Anda di halaman 1dari 8

1.

Antasida
1) Mekanisme kerja
Antasida adalah obat yang menetralkan asam lambung sehingga berguna untuk
menghilangkan nyeri tukak peptik. Antasida tidak mengurangi volume HCL yang
dikeluarkan lambung, tetapi peninggian pH akan menurunkan aktivitas pepsin.
Umumnya antasida merupakan basa lemah. Senyawa oksi alumunium sukar untuk
meninggikan pH lambung lebih dari 4, sedangkan basa yang lebih kuat seperti
magnesium hidroksida secara teoritis dapat meninggikan pH sampai 9, tetapi
kenyataannya tidak terjadi. Semua antasida meningkatkan produksi HCL berdasarkan
kenaikan pH yang meningkatkan aktivitas gastrin.
2) Contoh obat :
3) Farmakokinetik
4) Efek samping

2. H2 bloker
1) Mekanisme Kerja
Antagonis reseptor H2 bekerja dengan cara menghambat secara sempurna sekresi
asam lambung yang sekresinya diinduksi oleh histamin maupun gastrin, tetapi
menghambat secara parsial sekresi asam lambung yang sekresinya diinduksi oleh
asetilkolin. Hal tersebut dapat terjadi dengan melihat kembali mekanisme sintesis
asam lambung di sel parietal. Menghambat sekresi asam lambung yang distimulasi
oleh makanan, insulin, kafein, pentagastrin, dan nokturnal. Antagonis reseptor H2 juga
dapat mengurangi volume cairan lambung dan konsentrasi H+. Seluruh senyawa yang
termasuk antagonis reseptor H2 efektif menyembuhkan tukak lambung maupun tukak
duodenum.
2) Contoh Obat
3) Farmakokinetik
4) Efek samping
Sakit kepala, pusing, mual, diare, obstipasi, sakit otot dan sendi, sistem saraf
pusat (kecemasan, halusinasi terutama pada orang tua dan onsumsi jangka panjang),
penurunan transaminase serum.

3. PPI (Proton Pump Inhibitor)


1) Mekanisme
PPI bekerja dengan cara menghambat pompa asam sehingga asam lambung
tidak bisa dikeluarkan ke lumen lambung, dan mengurangi produksi asam lambung
secara signifikan. PPI ini berfungsi meredakan gejala refluks asam atau GERD
(gastroesophageal reflux disease), mengobati tukak lambung dan usus (peptic ulcer
disease, luka pada mukosa lambung dan usus), dan mengobati kerusakan esofagus
bagian bawah yang disebabkan oleh refluks asam.
PPI membutuhkan asam lambung untuk berubah menjadi senyawa aktifnya
(sulfenamide atau sulfenic acid). Dua senyawa aktif tersebut bekerja dengan
menghambat sekresi asam lambung, melalui hambatan pada pompa proton H-K ATP-
ase. Semua obat golongan PPI memiliki waktu paruh yang pendek (sekitar 1 jam),
kecuali tenatoprazole. Semua obat golongan PPI memiliki bioavailabilitas yang bagus
dalam tubuh.
PPI dimetabolisme di hati oleh enzim CYP2C19 dan 3A4. Kerusakan hati, usia
lanjut dan mutasi gen CYP2C19 akan menurunkan clearence PPI dalam tubuh.
2) Contoh obat : Rabeprazol, , lansoprazol, esomeprazol, omeprazol, dan pantoprazol.
3) Farmakokinetik :
Obat golongan ini mempunyai masalah bioavailabilitas karena mengalami
aktivitasi di dalam lambung lalu terikat pada berbagai gugus sulfhidril mukus dan
makanan. Oleh karena itu, sebaiknya diberikan dalam bentuk tablet salut enterik. Obat
golongan ini mengalami metabolisme lengkap yaitu dimetabolisme secara sempurna
terutama dihati, sekitar 80% metabolit diekskresikan melalui urin dan sisanya melalui
feses. Dalam bentuk garam natrium omeprazole diabsorpsi dengan cepat. 95% natrium
omeprazole terikat pada protein plasma.
4) Efek samping :
Efek samping yang dapat terjadi setelah mengonsumsi penghambat pompa
proton (proton pump inhibitor), yaitu :
 Sakit kepala
 Mual dan muntah
 Perut kembung (flatulensi)
 Konstipasi
 Diare
 Gangguan indra pengecapan (lidah).

4. Kelator dan senyawa kompleks


1) Mekanisme kerja
Trikalium disitratobismutat adalah suatu kelat bismut yang efektif dalam
mengatasi tukak lambung dan duodenum. Peran trikalium disitratobismutat pada
regimen eradikasi Helicobacter pylori pada pasien yang tidak respons terhadap
regimen lini pertama.
Ranitidin bismut sitrat digunakan dalam pengobatan tukak lambung dan
duodenum, dan dalam kombinasi dengan dua antibakteri untuk eradikasi H. pylori.
Sukralfat melindungi mukosa dari asam-pepsin pada tukak lambung dan
duodenum. Sukralfat merupakan kompleks aluminium hidroksida dan sukrosa sulfat
yang efeknya sebagai antasida minimal. Obat ini sebaiknya digunakan secara hati-hati
pada pasien yang dirawat secara intensif (dilaporkan adanya pembentukan bezoar).
Sukralfat tidak dianjurkan digunakan pada anak di bawah usia 15 tahun.

5. Analog Prostaglandin
1) Mekanisme kerja :
Prostaglandin E2 dan 12 dihasilkan oleh mukosa lambung, menghambat seksresi HCI
dan merangsang seksresi mukus dan bikarbonat (efek sitoprotektif). Defisiensi
prostaglandin diduga terlibat dalam patogenesis ulkus peptikum.
2) Contoh obat :
3) Farmakokinetik
Misoprostol yaitu analog prostaglandin E digunakan untuk mencegah ulkus
lambung yang disebabkan antiinflamasi non steroid (NSAIDs). Obat ini kurang efektif
bila dibandingkan antagonis H2 untuk pengobatan akut ulkus peptikum.
4) Efek samping
Efek samping yang sering timbul adalah diare dan mual. Selain itu, menyebabkan
kontraksi uterus dan menjadi kontraindikasi selama kehamilan. kontraksi uterus dan
menjadi kontraindikasi selama kehamilan.

6. Antimotility
Mekanisme kerja
Obat antimotilitas bekerja dengan mengurangi gerakan peristaltik usus sehingga
diharapkan akan memperpanjang waktu kontak dan penyerapan di usus Salah satu
keuntungannya yaitu mampu menormalkan keseimbangan reasorbsisekresi dari sel-sel
mukosa, yaitu memulihkan sel-sel yang berada dalam keadaan hipersekresi ke keadaan
reasorbsi sehingga normal kembali.
Obat antimotilitas digunakan apabila diare berlangsung terus menerus selama 48 jam.
Pada pasien yang mengalami demam dan di dalam tinjanya terdapat darah, maka sangat
mungkin sekali diare yang terjadi disebabkan karena adanya infeksi bakteri. Perlu diingat
kembali bahwa diare sendiri merupakan suatu mekanisme pertahanan tubuh untuk
mengeluarkan kontaminasi (termasuk bakteri) dari dalam tubuh. Pada kasus ini, antimotilitas
tidak boleh digunakan karena hanya akan memperlama keberadaan bakteri di dalam tubuh.
Contoh : Loperamide
Farmakokinetik
Walaupun diserap dengan baik di intestinal, loperamide akan hampir seluruhnya
diekstraksi dan dimetabolisme oleh sitokrom P450 di hepar.
 Absorpsi
Loperamide diserap dengan baik di intestinal. Bioavailabilitas loperamide
adalah 0,3%. Onset kerja adalah 1-3 jam, dengan durasi 41 jam. Waktu puncak plasma
sediaan kapsul adalah 5 jam, sedangkan untuk sediaan likuid adalah 2,5 jam.
 Distribusi
Uji distribusi menunjukkan afinitas yang tinggi terhadap usus dan terikat pada
reseptor yang terdapat pada lapisan otot longitudinal. Ikatan protein plasma dari
loperamide adalah 95% terutama albumin. Data non klinis telah menunjukkan bahwa
loperamide merupakan substrat P-glikoprotein.
 Metabolisme
Metabolisme loperamide terjadi di hepar dan melibatkan sitokrom P450,
terutama CYP3A4. Di liver, loperamide dikonjugasikan, dan hasil konjugasinya
diekskresikan di empedu. Karena proses ini, sebagian kecil loperamide dapat dideteksi
di darah.
 Eliminasi
Ekskresi loperamide dan metabolitnya kebanyakan terjadi melalui feses.
Waktu paruh eliminasi berkisar antara 7-14 jam.
Efek Samping
Loperamide dapat menimbulkan efek samping gastrointestinal seperti nyeri perut,
kembung, mual, muntah, konstipasi, dan mulut kering. Loperamide juga pernah dilaporkan
menyebabkan ileus paralitik.
Selain itu, loperamide juga bisa menyebabkan reaksi hipersensitivitas ringan seperti
ruam dan bengkak, hingga berat berupa reaksi anafilaksis.
Loperamide juga dapat memberikan efek samping ke sistem kardiovaskular. Efek
samping yang pernah dilaporkan meliputi pemanjangan interval QT dan QRS yang bisa
menyebabkan torsade de pointes dan disritmia ventrikel

https://www.academia.edu/18914280/Anti_Emetik

7. NK1 antagonis reseptor

Mekanisme NK1 antagonis reseptor


Contoh obat Aprepitant
 Efek samping yang umum termasuk kelelahan, kehilangan nafsu makan, diare, sakit
perut, cegukan, gatal, pneumonia, dan perubahan tekanan darah. [1] Efek samping
berat lainnya mungkin termasuk anafilaksis . [1] Meskipun penggunaan dalam
kehamilan tampaknya tidak berbahaya, penggunaan tersebut belum diteliti dengan
baik. [2] Aprepitant termasuk dalam kelas obat antagonis reseptor neurokinin-1 . [1] Ia
bekerja dengan memblokir zat P agar tidak menempel pada reseptor NK1
https://translate.google.com/translate?
u=https://en.wikipedia.org/wiki/Aprepitant&hl=id&sl=en&tl=id&client=srp&prev=search

Farmakokinetik
 Penyerapan: diserap pada saluran gastrointestinal. Bioavailabilitas: sekira 60%. Waktu
puncak konsentrasi plasma: sekira 4 jam
 Distribusi: melintasi pembatas darah-otak. Volume distribusi: sekira 70 L. Pengikatan
protein plasma: > 95%
 Metabolisme: menjalani metabolisme luas di dalam hati terutama melalui oksidasi
oleh isoenzim CYP3A4; isoenzim CYP1A2 dan CYP2C19 memediasi jalur
metabolisme minor
 Ekskresi: melalu urin dan feses. Waktu paruh eliminasi terminal: sekira 9-13 jam

https://www.farmasi-id.com/aprepitant/

8. 5HT3 antagonis reseptor


Pengikatan agonis pada serotonin menyebabkan perubahan konformasi dan aktivasi reseptor
5HT3. Hal ini menyebabkan gerakan ion bermuatan positif dari celah sinaptik ke dalam
sitoplasma. Pengikatan antagonis di situs pengikatan serotonin mencegah aktivasi dan
depolarisasi sel terhambat. Sehingga rangsang muntah tidak akan dilanjutkan ke pusat
muntah.

Farmakokinetik ondansetron adalah bersirkulasi dengan ikatan terhadap protein plasma darah.
 Absorbsi
Absorbsi ondansetron semakin meningkat dengan konsumsi makanan.
Ondansetron diserap baik secara oral dengan bioavailabilitas sekitar 60%.
Ondansetron mencapai kadar puncak plasma dalam 1,5 jam bila diberikan secara oral.
 Distribusi
Kadar ondansetron yang terikat dengan protein dalam plasma darah adalah 70-
76%. Obat yang bersirkulasi dalam plasma darah akan terdistribusi ke dalam sel
eritrosit.
 Metabolisme
Ondansetron dimetabolisme secara luas dalam tubuh, hanya sekitar 5% dosis
yang terkandung dalam urin setelah metabolisme.
Jalur metabolisme utama obat ini adalah melalui hidroksilasi indole ring yang
diikuti dengan glukoronidase dan konjugasi sulfat. Pada keadaan in vitro, ditemukan
ondansetron merupakan substrat dari sitokrom P450 hati yaitu CYP1A2, CYP2D6 dan
CYP3A4 yang didominasi oleh CYP3A4. Karena substrat ondansetron yang cukup
banyak, pada keadaan inhibisi suatu enzim tidak akan menimbulkan pengaruh
terhadap kadar ondansetron dalam plasma darah.
 Eliminasi
Eliminasi ondansetron sebagian besar melalui urin, yaitu sebanyak 44-60%
dalam bentuk metabolit dan 5% dalam bentuk tidak berubah. Eliminasi melalui feses
sebanyak 25%.

Efek Samping
 Gastrointestinal
Efek samping gastrointestinal yang ditimbulkan akibat pemberian ondansetron
adalah diare (16%), konstipasi (11%), mual dan muntah (1-10%). Pemberian
ondansetron untuk mengatasi mual dan muntah akibat cisplatin dapat menimbulkan
peningkatan kadar enzim hati.
 Kardiovaskular
Gangguan kardiovaskuler yang paling sering timbul akibat pemberian
ondansetron adalah bradikardia, hipotensi, dan aritmia sekitar 1-10%. Nyeri dada
dengan atau tanpa perubahan segmen ST serta perubahan EKG yaitu pemanjangan
interval QT dapat terjadi pada beberapa kasus. Pemanjangan interval QT ini dapat
menimbulkan aritmia yang mengancam nyawa. Keadaan ini biasanya muncul akibat
pemberian ondansetron pada pasien yang sebelumnya sudah mengalami gangguan
jantung dan pada pasien dengan kadar kalium dan magnesium yang rendah. Untuk
mencegah keadaan ini disarankan untuk tidak memberikan ondansetron intravena
lebih dari 32 mg dalam satu hari dan untuk pemberian ondansetron lebih dari 8 mg
sebaiknya diberikan melalui infus.
 Gangguan Mata
Sekitar 1-10% pemberian ondansetron dapat menimbulkan penurunan tajam
penglihatan. Pemberian ondansetron intravena dengan cepat dapat menimbulkan
gangguan visus dan kebutaan. Gangguan ini biasanya bersifat sementara dan membaik
dengan spontan setelah beberapa menit sampai 28 jam.
 Gangguan Genitourinari
Pada 1-10% pemberian ondansetron dapat menimbulkan gangguan di bidang
ginekologi, retensi urin dan infeksi saluran kemih.
 Gangguan Respirasi
Gangguan respirasi yang paling sering timbul pada pemberian ondansetron
adalah hipoksia, infeksi saluran nafas bawah, dan batuk yaitu 1-10%. Sekitar 0.1-1%
pemberian obat ondansetron dapat menimbulkan hiccups.
 Gangguan Dermatologi
Efek dermatologi yang dapat timbul pada pemberian ondansetron adalah gatal
dan kemerahan pada kulit.
 Gangguan Hipersensitivitas
Sekitar 0.01%-0.1% pemberian ondansetron dapat menimbulkan reaksi
hipersensitivitas, reaksi anafilaksis dan angioedema.
 Gangguan Metabolik
Sekitar 0.01%-0.1% pemberian ondansetron dapat menimbulkan hipokalemia.

https://www.alomedika.com/obat/obat-untuk-saluran-
cerna/antiemetik/ondansetron/farmakologi

Anda mungkin juga menyukai