Anda di halaman 1dari 3

HORMON INKRETIN

Hormon inkretin, terutama glucagon-like peptid 1 (GLP-1) dan glucose-dependent


insulinotropic polypeptida (GIP), adalah hormon polipeptida yang disintesis di usus yang
merangsang sekresi insulin sebagai respons terhadap asupan makanan.7 Reseptor GIP terdapat
pada sel beta pankreas. Reseptor GLP-1 predominan terdapat pada sel beta, walaupun terdapat
juga pada sel alfa pankreas dan di sel-sel jaringan lain. Pengikatan GIP dan GLP-1 pada
reseptornya akan merangsang sekresi insulin yang dependen glukosa melalui aktivasi reseptor
G-protein pada sel beta pankreas; hal ini akan merangsang produksi cyclic adenosine
monophosphate dan aktivasi protein kinase A.1,5,8 Setelah makan, hormon inkretin GIP dan
GLP-1 akan disekresikan, kemudian berikatan dengan reseptornya masing-masing dan
merangsang pelepasan insulin dari sel beta pankreas. Penting dicatat bahwa hormon inkretin
hanya akan menunjukkan efeknya hanya jika konsentrasi glukosa di atas konsentrasi basal.1,3

Seperti yang terlihat dalam gambar 2, reseptor GLP-1 terdapat juga pada jaringan selain sel
pankreas, termasuk di jantung, ginjal, sistem saraf pusat dan tepi, hati, dan saluran cerna.
Karena itu, GLP-1 dapat memediasi berbagai aksi pengaturan glukosa. Selain meningkatkan
sekresi insulin yang tergantung glukosa, pengikatan GLP-1 ke reseptornya dapat menghambat
sekresi glukagon, memperlama pengosongan lambung, dan menekan nafsu makan, sehingga
dapat mengurangi asupan makanan dan menyebabkan penurunan berat badan.8,9 GLP-1 juga
memfasilitasi peningkatan pembuangan glukosa melalu mekanisme neural. GLP-1
merangsang transkripsi gen insulin dan menstabilkan insulin mRNA, sehingga meningkatkan
insulin yang dihasilkan sel beta. Pada model hewan, GLP-1 meningkatkan massa sel beta
pankreas dengan meningatkan proliferasi dan neogenesis sel beta, serta menghambat apoptosis.
10
Stimulasi reseptor inkretin akan menyebabkan ‘efek inkretin’, yaitu peningkatan sekresi insulin
lebih tinggi secara signifikan saat diberikan asupan glukosa oral, daripada asupan glukosa
intravena. Stimulasi dari inkretin ini bertanggung jawab atas 50-70% sekresi insulin sebagai
respons pemberian glukosa oral. Pada penderita DM tipe 2, efek inkretin ini berkurang bahkan
menghilang. Sekresi GIP normal atau sedikit meningkat, tetapi efek insulinotropicnya tidak
ada. Sebaliknya, GLP-1 masih dapat merangsang sedikit sekresi insulin jika terjadi kondisi
hiperglikemia. Pemberian GLP-1 eksogen, secara injeksi subkutan atau intravena, akan
menyebabkan konsentrasi GLP-1 yang tinggi di dalam plasma, dan akan dapat mengembalikan
efek inkretin dengan respon insulin yang adekuat. 5,7

Gambar 3. Efek inkretin pada orang sehat (kiri) dan pada penderita diabetes (kanan)
Kegunaan klinis GLP-1 alami yang dihasilkan tubuh terbatas karena waktu paruhnya yang
sangat singkat (<2 menit), karena GLP-1 alami didegradasi secara cepat menjadi metabolit
inaktif oleh enzim dipeptidil peptidase 4 (DPP 4). Karena itu, dikembangkan terapi berbasis
inkretin yang berdasarkan aksi fisiologis dan farmakologis GLP-1 untuk penanganan DM tipe
2 : GLP-1 agonis dan DPP 4 inhibitor.3,4,5

DAFTAR PUSTAKA
1. Van Gaal, et al. Exploiting the antidiabetic properties of incretins to treat type 2 diabetes
mellitus : glucagon-like peptide 1 receptor agonist or insulin for patients withinadequate
glycemic control? European Journal of Endocrinology. 2008;158: p.773-84

2. Garber AJ. Long acting glucagon-like peptide 1 receptor agonists : a review of their
efficacy and tolerability. Diabetes Care. 2011;34:p.S279-84

3. Freeman JS. A physiologic and pharmacological basis for implementation of incretin


hormones in the treatment of type 2 diabetes mellitus. Mayo Clinic Proceedings.
2010;85(12)(suppl):p. S5-14

4. Neumiller JJ. Differential chemistry (structure), mechanism of action, and pharmacology


of GLP-1 receptor agonists and DPP-4 inhibitors. J Am Pharm Assoc.2009;49(suppl 1):
p. S16-29

5. Gallwitz B. Glucagon-like peptide 1 analogues for type 2 diabetes mellitus : currentand


emerging agents. Drugs. 2011;71(13):p.1675-88

Gambar 2. Aksi GLPD1 pada jaringan perifer

Anda mungkin juga menyukai