilin.
SENYAWA BISMUT
Mekanisme kerja
Senyawa bismut juga bekerja secara selektif berikatan dengan ulkus, melapisi dan melindungi ulkus
dari asam dan pepsin. Postulat lain mengenai mekanisme kerjanya termasuk penghambatan aktivitas
pepsin, merangsang produksi mukosa, dan meningkatkan sintesis prostaglandin. Obat ini mungkin
juga mempunyai beberapa aktivitas antimikroba terhadap H pylori. Bila dikombinasi dengan
antibiotik seperti metronidazol dan tetrasiklin, kecepatan penyembuhan ulkus mencapai 98%. Biaya
dan potensi toksisitas dari regimen ini dapat membatasi penggunanya pada ulkus yang serius atau
pada penderita yang sering kambuh. Garam bismut tidak menghambat ataupun menetralisasi asam.
Farmakologi dan farmakokinetik
Bismut subsalisilat (Pepto-Bismol) telah digunakan dalam uji di AS. Ketidaknormalan ginjal dapat
menurunkan eliminasi bismut, sehingga perlu perhatian penggunaannya pada pasien lanjut usia dan
gagal ginjal. Bismut subsalisilat dapat menyebabkan sensitif terhadap salisilat dan perdarahan, dan
perlu perhatian juga pada pasien yang menerima terapi dengan salisilat. Pasien harus diberitahu
bahwa garam bismut dapat menyebabkan warna hitam pada tinja dan lidah (jika menggunakan
sediaan cair). Trikalium disitratobismutat telah diuji secara luas di Eropa dan memperlihatkan proses
penyembuhan ulkus lambung dan ulkus duodenum lebih baik dari plasebo. Trikalium
disitratobismutat memilki masa tinggal lebih panjang jika dinbanding dengan antagonis reseptor H2,
tetapi masih terjadi kambuh dan sekarang telah dikembangkan aturan pakai regimen yang melibatkan
antibiotika. Meskipun kandungan bismutnya rendah, tetapi telah dilaporkan terjadinya absorpsi. Efek
sampingnya yaitu dapat membuat lidah berwarna gelap dan wajah kehitaman, mual dan muntah, dan
belum ada laporan tentang terjadinya ensefalopati pada pemakaian jangka panjang senyawa bismut
lain. Sediaan tablet sama efektifnya dengan sediaan cair dan lebih enak.
Dosis
Regimen dosis bismut dengan kombinasi 3 obat lain digunakan dalam lini pertama pengobatan ulkus
karena H pylori. Regimen ini terdiri dari antagonis reseptor H2 (omeprazole 40 mg 2 kali sehari),
bismuth subsalisilat 525 mg 4 kali sehari, metronidazol 250-500 mg 4 kali sehari, dan tetrasiklin 400
mg 4 kali sehari (atau amoksisilin 500 mg 4 kali sehari atau klaritromisin 250-500 mg 4 kali sehari).
Jangka waktu pemakaian regimen dosis ini yaitu 14 hari.
Interaksi obat
Trikalium disitratobismutat dapat menurunkan absorpsi tetrasiklin.
Penggunaan Obat Golongan Proton Pump Inhibitor (Omeprazol) Pada Terapi Tukak Lambung
Posted on January 4, 2008 | 1 Comment
Tukak lambung merupakan salah satu penyakit yang mengganggu sistem gastrointestinal. Tukak
lambung disebabkan oleh adanya ketidak seimbangan antara mekanisme pertahanan dan perbaikan
mukosa lambung dengan asam lambung dan pepsin.
Asam lambung disekresi oleh sel parietal lambung. Pepsinogen disekresi oleh sel shief pada fundus
lambung.Pertahanan mukosa lambung dimaksudkan untuk melindungi lambung dari bahan dari dalam
maupun bahan dari luar tubuh yang berbahaya. Perbaikan mukosa lambung terjadi saat timbul luka
pada lambung akibat penggantian sel epitel.
Gangguan pertahanan dan perbaikan mukosa lambung terutama disebabkan oleh infeksi Hellicobacter
pylori (HP) dan penggunaan NSAIDs. HP merupakan bakteri gram negatif, berbentuk spiral, sensitif
terhadap pH, dan merupakan mikroaerofilik yang terletak antara lapisan mukus dan permukaan sel
epitel lambung. HP berpengaruh pada kerusakan langsung mukosa dan perubahan imunitas host.
NSAIDs atau obat anti inflamasi non-steroid, menyebabkan kerusakan mukosa dengan 2 mekanisme,
yaitu: mengiritasi langsung pada epitel lambung dan menghambat pembentukan prostaglandin.
Prostaglandin berguna untuk mempertahankan mukosa gastrointestinal.
Sebelum dilakukan terapi penyembuhan tukak lambung maka perlu ditentukan penatalaksanaan terapi
yang meliputi sasaran terapi, tujuan terapi, dan strategi terapi. Dalam terapi tukak lambung yang
menjadi sasaran terapi adalah menetralkan asam lambung, melindungi pertahanan mukosa, dan
membunuh HP (hal ini dilakukan jika tukak lambung disebabkan oleh infeksi HP). Tujuan terapi
tukak lambung adalah menyembuhkan tukak, mencegah tukak kambuh, menghilangkan nyeri tukak,
dan menghindari terjadinya komplikasi. Strategi terapi untuk tukak lambung meliputi terapi nonfarmakologis dan farmakologis. Terapi non-farmakologis dapat dilakukan dengan menghentikan
penggunaan NSAIDs dan obat-obat lain yang memiliki efek samping tukak lambung, menghindari
stress yang berlebihan, menghindari makanan dan minuman yang dapat memperburuk gejala tukak
lambung dan menjaga sanitas baik diri sendiri maupun lingkungan.
1. H2 reseptor antagonis
Mekanisme kerja : mengurangi sekresi asam dengan cara memblok reseptor histamin dalam sel-sel
parietal lambung.
Mekanisme kerja : mengontrol sekresi asam lambung dengan cara menghambat pompa proton yang
mentranspor ion H+ keluar dari sel parietal lambung.
3. Bismuth chelate
Kombinasi bismuth dengan ranitidin yang dikenal sebagai ranitidin bismuth sitrat jika
dikombinasikan dengan 1 atau 2 antibiotik dapat ampuh membasmi HP.
Efek samping obat ini dapat terakumulasi pada pasien yang memiliki gangguan fungsi ginjal.
4. Sukralfat
Mekanisme kerja : melindungi mukosa dengan cara membentuk gel yang sangat lengket dan dapat
melekat kuat pada dasar tukak sehingga menutupi tukak.
5. Antasida
Mekanisme kerja : menetralkan asam lambung dengan cara meningkatkan pH lumen lambung.
Obat ini hanya menetralkan asam lambung tetapi tidak dapat menyembuhkan tukak.
6. Misoprostol
7. Antibiotik
Antibiotik digunakan untuk membasmi HP. Dalam pengobatan tukak lambung, antibiotik yang
digunakan biasanya kombinasi 2 antibiotik. Hal ini bertujuan untuk menghindari resistensi antibiotik.
Dalam menentukan pilihan obat untuk terapi farmakologis tukak lambung, perlu dilakukan
penyesuaian dengan mempertimbangkan sasaran terapi dan faktor-faktor penyebab terjadinya tukak
lambung. Misalnya: jika tukak lambung disebabkan karena infeksi HP maka dalam terapi digunakan
obat golongan H2 reseptor antagonis atau proton pump inhibitor untuk mengurangi sekresi asam
lambung dan perlu ditambahkan antibiotik untuk membasmi HP. Namun jika tukak lambung tidak
disebabkan oleh HP maka terapi tukak lambung tidak perlu menggunakan antibiotik, terapi yang
diberikan cukup dengan obat yang dapat menetralkan asam lambung atau dengan obat yang dapat
mengurangi sekresi asam lambung.
Obat pilihan untuk terapi tukak lambung tanpa infeksi HP salah satunya yaitu omeprazol, yang
merupakan obat golongan proton pump inhibitor.
Nama dagang : Protop, Pumpitor, Norsec, Lambuzole, Loklor, Losec, OMZ, Prilos,
Socid, Contral, Dudencer, Opm, Onic, Promezol, Stomacer, Prohibit, Ulzol,
Zollocid, Zepral, Lokev, Meisec, Omevell, Ozid
Indikasi : Tukak lambung, tukak duodenum, tukak esofagus, refluk esofagus, sindrom ZollingerEllison, tukak yang resisten, pembasmian HP saat dikombinasi dengan antibiotik, pendarahan
gastrointestinal bagian atas, tukak karena NSAIDs. Omeprazol digunakan untuk terapi jangka pendek
dan jangka panjang.
Kontraindikasi : Pasien yang hipersensitif terhadap omeprasol, atau obat turunan benzimidazol seperti
lansoprazol, pantoprazol, esomeprazol, dan rabeprazol.
Kapsul lepas lambat berisi granul bersalut enterik (10 mg, 20 mg, 40 mg).
Dosis dan aturan pakai : 20-40 mg sekali sehari selama 4-8 minggu. Omeprazol diminum 15-30 menit
sebelum makan pagi. Tablet atau kapsul omeprazol diminum dengan cara langsung ditelan
menggunakan air. Jangan menguyah atau menghancurkan tablet omeprazol dan jangan membuka
kapsul omeprazol karena obat ini didesain untuk lepas lambat.
Efek samping : Diare, sakit kepala, konstipasi, mual, muntah, nyeri perut, batuk, rasa letih, nyeri
punggung, gejala flu, ruam kulit.
Resiko khusus :
Wanita hamil : terdapat laporan omeprazol menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang
dilahirkan oleh wanita yang mengkonsumsi omeprazol selama hamil. Omeprazol diberikan pada
wanita hamil apabila manfaat lebih besar daripada resiko pada janin.
Wanita menyusui : omeprazol didistribusikan ke air susu maka sebaiknya omeprazol tidak digunakan
pada wanita menyusui, penggunaan omeprazol pada wanita menyusui dapat diganti dengan obat
golongan antasida.
Pasien cirrhosis : jumlah obat di dalam tubuh akan meningkat jika dibandingkan dengan pasien
tanpa penyakit tambahan.
Pustaka
Berardi, R.R., dkk., 2004, Handbook of Nonprescreption Drugs, 14th ed., American Pharmacist
Association, Washington.
Dollery, C.,1999, Therapeutic Drugs, 2nd ed., vol. 2 (I-Z), Churcill Livingstone, United Kingdom.
Dipiro, J.T., 1997, Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach, 3rd ed., 629-646, A Simon and
Schuster Company, USA.
Evoy, G.K.M., 2005, AHFS Drug Information, American Society of Health-System Pharmacists,
USA.
Neal, M.J., 2005, At A Glance Farmakologi Medis, 5th ed., 30-31, diterjemahkan oleh Juwalita
Surapsari, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Tukak lambung merupakan salah satu penyakit yang mengganggu sistem gastrointestinal. Tukak
lambung disebabkan oleh adanya ketidak seimbangan antara mekanisme pertahanan dan perbaikan
mukosa lambung dengan asam lambung dan pepsin.
Asam lambung disekresi oleh sel parietal lambung. Pepsinogen disekresi oleh sel shief pada fundus
lambung.Pertahanan mukosa lambung dimaksudkan untuk melindungi lambung dari bahan dari dalam
maupun bahan dari luar tubuh yang berbahaya. Perbaikan mukosa lambung terjadi saat timbul luka
pada lambung akibat penggantian sel epitel.
Gangguan pertahanan dan perbaikan mukosa lambung terutama disebabkan oleh infeksi Hellicobacter
pylori (HP) dan penggunaan NSAIDs. HP merupakan bakteri gram negatif, berbentuk spiral, sensitif
terhadap pH, dan merupakan mikroaerofilik yang terletak antara lapisan mukus dan permukaan sel
epitel lambung. HP berpengaruh pada kerusakan langsung mukosa dan perubahan imunitas host.
NSAIDs atau obat anti inflamasi non-steroid, menyebabkan kerusakan mukosa dengan 2 mekanisme,
yaitu: mengiritasi langsung pada epitel lambung dan menghambat pembentukan prostaglandin.
Prostaglandin berguna untuk mempertahankan mukosa gastrointestinal.
Sebelum dilakukan terapi penyembuhan tukak lambung maka perlu ditentukan penatalaksanaan terapi
yang meliputi sasaran terapi, tujuan terapi, dan strategi terapi. Dalam terapi tukak lambung yang
menjadi sasaran terapi adalah menetralkan asam lambung, melindungi pertahanan mukosa, dan
membunuh HP (hal ini dilakukan jika tukak lambung disebabkan oleh infeksi HP). Tujuan terapi
tukak lambung adalah menyembuhkan tukak, mencegah tukak kambuh, menghilangkan nyeri tukak,
dan menghindari terjadinya komplikasi. Strategi terapi untuk tukak lambung meliputi terapi nonfarmakologis dan farmakologis. Terapi non-farmakologis dapat dilakukan dengan menghentikan
penggunaan NSAIDs dan obat-obat lain yang memiliki efek samping tukak lambung, menghindari
stress yang berlebihan, menghindari makanan dan minuman yang dapat memperburuk gejala tukak
lambung dan menjaga sanitas baik diri sendiri maupun lingkungan.
1. H2 reseptor antagonis
Mekanisme kerja : mengurangi sekresi asam dengan cara memblok reseptor histamin dalam sel-sel
parietal lambung.
Mekanisme kerja : mengontrol sekresi asam lambung dengan cara menghambat pompa proton yang
mentranspor ion H+ keluar dari sel parietal lambung.
3. Bismuth chelate
Kombinasi bismuth dengan ranitidin yang dikenal sebagai ranitidin bismuth sitrat jika
dikombinasikan dengan 1 atau 2 antibiotik dapat ampuh membasmi HP.
Efek samping obat ini dapat terakumulasi pada pasien yang memiliki gangguan fungsi ginjal.
4. Sukralfat
Mekanisme kerja : melindungi mukosa dengan cara membentuk gel yang sangat lengket dan dapat
melekat kuat pada dasar tukak sehingga menutupi tukak.
5. Antasida
Mekanisme kerja : menetralkan asam lambung dengan cara meningkatkan pH lumen lambung.
Obat ini hanya menetralkan asam lambung tetapi tidak dapat menyembuhkan tukak.
6. Misoprostol
7. Antibiotik
Antibiotik digunakan untuk membasmi HP. Dalam pengobatan tukak lambung, antibiotik yang
digunakan biasanya kombinasi 2 antibiotik. Hal ini bertujuan untuk menghindari resistensi antibiotik.
Dalam menentukan pilihan obat untuk terapi farmakologis tukak lambung, perlu dilakukan
penyesuaian dengan mempertimbangkan sasaran terapi dan faktor-faktor penyebab terjadinya tukak
lambung. Misalnya: jika tukak lambung disebabkan karena infeksi HP maka dalam terapi digunakan
obat golongan H2 reseptor antagonis atau proton pump inhibitor untuk mengurangi sekresi asam
lambung dan perlu ditambahkan antibiotik untuk membasmi HP. Namun jika tukak lambung tidak
disebabkan oleh HP maka terapi tukak lambung tidak perlu menggunakan antibiotik, terapi yang
diberikan cukup dengan obat yang dapat menetralkan asam lambung atau dengan obat yang dapat
mengurangi sekresi asam lambung.
Obat pilihan untuk terapi tukak lambung tanpa infeksi HP salah satunya yaitu omeprazol, yang
merupakan obat golongan proton pump inhibitor.
Nama dagang : Protop, Pumpitor, Norsec, Lambuzole, Loklor, Losec, OMZ, Prilos,
Socid, Contral, Dudencer, Opm, Onic, Promezol, Stomacer, Prohibit, Ulzol,
Zollocid, Zepral, Lokev, Meisec, Omevell, Ozid
Indikasi : Tukak lambung, tukak duodenum, tukak esofagus, refluk esofagus, sindrom ZollingerEllison, tukak yang resisten, pembasmian HP saat dikombinasi dengan antibiotik, pendarahan
gastrointestinal bagian atas, tukak karena NSAIDs. Omeprazol digunakan untuk terapi jangka pendek
dan jangka panjang.
Kontraindikasi : Pasien yang hipersensitif terhadap omeprasol, atau obat turunan benzimidazol seperti
lansoprazol, pantoprazol, esomeprazol, dan rabeprazol.
Kapsul lepas lambat berisi granul bersalut enterik (10 mg, 20 mg, 40 mg).
Dosis dan aturan pakai : 20-40 mg sekali sehari selama 4-8 minggu. Omeprazol diminum 15-30 menit
sebelum makan pagi. Tablet atau kapsul omeprazol diminum dengan cara langsung ditelan
menggunakan air. Jangan menguyah atau menghancurkan tablet omeprazol dan jangan membuka
kapsul omeprazol karena obat ini didesain untuk lepas lambat.
Efek samping : Diare, sakit kepala, konstipasi, mual, muntah, nyeri perut, batuk, rasa letih, nyeri
punggung, gejala flu, ruam kulit.
Resiko khusus :
Wanita hamil : terdapat laporan omeprazol menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang
dilahirkan oleh wanita yang mengkonsumsi omeprazol selama hamil. Omeprazol diberikan pada
wanita hamil apabila manfaat lebih besar daripada resiko pada janin.
Wanita menyusui : omeprazol didistribusikan ke air susu maka sebaiknya omeprazol tidak digunakan
pada wanita menyusui, penggunaan omeprazol pada wanita menyusui dapat diganti dengan obat
golongan antasida.
Pasien cirrhosis : jumlah obat di dalam tubuh akan meningkat jika dibandingkan dengan pasien
tanpa penyakit tambahan.
Pustaka
Berardi, R.R., dkk., 2004, Handbook of Nonprescreption Drugs, 14th ed., American Pharmacist
Association, Washington.
Dollery, C.,1999, Therapeutic Drugs, 2nd ed., vol. 2 (I-Z), Churcill Livingstone, United Kingdom.
Dipiro, J.T., 1997, Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach, 3rd ed., 629-646, A Simon and
Schuster Company, USA.
Evoy, G.K.M., 2005, AHFS Drug Information, American Society of Health-System Pharmacists,
USA.
Neal, M.J., 2005, At A Glance Farmakologi Medis, 5th ed., 30-31, diterjemahkan oleh Juwalita
Surapsari, Penerbit Erlangga, Jakarta.
1 Comment
Makanan yang masuk ke dalam tubuh akan melalui lambung, usus halus, dan akhirnya menuju usus
besar/kolon. Di dalam kolon inilah terjadi penyerapan cairan dan pembentukan massa feses. Bila
massa feses berada terlalu lama dalam kolon, jumlah cairan yang diserap juga banyak, akibatnya
konsistensi feses menjadi keras dan kering sehingga dapat menyulitkan pada saat pengeluaran feses.
Konstipasi merupakan suatu kondisi di mana seseorang mengalami kesulitan defekasi akibat tinja
yang mengeras, otot polos usus yang lumpuh maupun gangguan refleks defekasi (Arif & Sjamsudin,
1995) yang mengakibatkan frekuensi maupun proses pengeluaran feses terganggu. Frekuensi
defekasi/buang air besar (BAB) yang normal adalah 3 sampai 12 kali dalam seminggu. Namun,
seseorang baru dapat dikatakan konstipasi jika ia mengalami frekuensi BAB kurang dari 3 kali dalam
seminggu, disertai konsistensi feses yang keras, kesulitan mengeluarkan feses (akibat ukuran feses
besar-besar maupun akibat terjadinya gangguan refleks defekasi), serta mengalami sensasi rasa tidak
puas pada saat BAB (McQuaid, 2006). Orang yang frekuensi defekasi/BAB-nya kurang dari normal
belum tentu menderita konstipasi jika ukuran maupun konsistensi fesesnya masih normal. Konstipasi
juga dapat disertai rasa tidak nyaman pada bagian perut dan hilangnya nafsu makan.
Konstipasi sendiri sebenarnya bukanlah suatu penyakit, tetapi lebih tepat disebut gejala yang dapat
menandai adanya suatu penyakit atau masalah dalam tubuh (Dipiro, et al, 2005), misalnya terjadi
gangguan pada saluran pencernaan (irritable bowel syndrome), gangguan metabolisme (diabetes),
maupun gangguan pada sistem endokrin (hipertiroidisme).
TREATMENT KONSTIPASI
Sasaran Terapi Konstipasi yaitu: (1) massa feses, (2) refleks peristaltik dinding kolon. Tujuan
Terapinya adalah menghilangkan gejala, artinya pasien tidak lagi mengalami konstipasi atau proses
defekasi/BAB (meliputi frekuensi dan konsistensi feses) kembali normal. Strategi Terapi dapat
menggunakan terapi farmakologis maupun non-farmakologis. Terapi non-farmakologis digunakan
untuk meningkatkan frekuensi BAB pada pasien konstipasi, yaitu dengan menambah asupan serat
sebanyak 10-12 gram per hari dan meningkatkan volume cairan yang diminum, serta meningkatkan
aktivitas fisik/olah raga. Sumber makanan yang kaya akan serat, antara lain: sayuran, buah, dan
gandum. Serat dapat menambah volume feses (karena dalam saluran pencernaan manusia ia tidak
dicerna), mengurangi penyerapan air dari feses, dan membantu mempercepat feses melewati usus
sehingga frekuensi defekasi/BAB meningkat (Dipiro, et al, 2005).
Pencahar yang melunakkan feses secara umum merupakan senyawa yang tidak diabsorpsi dalam
saluran pencernaan dan beraksi dengan meningkatkan volume padatan feses dan melunakkan feses
supaya lebih mudah dikeluarkan. Pencahar bulk-forming meningkatkan volume feses dengan menarik
air dan membentuk suatu hidrogel sehingga terjadi peregangan dinding saluran cerna dan merangsang
gerak peristaltik. Penggunaan obat pencahar ini perlu memperhatikan asupan cairan kedalam tubuh
harus mencukupi, jika tidah bahaya terjadi dehidrasi.
Derivat difenilmetan yang biasa digunakan adalah bisakodil dan fenolptalein. Senyawa-senyawa ini
merangsang sekresi cairan dan saraf pada mukosa kolon yang mengakibatkan kontraksi kolon
sehingga terjadi pergerakan usus (peristaltik) dalam waktu 6-12 jam setelah diminum, atau 15-60
menit setelah diberikan melalui rektal. Namun penggunaan fenilptalein sudah dilarang karena bersifat
karsinogen. Senyawa ini tidak direkomendasikan untuk digunakan tiap hari. Jarak antara setiap kali
penggunaan harus cukup lama, sekitar beberapa minggu, untuk mengobati konstipasi ataupun untuk
mempersiapkan pengosongan kolon jika diperlukan untuk pembedahan.
Saline cathartics merupakan garam anorganik yang mengandung ion-ion seperti Mg, S, P, dan sitrat,
yang bekerja dengan mempertahankan air tetap dalam saluran cerna sehingga terjadi peregangan pada
dinding usus, yang kemudian merangsang pergerakan usus (peristaltik). Selain itu, Mg juga
merangsang sekresi kolesitokinin, suatu hormon yang merangsang pergerakan usus besar dan sekresi
cairan. Senyawa ini dapat diminum ataupun diberikan secara rektal. Pencahar saline ini juga dapat
digunakan untuk mengosongkan kolon dengan cepat sebagai persiapan sebelum pemeriksaan
radiologi, endoskopi, dan pembedahan pada bagian perut (Gangarosa & Seibertin, 2003).
Secara umum, penggunaan pencahar untuk mengatasi konstipasi sebaiknya dihindari. Namun, jika
konstipasi yang terjadi dapat menimbulkan keparahan kondisi pasien, misalnya pada pasien wasir atau
pasien yang baru menjalani pembedahan perut, penggunaan obat pencahar sangat diperlukan. Berikut
adalah obat yang dipilih untuk digunakan mengatasi konstipasi yang tidak cukup jika diatasi hanya
dengan fiber:
INDIKASI
Konstipasi; sebelum prosedur radiologi dan bedah. Semua bentuk sembelit, memudahkan buang air
besar pada kondisi dengan rasa sakit seperti pada hemorrhoid (wasir), pengosongan lambung-usus
sebelum & sesudah operasi.
KONTRA INDIKASI
Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien yang mengalami sumbatan pada usus (ileus), kondisi
pembedahan perut akut, maupun dalam kondisi dehidrasi berat.
PERHATIAN
Penggunaan senyawa ini dalam jangka lama dapat mengakibatkan kram perut yang parah dan
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, juga tidak boleh digunakan untuk pasien hamil dan
menyusui.
EFEK SAMPING
BENTUK SEDIAAN
DOSIS
Untuk konstipasi, dewasa: 5-10 mg malam hari; kadang-kadang perlu dinaikkan menjadi 15-20 mg.
Anak kurang dari 10 tahun : 5 mg.
- dewasa : 2-4 tablet pada malam sebelum pemeriksaan dan 1 suppositoria pada pagi harinya (di hari
pemeriksaan).
- anak-anak berusia 4 tahun atau lebih : 1 tablet pada sore hari sebelum pemeriksaan dan 1
suppositoria pada pagi harinya (di hari pemeriksaan).
PUSTAKA
Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia, hal. 32-33, Sagung Seto, Jakarta
Arif, A., Sjamsudin, U., 1995, Obat Lokal dalam Farmakologi dan Terapi, Edisi 4, hal. 509, Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M. (editors), 2005,
Pharmacotherapy: A Phatophysiologic Approach, 6th Edition, p.684-689, McGraw-Hill, United States
of America.
Gangarosa, L.M., Seibert, D.G., 2003, E-book: Modern Pharmacology With Clinical Application, 6th
Edition, p.474-476
McQuaid, K.R, 2006, E-book: Current Medical Diagnosis & Treatment: Allimentary Tract, 45th
Edition, p.541-544, McGraw-Hill, United States of America
4 Comments
NIM : 078115004
Gejala utama yang biasa muncul adalah heartburn, rasa panas dan terbakar yang biasa terjadi 30-60
menit setelah makan dan berbaring. Pada GERD juga ditemukan esofagitis, inflamasi/pembengkakan
pada permukaan esofagus (mukosa); sumbatan, kesulitan dalam menelan/meneguk; dan nyeri dada.
Pasien bisa saja hanya mengalami satu dari gejala-gejala di atas. Gejala lain yang terjadi diantaranya
batuk, suara serak, suara berubah, sakit telinga, rasa terbakar di dada, mual dan sinusitis.
Tujuan terapi GERD adalah menghilangkan gejala, menyembuhkan esofagitis (jika terjadi) dan untuk
mencegah terjadinya komplikasi. Sasaran terapinya adalah asam lambung, lapisan mukosa lambung.
Strategi terapinya dengan menurunkan sekresi asam di lambung, mengurangi keasaman pada
lambung. Melapisi mukosa lambung, menaikkan pH dan mengurangi terjadinya reflux, mempercepat
pengosongan lambung, memperkuat LES, faktor barier antirefluks terpenting.
Terapi untuk GERD dapat dibedakan menjadi dua yaitu terapi tanpa obat atau nonfarmakologis (pola
hidup sehat, terapi endoskopi, operasi) dan terapi menggunakan obat atau farmakologis.
Terapi non farmakologi dapat dilakukan dengan modifikasi gaya hidup seperti menurunkan berat
badan, tidur dengan posis kepala lebih tinggi dari posisi tubuh, mencegah makan 2 jam sebelum tidur,
menghindari makanan yang dapat memicu GERD seperti kopi, alkohol, suplemen vitamin C dosis
tinggi, makanan tinggi lemak, merokok, minuman berkarbonasi, cokelat, peppermint, makanan yang
asam, mencegah minum susu sebelum tidur.
Terapi farmakologinya menggunakan obat proton-pump inhibitor yang efektif menurunkan sekresi
asam, antasida yang dapat menetralkan keasaman lambung, Asam alginat (Gaviscon) yang dapat
melapisi mukosa sebaik menaikkan pH dan menurunkan reflux, antagonis H2 receptor seperti
ranitidin, famotidin yang mengurangi sekresi asam lambung, prokinetik yang mempercepat
pengosongan lambung dan memperkuat LES; dan sucralfat yang berguna sebagai tambahan untuk
menyembuhkan dan mencegah kerusakan esofagus karena GERD.
Pada sebagian besar pasien, pengobatan dapat dilakukan dengan beberapa tahap tergantung keparahan
gejala GERD yaitu GERD gejala ringan, gejala sedang; gejala parah dan mengalami kejadian erosif.
Pada pasien yang mengalami gejala GERD sedang dimana gejala muncul beberapa kali dalam
seminggu atau tiap hari sebaiknya diterapi dengan proton pump inhibitor atau antagonis H2 reseptor.
Dengan efikasinya yang baik dan dosis sekali minum sehari, proton pump inhibitor semakin sering
diresepkan sebagai terapi lini pertama untuk GERD dengan gejala ringan sampai sedang. Untuk
pasien yang gejalanya tetap muncul setelah pengobatan dengan dosis standar antagonis H2 reseptor
selama 6 minggu, sebaiknya diobati dengan proton pump inhibitor karena meneruskan pengobatan
dengan antagonis H2 reseptor atau dengan menaikkan dosisnya jarang terbukti efektif untuk
menghilangkan gejala.
Untuk pasien dengan gejala yang parah dan pasien dengan komplikasi dan keparahan organ tubuh
(seperti oesofagitis, oesophageal ulceration, oesophagopharyngeal reflux, barrets oesophagus) serta
untuk pasien yang secara endoskopi terbukti mengalami esofagitis erosif, terapi awal yang optimal
adalah dengan proton pump inhibitor. Proton pump inhibitor yang diberikan sekali sehari dapat
menghilangkan gejala dan menyembuhkan esofagitis di atas 80% pasien atau di atas 95% pada
pemberian 2 xsehari. Oleh karena itu proton pump inhibitor menjadi obat pilihan untuk GERD dengan
gejala parah atau mengalami penyakit erosif. Suspect manifestasi atypical (seperti asma dan laringitis)
juga diberikan terapi awal dengan proton pump inhibitor.
Untuk pasien dengan gejala yang parah atau pasien komplikasi atau keparahan organ tubuh (seperti
esofagitis, oesophageal ulceration, oesophagopharyngeal reflux, barrets oesophagus), pasien perlu
dicek kembali jika gejala tidak hilang selama 4-6 minggu pengobatan dengan proton pump inhibitor.
Ketika gejala berkurang, terapi pengobatan dimodifikasi secara perlahan-lahan ke terapi pemeliharaan
dengan cara diantaranya menurunkan dosis proton pump inhibitor atau mengganti pengobatan dengan
antagonis H2 reseptor. Akan tetapi untuk pasien yang secara endoskopi terbukti mengalami penyakit
erosif, ulcerative atau stricturing, pengobatan dengan proton pump inhibitor biasanya perlu
dipertahankan pada dosis efektif minimum.
Oral
Anak-anak 2 tahun :
< 20 kg : 10 mg 1 x sehari
20 kg : 20 mg 1 x sehari
Dewasa :
Efek samping : Sakit kepala, pusing, ruam, diare, nyeri perut, mual, muntah, kentut, konstipasi,
kehilangan rasa, lemah, nyeri punggung, infeksi saruran pernapasan atas, batuk
Resiko khusus : Hati-hati pada pasien dengan penyakit hati, kehamilan dan mnyusui. Resiko
kehamilan : faktor C. Tidak dianjurkan bagi pasien menyusui.
Lansoprazole
Anak-anak 1- 11 tahun
Pada GERD, esofagitis erosif :
< 30 kg : 15 mg 1 x sehari
30 kg : 30 mg 1 x sehari
Catatan : dosis dapat ditingkatkan pada pasien jika gejala masih tampak setelah pengobatan 2
minggu atau lebih.(dosis maksimum 30 mg, 2 x sehari)
Pantoprazole
Oral
Dewasa :
Pada Esofagitis erosif berhubungan dengan GERD :
Pengobatan : 40 mg 1 x sehari hingga selama 8 minggu , pengobatan dapat dilanjutkan 8 minggu
lagi untuk pasien yang tidak sembuh setelah pengobatan selama 8 minggu.
Pemeliharaan penyembuhan : 40 mg 1 x sehari
Catatan : dosis yang lebih rendah (20 mg 1x sehari)telah terbukti sukses digunakan pada
pengobatan dan pemeliharaan GERD ringan.
Efek Samping : Nyeri dada, sakit kepala, insomnia, pusing, migrain, ansietas, ruam, hiperglikemia,
hiperlipidemia, diare, kentut, nyeri perut, muntah, mual, konstipasi, dispepsia, gastroenteritis,
kerusakan rektal, infeksi saluran kencing, perubahan frekuensi buang air kecil, keabnormalan fungsi
hati., athralgia, nyeri punggung, nyeri leher, lemah,hypertonia, bronkitis, batuk, dyspnea, faringitis,
rinitis, sinusitis, infeksi saluran pernafasan atas.
Resiko khusus : Hati-hati pada pasien dengan penyakit hati, kehamilan dan mnyusui. Resiko
kehamilan : faktor B, penggunaan selama kehamilan hanya jika dibutuhkan. Tidak dianjurkan bagi
anak-anak. Tidak dianjurkan bagi pasien menyusui.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2006, British National Formulary, edisi 52, 37,48-50,British Medical Association, Royal
Pharmaceutical Society of Great Britain, London
Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000, 22-23, Penerbit CV. Sagung Seto,
Jakarta
Anonim, 2007, MIMS , Volume 8, PT Info Master, Jakarta
Dipiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., Posey, L. M., 2005,
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Sixth Edition, The McGraw-Hill Companies, Inc.,
USA
Lacy, C.F., Armstrong, L.L., Goldman, M.P., and Lance, L.L., 2006, Drug Information Handbook,
14th Ed., 900-902,1172-1174,1209-1211 Lexicomp, Inc., USA
Tierney, L. M., Stephen J.M., Maxine A. P., 2006, Current Medical Diagnosis & Treatment, 45th ed,
Mc Graw-Hill Companies, USA
Upload
Download
of 8
antasida
Ratings: (1)|Views: 2,454|Likes: 65
Published by Nana Ithuu Ratna
See more
ANTASIDA DOENKOMPOSISI :
Tiap tablet kunyah atau tiap 5 ml suspensi mengandung :-Gel Aluminium Hidroksida kering 258,7 mg
(setara dengan Aluminium Hidroksida) 200 mg-Magnesium Hidroksida 200 mg
CARA KERJA OBAT :
Kombinasi Aluminium Hidroksida dan Magnesium hidroksida merupakan antasid yang
bekerjamenetralkan asam lambung dan menginaktifkan pepsin sehingga rasa nyeri ulu hati akibat
iritasi olehasam lambung dan pepsin berkurang. Di samping itu efek laksatif dari Magnesium
hidroksida akanmengurangi efek konstipasi dari Aluminium Hidroksida.
INDIKASI :
Untuk mengurangi gejala-gejala yang berhubungan dengan kelebihan asam lambung, gastritis, tukak
lambung, tukak pada duodenum dengangejala-gejala seperti mual, nyeri lambung, nyeri ulu hati,
kembung dan perasaan penuh pada lambung.
KONTRA INDIKASI :
Penderita yang hipersensitif terhadap salah satu komponen obat.
DOSIS :
Tablet :-Anak-anak 6-12 tahun : sehari 3-4 kali 1/2 tablet.-Dewasa : sehari 3-4 kali 1-2 tablet.
Diminum 1-2 jam setelah makan dan menjelang tidur. Syrup :-Anak-anak 6-12 tahun : sehari 3-4 kali
1/2 sendokteh -1 sendok teh.-Dewasa : sehari 3-4 kali 1-2 sendok teh. Diminum 1 - 2 jam setelah
makan dan menjelang tidur.
EFEK SAMPING :
Efek samping yang umum adalah sembelit, diare, mual, muntah dan gejala-gejala tersebut akan hilang
bila pemakaian obat dihentikan.
PERINGATAN DAN PERHATIAN :
-Jangan diberikan pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal yang berat karena
dapatmenimbulkan hipermagnesia.-Tidak dianjurkan digunakan terus menerus lebih dari 2 minggu
kecuali atas petunjuk dokter.-Bila sedang menggunakan obat tukak lambung lain seperti Simetidin
atau antibiotika Tetrasiklinharap diberikan dengan selang waktu 1-2 jam.-Tidak dianjurkan pemberian
pada anak-anak di bawah 6 tahun kecuali atas petunjuk dokter karena biasanya kurang jelas
penyebabnya.-Hati-hati pemberian pada penderita diet fosfor rendah dan pemakaian lama karena
dapatmengurangi kadar fosfor dalam darah.
INTERAKSI OBAT :
Pemberian bersama Simetidin atau Tetrasiklin dapat mengurangi absorpsi obat tersebut.
CARA PENYIMPANAN :
Simpan di tempat sejuk dan kering, terlindung dari cahaya.
KEMASAN :
Dus 10 strip @ 10 tablet No. Reg. GBL 9907109563A1Botol plastik @ 1000 tablet No. Reg. GBL
9907109563A1Botol @ 60 ml No. Reg. GBL 9807106833A1
PRODUKSI P.T. FIRST MEDIPHARMASidoarjo - Indonesia
Kita akan membahas penggolongan dan mekanisme kerja obat antasida, Obat antasida adalah obat
yangdigunakan untuk menekan asam lambung yang berlebihan (hiperklorhidria), antasida berasal dari
kataanti = lawan dan acidus/acid = asam. Obat antasida biasa digunakan untuk mengobati maag, dan
penyakits aluran pencernaan lain, pengobatan penyakit maag biasanya hanya bersifat simptomatis
yaitumenghilangkan gejalanya saja seperti menghilangkan nyeri, menekan produksi asam lambung
ataumenetralisir asam lambung.Penggolongan Obat Antasida berdasarkan Mekanisme Kerjanya1.
Proton Pump Inhibitor (PPI) atau Penghambat Pompa Proton, seperti namanya obat antasida
golonganPPI bekerja dengan menghambat Produksi asam dengan mengambat kerja pompa proton
contohnyaloratadine2. Antihistamin Reseptor 2, Seperti namanya Antihistamin Reseptor bekerja
dengan menduduki reseptor
ini dengan segera akan menetralkan seluruh asam lambung. Yang paling kuat adalah natrium
bikarbonat dan kalsium karbonat, yang efeknya dirasakan segera setelah obat diminum. Obat ini
diserapoleh aliran darah, sehingga pemakaian terus menerus bisa menyebabkan perubahan dalam
keseimbanganasam-basa darah dan menyebabkan terjadinya alkalosis (sindroma alkali-susu). Karena
itu obat ini biasanya tidak digunakan dalam jumlah besar selama lebih dari beberapa hari. b. Antasida
yang tidak dapat diserapObat ini lebih disukai karena efek sampingnya lebih sedikit, tidak
menyebabkan alkalosis. Obat ini berikatan dengan asam lambung membentuk bahan yang bertahan di
dalam lambung, mengurangiaktivitas cairan-cairan pencernaan dan mengurangi gejala ulkus tanpa
menyebabkan alkalosis. Tetapiantasida ini mempengaruhi penyerapan obat lainnya (misalnya
tetracycllin, digoxin dan zat besi) kedalam darah.
c. Alumunium HidroksidaMerupakan antasida yang relatif aman dan banyak digunakan. Tetapi
alumunium dapat berikatan denganfosfat di dalam saluran pencernaan, sehingga mengurangi kadar
fosfat darah dan mengakibatkanhilangnya nafsu makan dan lemas. Resiko timbulnya efek samping ini
lebih besar pada penderita yang juga alkoholik dan penderita penyakit ginjal (termasuk yang
menjalani hemodialisa). Obat ini juga bisamenyebabkan sembelit.d. Magnesium
HidroksidaMerupakan antasida yang lebih efektif daripada alumunium hidroksida. Dosis 4 kali 1-2
sendok makan/hari biasanya tidak akan mempengaruhi kebiasaan buang air besar; tetapi bila lebih
dari 4 kali bisamenyebabkan diare. Sejumlah kecil magnesium diserap ke dalam darah, sehingga obat
ini harusdiberikan dalam dosis kecil kepada penderita yang mengalami kerusakan ginjal. Banyak
antasida yangmengandung magnesium dan alumunium hidroksida.Yang ingin aku tulis sekarang
adalah obat golongan antasida. Antasida adalah golongan obat yangdigunakan dalam terapi terhadap
akibat yang ditimbulkan oleh asam yang diproduksi oleh lambung.Secara alami lambung
memproduksi suatu asam yang disebut asam klorida yang berfungsi untuk membantu proses
pencernaan protein. Asam ini secara alami mengakibatkan kondisi isi perut menjadiasam, yakni antara
kisaran PH 2-3. Lambung, usus dan esophagus sendiri (yang juga terdiri dari protein)dilindungi dari
kerja asam melalui beberapa mekanisme. Apabila kadar asam yang dihasilkan olehlambung terlalu
banyak maka mekanisme perlindungan ini tidak terlalu kuat/kurang kuat dalammelindungi lambung,
usus dan esophagus terhadap kerja asam lambung mengakibatkan kerusakan padaorgan-organ tersebut
dan menghasilkan gejala seperti rasa sakit pada perut dan ulu hati terasa terbakar.Antasida bekerja
dengan cara menetralkan kondisi terlalu asam tersebut, selain itu antasida juga bekerja dengan cara
menghambat aktivitas enzim pepsin yang aktif bekerja pada kondisi asam, enzim inidiketahui juga
berperan dalam menimbulkan kerusakan pada organ saluran pencernaan manusia.Penting untuk
diketahui bahwa ketika dikonsumsi pada saat perut kosong, antasida hanya menghasilkanefek sekitar
20-40 menit, karena secara cepat antasida akan terdistribusi ke duodenum. Jika dikonsumsisesudah
makan, antasida dapat memberikan efek selama kurang lebih 3 jam, hal ini disebabkan karenaadanya
makanan akan memperlambat penghilangan antasida dari dalam lambung. Sangat pentingdiingat,
bahwa ketika menggunakan antasida anda harus berkonsultasi dengan apoteker untuk menghindari
adanya interaksi antara antasida dan obat-obat lain.Antasida umumnya digunakan untuk mengatsi
gejala seperti rasa terbakar pada ulu hati, sakit perut danmual yang diakibatkan oleh produksi berlebih
dari asam lambung.Jenis-jenis obat antasida dan karakteristiknyaAluminiumkarbonatDapat digunakan
dalam terapi hiperfosfatemia (abnormalitas kadar fosfat dalam darah)dengan cara mengikat
senyawaan fosfat di saluran cerna sehingga menghambat prosesabsorbsinya. Karena kemampuan ini
juga aluminium karbonat dapat digunakan untuk mencegah pembentukan batu ginjal (batu ginjal
terbentuk dari berbagai macam
Antasida-antasida lambung adalah basa lemah yang bereaksi dengan asam hidroklorida lambung
untuk membentuk garam dan air. Kemanfaatan mereka pada penyakit ulkus peptikum sepertinya
berdasarkan kemampuan mereka mengurangi keasaman lambung dan karena pepsin tidak aktif dalam
larutan pH diatas 4,0 , maka bisa mengurangi aktivitas peptic. Kebanyajan antasida yang digunakan
saat ini mengandung magnesium hidroksiad dan alumunium hidroksida sebagai bagian yang penting,
baik secara sendiri atau dalam kombinasi
1. Alumunium Hidroksida
Merupakan antasid non sistemik yang bekerja dengan mengikat ion H dalam lambung dan
memindahkannya kedalam usus halus yang mempunyai pH alkali. Dalam usus halus, ion H ini
dilepaskan kembali dan antasid dikembalikan ke bentuk yang tidak larut. Jadi antasid ini tidak
diserap. Obat ini dapat memiliki efek samping konstipasi
2. Kalsium Karbonat
Ca-karbonat merupakan antasid yang efektif karena sebagai antasid, proteinya cukup kuat, mulai
kerjanya cepat, dan masa kerjanya lama.
Dosis atau pemakain yang lama menimbulkan gejala-gejala keracunan Ca (milk alkali
syndrome) berupa hyperkalsemi, alkalosis, kelainan ginjal azotemia, dan kalsifikasi-kalsifikasi
metastatic. Keracunan ini diperkuat oleh banyak minum susu (banyak mengandung Ca)
3. Magnesium Hidroksida
Efektivitasnya sama dengan Ca-karbonat. Efeknya cukup lama karena obat ini sukar larut setelah
bereaksi dengan HCl lambung sehingga obat ini berada lama dalam lambung. Dalam usus, ion Mg
dapat diserap sebanyak 5-10 % dan cepat diekskresi melalui urin. Pemberian secara terus menerus
dapat menimbulkan diare (efek pencahar). Bila terdapat kelainan ginjal, dapat terjadi retensi Mg
sehingga timbul gejala keracunan Mg berupa kelainan-kelainan seperti neurologic, neuromuscular,
dan CV
4. Natrium Bikarbonat
Na-bikarbonat merupakan satu-satunya antacid sistemik yang digunakan dalam pengobatan. Obat ini
kerjanya cepat dan sangat efektif dalam menurunkan asam lambung. Karena efek sistemiknya obat ini
dapat menyebabkan alkalosis metabolic.
1.3 Pompa Proton Inhibitor (H/K ATPase)
Obat-obat golongan ini mempunyai cara kerja yang unik karena mempunyai tempat kerja dan bekerja
langsung pada pompa asam (H/K ATPase) yang merupak tahap akhir proses sekresi asam lambung
dari sel-sel parietal. Pompa proton atau disebut juga pompa asam ini terdapat dalam sel-sel parietal.
Pompa proton ini berlokasi di membrane apical sel parietal. Dalam proses ini, ion H dipompa dari sel
parietal kedalam lumen dan terjadi proses pertukaran dengan ion K. obat-obat golongan ini bekerja
dengan cara memblok sekresi asam labmung dengan cara menghambat H/K ATPase pump dalam
membran sel parietal
Omeprazol
Pantoprazol
Lansoprazol
OBAT-OBAT ANTASIDA A.
BETALANS Nama Generik : Lanzoprazol Indikasi : Ulkus duodenum, benignaa ulkus gaster, refluks
esophagitis. Kontra Indikasi : Hipersensitif Efek Samping : Dapat timbul sakit kepala, diare, nyeri
abdomen, dyspepsia, mual, muntah, mulut kering, sembelit, pusing, ruam kulit, urtikaria, dan pruritus.
Pabrik : Mahakam Beta Farma 2.
CAPRAZOL Nama Generik : Lansoprazol Indikasi : Ulkus duodenum, benign gastric ulcer, reflux
esophagitis. Kontra Indikasi : Hipersensitifitas Efek Samping : Diare, sakit kepala, mual, reaksi kulit,
nyeri abdomen, sembelit, kembung dan muntah. Pabrik : Caprifarmindo 3.
CAROSEC Nama Generik : Omeprazole Indikasi : Tukak duodenal, tukak gastric, tukak peptic,
reflukx esophagitis erosif/ulseratif, sindrom Zollinger-Ellison. Pabrik : Sampharindo Perdana 4.
COMPRAZ Nama Generik : Lansoprazol Indikasi : Ulkus duodenum, benignaa ulkus gaster, refluks
esophagitis. Kontra Indikasi : Hipersensitif Efek Samping : Jarang terjadi sakit kepala, diare, nyeri
abdomen, dyspepsia, mual, muntah, mulut kering, konstipasi, kembung, pusing, lelah ruam kulit,
urtikaria, pruritus. Pabrik : Combiphar 5.
DIGEST Nama Generik : Lansoprazol Indikasi : Ulkus duodenum, ulkus gaster benigna, refluks
esofagitis. Kontra Indikasi : Pasien yang hipersensitif terhadap lansoprazol. Efek Samping : Sakit
kepala, diare, nyeri abdomen, dyspepsia, mulut kering, sembelit, urtikaria, pruritus, mual, muntah,
kembung, pusing, dan lelah. Pabrik : Dankos 6.
GASTROLAN Nama Generik : Lansoprazol Indikasi : Tukak usus 12 jari, tukak lambung, rekuren,
refluks esofagitis. Kontra Indikasi : Hipersensitif Pabrik : Gracia Pharmindo