Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN KASUS

Chronic Kidney Disease Stadium V dan Anemia

Disusun oleh:
Wahyu Ikhwan Nanda Mukhlish
142011101004

Dokter Pembimbing:
dr. Ali Santoso, Sp.PD

Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya


KSM Ilmu Penyakit Dalam di RSUD dr.Soebandi Jember

LAB/KSM ILMU PENYAKIT DALAM RSD DR. SOEBANDI JEMBER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER
2018
I. LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama : Tn. I
Umur : 48 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Puger Mlokorejo 03/18 Jember
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : Supir
Tanggal MRS : 28-09-2018
Tanggal pemeriksaan : 1-10-2018
Tanggal KRS : 03-10-2018
No. RM : 228007

B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada tanggal 1 Oktober 2018 di Bed 1 ruang Anturium
RSD Dr Soebandi Jember.
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan Utama: Sesak
Pasien mengeluhkan sesak sejak H7SMRS, dan menurut pengakuan pasien
sesak semakin memberat setiap harinya. Pasien terus mengeluh sesak walaupun
sudah beristirahat, dan pasien lebih nyaman tidur dengan posisi setengah
membungkuk. Sesak dirasakan baru pertama kali ini. Tidak ada keluhan nyeri
dada, mual, muntah, dan demam. Sebelum ke RS pasien mengaku produksi urine
keluar sedikit. Tidak ada rasa sakit atau panas saat kencing. Pasien juga tidak
mengeluh sakit atau terasa penuh di bagian kandung kemih.
Pasien riwayat HD regular setiap hari selasa dan jumat sejak 6 bulan yang
lalu. Sebelumnya pasien mempunyai gaya hidup yang tidak sehat seperti suka
minum-minuman yang beralkohol, minuman berenergi, dan sering mengkonsumsi
jamu-jamuan untuk mengurangi gatal-gatal pada kulitnya sekitar seminggu sekali.

1
Pasien mengaku sering minum jamu-jamuan untuk mengurangi gatal pada
kulitnya sudah sekitar 4 tahun yang lalu. Selain itu karena pekerjaan pasien adalah
supir, pasien mengaku sering minum minuman berenergi supaya tidak mengantuk
saat bekerja, sehari jika melakukan perjalanan jauh pasien bisa minum 2-3 botol
per hari. Kebiasaan tersebut dilakukan sejak 1 tahun yang lalu.

2. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit yang sama : (-)
Riwayat tekanan darah tinggi : (+)
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat alergi : alergi debu dan dingin
Riwayat operasi : disangkal
3. Riwayat Pengobatan
Amlodipin
Valsartan
4. Riwayat Sosial Ekonomi
• Community
Pasien tinggal Bersama istri dan 2 anaknya.
• Home
Pasien tinggal di rumah berukuran 9x5 m dengan 3 kamar tidur, 1 ruang
tamu dan 1 dapur dan 1 kamar mandi.
• Occupational
Pasien merupakan seorang supir freelance dengan pekerjaan dan
penghasilan yang tidak menetap.
• Personal habit
Pasien suka merokok, minum-minumal beralkohol dan berenergi, serta
minum jamu racikan.

2
• Drugs and Diet
Pasien jarang memakan sayur. Menu makan pasien terdiri dari nasi dan
lauk pauk dan sedikit sayur-mayur. Pasien makan 2-3 kali sehari.
• Biaya pengobatan
Pasien berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi menengah kebawah.
Status pembiayaan kesehatan pasien yaitu SPM.
Kesan: riwayat sosio ekonomi dan lingkungan cukup beresiko
menimbulkan penyakit dari pasien.

5. Anamnesis Sistem
 Kepala : sakit kepala (+), pusing berputar (-),
jejas (-), leher kaku (-), penurunan
kesadaran (-) benjolan di leher (-)
 Mata : Penglihatan kabur (-), pandangan ganda (-),
pandangan berputar (-), berkunang-kunang
(-), konjungtiva anemis (+), sklera ikterik
(-)
 Hidung : Pilek (-), mimisan (-), tersumbat (-)
 Telinga : Pendengaran berkurang (-), berdenging (-),
keluar cairan (-), darah (-)
 Mulut : Sariawan (-), luka pada sudut bibir (-), bibir
pecah-pecah (-), gusi berdarah (-), mulut
kering (-)
 Tenggorokan : Sakit menelan (-), suara serak (-), gatal (-)
 Sistem respirasi : Sesak nafas (+), batuk (+), dahak (-),
batuk darah (-), mengi (-)
 Sistem kardiovaskuler : Berdebar-debar (-), sesak nafas (+), nyeri
dada (-)
 Sistem gastrointestinal : Mual (-), muntah (-), perut mules (-),
BAB (-)
 Sistem muskuloskeletal : Edema (-), atrofi (-), deformitas (-), Nyeri
3
otot (-), nyeri sendi (-), kaku otot (-)
 Sistem genitourinaria : Sering kencing (-), nyeri saat kencing (-),
keluar darah (-), berpasir (-), kencing nanah
(-), sulit memulai kencing (-), anyang-
anyangan (-)
 Ekstremitas Atas : Luka (-), kesemutan (-), bengkak (-), sakit
sendi (-), panas (-), berkeringat (-), palmar
eritema (-)
Bawah : Luka (-), gemetar (-), ujung jari dingin (-),
kesemutan di kaki (-), bengkak (-) kedua
kaki
 Sistem neuropsikiatri : Kejang (-), gelisah (+), kesemutan (-),
mengigau (-), emosi tidak stabil (+)
 Sistem integumentum : Pucat (-), kulit kuning (-), gatal (+),
pruritus (+), keringat dingin (-)
Kesan: terdapat gangguan pada sistem respirasi dan kulit

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan Umum : lemah
Kesadaran : Compos mentis, GCS 4-5-6
Vital Sign :
a. Tekanan darah : 180/120 mmHg
b. Nadi : 125 x/menit, reguler, kuat angkat
c. RR : 28 x/menit
d. Suhu axilla : 36,70C
e. SpO2 : 95 % menggunakan O2 NRM 15 lpm
Kesan: terdapat gangguan pada pernafasannya.
Status Gizi :
BB sekarang : 58 kg
TB sekarang : 158 cm
4
IMT : 23,2%
Kesan: Berat badan ideal.

2. Status Lokalis
Kepala
a) Kepala
Bentuk normocephal, rambut tidak mudah dicabut (-), luka (-)
b) Wajah
Simetris, moon face (-)
c) Mata
Konjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-), mata cekung (-/-),
perdarahan subkonjungtiva (-/-), pupil isokor (3mm/3mm), reflek
cahaya (+/+) normal, arcus senilis (-/-), katarak (-/-)
d) Telinga
Sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), gangguan fungsi
pendengaran (-/-)
e) Hidung
Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-), fungsi pembau
baik
f) Mulut
Sianosis (-), bibir kering (-), stomatitis (-), mukosa basah (-) gusi
berdarah (-), lidah kotor (-), lidah hiperemis (-), lidah tremor (-), papil
lidah atrofi (-)
Kesan: pemeriksaan daerah kepala ditemukan kesan anemis pada
konjungtiva.

Leher
• Simetris, deviasi trakea (-), pembesaran KGB (-), tiroid membesar (-),
nyeri tekan (-)
Kesan: pemeriksaan fisik leher dalam batas normal.

5
Thorax
Trakea : Deviasi (-), suara nafas trakeal (+)
Cor
- Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V MCL S
- Perkusi : redup di ICS IV PSL D s/d ICS V MCL S
- Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, suara tambahan (-)
Kesan: pemeriksaan fisik cor dalam batas normal
Pulmo
Ventral Dorsal
Inspeksi: Inspeksi:
 Simetris  Simetris
 Retraksi +/+  Retraksi +/+
 Ketinggalan gerak -/-  Ketinggalan gerak -/-

Palpasi: P: Palpasi:
 Fremitus raba  Fremitus raba
N N N N
N N N N
N N N N

Perkusi : Perkusi :
S S S S
S S S S
S S S S
S S S S S S S S
S S S S

6
Ventral Dorsal
Auskultasi : Auskultasi :
DS DS
V V V V
V V V V
V V V V
V V V V
V V V V
V V V V V V V V
V V V V

Rhonki Rhonki
+ + + +
+ + + +
+ + + + + + + +
+ + + +

Wheezing Wheezing
- - - -
- - - -
- - - - - - - -
- - - -

Kesan: Rhonki pada seluruh lapang paru.

Abdomen
– Inspeksi: flat, spider nevi (-), sikatriks (-), striae (-), pelebaran vena (-)
– Auskultasi: bising usus (+) normal
– Perkusi: pekak beralih (-), pekak sisi (-) timpani di semua kuadran
abdomen

7
– Palpasi : nyeri tekan (-), murphy sign (-), hepatomegali (-), defans
muskular (-), limpa (dbn).
Kesan: pemeriksaan fisik abdomen dalam batas normal

Ekstremitas
Keterangan Superior Inferior
Akral hangat (+/+) (+/+)
Edema (-/-) (-/-)
Reflek fisiologik (+/+) (+/+)
Reflek patologik (-/-) (-/-)
Capilary refill <2“ <2“
Kekuatan 555/555 555/555

Kesan: pemeriksaan fisik ekstremitas dalam batas normal

Status Psikiatri Singkat


a. Emosi dan afek : adekuat
b. Proses berpikir
Bentuk : dalam batas normal
Arus : dalam batas normal
Isi : waham (-)
c. Kecerdasan : dalam batas normal
d. Kemauan : dalam batas normal
e. Psikomotor : dalam batas normal
f. Ingatan : dalam batas normal
Kesan: status psikiatri dalam batas normal

8
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium 28 September 2018
HEMATOLOGI LENGKAP
Pemeriksaan Laboratorium 28 September 2018
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Normal
Hemoglobin 5,7 gr/dL 13-16 gr/dL
Leukosit 14,8 x109/L 4,5-11 x109/L
Hematokrit 17,3 % 41-53%
Trombosit 212 x 109/L 150-450 x109/L
GULA DARAH
Glukosa sewaktu 94 mg/Dl <200 mg/dL
ELEKTROLIT
Natrium 134,3 mmol/L 135-155 mmol/L
Kalium 4,87 mmol/L 3,5-5,0 mmol/L
Chlorida 102,0 mmol/L 90-110 mmol/L
Calsium 1,70 mmol/L 2,15-2,57 mmol/L
FAAL GINJAL
Kreatinin serum 5,3 mg/Dl 0,6-1,3 mg/dL
BUN 40 mg/dL 6-20 mg/dL
Urea 86 mg/dL 12-43 mg/dL
Asam Urat 5,3 mg/dL 3,4-7 mg/dL

Kesan: terdapat anemia, peningkatan kadar serum kreatinin, BUN, urea dan
penurunan kalsium.

9
Foto Thorax

Gambar foto thorax tanggal 28-09-2018


 Kesan :
- Terdapat infiltrate diseluruh lapang paru

E. RESUME
– Anamnesis:
 Laki-laki, 48 tahun, datang ke IGD RSD dr. Soebandi Jember dengan
keluhan sesak
 TPL (Temporary Problem List)
- Sesak sejak H5SMRS, memberat 2 hari terakhir
- Lemas
- Nafsu makan menurun

 RPD: Hipertensi (+), Diabetes Melitus disangkal, Asma disangkal


 RPO: (-)
 RPK: disangkal
 Riwayat Sosio Ekonomi: kurang
– Pemeriksaan Fisik:

10
Didapatkan keadaan umum pasien lemas, kesadaran compos mentis dan vital
sign gangguan pada system respirasi berupa dyspnea, vital sign lain dalam
batas normal. Pada pemeriksaan paru didapatkan retraksi dinding dada, suara
nafas vesikuler yang menurun dan rhonki di seluruh lapang paru.

– Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : anemia, peningkatan serum kreatinin, peningkatan BUN,
peningkatan urea, penurunan kalsium
Pemeriksaan foto thorax : tampak infiltrate hampir diseluruh lapang paru

F. DIAGNOSA KERJA
CKD stage V + anemia + pneumonia

G. DIAGNOSA BANDING
- TB
- Ca Paru
- Anemia hemolitik

H. PLANNING
1. Diagnostik
– Darah Lengkap
– Serum Elektrolit
– RFT
– Foto thorax
2. Planning Terapi
Inf. PZ 7 tpm
inj. Cefoperazone 3x1gram
inj. Gentamicin 80 mg/24 jam
inj. Bisolvon 1 amp/8jam
p/o amlodipine 10 mg 1-0-0
p/o valsartan 80 mg 0-0-1

11
tranfusi PRC 1 kolf/hari

3. Planning Monitoring
– Keadaan umum
– Vital sign
– Faal renal
– DL
– Serum elektrolit

4. Planning Edukasi
- Istirahat
- Pola hidup sehat, Diet rendah protein, diet rendah garam, diet rendah
kalium
- Batasin asupan cairan yang masuk
- HD teratur

I. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad malam
Quo ad functionam : ad malam
Quo ad sanationam : ad malam

12
J. Follow Up Pasien

Jumat, 28 September 2018 H1MRS Sabtu, 29 September 2018 H2MRS


S Sesak Sesak
O KU: lemah KU: lemah
Kes: compos mentis Kes: compos mentis
TD: 160/90mmHg TD: 150/90 mmHg
N: 84x/mnt N: 84x/mnt
RR: 26x/mnt RR: 30x/mnt
Tax: 36,6oC Tax: 36,6oC
K/L a/i/c/d: +/-/-/+ K/L : a/i/c/d:+/-/-/+
Thorax: Thorax:
Cor Cor
I: ictus cordis tidak tampak I: ictus cordis tidak tampak
P: ictus cordis teraba di ICS V MCL S P: ictus cordis teraba di ICS MCL S
P: redup P:redup
A: S1S2 tunggal, reguler, e/g/m : -/-/- A: S1S2 tunggal, reguler, e/g/m : -/-
Pulmo : /-
I : simetris, retraksi +/+ Pulmo :
P: fremitus raba +/+ I : simetris, retraksi +/+
P: sonor +/+ P: fremitus raba +/+
A : Ves +/+, Rh +/+, Wh -/- P: sonor +/+
Abd: flat, BU (+) normal, timpani, A : Ves +/+, Rh +/+, Wh -/-
soepel Abd: flat, BU (+) normal, timpani,
Ext: AH (+) & OE (-) soepel
Ext: AH (+) & OE (-)
Urine output : 200 cc/24 jam Urine output : 180cc/24 jam
A CKD stadium V + anemia+ pneumonia CKD stadium V + anemia +
suspek TB pneumonia suspek TB
P Oksigenasi 10lpm Oksigenasi 10lpm

13
Inf. PZ 7 tpm Inf. PZ 7 tpm
Inj. Gentamicin 80 mg/24 jam Inj. Gentamicin 80 mg/24 jam
Inj. Bisolvon 1mg/8 jam Inj. Bisolvon 1mg/8 jam
Inj. Cefoperazone 2x1 gr iv Inj. Cefoperazone 2x1 gr iv
p/o Amlodipin 10 mg 1-0-0 p/o Amlodipin 10 mg 1-0-0
p/o Valsartan 80 mg 0-0-1 p/o Valsartan 80 mg 0-0-1
Trf. PRC 1kolf/hari Trf. PRC 1kolf/hari

Pemeriksaan Laboratorium 28 September 2018


HEMATOLOGI LENGKAP
Pemeriksaan Laboratorium 28 September 2018
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Normal
Hemoglobin 5,7 gr/dL 13-16 gr/dL
Leukosit 14,8 x109/L 4,5-11 x109/L
Hematokrit 17,3 % 41-53%
Trombosit 212 x 109/L 150-450 x109/L
GULA DARAH
Glukosa sewaktu 94 mg/dL <200 mg/dL
ELEKTROLIT
Natrium 134,3 mmol/L 135-155 mmol/L
Kalium 4,87 mmol/L 3,5-5,0 mmol/L
Chlorida 102,0 mmol/L 90-110 mmol/L
Calsium 1,70 mmol/L 2,15-2,57 mmol/L
FAAL GINJAL
Kreatinin serum 5,3 mg/Dl 0,6-1,3 mg/dL
BUN 40 mg/dL 6-20 mg/dL
Urea 86 mg/dL 12-43 mg/dL
Asam Urat 5,3 mg/dL 3,4-7 mg/dL

14
Kesan: terdapat anemia, peningkatan kadar serum kreatinin, BUN, urea dan
penurunan kalsium.

Minggu, 30 September 2018 H3MRS Senin, 1 Oktober 2018, H4MRS


S Sesak dan sulit tidur Sesak
O KU: lemah KU: lemah
Kes: compos mentis Kes: compos mentis
TD: 140/80mmHg TD: 140/100mmHg
N: 78x/mnt N: 78x/mnt
RR: 28x/mnt RR: 30x/mnt
Tax: 36,6oC Tax: 36,6oC
K/L:a/i/c/d:+/-/-/+ K/L:a/i/c/d:+/-/-/+
Thorax: Thorax:
Cor Cor
I: ictus cordis tidak tampak I: ictus cordis tidak tampak
P: ictus cordis teraba di ICS V MCL S P: ictus cordis teraba di ICS V MCL
P: redup S
A: S1S2 tunggal, reguler, e/g/m : -/-/- P: redup
Pulmo : A: S1S2 tunggal, reguler, e/g/m : -/-
I : simetris, retraksi +/+ /-
P: fremitus raba +/+ Pulmo :
P: redup +/+ I : simetris, retraksi +/+
A : Ves +/+, Rh +/+, Wh -/- P: fremitus raba +/+
Abd: flat, BU (+) normal, timpani, P: redup +/+
soepel A : Ves +/+, Rh +/+, Wh -/-
Ext: AH (+) & OE (-) Abd: flat, BU (+) normal, timpani,
Urine output: 180 cc/24 jam soepel
Ext: AH (+) & OE (-)
Urine output: 150 cc/24 jam
A CKD stadium V on HD regular + CKD stadium V on HD regular +

15
anemia + pneumonia suspek TB anemia + pneumonia
P Oksigenasi 10lpm Oksigenasi 10lpm
Inf. PZ 7 tpm Inf. PZ 7 tpm
Inj. Gentamicin 80 mg/24 jam Inj. Gentamicin 80 mg/24 jam
Inj. Bisolvon 1mg/8 jam Inj. Bisolvon 1mg/8 jam
Inj. Cefoperazone 2x1 gr iv Inj. Cefoperazone 2x1 gr iv
p/o Amlodipin 10 mg 1-0-0 p/o Amlodipin 10 mg 1-0-0
p/o Valsartan 80 mg 0-0-1 p/o Valsartan 80 mg 0-0-1
Trf. PRC 1kolf/hari Trf. PRC 1kolf/hari

Rencana: Rencana:
TS Paru: TCM TS Interna: Lab DL, RFT, SE post
tranfusi

Pemeriksaan Laboratorium 1 Oktober 2018


HEMATOLOGI LENGKAP
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Normal
Hemoglobin 10,5 gr/Dl 13-16 gr/dL
Leukosit 7,4 x109/L 4,5-11 x109/L
Hematokrit 31,7 % 41-53%
Trombosit 190 x 109/L 150-450 x109/L

MIKROBIOLOGI PARASIT
TCM
MTB Not Detected Not detected
RR RIF Resistance not Not detected
detected
Kesan: anemia, tidak ditemukan Micobacterium tuberculosis

16
Selasa, 2 Oktober 2018 H5MRS
S Sesak mulai berkurang
O KU: lemah
Kes: compos mentis
TD: 140/80mmHg
N: 78x/mnt
RR: 24x/mnt
Tax: 36,6oC

K/L:a/i/c/d:+/-/-/-
Thorax:
Cor
I: ictus cordis tidak tampak
P: ictus cordis teraba di ICS V MCL S
P: redup
A: S1S2 tunggal, reguler, e/g/m : -/-/-
Pulmo :
I : simetris, retraksi +/+
P: fremitus raba +/+
P: redup +/+
A : Ves +/+, Rh +/+, Wh -/-
Abd: flat, BU (+) normal, timpani,
soepel
Ext: AH (+) & OE (-)

A CKD stadium V on HD regular +


pneumonia

17
P Oksigenasi 10lpm
Inf. PZ 7 tpm
Inj. Gentamicin 80 mg/24 jam
Inj. Bisolvon 1mg/8 jam
Inj. Cefoperazone 2x1 gr iv
p/o Amlodipin 10 mg 1-0-0
p/o Valsartan 80 mg 0-0-1
Trf. PRC 1kolf/hari

TS Interna: KRS post HD

Pemeriksaan Laboratorium 2 Oktober 2018

Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Normal


ELEKTROLIT
Natrium 136,2 mmol/L 135-155 mmol/L
Kalium 3,50 mmol/L 3,5-5,0 mmol/L
Chlorida 101,2 mmol/L 90-110 mmol/L
Calsium 2,0 mmol/L 2,15-2,57 mmol/L
FAAL GINJAL
Kreatinin serum 4,2 mg/Dl 0,6-1,3 mg/dL
BUN 35 mg/dL 6-20 mg/dL
Urea 81 mg/dL 12-43 mg/dL
Asam Urat 3,8 mg/dL 3,4-7 mg/dL

Kesan: terdapat peningkatan kadar serum kreatinin, BUN, dan urea.

18
II PEMBAHASAN

1. Chronic Kidney Disease (CKD)


1.1 Definisi
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia
(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). CKD merupakan
perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat, biasanya berlangsung
beberapa tahun (Brunner & Suddarth, 2002).
Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten
dan irreversible (Mansjoer, dkk, 2009).
Gagal ginjal kronik merupakan penyakit ginjal tahap akhir yang progresif
dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia
(Smeltzer dan Bare, 2009).

19
Chronic kidney disease (CKD) didefinisikan sebagai kerusakan ginjal atau
penurunan GFR <60 ml/menit/1.73m2 selama ≥3 bulan. Kerusakan ginjal yang
dimaksud adalah adanya abnormalitas patologis atau adanya marker kerusakan
ginjal, termasuk abnormalitas pada pemeriksaan darah, urine, atau imaging.
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari
3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti
proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik
ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m²,
sebagai berikut:
1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal,
dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
 Kelainan patologik
 Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada
pemeriksaan pencitraan
2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan dengan
atau tanpa kerusakan ginjal (Chonchol, 2005)

1.2 ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO


Penyebab GGK menurut Price & Wilson (2006) dibagi menjadi delapan
kelas, antara lain:
1. Infeksi misalnya pielonefritis kronik
2. Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
3. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis
4. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif
5. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubulus ginjal
6. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
7. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal
8. Nefropati obstruktif
20
Faktor predisposisi:
1) Diabetes
2) Usia lebih dari 60 tahun
3) Penyakit ginjal congenital
4) Riwayat keluarga penyakit ginjal
5) Autoimmune (lupus erythematosus
6) Obstruksi renal (BPH dan prostitis)
7) Ras

Faktor presipitasi:
1) Paparan toksin dan beberapa medikasi yang berlebih
2) Gaya hidup (hipertensi, atherosclerosis)
3) Pola makan (diet)

1.3 KLASIFIKASI
Klasifikasi CKD berdasarkan Kidney Disease Outcomes Quality Initiative
(KDOQI) pada tahun 2002 yaitu:

Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate) / CCT (Clearance Creatinin Test)
dapat digunakan rumus :
Clearance creatinin (ml/ menit) = (140-umur ) x berat badan (kg)
72 x creatinin serum
*) Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

21
a. Stadium 1
Seseorang yang berada pada stadium 1 CKD biasanya belum merasakan
gejala yang mengindikasikan kerusakan pada ginjal. Hal ini disebabkan ginjal
tetap berfungsi secara normal meskipun tidak lagi dalam kondisi 100% sehingga
banyak penderita yang tidak mengetahui kondisi ginjalnya dalam stadium 1.
Kalaupun hal tersebut diketahui biasanya saat penderita memeriksakan diri untuk
penyakit lainnya seperti diabetes dan hipertensi.

b. Stadium 2
Sama seperti pada stadium awal, seseorang yang berada pada stadium 2
juga tidak merasakan gejala karena ginjal tetap dapat berfungsi dengan baik,
walaupun dengan GFR yang mulai menurun.
c. Stadium 3
Seseorang yang menderita CKD stadium 3 mengalami penurunan GFR
moderat yaitu diantara 30 s/d 59 ml/min. Dengan penurunan pada tingkat ini
akumulasi sisa–sisa metabolisme akan menumpuk dalam darah yang disebut
uremia. Pada stadium ini muncul komplikasi seperti tekanan darah tinggi
(hipertensi), anemia atau keluhan pada tulang.
d. Stadium 4
Pada stadium ini fungsi ginjal hanya sekitar 15–30% saja dan apabila
seseorang berada pada stadium ini sangat mungkin dalam waktu dekat diharuskan
menjalani terapi pengganti ginjal/dialisis atau melakukan transplantasi. Kondisi
dimana terjadi penumpukan racun dalam darah atau uremia biasanya muncul
pada stadium ini. Selain itu besar kemungkinan muncul komplikasi seperti
tekanan darah tinggi (hipertensi), anemia, penyakit tulang, masalah pada jantung
dan penyakit kardiovaskular lainnya.
e. Stadium 5
Pada stadium ini ginjal kehilangan hampir seluruh kemampuannya untuk
bekerja secara optimal. Untuk itu diperlukan suatu terapi pengganti ginjal
(dialisis) atau transplantasi agar penderita dapat bertahan hidup.

22
1.4 MANIFESTASI KLINIS
Menurut Smeltzer dan Bare (2009) manifestasi klinik gagal ginjal
kronik adalah:
1. Kardiovaskuler
a. Hipertensi
b. Pitting edema
c. Edema periorbital
d. Pembesaran vena leher
e. Friction rub perikardial
2. Pulmoner
a. KrekelS
b. Nafas dangkal
c. Kusmaul
d. Sputum kental dan liat
3. Gastrointestinal
a. Anoreksia, mual dan muntah
b. Perdarahan saluran GI
c. Ulserasi dan perdarahan pada mulut
d. Konstipasi / diare
e. Nafas berbau amonia
4. Muskuloskeletal
a. Kram otot
b. Kehilangan kekuatan otot
c. Fraktur tulang
d. Foot drop
5. Integumen
a. Warna kulit abu-abu mengkilat
b. Kulit kering, bersisik
c. Pruritus
d. Ekimosis
e. Kuku tipis dan rapuh

23
f. Rambut tipis dan kasar
6. Reproduksi
a. Amenore
b. Atrofi testis

Pasien dengan CKD menunjukkan manifestasi yang berbeda-beda,


tergantung pada stadium CKD yang dialami.
1) Stadium 1
Seseorang dengan CKD stadium 1 biasanya belum merasakan gejala yang
menandakan kerusakan ginjal karena ginjal masih dapat berfungsi dengan
normal.
2) Stadium 2
Seseorang dengan CKD stadium 2 biasanya juga belum merasakan gejala yang
menandakan kerusakan ginjal walaupun sudah terdapat penurunan GFR ringan,
yaitu sebesar 60-89.
3) Stadium 3
Pada stadium ini, gejala- gejala terkadang mulai dirasakan seperti:
 Fatigue: rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.
 Kelebihan cairan: Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat ginjal
tidak dapat lagi mengatur komposisi cairan yang berada dalam tubuh. Hal
ini membuat penderita akan mengalami pembengkakan sekitar kaki bagian
bawah, seputar wajah atau tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak
nafas akaibat teralu banyak cairan yang berada dalam tubuh.
 Perubahan pada urin: urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan
adanya kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami
perubahan menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur
dengan darah. Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan terkadang
penderita sering trbangun untuk buang air kecil di tengah malam.
 Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada
dapat dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal
seperti polikistik dan infeksi.

24
 Sulit tidur: Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur
disebabkan munculnya rasa gatal, kram ataupun restless legs.
 Penderita GGK stadium 3 disarankan untuk memeriksakan diri ke seorang
ahli ginjal hipertensi (nephrolog). Dokter akan memberikan rekomendasi
terbaik serta terapi – terapi yang bertujuan untuk memperlambat laju
penurunan fungsi ginjal. Selain itu sangat disarankan juga untuk meminta
bantuan ahli gizi untuk mendapatkan perencanaan diet yang tepat. Penderita
GGK pada stadium ini biasanya akan diminta untuk menjaga kecukupan
protein namun tetap mewaspadai kadar fosfor yang ada dalam makanan
tersebut, karena menjaga kadar fosfor dalam darah tetap rendah penting bagi
kelangsungan fungsi ginjal. Selain itu penderita juga harus membatasi
asupan kalsium apabila kandungan dalam darah terlalu tinggi. Tidak ada
pembatasan kalium kecuali didapati kadar dalam darah diatas normal.
Membatasi karbohidrat biasanya juga dianjurkan bagi penderita yang juga
mempunyai diabetes. Mengontrol minuman diperlukan selain pembatasan
sodium untuk penderita hipertensi.
4) Stadium 4
Gejala yang mungkin dirasakan pada stadium 4 hampir sama dengan
stadium 3, yaitu:
 Fatique: rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.
 Kelebihan cairan: Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat ginjal
tidak dapat lagi mengatur komposisi cairan yang berada dalam tubuh. Hal
ini membuat penderita akan mengalami pembengkakan sekitar kaki bagian
bawah, seputar wajah atau tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak
nafas akaibat teralu banyak cairan yang berada dalam tubuh.
 Perubahan pada urin: urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan
adanya kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami
perubahan menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur
dengan darah. Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan terkadang
penderita sering trbangun untuk buang air kecil di tengah malam.

25
 Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada
dapat dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal
seperti polikistik dan infeksi.
 Sulit tidur: Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur
disebabkan munculnya rasa gatal, kram ataupunrestless legs.
 Nausea : muntah atau rasa ingin muntah.
 Perubahan cita rasa makanan : dapat terjadi bahwa makanan yang
dikonsumsi tidak terasa seperti biasanya.
 Bau mulut uremic : ureum yang menumpuk dalam darah dapat dideteksi
melalui bau pernafasan yang tidak enak.
 Sulit berkonsentrasi
5) Stadium 5 (gagal ginjal terminal)
Gejala yang dapat timbul pada stadium 5 antara lain:
 Kehilangan nafsu makan
 Nausea.
 Sakit kepala.
 Merasa lelah.
 Tidak mampu berkonsentrasi.
 Gatal – gatal.
 Urin tidak keluar atau hanya sedikit sekali.
 Bengkak, terutama di seputar wajah, mata dan pergelangan kaki.
 Kram otot
 Perubahan warna kulit

1.5 PATOFISIOLOGI
Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk
pemeriksaan klirens kreatinin. Akibat dari penurunan GFR, maka klirens kretinin
akan menurun, kreatinin akan meningkat, dan nitrogen urea darah (BUN) juga
akan meningkat.
Gangguan klirens renal. Banyak masalah muncul pada gagal ginjal
sebagai akibat dari penurunan jumlah glumeruli yang berfungsi, yang

26
menyebabkan penurunan klirens (substansi darah yang seharusnya dibersihkan
oleh ginjal).
Dari salah satu fungsi ginjal yaitu mengendalikan kadar gula dalam darah
yaitu ada dua hormon yang berperan di ginjal untuk mengendalikan kadar gula
dalam darah yaitu hormon insulin dan hormon adrenalin, hormon insulin
berfungsi sebagai penurun kadar gula dalam darah sedangkan hormon adrenlin
sebagai peningkatan gula dalam darah. Ketika ginjal mengalami gangguan, dua
hormon tersebut tidak dapat bekerja seperti fungsinya masing-masing, etika gagal
ginjal terjadi seseorang resiko terhadap komplikasi hipoglikemi.
Gejala dari gagal ginjal yang mengalami hipoglikemi adalah mual
muntah, ketika ginjal mengalami gangguan menyebabkan sekresi protein
terganggu sehingga terjadi sindrome uremia, dan menjadi gangguan
keseimbangan asam basa sehingga produksi asam meningkat menyebabkan asam
lambung naik terjadi iritasi lambung dan mual muntah.
Tidak adanya asupan nutrisi kedalam tubuh juga merupakan salah satu
penyebab dari hipogikemi, karena asupan glukosa di dalam darah tidak terpenuhi,
bagi penderita gagal ginjal akan semakin mempersulit ketika asupan nutrisi yang
kandungan di dalamnya adalah glukosa tidak dapat difungsikan oleh ginjal untuk
mengeluarkan hormon adrenalin untuk merangsang peningkatan kadar glukosa di
dalam darah.
Hipoglikemia harus segera mendapat pengelolaan yang memadai. Di
berikan makanan yang mengandung karbohidrat atau minuman yang mengandung
gula berkalori atau glukosa 15-20 g melalui intravena. Perlu dilakukan
pemeriksaan ulang glukosa darah 15 menit setelah pemberian glukosa. Glukagon
deberikan pada pasien hipoglikemia berat. Untuk menghindari timbulnya
hipoglikemia pada pasien perlu diajarkan bagaimana menyesuaikan penyuntikan
insulin dengan waktu dan jumlah makanan (karbohidrat)
Retensi cairan dan natrium. Ginjal kehilangan kemampuan untuk
mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal. Terjadi penahanan
cairan dan natrium; meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung
kongestif dan hipertensi.

27
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak
adequate, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan
kecenderungan untuk terjadi perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari
saluran GI.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat
tubuh memiliki hubungan yang saling timbal balik, jika salah satunya meningkat,
yang lain akan turun. Dengan menurunnya GFR, maka terjadi peningkatan kadar
fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar kalsium.
Penurunan kadar kalsium ini akan memicu sekresi paratormon, namun
dalam kondisi gagal ginjal, tubuh tidak berespon terhadap peningkatan sekresi
parathormon, akibatnya kalsium di tulang menurun menyebabkab perubahan pada
tulang dan penyakit tulang.
Penyakit tulang uremik (osteodistrofi). Terjadi dari perubahan kompleks
kalsium, fosfat, dan keseimbangan parathormon.
( Smeltzer dan Bare, 2009).

1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium yang umumnya dianggap menunjang,
kemungkinan adanya suatu Gagal Ginjal Kronik :
a. Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia,
dan hipoalbuminemia.
b. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah.
c. Ureum dan kreatinin : Meninggi, biasanya perbandingan antara ureum
dan kreatinin lebih kurang 20 : 1. Ingat perbandingan bisa meninggi
oleh karena perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas,
pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih.
d. Perbandingan ini berkurang : Ureum lebih kecil dari Kreatinin, pada
diet rendah protein, dan Tes Klirens Kreatinin yang menurun.
e. Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan.
f. Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama

28
dengan menurunnya diuresis.
g. Hipokalsemia dan Hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya
sintesis 1,24 (OH)2 vit D3 pada GGK.
h. Fosfatase lindi meninggi akibat gangguan metabolisme tulang,
terutama Isoenzim fosfatase lindi tulang.
i. Hipoalbuminemis dan Hipokolesterolemia; umumnya disebabkan
gangguan metabolisme dan diet rendah protein.
j. Peninggian Gula Darah , akibat gangguan metabolisme karbohidrat
pada gagal ginjal, (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan
ferifer)
k. Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan,
peninggian hiormon inslin, hormon somatotropik dan menurunnya
lipoprotein lipase.
l. Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH
yang menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang
menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam organik pada gagal
ginjal.
2. Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)
Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia).
Kemungkinan abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam/basa.
3. Ultrasonografi (USG)
Untuk mencari adanya faktor yang reversibel seperti obstruksi oleh karena
batu atau massa tumor, dan untuk menilai apakah proses sudah lanjut.
4. Foto Polos Abdomen
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal.
Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.
5. Pieolografi Intra-Vena (PIV)
Dapat dilakukan dengan cara intravenous infusion pyelography, untuk
menilai sistem pelviokalises dan ureter.

29
6. Pemeriksaan Pielografi Retrograd
Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel.
7. Pemeriksaan Foto Dada
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid
overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikadial.
8. Pemeriksaan Radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi dan kalsifikasi metastatik.

1.7 PENATALAKSANAAN
a) Konservatif
Diet TKRP (Tinggi Kalori Rendah Protein)
Protein dibatasi karena urea, asam urat dan asam organik merupakan
hasil pemecahan protein yang akan menumpuk secara cepat dalam darah jika
terdapat gangguan pada klirens renal. Protein yang dikonsumsi harus bernilai
biologis (produk susu, telur, daging) di mana makanan tersebut dapat
mensuplai asam amino untuk perbaikan dan pertumbuhan sel. Biasanya cairan
diperbolehkan 300-600 ml/24 jam. Kalori untuk mencegah kelemahan
dari Karbohidrat dan lemak. Pemberian vitamin juga penting karena pasien
dialisis mungkin kehilangan vitamin larut air melalui darah sewaktu dialisa.
b) Simptomatik
1. Hipertensi ditangani dengan medikasi antihipertensi kontrol volume
intravaskuler. Gagal jantung kongestif dan edema pulmoner perlu
pembatasan cairan, diit rendah natrium, diuretik, digitalis atau dobutamine
dan dialisis. Asidosis metabolik pada pasien CKD biasanya tanpa gejala dan
tidak perlu penanganan, namun suplemen natrium bikarbonat pada dialisis
mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis.
2. Anemia
Penatalaksanaan anemia dengan rekombinan erythropoiesis-
stimulating agents (ESAs) dapat memperbaiki kondisi pasien CKD dengan
anemia secara signifikan. ESAs harus diberikan untuk mencapai dan
mempertahankan konsentrasi hemoglobin 11.0 sampai 12.0 gr/dL. Pasien

30
juga harus menerima suplemen zat besi selama menerima terapi ESA karena
erythropoiesis yang diinduksi secara farmakologis dibatasi oleh supply zat
besi, ditunjukkan dengan kebutuhan ESA yang lebih sedikit setelah pasien
menerima suplemen zat besi. Selain itu, karena tubuh membentuk banyak
sel darah merah, tubuh juga memerlukan banyak zat besi sehingga dapat
terjadi defisiensi zat besi. Serum ferritin dan persen transferrin saturation
mengalami penurunan setelah 1 minggu terapi ESA pada pasien dengan
CKD yang menerima dialysis. Karena pasien CKD mengalami gangguan
metabolism zat besi, serum ferritin dan persen transferrin saturation harus
dipertahankan lebih tinggi daripada individu normal. Maintenance serum
ferritin yang disarankan yaitu ≥200 ng/mL, dan persen transferrin saturation
≥20%. Sebagian besar pasien CKD membutuhkan suplementasi zat besi
parenteral untuk mencapai kadar zat besi yang disarankan.
c) Terapi Pengganti
1. Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal adalah terapi yang paling ideal mengatasi gagal ginjal
karena menghasilkan rehabilitasi yang lebih baik disbanding dialysis kronik
dan menimbulkan perasaan sehat seperti orang normal. Transplantasi ginjal
merupakan prosedur menempatkan ginjal yang sehat berasal dari orang lain
kedalam tubuh pasien gagal ginjal. Ginjal yang baru mengambil alih fungsi
kedua ginjal yang telah mengalami kegagalan dalam menjalankan
fungsinya. Seorang ahli bedah menempatkan ginjal yang baru (donor) pada
sisi abdomen bawah dan menghubungkan arteri dan vena renalis dengan
ginjal yang baru. Darah mengalir melalui ginjal yang baru yang akan
membuat urin seperti ginjal saat masih sehat atau berfungsi. Ginjal yang
dicangkokkan berasal dari dua sumber, yaitu donor hidup atau donor yang
baru saja meninggal (donor kadaver).
2. Cuci Darah (dialisis)
Dialisis adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi secara
pasif melalui suatu membran berpori dari satu kompartemen cair menuju
kompartemen cair lainnya. Hemodialisis dan dialysis merupakan dua teknik

31
utama yang digunakan dalam dialysis, dan prinsip dasar kedua teknik itu
sama, difusi solute dan air dari plasma ke larutan dialisis sebagai respons
terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu.
a. Dialisis peritoneal mandiri berkesinambungan atau CAPD
Dialisis peritoneal adalah metode cuci darah dengan bantuan membran
selaput rongga perut (peritoneum), sehingga darah tidak perlu lagi
dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan seperti yang terjadi pada mesin
dialisis. CAPD merupakan suatu teknik dialisis kronik dengan efisiensi
rendah sehingga perlu diperhatikan kondisi pasien terhadap kerentanan
perubahan cairan (seperti pasien diabetes dan kardiovaskular).
b. Hemodialisis klinis di rumah sakit
Cara yang umum dilakukan untuk menangani gagal ginjal di Indonesia
adalah dengan menggunakan mesin cuci darah (dialiser) yang berfungsi
sebagai ginjal buatan.

1.8 KOMPLIKASI CKD


Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan
mengalami beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan
Bare (2001) serta Suwitra (2006) antara lain adalah :
1. Hiper kalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan
masukan diit berlebih.
2. Prikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan
kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.

32
8. Edema paru terjadi akibat penimbunancairan serosa atau serosanguinosa yang
berlebihan di ruang interstisial dan alveolus paru-paru. Hal ini timbul karena
ginjal tidak dapat mensekresi urin dan garam dalam jumlah cukup.
9. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
10. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

2. LUNG OEDEMA
2.1 DEFINISI
Edema paru akut adalah keadaan patologi dimana cairan intravaskuler
keluar ke ruang ekstravaskuler, jaringan interstisial dan alveoli yang terjadi
secara akut. Pada keadaan normal cairan intravaskuler merembes ke jaringan
interstisial melalui kapiler endotelium dalam jumlah yang sedikit sekali,
kemudian cairan ini akan mengalir ke pembuluh limfe menuju ke vena
pulmonalis untuk kembali ke dalam sirkulasi (Flick, 2000; Hollenberg, 2003).
Acute Lung Odema (ALO) atau edema paru akut adalah terjadinya
penumpukan cairan secara massif di rongga alveoli yang menyebabkan pasien
berada dalam kedaruratan respirasi dan ancaman gagal nafas (Gumiwang, 2007).
Edema paru akut adalah akumulasi cairan di interstisial dan alveoulus
paru yang terjadi secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan
intravaskular yang tinggi (edem paru kardiak) atau karena peningkatan
permeabilitas membran kapiler (edem paru non kardiogenik) yang
mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepaat sehingga terjadi
gangguan pertukaran udara di alveoli secara progresif dan mengakibatkan
hipoksia (Harun dan Sally, 2009)

33
2.2 ETIOLOGI
a. Ketidakseimbangan Starling Forces
1) Peningkatan tekanan kapiler paru
Etiologi dari keadaan ini antara lain:
 Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi
ventrikel kiri (stenosis mitral).
 Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan
fungsi ventrikel kiri.
 Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh
karena peningkatan tekanan arteria pulmonalis (over perfusion
pulmonary edema).
2) Penurunan tekanan onkotik plasma
 Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati,
protein-losing enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit
nutrisi. hipoalbuminemia saja tidak menimbulkan edema paru,
diperlukan juga peningkatan tekanan kapiler paru. Peningkatan
tekanan yang sedikit saja pada hipoalbuminemia akan
menyebabkan edema paru.
3) Peningkatan tekanan negatif intersisial
Edema paru dapat terjadi akibat perpindahan yang cepat dari udara
pleural, contoh yang sering menjadi etiologi adalah:
 Pengambilan terlalu cepat pneumotoraks atau efusi pleura
(unilateral).
 Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran
napas akut bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume
(asma).
4) Peningkatan tekanan onkotik intersisial
 Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun
klinik.
b. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory
Distress Syndrome)
34
Keadaan ini merupakan akibat langsung dari kerusakan pembatas antara
kapiler dan alveolar. Cukup banyak kondisi medis maupun surgical
tertentu yang berhubungan dengan edema paru akibat kerusakan pembatas
ini daripada akibat ketidakseimbangan Starling Force.
1) Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
2) Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap Teflon®, NO2,
dsb).
3) Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan,
alpha-naphthyl thiourea).
4) Aspirasi asam lambung.
5) Pneumonitis radiasi akut.
6) Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
7) Disseminated Intravascular Coagulation.
8) Imunologi: pneumonitis hipersensitif, obat
nitrofurantoin, leukoagglutinin.
9) Shock lung oleh karena trauma di luar toraks.
10) Pankreatitis perdarahan akut.
c. Insufisiensi Limfatik
1) Post Lung Transplant
2) Lymphangitic Carcinomatosis
3) Fibrosing Lymphangitis (silicosis)
d. Tak diketahui/tak jelas
1) High Altitude Pulmonary Edema
2) Neurogenic Pulmonary Edema
3) Narcotic overdose
4) Pulmonary embolism
5) Eclampsia
6) Post Cardioversion.
7) Post Anesthesia
8) Post Cardiopulmonary Bypass.
(Harun & Sally, 2009)

35
2.3 FAKTOR RISIKO
Penyebab paling umum dari edema paru adalah gagal jantung. Tapi tidak
setiap kasus adalah karena masalah jantung. Beberapa faktor risiko edema
paru meliputi:
 Tekanan darah tinggi
 Diabetes
 Penyakit jantung koroner atau katup
 Kegemukan
 Cedera sistem saraf
 Infeksi

2.4 KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik
dan non-kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat
berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri
apapun sebabnya. Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada
penderita Payah Jantung Kiri Cronic
1. Edema paru kardiogenik
Yaitu edema paru yang disebabkan karena gangguan pada jantung atau sistem
kardiovaskuler.
 Penyakit pada arteri koronaria
Arteri yang menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit karena adanya
deposit lemak (plaques).
 Kardiomiopati
Kardiomiopati menyebabkan ventrikel kiri menjadi lemah sehingga tidak
mampu mengkompensasi suatu keadaan dimana kebutuhan jantung
memompa darah lebih berat pada keadaan infeksi. Apabila ventrikel kiri
tidak mampu mengkompensasi beban tersebut, maka darah akan kembali ke
paru-paru. Hal inilah yang akan mengakibatkan cairan menumpuk di paru-
paru (flooding).

36
 Gangguan katup jantung
Pada kasus gangguan katup mitral atau aorta, katup yang berfungsi untuk
mengatur aliran darah tidak mampu membuka secara adekuat (stenosis) atau
tidak mampu menutup dengan sempurna (insufisiensi). Hal ini
menyebabkan darah mengalir kembali melalui katub menuju paru-paru.
 Hipertensi
Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya penebalan pada
otot ventrikel kiri dan dapat disertai dengan penyakit arteri koronaria.
(Harun dan Sally, 2009).
2. Edema paru non kardiogenik
Yaitu edema paru yang bukan disebabkan karena keainan pada jantung tetapi
paru itu sendiri. Edema paru non-kardiogenik disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas pembuluh darah paru yang menyebabkan meningkatnya cairan
dan protein masuk ke dalam intersisial paru dan alveolus. Cairan edema paru
nonkardiogenik memiliki kadar protein tinggi karena membran pembuluh
darah lebih permeabel untuk dilewati oleh molekul besar seperti protein
plasma. Banyaknya cairan edema tergantung pada luasnya edema interstitial,
ada atau tidak adanya cidera pada epitel alveolar dan kemampuan dari epitel
alveolar untuk secara aktif mengeluarkan cairan edema alveolar. Edema paru
akibat acute lung injury dimana terjadi cedera epitel alveolar yang
menyebabkan penurunan kemampuan untuk menghilangkan cairan alveolar
(Lorraine et al, 2005).

37
2.5 PATOFISIOLOGI
Pada paru normal, cairan dan protein keluar dari mikrovaskular
terutama melalui celah kecil antara sel endotel kapiler. Cairan dan solute yang
keluar dari sirkulasi ke ruang alveolar intertisial pada keadaan normal tidak
dapat masuk ke ruang alveolar hal ini disebabkan epitel alveolus terdiri atas
ikatan yang sangat rapat. Selain itu, ketika cairan memasuki ruang intertisial,
cairan tersebut akan dialirkan ke ruang peribronkovaskular, yang kemudian
dikembalikan oleh sistem limfatik ke sirkulasi. Perpindahan protein plasma
dalam jumlah lebih besar tertahan. Tekanan hidrostatik yang diperlukan untuk
filtrasi cairan keluar dari mikrosirkulasi paru sama dengan tekanan hidrostatik
kapiler paru yang dihasilkan sebagian oleh gradient tekanan onkotik protein.
Edema paru kardiogenik atau edema volume overload terjadi karena
peningkatan tekanan hidrostatik yang cepat dalam kapiler paru menyebabkan
peningkatan filtrasi cairan transvascular. Peningkatan tekanan hidrostatik di
kapiler pulmonal biasanya berhubungan dengan peningkatan tekanan vena
pulmonal akibat peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (LVED)
dan tekanan atrium kiri. Peningkatan ringan tekanan ventrikel kiri (18 – 25
mmHG) menyebabkan edema di perimikrovaskuler dan ruang ruang intersisial
peribronkovaskular. Jika tekanan atrium kiri meningkat lebih ti nggi (>25)
maka cairan edema akan menembus epitel paru,membanjiri alveolus. Kejadian
tersebut akan menimbulkan lingkaran setan yang terus memburuk oleh proses
sebagai berikut :
- Meningkatnya kongesti paru akan menyebabkan desaturasi, menurunnya
pasokan oksigen miokard dan akhirnya semakin memburuknya fungsi
jantung.
- Hipoksemia dan meningkatnya cairan di paru menimbulkan vasokonstriksi
pulmonal sehingga meningkatkan tekanan ventrikel kanan. Peningkatan
tekanan ventrikel kanan melalui mekanime interdependensi ventrikel akan
semakin menurunkan fungsi ventrikel kiri.
- Insufisiensi sirkulasi akan menyebabkan asidosis sehingga memperburuk
fungsi jantung
38
Bila edema paru kardiogenik disebabkan oleh peningkatan tekanan hidrostati
k maka sebaliknya, edema paru nonkardiogenik disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas pembuluh darah paru yang menyebabkan meningkatnya cairan
dan protein masuk ke dalam intersisial paru dan alveolus. Cairan edema paru
nonkardiogenik memiliki kadar protein tinggi karena membran pembuluh
darah lebih permeable untuk dilewati oleh protein plasma. Akumulasi cairan
edema ditentukan oleh keseimbangan antara kecepatan filtrasi cairan ke dalam
paru dan kecepatan cairan tersebut dikeluarkan dari alveoli dan intersisial.

2.6 MANIFESTASI KLINIS


 Serangan khas terjadi pada malam hari setelah berbaring selama beberapa jam
dan biasanya di dahului dengan rasa gelisah, ansictas dan tidak dapat tidur.
 Awitan sesak nafas mendadak dan rasa akfiksia (seperti kebiasaan nafas)
tangan menjadi dingin dan basah, bantalan kuku menjadi sianotik dan warna
kulit menjadi abu-abu.
 Nadi cepat dan lemah, vena leher distensi
 Batuk hebat menyebabkan peningkatan jumlah sputum mokoid.
 Dengan makin berkembangnya edema paru, ansietas berkembang menjadi
mendekati, pasien muali bingung, kemudian stopor.
 Nafas menjadi bising dan basah (dapat tenggelam oleh cairan sendiri)
 Heomamptec (batuk darah)
 Ronchi
+ +
+ +
+

 Tekanan darah menurun


 Takhikardi

39
Cara membedakan ALO kardiogenik dan ALO non kardiogenik
ALO kardiogenik ALO non kardiogenik
Anamnesis
Acute cardiac event (+) Jarang
Penemuan Klinis
Perifer Dingin (low flow state) Hangat (high flow meter)
S3 gallop/kardiomegali (+) Nadi kuat
(-)
Tak meningkat
JVP Meningkat Kering
Ronki Basah Tanda penyakit dasar
Laboratorium
EKG Iskemia/infark Biasanya normal
Foto toraks DIstribusi perihiler Distribusi perifer
ENzim kardiak Bisa meningkat Biasanya normal
PCWP > 18 mmHg < 18 mmHg
Shunt intra pulmoner Sedikit Hebat
Protein cairan edema < 0.5 > 0.7
Keterangan:
JVP: jugular venous pressure
PCWP: Pulmonary Capilory wedge pressure
(Harun dan Nasution,2006)

2.7 PENATALAKSANAAN MEDIS


Pengobatan pada penyakit edema paru di arahkan terhadap penyakit
primer yang menyebabkan terjadinya edema paru tersebut disertai pengobatan
suportif terutama mempertahankan oksigenasi yang adekuat dan optimalisasi
hemodinamik sehingga diharapkan mekanisme kompensasi tubuh akan bekerja
dengan baik bila terjadi gagal multiorgan.

40
Pemberian oksigen sering berguna untuk meringankan dan
menghilangkan rasa nyeri dada dan bila memungkinkan dapat dicapai paling baik
dengan memberikan tekanan positif terputus-putus.
Optimalisasi fungsi hemodinamik dilakukan dengan menurunkan tekanan
arteri pulmonal berarti dapat membantu mengurangi kebocoran kapiler paru.
Caranya ialah dengan retriksi cairan, penggunaan diuretik dan obat vasodilator
pulmonal (nitric oxide/NO). Pada prinsipnya penatalaksanaan yang penting yaitu
mempertahankan keseimbangan yang optimal antara tekanan pulmoner yang
rendah untuk mengurangi kebocoran ke dalam alveoli, tekanan darah yang
adekuat untuk mempertahankan perfusi jaringan dan transport oksigen yang
optimal.
Apabila sudah ditemukan gagal ginjal, dilakukan perawatan konservatif
berupa diet rendah protein. Apabila gagal ginjal sudah lanjut, diperlukan dialysis
bahkan transplantasi ginjal.

3. HEMODIALISA
3.1 DEFINISI
Hemodialysis adalah bentuk dialysis yang menggunakan mesin (alat
dialysis ginjal) untuk membuang kelebihan cairan, bahan kimia dan produk sisa
dari darah. (Litin, 2009)
Hemodialysis adalah terapi pengganti ginjal pada pasien gagal ginjal
akut, gagal ginjal kronis, dan gagal ginjal terminal melalui mesin. Hemodialysis
termasuk jenis membrane dialysis selain cangkok ginjal. Kelebihan dengan
hemodialysis adalah pasien hanya datang ke rumah sakit minimal 2 kali
perminggu sedangkan cangkok ginjal hanya dapat digantikan dengan ginjal asli
yang diberikan oleh donor ginjal. (Rizal, 2011)
Terapi hemodialisa adalah suatu teknologi tingkat tinggi sebagai terapi
pengganti untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari
peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hydrogen, urea, kreatinin,
asam urat, dan zat-zat lain melalui membrane semi permeable sebagai pemisah

41
darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis
dan ultra filtrasi.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa hemodialisa
adalah suatu terapi pengganti ginjal yang menggunakan mesin ginjal buatan untuk
mengeluarkan cairan dan produk limbah dalam tubuh kita, dimana menggantikan
ginjal yang sudah tidak dapat berfungsi dengan baik lagi.

3.2 TUJUAN
Tujuan hemodialisis adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik
dari darah dan mengeluarkan air yang berlebihan. Pada hemodialisis, aliran darah
yang penuh dengan toksik dan sisa nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dialiser
tempat darah tersebut di bersihkan dan kemudian di kembalikan lagi ke tubuh
pasien.
1. Membuang produk sisa metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan
asam urat.
2. Membuang kelebihan air dengan mengetahui tekanan banding antara darah
dan bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dan negatif
(penghisap) dalam kompartemen dialisat.
3. Mempertahankan atau mengembalikan sistem buffer tubuh.

42
4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.

3.3 INDIKASI
1. Gagal ginjal akut
2. Gagal ginjal kronik, bila laju filtrasi gromelurus kurang dari 5 ml/menit
3. Kalium serum lebih dari 6 mEq/l
4. Ureum lebih dari 200 mg/dl
5. PH darah kurang dari 7,1
6. Anuria berkepanjangan, lebih dari 5 hari
7. Intoksikasi obat dan zat kimia
8. Sindrom Hepatorenal

3.4 PRINSIP KERJA


Terdapat tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu: difusi,
osmosis, dan ultrafiltrasi.
 Toksin dan zat limbah di keluarkan melalui proses difusi dengan cara bergerak
dari darah yang memilki konsentrasi tinggi ke cairan yang konsentrasi rendah.
 Air yang berlebihan akan di keluarkan dari tubuh melalui proses osmosis.
Pengeluaran air dapat di kendalaikan dengan menciptakan gradien tekanan
dengan kata lain, air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi
(tubuh pasien) ke tekanan yang loebih rendah (cairan dialisat).gradien ini dapat
di tingkatkan meleui tekanan negatif yang di kenal dengan ultrafiltrasi.
Tekanan negatif ini di terapkan pada alat ini sebagai kekuatan penghisap pada
membran dan memfasilitasi pengeluran air karena pasien tidak dapat
mengekresikan ari kekuatan ini di perlukan untuk mengeluarkan cairan hingga
tercapai isovolemia(keseimbangan cairan).

43
3.5 PROSES HEMODIALISA
Mekanisme proses pada mesin hemodialisa, darah dipompa dari tubuh
masuk kedalam mesin dialysis lalu dibersihkan pada dialyzer (ginjal buatan), lalu
darah pasien yang sudah bersih dipompakan kembali ke tubuh pasien.
Mesin dialysis yang paling baru telah dilengkapi oleh system
komputerisasi dan secara terus menerus memonitor array safty-critical parameter,
mencangkup laju alir darah dan dialysate, tekanan darah, tingkat detak jantung,
daya konduksi, pH dan lain-lain. Bila ada yang tidak normal, alarm akan
berbunyi. Dalam hemodialysis memerlukan akses vascular (pembuluh darah)
hemodialysis (AVH) yang cukup baik agar dapat diperoleh aliran darah yang
cukup besar, yaitu diperlukan kecepatan darah sebesar 200 – 300 ml/menit secara
kontinyu selama hemodialysis 4 – 5 jam.
AVH dapat berupa kateter yang dipasang di pembuluh darah vena di
leher atau paha yang bersifat temporer. Untuk yang peramanen dibuat hubungan
antara arteri dan vena, biasanya di lengan bawah disebut arteriovenous fistula,
lebih populer bila disebut (brescia) cimino fistula. Kemudian darah dari tubuh
pasien masuk ke dalam sirkulasi darah mesin hemodialysis yang terdiri dari
selang inlet/arterial (ke mesin) dan selang outlet/venous (dari mesin ke tubuh),
kedua ujungnya disambung ke jarum dan kanula yang ditusuk ke pembuluh darah
pasien. Darah setelah melalui selang inlet masuk ke dialisar. Jumlah darah yang
menempati sirkulasi darah di mesin berkisar 200 ml. Dalam dialiser darah
dibersihkan, sampah-sampah secara kontinyu menembus membrane dan
menyeberang ke kompartemen dialisat, di pihak lain cairan dialisat mengalir
dalam mesin hemodialysis dengan kecepatan 500 ml/menit masuk ke dalam
dialiser pada kompartemen dialisat. Cairan dialisat merupakan cairan yang pekat
dengan bahan utama elektrolit dan glukosa, cairan ini dipompa masuk ke mesin
sambil dicampur dengan air bersih yang telah mengalami proses pembersihan
yang rumit (water treatment). Selama proses hemodialysis, darah pasien diberi
heparin agar tidak membeku bila berada di luar tubuh yaitu dalam sirkulasi darah
mesin.

44
Prinsip hemodialysis sama seperti metoda dialysis. Melibatkan difusi zat
terlarut ke sembarang suatu selaput semipermeable. Prinsip pemisahan
menggunakan membran ini terjadi pada dialyzer. Darah yang mengandung sisa-
sisa metabolisme dengan konsentrasi yang tinggi dilewatkan pada membrane
semipermeable yang terdapat dalam dialyzer, dimana dalam dialyzer tersebut
dialirkan dialysate dengan arah yang berlawanan (counter current).
Driving force yang digunakan adalah perbedaan konsentrasi zat yang
terlarut berupa racun seperti partikel-parttikel kecil, seperti urea, kalium, asam
urea, fosfat dan kelebihan khlorida pada darah dan dialysate. Semakin besar
konsentrasi racun tersebut di dalam darah dan dialisat maka proses difusi semakin
cepat. Berlawanan dengan peritoneal dialysis, dimana pengangkutan adalah antar
kompartemen cairan yang statis, hemodialysis bersandar pada pengangkutan
konvektif dan menggunakan konter mengalir, dimana bila dialysate mengalir ke
dalam berlawanan arah dengan mengalir axtracorporeal sirkuit. Metode ini dapat
meningkatkan efektifitas dialysis.
Dialysate yang digunakan adalah larutan ion mineral yang sudah
disterilkan, urea dan sisa metabolisme lainnya, seperti kalium dan fosfat, berdifusi
ke dalam dialysate. Selain itu untuk memisahkan yang terlarut dalam darah
digunakan prinsip ultrafiltrasi. Driving force yang digunakan pada ultrafiltrasi ini
adalah perbedaan tekanan hidrostatik antara darah dan dialyzer. Tekanan darah
yang lebih tinggi dari dialyzer memaksa air melewati membrane. Jika tekanan dari
dialyzer diturunkan maka kecepatan ultrafiltrasi air dan darah akan meningkat.
Jika kedua proses ini digabungkan, maka akan didapatkan darah yang
bersih setelah dilewatkan melalui dialyzer. Prinsip inilah yang digunakan pada
mesin hemodialysis modern, sehingga keefektifannnya dalam menggantikan peran
ginjal sangat tinggi. (Rizal, 2011).

3.6 Penatalaksanaan Pasien Yang Menjalani Hemodialisis Jangka Panjang


 Diet dan massalah cairan
Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisis
mengingat adanya efek uremia. Apabila ginajal yang rusak tidak mampu

45
mengekresikan produk akhir metabolisme, subtansi yang bersifat asam ini
akan menumpuk dalam serum pasien dan bekerja sebagai racun atau toksin
yang di kenal dengan gejala uremik.
 Pertimbangan medikasi
Banyak obat yang dieksresikan seluruhnya atau sebagian melalui ginjal.
Pasien yang memerlukan obat-obatan harus di pantau dengan ketat untuk
memastikan agar kadar obat-oabatan dalam darah dan jaringan dapat di
pertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksik.

3.7 KOMPLIKASI
Komplikasi terapi dialisis sendiri dapat mencakup hal-hal berikut:
1. Hipotensi dapat terjadi selama terapi dialisis ketika cairan di keluarkan.
2. Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja terjadi
jika udara memasuki sistem vaskuler pasien.
3. Nyeri dada dapat terjadi karena pCO2menurun bersamaan dengan
terjadinya sirkulasi darah di luar tubuh.
4. Pruritus dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir
metabolisme meninggalkan kulit.
5. Gangguan keseimbangan dialisis terjadi karena perpindahan cairan
serebral dan muncul sebagai serangan kejang.
6. Kram otot yang nyeri terjadi ketikacairan dan elektrolit dengan cepat
meningglkan ruang ekstrasel.
7. Mual dan muntah merupakan peristiwa yang sering terjadi.

46
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. 2000. Nursing care plans:
Guidelines for planning and documenting patients care. Alih bahasa:
Kariasa,I.M. Jakarta: EGC.
Fauci et al. 2008. Harrison’s Principles of Internal Medicine, 17th Edition. United
States of America: McGraw-Hill Companies, Inc.
Harun S dan Sally N. Edema Paru Akut. 2009. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. 5th Ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. p. 1651-
1653.
Lorraine et al. 2005. Acute Pulmonary Edema. N Engl J Med.;353:2788-96.
Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta : Media
Aeusculapius FKUI.
Nurko, Saul. 2006. Anemia in chronic kidney disease: Causes, diagnosis,
treatment. Cleveland Clinic Journal of Medicine. 73(3): 289-97
Smeltzer, Suzanne C., Bare, Brenda G. 2001. Brunner & Suddarth Textbook of
Medical Surgical Nursing 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Kllinis
Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC.

47

Anda mungkin juga menyukai