Anda di halaman 1dari 8

LEMBAR TUGAS MANDIRI

Nama : Rivaldo
NPM : 1706030056
Kelas : PBL Gastrointestinal - 2

Diagnosis Diferensial, Tata Laksana, Prognosis, dan Komplikasi Gastritis

1. Pendahuluan
Pada pemicu ini disebutkan bahwa ada seorang perempuan 25 tahun yang datang ke IGD
sebuah rumah sakit dengan keluhan utama sesak napas dari empat jam sebelumnya. Hasil
anamnesa dari ibu dari tiga orang anak ini menunjukkan bahwa ia sudah sering mengeluhkan
rasa sakit di dada dan rasa panas di ulu hati sejak enam bulan yang lalu. Selain itu, pasien juga
merasakan rasa asam atau pahit di mulut yang disertai dengan mulut yang terasa bau. Keluhan-
keluhan yang ada itu menyebabkan pasien tidak dapat tidur di malam hari. Pasien juga
mengeluhkan rasa stress yang disebabkan oleh tidak harmonisnya hubungan dengan suami
karena sering bertengkar mengenai banyak hal. Pasien mengaku pernah berobat kepada dokter,
tetapi ia tidak menghabiskan obat yang diberikan karena merasa tidak ada perbaikan yang
terjadi.
Hasil pemeriksaan fisik umum menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas normal.
Pemeriksaan jantung dan paru-paru menunjukkan hasil yang normal. Hati dan limpa tidak
teraba, tetapi nyeri tekan epigastrium positif. Hasil pemriksaan laboratorium juga berada dalam
batas-batas normal. Analisis dari hasil anamnesa, pemeriksaan, dan uji laboratorium
menunjukkan adanya gangguan pada sistem gastrointestinal, khususunya gastritis. Hal itu
didasarkan bahwa pemeriksaan jantung dan paru-paru normal, hati dan limpa tidak teraba yang
berarti tidak terjadi pembesaran, dan nyeri tekan pada epigastrium yang menandakan ada
disfungsional organ pencernaan. Rasa asam di mulut dan mulut yang terasa bau menunjukkan
adanya gangguan pada gaster. Oleh sebab itu, diagnosis diferensial, tata laksana, prognosis, dan
komplikasi dari penyakit gastritis dirasa perlu untuk dikaji lebih lanjut sehingga dipilih menjadi
salah satu topik LTM dari kelompok diskusi dua ini.

2. Isi
2.1 Diagnosis Diferensial
Penyakit saluran cerna umumnya memiliki gejala yang serupa sehingga menyebabkan
gastritis memiliki kesamaan dengan banyak penyakit. Penyakit-penyakit yang menjadi
diagnosis diferensial dari gastritis adalah benign gastric ulcer, limfoma lambung, polip jinak,
pseudopolip, adenoma lambung, polip hiperplasia, leiomyoma, leiomyosarcoma, tumor
carcinoid, gastritis disebabkan helicobacter, penyakit Ménétrier, penyakit Crohn, amyloid,
sarcoid, dan sarcoma Kaposi.1 Selain itu, kepustakaan lain juga menyebutkan GERD, penyakit
jantung, kanker lambung, pankreatitis, kanker pankreas, neoplasma pankreas, cholelithiasis
(batu empedu), cholecystitis (inflamasi kantung empedu), pengosongan lambung yang

1
terhambat, dan iskemia sistem cerna.2 Salah satu diagnosis diferensial yang paling penting
terkait penyakit gastritis ialah ulkus peptikum jinak. Pembedaan tersebut menjadi esensial
karena kanker lambung bisa saja tidak dapat dibedakan secara visual dengan ulkus peptikum
jinak atau ulkus peptikum ganas yang sedang mengalami penyembuhan. Akan tetapi, ketika
obat-obatan kelas protein pump inhibitor tengah digunakan, perbedaan itu terlihat dengan jelas.
Oleh sebab itu, biopsi ulkus disertai pengunaan endoskopi, baik terlihat jinak atau ganas,
menjadi prosedur diagnosis yang disarankan untuk dilakukan dengan memperhatikan riwayat
penyakit dan karakteristik pasien. Diagnosis diferensial yang penting dan perlu diberikan
perhatian khusus ialah limfoma sel B lambung, polip jinak, pseudopolip, dan polip
hiperplasia.1,3 Selain endoskopi dan biopsi, CT scan juga membantu mendiferensiasi antara
gastritis dengan keganasan area lambung. Teknik immunostaining secara khusus membedakan
limfoma dengan gastritis pada umumnya. Perlu diingat dalam penggunaan modalitas PET,
aktivitas berlebihan bagian setengah proksimal lambung dapat terjadi pada gastritis erosif.3

Gambar 1. Diagnosis Diferensial Gastritis1


2.2 Tata Laksana
2.2.1 Tata Laksana Farmakologi
Penanganan gastritis secara farmakologi harus diarahkan kepada penyebab-penyebab
gastritis itu sendiri. Oleh karena gastritis memiliki banyak jenis dan terbagi atas kelas-kelas
tersendiri, penanganan gastritis pun konsekuensinya menjadi banyak dan beragam. Gastritis
akut paling umum disebabkan oleh infeksi Helicobacter pylori sehingga penangananya menjadi
perhatian utama.4 Selain terapi antibiotik, diberikan juga umumnya beberapa kelas obat-obatan
yang mendukung faktor defensif lambung dan menghambat faktor ofensif terhadap lambung,
seperti protein pump inhibitor, antagonis reseptor H2, sitoprotektor, analog prostaglandin, dan
anatasida.5
Protein pump inhibitor (PPI) adalah supresor sekresi asam lambung paling poten yang
bekerja dengan cara menginhibisi kerja H+/K+-ATPase. Pada setiap dosis umumnya, PPI dapat
mengurangi produksi harian asam lambung sampai dengan 85-90%. PPI yang tersedia di
pasaran ialah omeprazole, esomeprazole, lansoprazole, pantoprazole, dan rabeprazole yang
semuanya merupakan pyridine dan/atau benzimidazole dengan gugus-gugus kimia

2
tambahan yang berbeda. Obat-obatan yang memiliki efikasi setara dalam dosis yang ekuivalen
ini membutuhkan suasana asam untuk aktivasi. Farmakokinetik PPI secara umum adalah setelah
diserap di tubuh dan masuk ke sirkulasi, berdifusi ke dalam sel parietal dan akan diubah
menjadi sulfenamide pada suasana asam.

Gambar 2. Fisiologi Normal Sekresi Asam Lambung dan Obat-Obatan yang Bekerja

Sulfenamide akan berinteraksi pada gugus sulfhidril dari asam amino cistein penyusun H +/K+-
ATPase dan secara ireversibel akan mengaktivasi enzim tersebut. Sintesis HCl akan terjadi
sesudah H+/K+-ATPase disintesis kembali oleh sel parietal (24-48 jam). PPI dianjurkan
diberikan 30 menit sebelum makan. Metabolisme PPI secara umum dilakukan oleh CYP2C19
dan CYP3A4. Pemberian dosis diatur dengan menimbang adanya polimorfisme gen CYP2C19
serta kegagalan fungsi hati.5 Efek samping yang mungkin muncul ialah rasa mual, diare, sakit
kepala, gangguan sistem gastrointestinal, patah tulang, sakit perut, konstipasi, nyeri sendi, dan
subacute myopathy.5,6

Gambar 3. Farmakokinetik PPI7


Obat-obatan kelas antagonis reseptor H2 memiliki efek inhibisi kompetitif terhadap
reseptor H2 di sel parietal lambung sehingga akan menekan sekresi asam basal maupun yang
terstimulasi oleh adanya makanan secara linear sesuai dengan dosis. Volume sekresi lambung
dan konsentrasi pepsin juga berkurang. Umumnya pengurangan sebesar 60-70% dari total
sekresi asam lambung selama 24 jam terjadi. Mekanisme pengurangan sekresi lambung yang

3
dilaksanakan antagonis reseptor H2 ialah pemblokan ikatan histamin sekresi ECL akibat
stimulasi saraf vagus dengan reseptor H2 dan penghilangan efek asetikolin terhadai H2 secara
langsung. Ada empat jenis antagonis reseptor H2 yang digunakan, yaitu cimetidine, ranitidine,
famotidine, dan nizatidine. Tiga obat pertama mengalami metabolisme first-pass sehingga
bioavabilitasnya kurang lebih 50%, tetapi nizatidine tidak mengalami metabolisme tersebut
sehingga bioavabilitasnya menjadi lebih tinggi. Pasien dengan gangguan ginjal dan hati harus
diberikan antagonis H2 dalam dosis yang lebih rendah.7 Efek samping yang mungkin
ditimbulkan dari obat-obatan ini meliputi ginekomastia, galactorrhea, gangguan status mental,
diare, pusing, kelelahan, sakit otot, dan konstipasi.5,6

Gambar 4. Karakteristik Klinis Obat-Obatan Antagonis Reseptor H27


Obat-obatan sitoprotektor yang digunakan meliputi tiga obat, yaitu sukralfat, analog
prostaglandin, dan bismuth. Sukralfat adalah garam yang terdiri atas sukrosa yang berikatan
dengan alumunium hidroksida yang terikat dengan gugus sulfat. Substansi ini dalam larutan
suasana netral dan asam akan membentuk pasta yang secara selektif akan berikatan dengan
ulkus atau erosi selama sampai dengan enam jam. Sukralfat memiliki solubilitas yang rendah
dan mudah terpecah menjadi sukrosa sulfat dan garam alumunium. Mekanisme kerja sukralfat
sendiri masih belum jelas, tetapi diduga bahwa sukrosa sulfat yang bermuatan negatif berikatan
dengan protein bermuatan positif yang berada pada dasar ulkus atau erosi sehingga membentuk
pelindung fisik yang mengurangi kerusakan serta stimulasi sekresi prostaglandin dan natrium
bikarbonat. Sukralfat diberikan dengan dosis 1g empat kali sehari setidaknya satu jam sebelum
makan. Efek samping yang paling sering ditimbulkan ialah konstipasi. Obat-obatan analog
prostaglandin memiliki efek serupa dengan PGE dan PGF sebagaimana yang disintesis di
lapisan mukosa gastrointestinal. Misoprostol adalah analog prostaglandin E1 yang bisa
menginhibisi asam lambung, menstimulasi sekresi mukus dan ion bikarbonat, dan
meningkatkan aliran darah mukosal. Garam bismut yang umumnya digunakan adalah bismuth
subsalicylate dan bismuth subcitrate potassium. Mekanisme kerja bismuth masih belum jelas
dan diduga memiliki mekanisme serupa dengan sukralfat yang membentuk lapisan pelindung di
ulkus serta menstimulasi sekresi prostaglandin, mukus, dan bikarbonat.7
Tatalaksana antibiotika terhadap H. pylori sangatlah beragam dan memiliki
kekhususannya masing-masing. American College of Enterology pada tahun 2017 menyarankan
terapi clarithromycin triple, bismuth quadruple, concomitant, sequential, hybrid, levofloxacin
triple, levofloxacin sequential, dan LOAD untuk terapi lini pertama infeksi H. pylori. Terapi

4
untuk infeksi H. pylori yang persisten disarankan dengan memodifikasi terapi yang ada dengan
penambahan quinolone serta pengecekan alergi terhadap penicillin.8

Gambar 5. Tatalaksana Infeksi H. pylori8

5
Terakhir, ada juga obat-obatan yang secara langsung menetralkan asam lambung dengan
sifat kimianya, yaitu golongan obat-obatan antasida. Antasida mengandung Al(OH)3, Mg(OH)2,
CaCO3, dan/atau simethicone yang bisa menetralkan asam lambung secara langsung.5-7

Gambar 6. Kandungan dan Efikasi Antasida5

2.2.2 Tata Laksana Non Farmakologi


Salah satu penatalaksanaan non farmakologi yang mungkin diimplementasikan adalah
dengan pemberian teh hijau. Sebuah studi pada area tenggara Cina dengan prevalensi gastritis
kronik dan kanker lambung yang sangat tinggi menunjukkan konsumsi teh hijau dapat
mengurangi risiko gastritis dan kanker lambung sampai dengan 50%.3 Selain itu, penambahan
probiotik dalam terapi eradikasi H. pylori juga sangat menjanjikan. Sebuah studi meta analisis
telah merangkum tiga puluh penelitian penggunaan probiotik dalam triple therapy dan
menunjukkan peningkatan efikasi rata-rata sebesar 13,8%.9 Probiotik yang digunakan dalam
tiga puluh penelitian tersebut berasal dari genus Lactobacillus, Saccharomyces,
Bifidobacterium, dan Propionibacterium.9

2.2.3 Pencegahan
Pencegahan dilaksanakan dengan cara mengadopsi gaya hidup sehat yang meningkatkan
aspek-aspek pertahanan lambung dan menghindari kebiasaan yang dapat meningkatkan faktor
ofensif lambung. Zat-zat yang dapat mengiritasi lapisan mukosa lambung, seperti NSAID dan
minuman berakohol sebaiknya dihindari. Rokok dan makanan-makanan yang bersifat iritan
terhadap lambung juga harus dihindari.10
2.3 Prognosis dan Komplikasi
Komplikasi paling umum yang terjadi pada pasien pengidap gastritis ialah pendarahan,
perforasi, atau obstruksi pylorus lambung. Pendarahan sistem gastrointestinal adalah penyebab
utama kematian pasien dengan gastritis karena terjadinya erosi dan ulserasi yang letaknya
posterior terhadap a. gastroduodenalis. Perforasi terjadi pada 5% kasus yang umumnya terjadi

6
pada duodenum atau kurvatura minor gaster. Perforasi terjadi diiringi oleh demam, takikardia,
dehidrasi, dan temuan-temuan abnormal pada abdominal karena adanya peritonitis. Obstruksi
outlet atau pylorus lambung terjadi karena inflamasi dari gastritis atau terjadi secara sekunder
terhadap inflamasi yang berimplikasi terhadap timbulnya jaringan fibrosis pada duodenum –
pylorus gaster. Pasien dengan obstruksi outlet akan menderita hypochloremic hypokalemic
alkalosis akibat hilangnya hidrogen, kalium, dan klorida.2,3
3. Penutup
Gastritis memiliki diagnosis diferensial yang banyak, yaitu benign gastric ulcer, limfoma
lambung, polip jinak, pseudopolip, adenoma lambung, polip hiperplasia, leiomyoma,
leiomyosarcoma, tumor carcinoid, gastritis disebabkan helicobacter, penyakit Ménétrier,
penyakit Crohn, amyloid, sarcoid, sarcoma Kaposi, GERD, penyakit jantung, kanker lambung,
pankreatitis, kanker pankreas, neoplasma pankreas, cholelithiasis (batu empedu), cholecystitis
(inflamasi kantung empedu), pengosongan lambung yang terhambat, dan iskemia sistem cerna.
Gastritis dapat ditangani dengan pemberian PPI, antibiotik terhadap H. pylori, antagonis
reseptor H2, agen sitoprotektor, analog prostaglandin, dan antasida. Tatalaksana
nonfarmakologik gastritis bisa dengan menggunakan teh dan probiotik, tetapi hal tersebut masih
membutuhkan kajian lebih lanjut. Pencegahan dapat dilaksanakan dengan meningkatkan faktor-
faktor pendukung pertahanan lambung dan mengurangi faktor-faktor yang bersifat ofensif
terhadap lambung. Terakhir, komplikasi paling umum yang terjadi pada pasien pengidap
gastritis ialah pendarahan, perforasi, atau obstruksi pylorus lambung dengan prognosis
pendarahan yang paling buruk.

Referensi
1. Camilleri M, Fitz JG, Kalloo AN, Podolsky DK, Shanahan F, Wang TC. Yamada’s textbook of
gastroenterology. 6th ed. New Jersey: Wiley-Blackwell;2016. p. 1132-3
2. Vincent K. Gastritis and peptic ulcer disease. In: Kellerman RD, Rakel DP. Conn’s current
therapy 2019. Philadelphia: Elsevier;2019.
3. Feldman M, Lee EL. Gastritis. In: Sleisenger and Fordtrand’s gastrointestinal and liver disease.
10th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders;2016.
4. Fauci AS, Hauser SL, Jameson JL, Kasper DL, Longo DL, Loscalzo J. Harrison’s
gastroenterology and hepatology. 2nd ed. New York City: McGraw-Hill Education;2013.
5. Blumenthal DK, Brunton LL, Buxton ILO, Parker KL. Goodman and Gilman’s manual of
pharmacology and therapeutics. New York City: McGraw-Hill Education;2008.
6. Motycka C. Gastrointestinal and antiemetic drugs. In: Finkel R, Panavelil TA, Whalen K.
Lippincott illustrated reviews: Pharmacology. 6th ed. Philadelphia: Wolter Kluwer;2015.
7. Katzung BG. Basic and clinical pharmacology. 14th ed. New York City: McGraw-Hill
Education;2018.
8. Chey WD, Howdin CW, Leontiadis GI, Moss SF. ACG clinical guideline: treatment of
Helicobacter pylori infection. Am J Gastroenterol 2017; 112:212–23

7
9. Chamberlain RS, Lau CSM, Ward A. Probiotics improve the efficacy of standard triple therapy
in the eradication of Helicobacter pylori: a meta-analysis. Infect Drug Resist. 2016; 9: 275–289.
10. Ferri FF. Gastritis. : Ferri FF. Ferri’s clinical advisor 2019. New York City: Elsevier; 2019.

Anda mungkin juga menyukai