Di Susun Oleh :
2020
SOAL !
Buatlah Rangkuman Mengenai obat-obat yang digunakan pada saluran cerna yaitu :
1. Antasida
2. H2 Bloker
3. PPI
5. Analog Prostaglandin
6. Antimotility
Jelaskan Mekanisme Kerja obat-obat dari setiap golongan, profil, farmakokinetik dan efek
samping.
JAWABAN
1. ANTASIDA
Antasida (antacid) adalah obat yang digunakan untuk menetralkan kadar asam di
dalam lambung. Pada dasarnya lambung membutuhkan asam yang berperan pada
proses pencernaan serta membunuh bakteri berbahaya yang ada di makanan. Prinsip
kerja dari Antasida yaitu netralisasi. Efektifitas golongan Antasida untuk mengobati
ulkus peptic lebih rendah dibandingkan golongan obat lainnya, tetapi kerjanya yang
cepat dalam menetralkan asam lambung membuat golongan ini tetap dipilih untuk
meringankan gejala peningkatan asam lambung dan dyspepsia. Sediaan antasida
dapat berupa kombinasi dari Natrium bikarbonat, kalsium karbonat, magnesium
hidroksida dan aluminium hidroksida. Kombinasi garam turunan karbonat jarang
dibuat sediaan untuk terapi antasida karena reaksi netralisasi dengan asam lambung
akan melepaskan CO2 yang akan menyebabkan sendawa, buang angin dan perut
kembung. Ion kalsium dari CaCO3 akan mempengaruhi pasien dengan penyakit
kardiovaskuler dan gagal ginjal. Kombinasi garam aluminium dan magnesium lebih
dipilih.
Antasida biasanya diformulasi dengan simeticon untuk mengurangi gas pada
saluran pencernaan dan menurunkan resiko refluks esofageal. Antasida dianjurkan
untuk dikonsumsi 30 menit – 1 jam sebelum makan, atau 2 jam setelah makan.
Dikonsumsi 3-4 kali sehari. Penggunaan antasida yang mengandung garam
Aluminium dapat menyebabkan konstipasi pada beberapa pasien. Jangan berikan
antasida pada anak-anak di bawah 12 tahun tanpa anjuran dokter. Beberapa produk
antasida tidak diperuntukkan bagi anak usia. Hati-hati dalam menggunakan antasida
jika sedang atau pernah menderita tukak lambung, perdarahan, penyakit hati, penyakit
ginjal, atau penyakit jantung. Penggunaan antasida oleh pasien berusia di atas 60
tahun harus dengan anjuran dan pengawasan dokter. Beberapa jenis antasida
mengandung natrium atau sodium (garam) tinggi. Hati-hati jika Anda tengah
menjalankan diet rendah garam, memiliki tekanan darah tinggi, atau
menderita sirosis. Beri tahu dokter jika sedang menggunakan obat-obatan lain,
termasuk suplemen dan produk herbal. Segera temui dokter apabila terjadi reaksi
alergi atau overdosis.
Antasida dapat menimbulkan interaksi jika digunakan bersamaan dengan obat
tertentu, di antaranya : Mengganggu penyerapan tetrasiklin, penisilin, sulfanomida,
digoxin, indometacin, naproxen, phenylbutazone, quinidine, dan vitamin.
Meningkatkan penyerapan vitamin C. Efek samping antasida (antacid) jarang terjadi.
Efek samping penggunaan obat ini dapat berupa : diare, perut kembung, mual dan
muntah, kram perut, dan sembelit.
2. H2 BLOKER
Antagonis reseptor histamin 2 bekerja sebagai antagonis kompetitif histamin
untuk menduduki reseptor H2 pada sel parietal lambung (ireversibel). Contoh obat
antagonis reseptor histamin 2 : simetidin, ranitidine, famotidine dan niztidine.
Sediaan : tablet, injeksi i.v atau i.m. Rantidin, dkk digunakan untuk terapi ulkus
peptic dan ulkus duodenum. Dosis terapi : ranitidine 2 x sehari 150 mg; famotinin 2 x
sehari 20 mg. Untuk pasien dengan GERD, terapi menggunakan Simetidin, dkk
kurang efektif jika dibandingkan dengan terapi menggunakan golongan PPI. Histamin
memiliki beberapa reseptor yang tersebar pada beberapa organ. Reseptor H1 –
terdapat pada sel otot, endotelium dan SSP. Aktivasi reseptor ini menyebabkan :
bronkokonstriksi, vasodilatasi, gatal, rinitis alergi. Reseptor H2 – sel parietal
lambung, memicu pelepasan asam lambung. Reseptor H3 – SSP dan Saraf tepi.
Reseptor H4 – sumsum tulang belakang dan sel darah putih. Memediasi kemotaksis
sel mast.
Antagonis H2 atau histamine 2 blocker adalah golongan obat-obatan yang
digunakan untuk menangani kelebihan asam di lambung. Kelompok obat ini
digunakan untuk meredakan penyakit refluks asam lambung. Penyakit refluks asam
lambung atau disebut gastroesophageal reflux disease (GERD) merupakan kondisi
dengan gejala-gejala utama berupa nyeri pada ulu hati, sensasi panas atau terbakar di
sekitar dada yang biasanya terjadi setelah makan dan bisa makin buruk pada malam
hari. Selain itu, antagonis H2 juga digunakan untuk mengatasi penyakit-penyakit
berikut ini : sakit maag, tukak lambung, ulkus duodenum dan sindom zollinger-
ellison. Obat-obatan antagonis H2 bekerja dengan menghambat senyawa yang disebut
histamin 2. Histamin 2 berperan dalam merangsang dan melepaskan zat asam pada
lambung. Dengan dihambatnya histamine 2, kadar asam di dalam lambung bisa
diturunkan. Contoh obat antagonis H2 adalah : Cimetidine, Famotidine dan
Ranitidine.
Antagonis H2 jarang menimbulkan efek samping. Namun, tidak tertutup
kemungkinan obat ini dapat menimbulkan efek samping, tergantung dari kondisi
kesehatan secara keseluruhan dan respons pasien terhadap obat tersebut.
Konsultasikan kepada dokter jika muncul efek samping setelah menggunakan obat-
obatan antagonis H2, yang dapat berupa : sakit kepala, ruam kulit, lemas, diare,
konstipasi, pilek, mulut atau kulit kering, telinga berdenging, susah tidur, dan sulit
buang air kecil.
3. PPI
Pompa proton atau H+/K+ ATPase merupakan enzim yang berfungsi
mensekresikan proton ke dalam lumen lambung. Pompa proton terletak pada sel
parietal lambung. Penghambat pompa proton (PPI) dapat mengurangi produksi asam
lambung, tidak seperti golongan antasida yang bekerja dengan menetralisir asam
lambung tetapi tidak mengurangi produksi asam lambung. Golongan PPI
menghambat enzim H+/K+ ATPase yang merupakan transporter untuk mengangkut H+
dari sel parietal ke dalam lumen lambung. Penghambatan enzim ini menyebabkan
HCl tidak terbentuk pada lumen lambung. Beberapa contoh obat golongan PPI adalah
: Omeprazole, pantoprazole, rabeprazole dan esomeprazole. Obat golongan PPI
merupakan prodrug, di mana obat ini harus diaktivasi terlebih dahulu dalam
lingkungan asam. Bentuk aktif dari PPI akan berikatan dengan asam amino sistein
dari enzim H+/K+ ATPase menyebabkan inaktivasi enzim.
PPI digunakan untuk terapi ulkus peptic dan GERD. Dosis terapi yang digunakan
tergantung jenis PPI yang diresepkan, misalnya Omeprazole 20 mg – 40 mg sekali
sehari, Lanzoprazole 30 mg sekali sehari. Bentuk sediaan obat golongan PPI : kapsul
yang berisi serbuk/pelet “modified release“dan injeksi.
Penggunaan penghambat pompa proton atau proton pump inhibitor (PPI) dalam
jangka waktu panjang perlu dipertimbangkan efek sampingnya. Dalam beberapa
penelitian, ditemukan konsumsi PPI jangka panjang dapat meningkatkan risiko
kanker lambung, esofagus dan pankreas. PPI adalah obat yang menghambat
pengeluaran asam di dalam lambung. Contoh obat dari PPI adalah omeprazole,
esomeprazole, lansoprazole, dexlansoprazole, pantoprazole dan rabeprazole. PPI
diindikasikan untuk penyembuhan ulkus peptikum dengan atau tanpa perdarahan
saluran cerna, eradikasi Helicobacter pylori, pencegahan ulkus akibat konsumsi obat
anti inflamasi non steroid (OAINS) (seperti ketoprofen, ibuprofen, atau diklofenak),
sindrom Zollinger-Ellison, esofagitis erosif (contoh: akibat gastro-esophageal reflux
syndrome atau GERD), penyakit refluks non-erosif, dan dispepsia fungsional.