Anda di halaman 1dari 5

Fisiologi sekresi asam lambung

Salah satu fungsi Lambung dalam system Gastrointestinal adalah mensekresikan HCl. Fungsi HCl ini
adalah antimikroba, menghasilkan kimus, serta menciptakan suasana pH optimum bagi kerja enzim
pepsin. Sel yang menghasilkan HCl adalah sel Parietal. Mekanisme dari sekresi HCl adalah sebagai
berikut :

1. Air pada sitoplasma sel parietal akan mengalami disosiasi menjadi H+ dan OH-. H+ akan
disekresi secara aktif ke lumen dan digantikan oleh K+ oleh menuju sitoplasma yang
dikatalisis oleh H+-K+ ATPase. Selain itu K+ akan masuk menuju ke sitoplasma sel parietal
pada sisi basolateral dengan bantuan Na+-K+ ATPase. Akibatnya K+ pada sitoplasma
meningkat dan difusi pasif keluar ke lumen kanalikulus.
2. OH- yang disisakan dari disosiasi air, akan berikatan dengan CO2 yang berdifusi pasif dari
membrane basolateral membentuk HCO3- . HCO3- akan berifusi menuju basolateral dan
digantikan Cl- dari basolateral ke sitoplasma. Kemudian Cl- akan menuju ke lumen melalui
kanalikulus menciptakan larutan HCl
3. Air akan menuju ke lumen melalui osmosis karena ion pada membrane luminal tinggi
sehingga menciptakan tekanan osmotic yang tinggi
4. Hasil akhir sekresi dari kanalikulus akan berisi air, HCl dengan konsentrasi 150-160 mEQ/L,
potassium KCl dengan konsentrasi 15 mEQ/L, dan sedikit NaCl.

Kontrol sekresi lambung

Pada lambung ditemukan sel yang berfungsi sebagai sekresi yaitu sel G menghasilkan gastrin, saraf
ekstrinsik( N. Vagus) menghasilkan asetilkolin, sel Enterochromaffin-like cells (ECL), sel D
menghasilkan somatostatin. Gastrin dan asetilkolin dapat bekerja secara langsung dengan berikatan
dengan sel parietal atau secara taklangsung dengan berikatan dengan sel ECL terlebih dahulu.Namun
mekanisme kerja gastrin seringkali bersifat tidak langsung dibandingkan asetilkolin yang langsung
merangsang sel parietal.

Gastrin yang dihasilkan pada korpus akan mengikuti aliran darah dan berikatan dengan
reseptor pada sel parietal dan sel ECL pada submucosa bagian fundus. Saraf Vagus akan merangsang
neuron pasca ganglion menghasilkan asetilkolin berikatan dengan reseptor M3 di sel parietal dan sel
ECL. Akhirnya stimulasi oleh neurotransmitter ini akan menghasilkan histamin. Histamin kemudian
akan berikatan dengan reseptor H2 sel parietal akhirnya terjadi peningkatan sekresi HCl. Jika kadar
HCl pada lambung tinggi maka sel D pada antrum akan menghasilkan somatostatin dan juga CCK
yang dihasilkan oleh sel I duodenum akan menurunkan sekresi HCl. Jalur biokimia yang berperan
pada aktivasi tiap neurotransmitter berbeda.Pada aktivasi gastrin dan Aetilkolin akan mengaktifkan
Fosfolipase C sedangkan Histamin akan memicu cAMP.

Antagonis reseptor H2

farmakokinetik

Terdapat 4 obat yang digunakan secara klinis sebagai antagonis reseptor H2 yaitu simetidin,
ranitidine, mizatadin, famotidine. Keempat obat ini cepat diserap oleh usus.
Simetidin, ranitidine,dan famotidin akan mengalami metabolisme lintas pertama di hepar sehingga
bioavailibilitas nya hanya 50%. Sedangan mizatadin tidak mengalami metabolisme lintas pertama.
Waktu paruh obat 1-4 jam. Perlu pengurangan dosis pada penderita insufisiensi ginjal

Farmakodinamika

Antagonis H2 dapat menekan sekresi asam basal dan setelah makan. Namun tidak mempengaruhi
reseptor H1 dan H3.

Antagonis H2 mempunyai mekanisme 2 cara

1. Berikatan dengan reseptor H2 secara kompetitif dengan histamin akibatnya rangsangan oleh
gastrin dan asetilkolin secara tak langsung dan sekresi histamin secara langsung akan sedikit
berikatan dengan reseptor
2. Aktivasi gastrin dan asetilkolin pada sel parietal akan berkurang.

Potensi tiap obat terhadap antagonis reseptor H2 bergantung dosisnya. Antagonis H2 secara efektif
menekan sekresi asam basal sehingga lebih baik digunakan pada malam hari dibandingkan setelah
makan. Dan tidak efektif menekan asam setelah makan.

Pemakaian klinis

A. GERD dan Dyspepsia


Pasien yang jarang mengalami GERD atau dyspepsia mungkin dapat menggunakan antasid
dan antagonis H2 namun meski antasid lebih cepat menetralkan asam lambung namun masa
kerja nya lebih singkat daripada antaginis H2. Pasien dianjurkan mengkonsumsi antagonis H2
untuk mengurangi heart burn.
B. Penyakit tukak peptik
Saat ini yang pompa proton inhibitor lebih sering digunakan dibandingkan antagonis H2.
Namu sebagian kecil pasien, biasanya menggunakan antagonis H2 sebelum tidur yang efektif
menekan gejala tukak peptik atau duodenum nonkomplikata pada malam hari. Jika tukak
disebabkan oleh oains maka perlu dihentikan oains, jika tidak dimungkinkan untuk
memberhentikan oains maka dipilih PPI disbanding antagonis H2. Selain itu antagonis H2
tidak efektif untuk terapi pada seseorang yang menderita tukak peptik akibat H. pylori

Efek samping

Antagonis H2 sangat aman karena hanya menyebabkan 3% pasien mengalami gejala yaitu diare, rasa
lelah, nyeri kepala, dan konstipasi. Pada seseorang yang mengalami insufisiensi ginjal dan lanjut usia
dapat ditemukan perubahan status mental (kebingungan, halusinasi, dan sebagainya) akibat
pengonsumsian antagonis H2. Simetidin menghambat pengikatan dihidtrotestosteron ke reseptor
androgen, menghambat metabolisme estradiol, dan meningkatkan kadar prolactin sehingga
menyebabkan ginekomastia/ impotensi pada pria dan galaktorea pada perempuan

PPI (pompa inhibitor proton)

Fakmakokinetik

Tersedia enam inhibitor pompa untuk pemakaian klinis yaitu omeprazole, lansoprazole,
dekslansoprazol, rabeprazol, dan pantoprazole. Semuanya adalah benzimidazol tersubstitusi yang
strukturnya mirip antagonis H2 tetapi memiliki mekanisme yang sama sekali berbeda. Omeprazole
dan lansoprazole adalah campuran rasemik isomer R dan S. esomeprazole adalah isomer S
omeprazole dan dekslansoprazol adalah isomer R lansoprazole. Semuanya tersedia dalam bentuk
oral esomeprazole dan pantoprazole juga tersedia dalam formulasi intravena

PPI sangat rentan terhadap inaktivasi oleh asam oleh sebab itu PPI diberikan dala bentuk tablet dan
kapsul bersalut enteric. Ketika mencapai lambung maka HCl akan mendegradasi kapsul tersebut dan
larut namun prodrug terserap pada bagian usus.

PPI merupakan basal lipofilik setelah terserap akan menembus menuju pembuluh darah menembus
membrane lemak kemudian menuju kompratemen asam seperti kanalikulus lambung. Disini prodrug
akan mengalami protonisasi dan konversi menjadi aktif dalam bentuk sulfenamit tiofilik reaktif yang
membentuk ikatan disulfida kovalen dengan H+-K+ ATPase akibatnya enzim akan inaktif secara
irreversible.

Bioavaibilitas PPI akan berkurang hingga 50% jika diselingi makanan. Pada seseorang yang puasa
kanal H+-K+ ATPase sebagian kecil yang aktif oleh karena itu pemberian PPI baiknya dilakukan 1 jam
sebelum makan agar kadar puncak plasma PPI bersamaan dengan aktivasi maksimum pompa proton
lambung. Obat golongan ini memiliki waktu paruh 1,5 jam namun masa kerja nya 24 jam karena
obat ini berikatan secara irreversible dengan pompa proton. Sedangkan pembentukan pompa
proton baru diperlukan minimal 18 jam. Pada pemberian obat pertama kali, tidak semua pompa
mengalami inaktivasi, diperlukan 3-4 hari untuk inaktivasi pompa secara keseluruhan.

Metabolisme utama PPI dilakukan oleh hati dan sebagian kecil oleh ginjal. Sehingga tidak diperlukan
pengurangan dosis pada pasien yang mengalami insufisiensi ginjal.

Farmakodinamika

Berbeda dengan antagonis H2, PPI dapat menghambat sekresi proton baik setelah tidur maupun
makan. Karena PPI menghambat jalur akhir dari sekresi asam yaitu pada pompa proton. Dalam
sebuah studi crossover pasien yang mendapat terapi jangka panjang PPI memiliki pH lambung yang
bervariasi.

Pemakaian klinis

a. GERD
Inhibitor PPI merupakan obat yang paling efektif untuk terapi pasien GERD dengan erosi
maupun non erosi, komplikasi maupun non komplikasi. Dosis sekali sehari memberikan
penyembuhan pada jaringan sebanyak 85-90%, 5% sisanya membutuhkan 2 kali sehari.
Pasien dapat kambuh dari GERD jika pemberhentian PPI selama 6 bulan. PPI merupakan
terapi lini pertama bagi penderita GERD, selain harganya murah dan memberikan efektivitas
lebih baik dari antagonis H2.
b. Penyakit tukak peptik
Semua PPI dapat memberikan presentase 90% kesembuhan pada pasien tukak dudodenum
dalam 4 minggu dan tukak lambung dalam 6-8 minggu.
1. Terkait H. pylori
PPI perlu dikombinasikan dengan 2 antibiotik untuk menghasilkan rejimen yang efektif.
Tujuan PPI yaitu menyembuhkan peptik dengan selain itu menurunkan efek hambat
terhadap kerja antibiotic dengan meningkatkan pH. Pengobatan terbaik terdiri dari
rejimen 14 hari “terapi tripel” : suatu inhibitor pompa proton perlu dilanjutkan dua kali
sehari ; klaritromisin, 500mg dua kali sehari ; dan amoksisilin 1g dua kali sehari atau
metronidazole 500mg dua kali sehari. Setelah terapi tripel selesai, inhibitor pompa
proton perlu dilanjutkan sekali sehari sampai 4-6 minggu untuk menjamin selesainya
penyembuhan ulkus
2. Tukak terkait oains
Bagi pasien yang menderita tukak akibat oains maka sebaiknya dihentikan pemberikan
oains serta diterapi dengan antagonis H2 atau PPI. Namun jika tidak dimungkinkan
pemberhentian oain maka PPI padat diandalkan untuk penyembuhan tukak.
c. Mencegah perdarahan mukosa terkait stress
Inhibitor pompa proton dapat diberikan untuk mengurangi risiko perdarahan mukosa terkait
stress pada pasien sakit berat. Satu-satunya PPi yang disetujui oleh FDA yaitu omeprazole
oral lepas segera yang diberikan melalui NGT dua kali sehari pada hari pertama lalu sehari
sekali.

Efek samping

a. Umum
Inhibitor PPI memberikan sedikit efek pada tubuh yaitu diare, nyeri kepala, dan nyeri
abdomen lebih tinggi daripada placebo. PPI tidak menunjukkan teratogenitas pada hewan
percobaan namun keamanan pada wanita hamil belum diketahui pasti.
b. Nutrisi
Asam penting dalam pembebasan dari vitamin B12 sehingga berkurangnya sekresi asam
dapat menurunkan absrobsi dan digesti dari vit B12 yang meningkatkan resiko menderita
anemia pernisiosa.Asam juga diperlukan dalam penyerapan mineral
(kalsium,magnesium,besi non-hem).Pada pemakai PPI diaporkan peningkatan resiko fraktur
panggul yang mungkin diakibatkan penurunan absrobsi kalsium akibat penurunan sekresi
asam dan aktivasi osteoklas .
c. Infeksi bakteri
Asam lambung merupakan pertahanan kimiawi terhadap kolonisasi bakteri yang masuk dari
makanan.Inhibisi sekresi asam dlaporkan meningkatkan kolonisasi dari bakteri meski makna
klinis belum diketahui.Beberapa studi di masyarakat pemberian PPI meningkatkan resiko
penyakit pneumonia yang didapat dari komunitas dan pneumonia nosocomial.

d. Peningkatan kadar Gastrin


Gastrin sangat dipengaruhi oleh asam lambung dengan feedback negative.jika asam
lambung dihambat maka sekresi gastrin akan meningkat hingga 2x normal.Akibatnya akan
terjadi hyperplasia sel ECL dan sel parietal.Jika pasien berhenti menggunakan PPI saat terjadi
hyperplasia maka akan terjadi hipersekresi asam dan menyebabkan dyspepsia sementara
yang dapat mereda 2-4 minggu setelah kadar gastrin kembali normal

Anda mungkin juga menyukai