Anda di halaman 1dari 59

A.

OBAT-OBAT SISTEM PENCERNAAN

Saluran gantrointestinal (gastointestinal tractus), juga disebut saluran digestik (digestive tract)

adalah sebuah saluran berotot yang memanjang mulai dari mulut sampa ke anus. Pada

prinsipnya fungsi utama sistem gastrointestinal (GI) adalah mensuplai nutrisi ke sel-sel tubuh

yang diperoleh melalui prosesIngestion yang terjadi pada saat mulai intake makanan masuk

kedalam mulut, Digestion dimana peristiwa mencerna makanan dimulai dalam lambung dan

usus halus dan Absorption yang terjadi terutama dalam usus halus dan juga dalam usus besar.

Proses eliminasi adalah pengeluaran sisa-sisa hasil pencernaan.

Sistem GI (Digestive System) terdiri dari saluran GI dan organ beserta kelenjar yang terkati

dengan pencernaan yaitu mulut, esofagus, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus.

Sedangkan organ-organ yang berhubungan adalah hati, pankreas, dan kandung empedu.

Interaksi gastrointestinal adalah interaksi dua/lebih obat yang diberikan secara bersamaan

yang terjadi di dalam saluran pencernaan. Interaksi gastrointestinal umumnya mempengaruhi

proses absorpsi obat, sehingga dapat digolongkan dalam interaksi absorpsi yang merupakan

bagian dari interaksi farmakokenetik. Seperti halnya interaksi obat lainnya, interaksi

gastrointestinal juga ada yang menguntungkan dan ada yang membahayakan.

Secara garis besar interaksi ini dapat menjadi menjadi 2 golongan yaitu:

· Interaksi antara obat-obat

· Interaksi antara obat – makanan

Faktor atau kerja terjainya interaksi obat dalam gastrointertinal

a. Interaksi Langsung

Yaitu interaksi secara fisiki / kimia antara obat dalam lumen saluran cerna sebelum

diabsorpsi,sehingga mengganggu proses absopsi.


b. Perubahan Ph cairan saluran cerna

Perubahan Ph pada cairan saluran cerna akan mempengaruhi kelaruan dan absopsi obat-obat

yang bersifat asam atau basa

Misalnya : Pemberian Natrium bikarbonat bersamaan dengan aspirin akan meningkatkan

disolusi aspirin,sehingga absorpsinya juga meningkat. Tetapi akan mengurangi absorpsi dari

tetrasiklin.

c. Perubahan waktu pengosongan lambung dan waktu transit dalam usus (motilitas saluran

cerna)

Umumnya obat diabsorpsi di dalam usus, dimana absorpsi di usus jauh lebih cepat

dibandinkan di lambung. Oelh karena itu makin cepat obat sampai ke usus makamakin cepat

juga diabsorpsi. Obat-obat yang memperpendek waktu pengosongan lambung akan

mempercepat absorpsi obat lain yang diberikan secara bersamaan dan begitu juga sebaliknya

obat yang memperpanjang waktu pengosongan lambung akan memperlambat absorpsi obat

lain.

Contoh : Metoklopramid yang akan mempercepat absorpsi parasetamol, diazepam dan

propanolo dan obat antikolinergik, antidepresi trisiklik, beberapa antihistamin antacid gram

Al dan analgetik narkotik akan memperlambat absorpsi obat lain.

d. Perubahan Flora usus.

Secara normal flora usus berfungsi sebagai sebagai:

·Sintensis vitamin k dan merupakan sumber vitamin K yang penting

·Memecah sulfasalazim menjadi bagian-bagian yang aktif

·Sebagai metabolism obat (missal levodova)


·Hidrolsis ghukuronid yang dieksresi melalui empedu sehingga terjadi sirkulasi enterohepatik

yang memperpanjang kerja obat (missal kontrasepsi oral)

Pemberian antibiotic spectrum luas (seperti: tetrasiklin, kloranfenikol,

ampislin,sulfonamide)akan mempengaruhi flora usus sehingga menghambat sintesa vitamin

K oleh mikroorganisme usus.Apabila antibiotic ini diberikan bersama antikoagulan oral maka

efek antikoagulan akan meningkat dan dapat terjadi pendarahan.

e. Efek toksik pada saluran cerna

Terapi kronik dengan asam mefanamat, neomisin dan kolkisin menimbullkan sindrom

malabsorpsi yang menyebabkan absorpsi obat lain terganggu

f. Mekanisme tidak diketahui

Ada beberapa obat mengurangi jumlah absorpsi obat lain dengan mekanisme yang tidak

diketahui. Misal phenobarbital yang dapat mengurangi absopsi griseofulvin dalam saluran

cerna.

Interaksi antara obat dengan makanan

Interaski obat dengan makanan masih belum banyak diketahui, seperti halnya dengan

interaksi antara obat dengan obat lain maka interaksi ini juga mempengaruhi absopsi obat.

Interaksi antara obat-makanan ini dapat terjadi karena beberapa hal:

1. Terjadinya perubahan Ph dalam lambung, sehingga menyebabkan penundaan absorpsi

obat.

2. Perubahan motilitas usus, missal rifampisin dan isoniazida yang absorpsinya lebih kecil

pada pemakaian setelah makan dibandingkan jika obat tersebut diminum pada waktu

lambung kosong.
3. Terjadinya reaksi kimia yang menbentuk kompleks sama seperti obat-obat yang

mengandung kation multivalent, tetrasiklin akan membentuk khelat dengan makanan yang

mengandung ion klasium, magnesium atau besi sehingga suasah diabsorpsi.

4.Terjadinya pembentukan senyawa N-nitroso (nitrosamine) yang disebut kanserogen. Ini

terjadi pada zat makanan yang mengandung nitrit (nitirit biasanya digunakan sebagai

pengawet daging dan sosis) dengan aminofenazon.

5. Kompetisi untuk mekanisme aktif, dimana absopsi obat dapat dihambat secara kompetititf

oleh zat makanan yang bersangutan. Kompetisi ini terjadi pada obat obat yang merupakan

analog dari zat makanan, seperti levodopa, metildopa dan 6-merkaptopurin yang diabsorpsi

aktif melalui mekanisme yang sama dengan mekanisme yang sama dengan mekanisme bahan

makanan.

2.2 PEMBAGIAN OBAT-OBATAN SALURAN CERNA

Dibagi menjadi 6 kelompok yaitu :

1. Antasida

Indikasi

Antasida yang diminum untuk meredakan sakit maag, gejala utama penyakit

gastroesophageal refluks, ataupun gangguan asam pencernaan. Pengobatan dengan antasida

dan hanya ditujukan untuk gejala ringan saja. Pengobatan ulkus akibat keasaman yang

berlebihan mungkin memerlukan antagonis reseptor H2 atau pompa proton untuk

menghambat asam, dan mengurangi H. pylori.

Efek

Efek yang terjadi ada seseorang bisa bervariasi. Efek yang umumnya terjadi adalah sembelit,

diare, dan kentut terus-menerus.Berkurangnya keasaman perut dapat menyebabkan


mengurangi kemampuan untuk mencerna dan menyerap nutrisi tertentu, seperti zat besi dan

vitamin B. Kadar pH yang rendah di perut biasanya membunuh bakteri yang tertelan, tetapi

antasida meningkatkan kerentanan terhadap infeksi karena kadar pHnya naik. Hal ini juga

bisa mengakibatkan berkurangnya kemampuan biologis dari beberapa obat. Misalnya,

ketersediaan hayati ketokonazol (antijamur) berkurang pada pH lambung yang tinggi

(kandungan asam rendah).Peningkatan pH dapat mengubah kemampuan biologis obat lain,

seperti tetrasiklin dan amfetamin. Ekskresi obat-obatan tertentu juga dapat terpengaruh.

Perpaduan tetracycline dengan aluminium hidroksida dapat menyebabkan mual, muntah, dan

ekskresi fosfat, sehingga kekurangan fosfat.

Antasid adalah obat yang menetralkan asam lambung sehingga berguna untuk nyeri tukak

peptik. Antasida dibagi menjadi 2 golongan yaitu :

a. Antasida sistemik

Contohnya : natrium bikarbonat

b. Antasida non sistemik

Contohnya : aluminium Hidroksida, Magnesium Hidroksida, Kalsium Karbonat, Magnesium

Trisilikat

2. Obat Penghambat Sekresi Asam Lambung

Obat ini diindikasikan untuk tukak peptik karena dapat menghambat sekresi asam lambung.

Dapat dibagi dalam beberapa kelompok menurut mekanisme kerjanya, yaitu :

a. H2-blockers

Contohnya : simetidin, ranitidin, famitidin, roxatidin. Obat-obat ini menempati reseptor

histamin-H2 secara selektif dipermukaan sel-sel parietal, sehingga sekresi asam lambung dan

pepsin sangat dikurangi.


b. Penghambat Pompa Proton (PPT)

Contohnya : omeprazol, lansoprazol, pantoprazol, rabeprazol (pariet), esomeprazol (nexium).

Obat-obat ini mengurangi sekresi asam (yang normal dan dibuat) dengan jalan menghambat

emzim H+/K+-ATPase secara selektif dalam sel-sel tersebut.

c. Analogon Prostaglandin-E1

Contohnya : misoprostol (cytotec) menghambat secara langsung sel-sel parietal.

d. Zat-Zat Pelindung Ulcus

Contohnya : mucosaprotectiva, sukralfat, Al-hidroksida, dan bismut koloidal yang menutup

tukak dengan suatu lapisan pelindung terhadap serangan asam pepsin

3. Obat-Obat Yang Meningkatkan Mukosa Lambung

Contohnya : sulkralfat

4. Laksansia

Adalah zat-zat yang menstimulasi gerakan peristaltik usus sebagai refleks dari rangsangan

langsung terhadap dinding usus dan dengan demikian menyebabkan atau mempermudah

buang air besar atau (defekasi) dan meredakan sembelit. Laksansia dibagi berdasarkan atas

farmakologi dan sifat kimiawinya yaitu :

a. Laksansia Kontak

Contoh : derivat-derivat antrakinon (Rhammus = Cascara sagrada, senna, rhei), derivat-

derivat difenilmetan (bisakodil, pikosulfat, fenolftalein), dan minyak kastor. Zat-zat ini

merangsang secara langsung dinding usus dengan akibat peningkatanperistaltik dan

pengeluaran isi usus dengan cepat.

b. Laksansia Osmotik
Contohnya : magnesium sulfat/sitrat dan natrium sulfat, gliserol, manitol, sorbitol, laktulosa,

dan laktitol. Senyawa-senyawa ini berkahasiat mencahar berdasarkan lambat absorpsinya

oleh usus, sehingga menarik air dari luar usus melalui dinding ke dalam usus oleh proses

osmosa.

c. Zat-Zat Pembesar Volume

Contohnya : zat-zat lendir (agar-agar, metilselulosa, dan CMC), dan zat-zat nabati Psyllium,

Gom Sterculia dan katul. Semua senyawa polisakarida ini sukar dipecah dalam usus dan tidak

diserap (dicernakan).

d. Zat-Zat Pelicin dan Emollientia

Contohnya : natrium docusinat, natriumlauril-sulfo-asetat, dan parafin cair. Kedua zat

pertama memiliki aktivitas permukaan (detergensia) dan mempermudah defekasi, karena

melunakkan tinja dengan jalan meningkatkan penetrasi air ke dalamnya. Parafin melicinkan

penerusan tinja dan bekerja sebagai bahan pelumas

5. Antidiare

Adalah obat yang digunakan untuk mencegah atau mengurangi terjadinya diare. Pembagian

obat antidiare adalah :

a. Kemoterapeutika

Untuk terapi kausal, yakni memberantas bakteri penyebab diare, seperti antibiotika,

sulfonamida, kinolon dan furazolidon.

b. Obstipansia

Untuk terapi simtomatis, yang dapat menghentikan diare dengan beberapa cara, yakni :

- Zat-zat penekan peristaltik


- Adstringensia, yang menciutkan selaput lendir usus

- Adsorbensia

c. Spasmolitika

Yakni zat-zat yang dapat melepaskan kejang –kejang otot yang sering kali mengakibatkan

nyeri perut pada diare antara lain papaverin dan oksifenonium

2.3 MEKANISME KERJA

Antasida

Antasida adalah obat yang menetralkan asam lambung sehingga berguna untuk

menghilangkan nyeri tukak peptik. Antasida tidak mengurangi volume HCL yang

dikeluarkan lambung, tetapi peninggian pH akan menurunkan aktivitas pepsin. Umumnya

antasida merupakan basa lemah. Senyawa oksi alumunium sukar untuk meninggikan pH

lambung lebi dari 4, sedangkan basa yang lebih kuat seperti magnesium hidroksida secara

teoritis apat meninggikan pH sampai 9, tetapi kenyataannya tidak terjadi. Semua antasida

meningkatkan produksi HCL berdasarkan kenaikan pH yang meningkatkan aktivitas gastrin.

Antasida dibagi kedalam dua golongan yaituantasida sistemik dan antaasida non sistemik.

Antasida sistemik misalnya natrium bikarbonat, diabsorbsi dalam usus halus sehingga

menyebabkan urin bersifat alkalis. Pada pasien dengan kelainan ginjal, dapat terjadi alkalosis

metabolik.kronik natrium bikarbonat memudahkannefrotiliasis fosfat. Antaida non sistemik

hampir tidak diabsorbsi dalam usus sehingga tidak menimbulkan alkalosis metabolik. Contoh

antasida non sistemik ialah sediaan magnesium, aluminium dan kalsium.

Obat penghambat sekresi asam lambung

Obat berikut ini diindikasi untuk tukak peptik karena dapat menghambat sekresi asam

lambung, yaitu antihistamin H2, antimuskarinik, penghambat proton dan misoprostol


Penghambat pompa proton merupakan penghambat sekresi asam lambung lebih kuar dari

AH2. Obat ini bekerja di terakhir peoses asam lambung, lebih distal dari AMP. Pada obat

misoprostol, suatu analog metil ester prostaglandi E1. Obat ini berefek menghambat sekresi

HCL dan bersifat sitoprotektif untuk mencegah tukak saluran cerna yang diinduksi obat-obat

AINS. Obat ini menyembuhkan tukak lambung dan duodenum, efeknya berbeda bermakna

dibanding plasebo dan sebanding dengan simetidin. Misoprostol menyembuhkan tukak

duodenum yang telah refrakter terhadap AH2.

Obat yang mempertahankan mukosa lambung

Obat yang mempertahankan mukosa lambung contohnya sukralfat. Senyawa alumunium

sukrosa ini membentuk polimer mirip lem dalam suasana asam ddan terikat pada jaringan

nekrotik tukak secara selektif. Sukralfat hampir tidak diabsorbsi secara sistemik. Obat yang

bekerja ebagai sawar terhadap HCL dan pepsin ini terutama efektif terhadap tukak

duodenum. Kaarenaa suasana asam perlu untuk mengaktifkan obat ini, pemberiaan bersama

AH2 atau antasida menurunkan biovailabiitas.

Obat penguat motilitas

Obat ini juga dinamakn prokinetika atau propulsiva dan berdaya antiemetik serta antagonis

dopamin. Gerakan peristaltik lambung dan usus duabelas jari dihambat oleh neurotransmiter

dopamin. Efek ini ditiadakan oleh antagonis-antagonis tersebut dengan jalan menduduki

reseptor DA yang banyak terdapat disaluran cerna dan otak.

Penggunaan antiemetik tersebut pada gangguan lambung adalah kaarena pengaruh

memperkuat motilitas lambung yang diperkirakan terganggu. Dengan demikian pengaliran

kembali empedu dan enzim-enzim pencernaan dari duodenum kejurusan lambung tercegah.

Tukak tidak dirangsang lebih lanjut dan dapat sembuh dengan lebih cepat.
Obat penenang

Sudah lama diketahui bahwa stres emosional membuat penyakit tukak lambung bertambah

parah, sedangkan pada waktu serangan akut biasanya timbul kegelisahan dan kecemasan pada

penderita. Guna mengatasi hal-hal tersebut, penderita sering kali diterapi dengan antasida

disertai tambahan obat penenang seperti oksazepam

2.4 TABEL INTERAKSI OBAT

No Nama

Obat A Nama

Obat B Mekanisme obat A Mekanisme Obat B Interaksi

1. Cisapride Alkohol Antagonis reseptor serotonin yang menstimulasi motilitas saluran cerna

dengan cara meningkatkan tekanan sphincter esophagus bawah dan meningkatkan bersihan

asam esophagus. Memicu produksi asam lambung secara berlebihan Cisapride meningkatkan

pengosongan lambung dan meningkatkan level alkohol dalam serum

2. Cisapride Siklosporin Antagonis reseptor serotonin yang menstimulasi motilitas saluran

cerna dengan cara meningkatkan tekanan sphincter esophagus bawah dan meningkatkan

bersihan asam esophagus. Menekan secara langsung sel T helper subsets dan menekan secara

umum produksi limfokin-limfokin, menekan produksi interferon, Cisapride meningkatkan

AUC dan level siklosporin dalam serum

3. Cisapride Diazepam Antagonis reseptor serotonin yang menstimulasi motilitas saluran

cerna dengan cara meningkatkan tekanan sphincter esophagus bawah dan meningkatkan

bersihan asam esophagus. Bekerja pada sistem GABA dengan memperkuat fungsi

hambatan neuron GABA Cisapride mempercepat absorpsi dari diazepam


4. Cisapride Morfin Antagonis reseptor serotonin yang menstimulasi motilitas saluran cerna

dengan cara meningkatkan tekanan sphincter esophagus bawah dan meningkatkan bersihan

asam esophagus. Morfin memperlihatkan efek utamanya dengan berinteraksi dengan reseptor

opioid pada SSP dan saluran cerna. Opioid menyebabkan hiperpolarisasi sel saraf, dan

penghabatan presinnaptik pelepasan transmiter. Cisapride meningkatkan peak level morfin

dalam serum tapi tidak mempengaruhi efek morfin

5. Cisapride Nifedipine Antagonis reseptor serotonin yang menstimulasi motilitas saluran

cerna dengan cara meningkatkan tekanan sphincter esophagus bawah dan meningkatkan

bersihan asam esophagus. Memblok kanal Ca type-L →hambat influk Ca ke

intrasel→kadar Ca intrasel ↓ → *kontraktilitas sel otot polosvaskular ↓→ vasodilatasi

→resistensi perifer ↓*pd otot jantung →kontraktilitas, HR↓ Cisapride meningkatkan level

nifedipine dengan peningkatan efek nifedipine dan peningkatan absorpsi

6. Cimetidine Rifampicin Menghambat produksi asam dengan berkompetisi secara reversibel

untuk mengikat H2-reseptor pada membran basolateral sel parietal Membentuk kompleks

yang stabil dengan DNA dependent RNA polymerase menyebabkan penghambatan

pembentukan rantai pada sintesis RNA Peningkatan clearance non-renal dari cimetidine

hingga 50% karena induksi enzim oleh rifampicin

7. Omeprazole Artemisinin Mengontrol sekresi asam lambung dengan menghambat pompa

proton yang mentranspor ion H+ keluar dari sel parietal lambung Menghasilkan radikal

bebas berinti karbon dimana parasit malaria sensitif terhadap radikal bebas ini Menginduksi

sitokrom P450 isoenzim CYP2C19 sehingga meningkatkan metabolisme dari omeprazole

8 Omeprazole Claritomicin Mengontrol sekresi asam lambung dengan menghambat pompa

proton yang mentranspor ion H+ keluar dari sel parietal lambung Menghambat sistem

protein bakteri dan terikat pada sub unit ribosom 50s mikroorganisme yang sensitif
Meningkatkan level omeprazole dalam serum sebanyak 2 kali lebih

banyak tanpa mengubah efeknya

9 Omeprazole Escitalopram Mengontrol sekresi asam

lambung dengan menghambat pompa proton yang mentranspor ion H+ keluar dari sel parietal

lambung Meningkatkan aktivitas serotonin melalui inhibisi selektif re-uptake

serotonin pada membran neuronal Omeprazole meningkatkan level escitalopram

10 LoperamideCo-Trimoxazole Menghambat motilitas/ peristaltik

usus dengan mempengaruhi secara langsung otot sirkular dan longitudinal dinding usus

Menghambat sintesis asam folat dan pertumbuhan mikroorganisme

dengan menghambat susunan asam dihidrofolat dari asam paraamino benzen (PABA) Co-

Trimoxazole menginhibisi metabolisme Loperamide sehingga terjadi peningkatan level

Loperamide dalam plasma

11. Loperamide Ritonavir Menghambat motilitas/ peristaltik usus dengan mempengaruhi

secara langsung otot sirkular dan longitudinal dinding usus Menghambat kerja enzim

protease HIV yang dibutuhkan untuk membuat virus baru Ritonavir meningkatkan level

Loperamide dalam plasma

12. Tripotassium dicitratobismuthate Omeprazole Merangsang sekresi prostaglandin atau

bikarbonat mukosa yang menyebabkan efek toksik langsung pada H.pylori lambung

Mengontrol sekresi asam lambung dengan menghambat pompa proton yang mentranspor ion

H+ keluar dari sel parietal lambung Omeprazol meningkatkan penyerapan dan

bioavailabilitas bismut dari tripotassium dicitratobismuthate dan bismut

biskalcitrate

13. Tripotassium dicitratobismuthate Ranitidin Merangsang sekresi prostaglandin atau

bikarbonat mukosa yang menyebabkan efek toksik langsung pada H.pylori lambung
Menghambat sekresi asam lambung basal dan nocturnal melalui

penghambatan kompetitif terhadap kerja histamine pada reseptor H2 di sel-sel parietal.

Ranitidine juga menghambat sekresi asam lambung yang dirangsan oleh makanan, betazole,

penttagastrin, kafein, insulin, dan reflek vagal fisiologis Ranitidin meningkatkan

penyerapan bismut dari tripotassium dicitratobismuthate

14 Antasida Fe menetralkan asam lambung sehingga berguna

untuk menghilangkan nyeri tukak peptik pHv lambung meurun, sehingga jumalah

absorpsi obat B meningkat

15 Antikolinergik Levodopa bekerja menyekat reseptor

muskarinik yang menyebabkanhambatan semua fungsi muskarinik mengendalikan kadar

dopamin substansia nigra, di dalam neuron tsb levodopa akan berkonversi menjadi dopamin

Obat A memperpanjng waktu pengosongan lambung →

bioavaibilitas obat B menurun (karena meningkatnnya pembentukan dopamine oleh enzim

dopa karboksilase di

mukosa saluran cerna)

16. Antasida Aspirin menetralkan asam lambung sehingga

berguna untuk menghilangkan nyeri tukak peptik Mengasetilasi enzim siklooksigenase dan

menghambat pembentukan enzyme siklik endoperoxides Kelarutan obat B (obat-obat

asam) meningkat → absorpi obat B meningkat

17 Tetrasiklin Kation monovalen (Ca2+, Mg2+, Al3+ dalam antacid,

Ca2+dalam susu, Fe2+ dalam sediaan besi Menghambat proses sintesis protein dari bakteri

yang menyerang tubuh Terbentuk kelat yang tidak dapat diabsorpsi sehingga jumlah

obat A dan Fe2+menurun


18 Metoclopramid, laksans, Mg (OH)2 dalam antasid

parasetamol hambatan terhadap enzim siklooksigenase

(COX: cyclooxigenase), dan penelitian terbaru menunjukkan bahwa obat ini lebih selektif

menghambat COX-2 Obat A memperpendek waktu pengosongan lambung →

mempercepat absorpsi obat B

2.5 Farmakokinetik Dan Farmakodinamik Obat Tukak Lambung/ Ulkus Peptikum

Etiologi

 Penurunan Produksi Mukus

 Kelebihan Asam

• ditemukan pada daerah fundus dan pylorus

• perlukaan mukosa / mukosa muskularis

HCl perlukaan di ephitelium

Difusi balik asam ke lambung / dysfungsi sphingter pylorikc

Peradangan mukosa

Aliran darah mukosa lambung menurun

Histamin berespon produksi asam meningkat,vasodilatasi, peningkatan permeabilitas

kapiler

- Sekresi asam lambung Normal


- Pengosongan lambung normal

- Peningkatan difusi asam lambung masuk kejaringan

Ulkus Lambung

Patofisiologi

Penatalaksanaan

a. Antagonis H2

Yang termasuk antagonis reseptor H2 adalah Simetidine, Ranitidine, Nizatidine, dan

Famotidine. Senyawa-senyawa antagonis reseptor H2 secara kompetitif dan reversibel

berikatan dengan reseptor H2 di sel parietal, menyebabkan berkurangnya produksi sitosolik

siklik AMP dan sekresi histamine yang menstimulasi sekresi asam lambung. Interaksi antara

siklik AMP dan jalur kalsium menyebabkan inhibisi parsial asetilkolin dan gastrin yang

menstimulasi sekresi asam.

Yang potensinya paling lemah adalah simetidin sedangkan yang paling kuat adalah

Famotidin.

Ranitidin memiliki durasi yang lebih lama dari Simetidin. Ranitidine dan Simetidin

digunakan juga untuk profilaksis. Reseptor H2 terdapat di lambung, pembuluh darah

(menurunkan tekanan darah dengan menurunkan resistensi perifer, positif kronotropisme,

inotropik positif).

 Mekanisme Antagonis reseptor H2 :

• Menghambat secara sempurna sekresi asam lambung yang

sekresinya diinduksi oleh histamin maupun gastrin, tetapi menghambat secara parsial sekresi
asam lambung yang sekresinya diinduksi oleh asetilkolin. Hal tersebut dapat terjadi dengan

melihat kembali mekanisme sintesis asam lambung di sel parietal.

• Menghambat sekresi asam lambung yang distimulasi oleh makanan,

insulin, kafein, pentagastrin, dan nokturnal.

• Mengurangi volume cairan lambung dan konsentrasi H+. Seluruh

senyawa yang termasuk antagonis reseptor H2 efektif menyembuhkan tukak lambung

maupun tukak duodenum.

 Indikasi : Kegunaan terapi antagonis reseptor H2: Tukak peptic,

Zoolinger Ellison Syndrom, Tukak akut, dan GERD (Gastro Esophageal Refluks Disease) /

heart burn.

 Efek samping Antagonis reseptor H2 : Sakit kepala, pusing, mual,

diare, obstipasi, sakit otot dan sendi, sistem saraf pusat (kecemasan, halusinasi terutama pada

orang tua dan konsumsi jangka panjang), penurunan transaminase serum.

 Macam Obat Antagonis H2 :

1. Simetidin

o Farmakologi : Memiliki struktur imidazole, dapat terdistribusi luas

ke seluruh tubuh, termasuk air susu dan dapat melewati plasenta. Diekskresi sebagian besar

lewat urin, memiliki t½ pendek, meningkat pada gangguan ginjal. 30% dosis diinaktivasi

lambat dalam hati. 70% dosis eksresi lewat urin dalam bentuk tidak berubah.

o Dosis : dewasa 200 mg & 400 mg 3x / hari sebelum tidur atau 400

mg sebelum sarapan & 400 mg sebelum tidur. Anak-anak 20-40 mg/kg BB/ hari.
o Efek Samping : lelah, pusing, diare, ruam, Jarang : ginekomastia,

rasa bingung yang reversibel, impotensi (pria), reaksi alergi, artralgia, mialgia, gangguan

darah, nefritis interstitial, sakit kepala, hepatotoksik, pankreatitis.

o Interaksi Obat : meningkatkan kadar lignokain, fenitoin, warfarin,

teofilin, beberapa golongan antiaritmia (benzodiazepin, β-bloker, vasodilator) dalam darah.

2. Ranitidine :

o Farmakologi : Memiliki cincin furan dan durasi yang lebih lama dan

5-10 kali lebih potensial dari simetidin. Ranitidine dimetabolisme dalam hati.

o Dosis : 150 mg 2x / hari atau dosis tunggal 300 mg sebelum tidur.

o Efek samping : sakit kepala, pusing, gangguan gastro intestinal,

ruam kulit.

Interaksi obat : ranitidin menurunkan bersihan warfarin, prokainamid, dan N-asetil

prokainamid, meningkatkan absorpsi midazolam, menurunkan absorpsi kobalamin.

3. Famotidin :

o Farmakologi : Memiliki struktur thiazole, serupa dengan Ranitidin

pada aksi farmakologi. Memiliki aksi 20-60 kali lebih potensial dari Simetidin dan 3-200 kali

lebih potensial dari Ranitidin. Famotidin dimetabolisme dalam hati.

o Dosis : Ulkus duodenum terapi akut 40 mg 1 x / hari sebelum tidur

atau 20 mg 2 x / hari, pemeliharaan 20 mg 1 x / hari sebelum tidur. Kondisi hipersekresi

patologis 20 mg 4 x / hari.

o Efek samping : konstipasi, diare, muntah, erupsi kulit, sakit kepala,

trombositopenia, nyeri sendi, penurunan nafsu makan.


o Interaksi obat : Antasid, ketokonazol, obat yang dimetabolisme

melalui sistem mikrosom hati (warfarin, teofilin, diazepam).

4. Nizatidin :

o Farmakologi : Memiliki struktur kombinasi cincin thiazole

Famotidin dan rantai samping Ranitidin. Serupa dengan Ranitidin pada aksi farmakologi dan

potensinya. Nizatidin dieliminasi melalui ginjal dan bioavailabilitas mendekati 100%.

o Dosis : tukak duodenum aktif dewasa 300 mg / hari sebelum tidur

atau 150 mg 2 x / hari selama 8 minggu. Perawatan tukak duodenum yang sudah sembuh

dewasa 150 mg 1 x / hari sebelum tidur. Penyakit refluks gastroesofageal 150-300 mg 2 x /

hari selama 12 minggu. Tukak lambung aktif yang jinak 150 mg 2 x / hari atau 300 mg 1 x /

hari selama 8 minggu. Ampul infus iv kontinue : larutkan 300 mg dalam 150 mL larutan iv

dan infus ditingkatkan rata-rata 10 mg/jam. Infus intermitten : larutkan 100 mg dalam 150

mL larutan iv dan infus lebih dari 15 minimal 3 x / hari. Maksimal 480 mg / hr.

Cimetidin dan Ranitidin merupakan antihistamin paenghambat reseptor Histamin H2 yang

berperan dalam efek histamine terhadap sekresi cairan lambung. Berdasarkan dari mekanisme

kerja kedua obat tersebut kita akan melihat profil dari masing-masing obat tersebut.

Farmakodinamik

Cimetidin dan ranitidine menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible. Reseptor H2

akan merangsang sekresi cairan lambung srhingga pada pemberian Cimetidin dan ranitidine

sekresi cairan lambung dihambat. Pengaruh fisiologi cimetidin dan ranitidine terhadap

reseptor H2 lainnya, tidak begitu penting.walaupun tidak lengkap cimetidin dan ranitidine

dapat menghambat sekresi cairan lembung akibat rangsangan obat muskarinik atau gastrin.
Cimetidin dan ranitidine mengurangi volume dan kadar ion hydrogen cairan lambung.

Penurunan sekresi asam lambung mengakibatkan perubahan pepsinogen menjadi pepsin

menurun.

Farmakokinetika

Cimetidin

Bioavailabilitas cimetidin sekitar 70 % sama dengan pemberian IV atau Im ikatan protein

plasma hanya 20 %.Absorbsi simetidin diperlambat oleh makanan sehingga cimetidin

diberikan bersama atau segera setelah makan dengan maksud untuk memperpanjang efek

pada periode paska makan. Absorpsi terutama terjadi pada menit ke 60 -90. Cimetidin masuk

kedalam SSP dan kadarnya dalam cairan spinal 10-20% dari kadar serum. Sekitar 50-80%

dari dosis IV dan 40% dari dosis oral diekskresi dalam bentuk asal dalam urin. Masa paruh

eliminasi sekitar 2 jam.

Ranitidine

Bioavailabilitas ranitidine yang diberikan secara oral sekitar 50% dan meningkat pada pasien

penyakit hati. Masa paruhnya kira-kira 1,7 -3 jam pada orang dewasa, dan memanjang pada

orang tua dan pasien gagal ginjal. Pada pasien penyakit hati masa paruh ranitidine juga

memanjang meskipun tidak sebesar pada ginjal.Pada ginjal normal, volume distribusi 1,7

L/kg sedangkan klirens kreatinin 25-35 ml/menit. Kadar puncak plasma dicapai dalam 1-3

jam setelah penggunaan ranitidine 150 mg secara oral, dan terikat protein plasma hanya 15

%. Ranitidine mengalami metabolism lintas pertama di hati dalam jumlah yang cukup besar

setelah pemberian oral. Ranitidine dan matabolitnya diekskresi terutama melalui ginjal,

sisanya melalui tinja. Sekitar 70% dari ranitidine yang diberikan IV dan 30 % yang diberikan

secara oral diekskresi dalam urin dalam bentuk asal.

Interaksi Obat
Cimetidin terikat ole sitokrom P-450 sehingga menurunkan aktivitas enzim mikrosom hati,

sehingga obat lain akan terakumulasi bila diberikan bersama Cimetidin. Contohnya: warfarin,

fenitoin, kafein, fenitoin, teofilin, fenobarbital, karbamazepin, diazepam, propanolol,

metoprolol dan imipramin. Simetidin dapat menghambat alkhohol dehidrogenase dalam

mukosa lambung dan menyebabkan peningkatan alkohol serum. Obat ini tak tercampurkan

dengan barbiturat dalam larutan IV. Simetidin dapat menyebabkan berbagai gangguan SSP

terutama pada pasien lanjut atau dengan penyakit hati atau ginjal.

Ranitidin lebih jarang berinteraksi dengan obat lain dibandingkan dengan simetidin. Nifedin,

warfarin, teofilin dan metoprolol dilaporkan berinteraksi dengan ranitidin. Selain

menghambat sitokrom P-450, Ranitidin dapat juga menghambat absorbsi diazepam dan

mengurangi kadar plasmanya sejumlah 25%. Sebaiknya obat yang dapat berinteraksi dengan

ranitidin diberi selang waktu minimal 1 jam. Ranitidin dapat menyebabkan gangguan SSP

ringan , karena lebih sukar melewati sawar darah otak dibanding simetidin.

Indikasi

Keduanya digunakan untuk mengobati tukak lambung dan tukak duodenum. Akan tetapi

manfaat terapi pemeliharaan dalam pencegahan tukak lambung belum diketahui secara

jelas.Efek penghambatannya selama 24 jam, Cimetidin 1000 mg/hari menyebabkan

penurunan kira-kira 50% dan Ranitidin 300 mg/hari menyebabkan penurunan 70% sekresi

asam lambung; sedangkan terhadap sekresi malam hari, masing-masing menyebabkan

penghambatan 70% dan 90%.

b. Antasida

• Kandungan Antasida : (senyawa magnesium, aluminium, dan

bismut, hidrotalsit, kalsium karbonat, Na-bikarbonat).


• Mekanisme antasida adalah menetralkan asam lambung sehingga

efektifitasnya bergantung pada kapasitas penetralan dari antasida tersebut. Kapasitas

penetralan (dalam miliequivalen) adalah mEq HCl yang dibutuhkan untuk memepertahankan

suspensi antasida pada pH 3,5 selama 10 menit secara in vitro. Peningkatan pH cairan gastric

dari 1,3 ke 2,3 terjadi penetralan sebesar 90% dan peningkatan ke pH 3,3 terjadi penetralan

sebesar 99% asam lambung. Antasida ideal adalah yang memiliki kapasitas penetralan yang

besar, juga memiliki durasi kerja yang panjang dan tidak menyebabkan efek lokal maupun

sistemik yang merugikan. Antasida dapat meningkatkan pH cairan lambung sampai pH 4, dan

menghambat aktifitas proteolitik dari pepsin. Antasida tidak melapisi dinding mukosa namun

memiliki efek adstringen. Secara kimia antasida merupakan basa lemah yang bereaksi dengan

asam lambung membentuk garam dan air. Antasida juga dapat menstimulasi sintesis

prostaglandin. Secara umum antasida dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu antasid

sistemik dan non sistemik. Seluruh antasida dapat digunakan untuk terapi tukak duodenum

dan terbukti efektif untuk tukak lambung akut.

• Golongan Antasida :

1. Antasida sistemik :

o Mekanisme : diabsorpsi dalam usus halus sehingga dapat

menyebabkan urin bersifat alkali. Untuk keadaan pasien dengan gangguan ginjal, dapat

terjadi alkalosis metabolik sehingga saat ini penggunaannya sudah jarang. Contoh antasida

sistemik adalah Natrium bikarbonat (NaHCO3).

2. Antasida non sistemik :

o Mekanisme : tidak diabsorpsi dalam usus sehingga tidak

menimbulkan alkalosis metabolik. Salah satunya adalah Magnesium [Mg(OH)2], Aluminium

[(Al(OH)3], Kalsium (CaCO3), Magnesium trisilikat (Mg2Si3O8nH2O), Magaldrat.


Mg(OH)2 memiliki efek netralisasi yang lebih lama dibandingkan NaHCO3 atau CaCO3,

sedangakan Magnesium trisilikat, Al(OH)3 dan Aluminium fosfat memiliki aktivitas antasid

yang lemah.

• Penggunaannya bermacam-macam, selain pada tukak lambung-

usus, juga pada indigesti pada refluks oesophagitis ringan, dan pada gastritis. Obat ini dapat

mengurangi rasa nyeri di lambung dengan cepat (dalam beberapa menit). Efeknya bertahan

20-60 menit bila diminum pada perut kosong dan sampai 3 jam bila diminum 1 jam sesudah

makan. Makanan dengan daya mengikat asam (susu) sama efektifnya terhadap nyeri.

• Peninggian pH

Garam-garam magnesium dan Na-bikarbonat menaikkan pH isi lambung sampai 6-8, CaCO3

sampai pH 5-6 dan garam-garam aluminium hidroksida sampai maksimal pH 4-5. Kehamilan

dan Laktasi Wanita hamil sering kali dihinggapi gangguan refluks dan rasa ”terbakar asam”.

Antasida dengan aluminium hidroksida dan magnesiumhidroksida boleh diberikan selama

kehamilan dan laktasi.

• Senyawa Antasida :

 Magnesium dan aluminium

Keduanya dengan sifat netralisasi baik tanpa diserap usus merupakan pilihan pertama. Karena

garam magnesium bersifat mencahar, maka biasanya dikombinasi dengan senyawa

aluminium (atau kalsium karbonat) yang bersifat obstipasi (dalam perbandingan 1:5).

Persenyawaan molekuler dari Mg dan Al adalah hidrotalsit yang juga sangat efektif.

 Natriumbikarbonat dan kalsiumkarbonat

Bekerja kuat dan pesat, tetapi dapat diserap usus dengan menimbulkan alkalosis. Adanya

alkali berlebihan di dalam darah dan jaringan menimbulkan gejala mual, muntah, anoreksia,
nyeri kepala, dan gangguan perilaku. Semula penggunaannya tidak dianjurkan karena

terbentuknya banyak CO2 pada reaksi dengan asam lambung, yang dikira justru

mengakibatkan hipersekresi asam lambung (rebound effect). Tetapi penelitian pada tahun

1996 tidak membenarkan perkiraan tersebut.

 Bismut subsitrat, Dapat membentuk lapisan pelindung yang

menutupi tukak, lagipula berkhasiat bakteriostatik terhadap Helicobacter pylori. Kini banyak

digunakan pada terapi eradikasi tukak, selalu bersama dua atau tiga obat lain.

• Waktu makan obat : Secara umum, keasamaan di lambung menurun

segera setelah makan dan mulai naik lagi satu jam kemudian hingga mencapai konsentrasi

tinggi tiga jam sesudah makan. Oleh karena itu, antasida harus digunakan lebih kurang satu

jam sesudah makan dan sebaiknya dalam bentuk suspensi. Telah dibuktikan bahwa tablet

bekerja kurang efektif dan lebih lambat, mungkin karena proses pengeringan selama

pembuatan mengurangi daya netralisasinya.

Pada oesophagitis dan tukak lambung sebaiknya obat diminum 1 jam sesudah makan dan

sebelum tidur. Pada tukak usus 1 dan 3 jam sesudah makan dan sebelum tidur.

• Penyebab kegagalan pengobatan dengan antasida dapat terjadi

karena frekuensi pengobatan tidak adekuat, dosis yang diberikan tidak cukup, pemilihan

sediaan tidak tepat, dan sekresi asam lambung sewaktu tidur tidak terkontrol.

c. Proton Pump Inhibitor (Ppi)

• Contoh : Omeprazol, lansoprazol, pantoprazol, rabeprazol dan

esomeprazol.
 Struktuk Omeprazole

Rumus Struktur :

Nama Kimia : 5-methoxy-2-[(4-methoxy-3,5-dimethylpyridin-2-

yl)methylsulfinyl]-1H-benzimidazole

Rumus Molekul : C17H19N3O3S

Berat Molekul : 345,4

Pemerian : Serbuk putih atau hampir putih

Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, larut dalam alcohol, methanol dan

diklorometan, sangat mudah larut dalam larutan alkali.

 Farmakodinamik

Omeprazole merupakan antisekresi, turunan benzimidazole yang tersubstitusi. Omeprazole

menghambat sekresi asam lambung pada tahap akhir dengan memblokir system enzim H+,

K+-ATPase (Proton Pump) dalam sel parietal lambung. Omeprazole yang berikatan dengan

proton (H+) secara cepat akan diubah menjadi sulfenamid, suatu penghambat pompa proton

yang aktif. Sulfenamid bereaksi secara cepat dengan gugus merkapto (SH) dari H+, K+-

ATPase, kemudian terbentuk ikatan disulfide diantara inhibitor aktif dan enzim, dengan
demikian dapat menginaktifkan enzim secara efektif. Sehingga menghambat pembentukan

asam lambung baik dalam keadaan basal ataupun pada saat adanya rangsangan

 Farmakokinetik

Obat golongan ini mempunyai masalah bioavailabilitas karena mengalami aktivitasi di dalam

lambung lalu terikat pada berbagai gugus sulfhidril mukus dan makanan. Oleh karena itu,

sebaiknya diberikan dalam bentuk tablet salut enterik.

Obat golongan ini mengalami metabolisme lengkap yaitu dimetabolisme secara sempurna

terutama dihati, sekitar 80% metabolit diekskresikan melalui urin dan sisanya melalui feses.

Dalam bentuk garam natrium omeprazole diabsorpsi dengan cepat. 95% natrium omeprazole

terikat pada protein plasma.

 Dosis

Dosis yang dianjurkan 20 mg atau 40 mg, sekali sehari, kapsul harus ditelan utuh dengan air

(kapsul tidak dibuka, dikunyah, atau dihancurkan). Sebaiknya diminum sebelum makan.

• Penderita dengan gejala tukak duodenal : lama pengobatan

memerlukan waktu 2 minggu, dan dapat diperpanjang sampai 2 minggu lagi.

• Penderita dengan gejala tukak lambung atau refluks esofagitis

erosif/ulseratif : lama pengobatan memerlukan waktu 4 minggu, dan dapat diperpanjang

sampai 4 minggu lagi.

• Penderita yang sukar disembuhkan dengan pengobatan lain,

diperlukan 40 mg sekali sehari.

• Penderita sindroma Zollinger Ellison dosis awal 20-120 mg sekali

sehari, dosis ini harus disesuaikan untuk masing-masing penderita. Untuk dosis lebih dari 80

mg sehari, dosis harus dibagi 2 kali sehari.


 Indikasi

• Pengobatan jangka pendek tukak duodenal dan yang tidak responsif

terhadap obat-obat antagonis reseptor H2.

• Pengobatan jangka pendek tukak lambung.

• Pengobatan refluks esofagitis erosif / ulceratif yang telah didiagnosa

melalui endoskopi.

• Pengobatan jangka lama pada sindroma Zollinger Ellison.

 Kontra Indikasi

Penderita hipersensitif terhadap omeprazole

 Interaksi Obat

• Omeprazole dapat memperpanjang eliminasi obat-obat yang

dimetabolisme melalui sitokrom P-450 dalam hati yaitu diazepam, warfarin, fenitoin.

• Omeprazole mengganggu penyerapan obat-obat yang absorbsinya

dipengaruhi pH lambung seperti ketokonazole, ampicillin dan zat besi.

• Omeprazol dengan Barbiturat : memanjangkan waktu tidur yang

merupakan efek dari Barbiturat.

 Efek Samping

Omeprazole umumnya dapat ditoleransi dengan baik. Pada dosis besar dan penggunaan yang

lama, kemungkinan dapat menstimulasi pertumbuhan sel ECL (enterochromaffin-likecells).

Pada penggunaan jangka panjang perlu diperhatikan adanya pertumbuhan bakteri yang

berlebihan di saluran pencernaan.

d. Analog Prostaglandin
• Mekanisme kerja :

Prostaglandin E2 dan I2 dihasilkan oleh mukosa lambung, menghambat seksresi HCl dan

merangsang seksresi mukus dan bikarbonat (efek sitoprotektif). Defisiensi prostaglandin

diduga terlibat dalam patogenesis ulkus peptikum.

• Farmakologi dan farmakokinetik

Misoprostol yaitu analog prostaglandin E digunakan untuk mencegah ulkus lambung yang

disebabkan antiinflamasi non steroid (NSAIDs). Obat ini kurang efektif bila dibandingkan

antagonis H2 untuk pengobatan akut ulkus peptikum.

• Efek samping yang sering timbul adalah diare dan mual. Selain itu,

menyebabkan kontraksi uterus dan menjadi kontraindikasi selama kehamilan.

• Dosis 200 µg 4x sehari atau 400 µg 2x sehari

e. Sukralfat

• Mekanisme kerja

Mekanisme Sukralfat atau aluminium sukrosa sulfat adalah disakarida sulfat yang digunakan

dalam penyakit ulkus peptik. Mekanisme kerjanya diperkirakan melibatkan ikatan selektif

pada jaringan ulkus yang nekrotik, dimana obat ini bekerja sebagai sawar terhadap asam,

pepsin, dan empedu. Obat ini mempunyai efek perlindungan terhadap mukosa termasuk

stimulasi prostaglandin mukosa. Selain itu, sukralfat dapat langsung mengabsorpsi garam-

garam empedu, aktivitas ini nampaknya terletak didalam seluruh kompleks molekul dan

bukan hasil kerja ion aluminium saja.

• Farmakologi dan farmakokinetik :


Sukralfat dapat digunakan untuk mengobati ulkus, tetapi lebih utama digunakan dalam

pencegahan stress ulserasi. Diindikasikan untuk penggunaan jangka pendek, dan lebih efektif

pada ulkus usus. Obat ini sukar diabsorpsi secara sistemik (meskipun telah didokumentasikan

adanya peningkatan kadar obat ini dalam darah pada penderita gagal ginjal). Berikatan

dengan protein bebas, dan konsentrasi sukralfat pada bagian ulkus lebih besar daripada pada

jaringan normal.

• Efek samping yang sering terjadi dari penggunaan obat ini yaitu

konstipasi yang disebabkan karena adanya aluminium. Sekitar 3-5% aluminium dari dosis

diabsorpsi dapat menyebabkan toksisitas aluminium pada penggunaan jangka panjang.

Resiko ini meningkat pada pasien dengan gangguan ginjal. Efek yang jarang terjadi termasuk

diare, mual, kesulitan mencerna, mulut kering, dan mengantuk.

• Dosis :

Dosis sukralfat adalah 2 g 2 kali sehari (pagi dan sebelum tidur malam) atau 1 g 4 kali sehari

pada waktu lambung kosong (paling kurang 1 jam sebelum makan dan sebelum tidur malam),

diberikan selama 4-6 minggu atau pada kasus yang resisten 12 minggu, maksimal 8 g sehari.

Anak-anak tidak dianjurkan mengkonsumsi obat ini. Profilaksis tukak stress (suspensi), 1 g 6

kali sehari (maksimal 8 g sehari). Saran untuk obat ini yaitu sediaan tablet dapat

didispersikan dalam 10-15 ml air. Obat ini juga diperlukan pH asam untuk diaktifkan dan

sehingga tidak boleh diberikan bersama antasid atau antagonis reseptor H2. Jika digunakan

bersama antasida harus diberikan 30 menit sebelum atau sesudah sukralfat.

• Interaksi obat :

Sukralfat dapat menurunkan absorpsi siprofloksasin, norfloksasin, ofloksasin, tetrasiklin,

warfarin, fenitoin, ketokonazol, glikosida jantung, dan tiroksin, simetidin, ranitidin dan

teofilin.
f. Senyawa Bismut

• Mekanisme kerja :

Senyawa bismut juga bekerja secara selektif berikatan dengan ulkus, melapisi dan melindungi

ulkus dari asam dan pepsin. Postulat lain mengenai mekanisme kerjanya termasuk

penghambatan aktivitas pepsin, merangsang produksi mukosa, dan meningkatkan sintesis

prostaglandin. Obat ini mungkin juga mempunyai beberapa aktivitas antimikroba terhadap H

pylori. Bila dikombinasi dengan antibiotik seperti metronidazol dan tetrasiklin, kecepatan

penyembuhan ulkus mencapai 98%. Biaya dan potensi toksisitas dari regimen ini dapat

membatasi penggunanya pada ulkus yang serius atau pada penderita yang sering kambuh.

Garam bismut tidak menghambat ataupun menetralisasi asam.

• Farmakologi dan farmakokinetik :

Bismut subsalisilat (Pepto-Bismol®) telah digunakan dalam uji di AS. Ketidaknormalan

ginjal dapat menurunkan eliminasi bismut, sehingga perlu perhatian penggunaannya pada

pasien lanjut usia dan gagal ginjal. Bismut subsalisilat dapat menyebabkan sensitif terhadap

salisilat dan perdarahan, dan perlu perhatian juga pada pasien yang menerima terapi dengan

salisilat. Pasien harus diberitahu bahwa garam bismut dapat menyebabkan warna hitam pada

tinja dan lidah (jika menggunakan sediaan cair). Trikalium disitratobismutat telah diuji secara

luas di Eropa dan memperlihatkan proses penyembuhan ulkus lambung dan ulkus duodenum

lebih baik dari plasebo. Trikalium disitratobismutat memilki masa tinggal lebih panjang jika

dinbanding dengan antagonis reseptor H2, tetapi masih terjadi kambuh dan sekarang telah

dikembangkan aturan pakai regimen yang melibatkan antibiotika. Meskipun kandungan

bismutnya rendah, tetapi telah dilaporkan terjadinya absorpsi. Efek sampingnya yaitu dapat

membuat lidah berwarna gelap dan wajah kehitaman, mual dan muntah, dan belum ada
laporan tentang terjadinya ensefalopati pada pemakaian jangka panjang senyawa bismut lain.

Sediaan tablet sama efektifnya dengan sediaan cair dan lebih enak.

• Dosis :

Regimen dosis bismut dengan kombinasi 3 obat lain digunakan dalam lini pertama

pengobatan ulkus karena H pylori. Regimen ini terdiri dari antagonis reseptor H2

(omeprazole 40 mg 2 kali sehari), bismuth subsalisilat 525 mg 4 kali sehari, metronidazol

250-500 mg 4 kali sehari, dan tetrasiklin 400 mg 4 kali sehari (atau amoksisilin 500 mg 4 kali

sehari atau klaritromisin 250-500 mg 4 kali sehari). Jangka waktu pemakaian regimen dosis

ini yaitu 14 hari.

• Interaksi obat : Trikalium disitratobismutat dapat menurunkan

absorpsi tetrasiklin.

2.6 Penggunaan Obat-Obat Diare

1. ANTISEKRETORI

Mekanisme kerja :

Meningkatkan absorbsi usus terhadap cairan dan elektrolit (sebagai

antisekretori), antiinflamasi dan antibakteri. Dimana efek terapeutiknya adalah berkurangnya

diare

Dosis :

PO dewasa 2 tablet atau 30 ml, dapat diulang tiap 30 menit samoai 1 jam, sampai 8 dosis/24

jam
PO (anak-anak 9-12 tahun): 1 tablet atau 15 , ml; dapat diulang tiap 30menit-1 jam,sampai 8

dosis/24 jam

PO (anak-anak 6-9 tahun): 2/3 tablet atau 10 ml, dapat diulang tiap 30menit-1 jam,sampai 8

dosis/24 jam

PO (anak-anak 3-6 tahun): 1/3 tablet atau 5 ml, dapat diulang tiap 30menit-1 jam, sampai8

dosis/24 jam

PO (anak-anak <3tahun berat 12 kg atau lebih): 5 ml dapat diulang tiap 4 jam, sampai

6dosis/24 jam

PO (anak-anak <3tahun berat 6-8 kg): 2,5 ml dapat diulang tiap 4 jam, sampai 6 dosis/24 jam

2. ASTRINGENT

Mekanisme kerja :

Menyebabkan pembuluh darah lokal berkontraksi dengan demikian

dapat mengurangi bengkak pada jaringan, (menciutkan jaringan) dan anastesi lokal (untuk

mengurangi nyeri)

Dosis :

Bismuth dewasa 2 tablet, anak 6-12 1 tablet, 3-6 thn ½ tablet. Dosis dapat diulang tiap 30

menit s/d maks 8 dosis/ 24 jam.

3. ADSORBEN

Mekanisme kerja :
Adsorben digunakan sebagai terapi simpomatik pada diare. Aksi

kerja adsorben tidak spesifik. Obat ini mempunyai kemampuan mengikat dan menginaktivasi

toksin bakteri, mengadsorbsi nutrien, toksin (racun), dan obat-obat penyebab diare.

Penggunaan adsorben harus dipisahkan dengan obat oral lainnya selama 2 sampai 3 jam.

Adsorben yang digunakan dalam terapi simptomatik diare antara lain kaolin, atapulgit, dan

karbon aktif.

4. DEMULCENT

Mekanisme kerja :

Beberapa mekanismenya melapisi usus yang teriritasi dan bekerja

sebagai protektif

5. ANTIMOTILITAS

Mekanisme kerja :

Obat antimotilitas bekerja dengan mengurangi gerakan peristaltik

usus sehingga diharapkan akan memperpanjang waktu kontak dan penyerapan di usus. Salah

satu keuntungannya yaitu mampu menormalkan keseimbangan reasorbsi-sekresi dari sel-sel

mukosa, yaitu memulihkan sel-sel yang berada dalam keadaan hipersekresi ke keadaan

reasorbsi sehingga normal kembali.

Obat antimotilitas digunakan apabila diare berlangsung terus

menerus selama 48 jam. Pada pasien yang mengalami demam dan di dalam tinjanya terdapat
darah, maka sangat mungkin sekali diare yang terjadi disebabkan karena adanya infeksi

bakteri. Perlu diingat kembali bahwa diare sendiri merupakan suatu mekanisme pertahanan

tubuh untuk mengeluarkan kontaminasi (termasuk bakteri) dari dalam tubuh. Pada kasus ini,

antimotilitas tidak boleh digunakan karena hanya akan memperlama keberadaan bakteri di

dalam tubuh(1).

Contoh : opiat

Bekerja diperantarai terutama oleh reseptor opioid μ (efek motilitas) dan δ (sekresi usus) pada

saraf enterik, sel epitel dan otot atau absorbsi (reseptor μ dan δ). Antidiare yang umum

digunakan seperti difenoksilat, difenoksin dan loperamid).Opiat dan derivat opiat

memperlama waktu transit konten intraluminal.

6. PROBIOTIK

Mekanisme kerja :

Mekanisme kerja probitok untuk menghambat pertumbuhan bakteri

patogen dalam mukosa usus belum sepenuhnya jelas tetapi beberapa laporan menunjukkan

dengan cara kompetisi untuk mengadakan perlekatan dengan eritrosit (sel epitel mukosa),

enterosit yang telah jenuh dengan bakteri probiotik tidak dapat lagi mengadakan perlekatan

dengan bakteri yang lain. Jadi dengan adanya bakteri probiotik didalam mukosa usus dapat

mengurangi atau menghambat adhesi bakteri lain misalnya E. Coli dan Salmonella sehingga

tidak terjadi kolonisasi. Ketika terdapat patogen dalam jumlah banyak pada saluran cerna,

kuman patogen juga harus berkompetisi dengan bakteri yang menguntungkan untuk

mendapat tempat dan nutrisi.

Dosis :
Dosis yang dianjurkan adalah 10 pangkat 7 hingga 10 pangkat 9. Dosis probiotik yang

dianjurkan adalah 10 pangkat 7 hingga 10 pangkat 9. Rekomendasi dari Mitsuoka untuk

bakteri Lactobacillus memang sekitar 10 pangkat 6. Jika kita memberikan kurang dari itu,

maka proses keseimbangan tidak tercapai yang berarti tidak bisa disebut probiotik. Oleh

karena itu, preparat probiotik Lactobacillus umumnya diberikan pada dosis 10 pangkat 7

hingga pangkat 9.Untuk Dialac® yang mengandung heat-killed bacteria, memang agak

berbeda. Perbedaannya, jumlah yang dihitung tersebut (10 pangkat 10) adalah pada saat

fermentasi dan preparasi sel Tyndallized. Selain itu karena bakteri sudah dimatikan, maka

tidak akan berproliferasi hingga mencapai target. Berbeda dengan bakteri yang hidup yang

masih bisa bertambah jumlahnya pada saat mencapai sel target. Tentu hal ini juga sudah

memperhitungkan adanya sebagian bakteri yang mati pada perjalanan sebelum mencapai

target.

2.7 Penggolongan Obat-Obat Diare

obat obat yang diberikan untuk mengobati diare ini dapat berupa:

1.KEMOTERAPI

adalah obat terapi kausal yaitu memusnahkan bakteri penyebab penyakit digunakan obat

golongan sulfonamida atau antibiotika.Contohnya tetra siklin ,doksisiklin

A. Tetrasiklin

• Farmakodinamik

Golongan tetrasiklin bekerja dengan cara menghambat sintesis protein bakteri pada

ribosomnya. Paling sedikit terjadi dua proses dalam masuknya antibiotik ke dalam ribososm

bakteri. Pertama secara difusi pasif melalui kanal hidrofilik, kedua melalui sistem transpor

aktif. Setelah masuk antibiotik berikatan secara reversibel dengan ribosom 30S dan mencegah
ikatan tRNA-aminoasil pada kompleks mRNA-ribosom. Hal tersebut mencegah

perpanjangan rantai peptida yang sedang tumbuh dan berakibat terhentinya sintesis protein.

Tetrasiklin termasuk antibiotika broad spektrum. Spektrum golongan tetrasiklin umumnya

sama, sebab mekanisme kerjanya sama, namun terdapat perbedaan kuantitatif dari aktivitas

masing-masing derivat terhadap kuman tertentu. Derivat dari tetrasiklin yaitu: demeklosiklin,

klortetrasiklin, doksisiklin, methasiklin, oksitetrasiklin, dan minosiklin.

• Mekanisme resistensi yang terpenting

Diproduksinya pompa protein yang akan mengeluarkan obat dari dalam sel bakteri. Protein

ini dikode dalam plasmid dan dipindahkan dari satu bakteri ke bakteri lain melalui proses

transduksi atau konjugasi. Resistensi terhadap satu jenis tetrasiklin biasanya disertai resistensi

terhadap semua jenis tetrasiklin lainnya.

• Farmakokinetik

Absorpsi

Sekitar 30-80% tetrasiklin diserap dalam saluran cerna. Absorpsi sebagian besar berlangsung

di lambung dan usus halus. Adanya makanan dalam lambung menghambat penyerapan,

kecuali minosiklin dan doksisiklin. Absorpsi dihambat dalam derajat tertentu oleh pH tinggi

dan pembentukan kelat yaitu kompleks tetrasiklin dengan suatu zat lain yang sukar diserap

seperti aluminium hidroksid, garam kalsium dan magnesium yang biasanya terdapat dalam

antasida, dan juga ferum.

Distribusi

Dalam plasma semua jenis tetrasiklin terikat oleh protein plasma dalam jumlah yang

bervariasi. Dalam cairan cerebrospinal (CSS) kadar golongan tetrasiklin hanya 10-20% kadar
dalam serum. Penetrasi ke CSS ini tidak tergantung dari adanya meningitis. Penetrasi ke

cairan tubuh lain dan jaringan tubuh cukup baik. Golongan tetrasiklin menembus sawar uri

dan terdapat dalam ASI dalam kadar yang relatif tinggi. Dibandingkan dengan tetrasiklin

lainnya, doksisiklin dan minosiklin daya penetrasinya ke jaringan lebih baik.

Metabolisme

Obat golongan ini tidak dimetabolisme secara berarti di hati, sehingga kurang aman pada

pasien gagal ginjal.

Ekskresi

Golongan tetrasiklin diekskresi melalui urin dengan filtrasi glomerolus dan melalui empedu.

Golongan tetrasiklin yang diekskresi oleh hati ke dalam empedu mencapai kadar 10 kali

kadar dalam serum. Sebagian besar obat yang diekskresi ke dalam lumen usus ini mengalami

sirkulasi enterohepatik, maka obat ini masih terdapat dalam darah untuk waktu lama setelah

terapi dihentikan. Bila terjadi obstruksi pada saluran empedu atau gangguan faal hati obat ini

akan mengalami akumulasi dalam darah. Obat yang tidak diserap diekskresi melalui tinja.

• Penggunaan Klinik

Indikasi

Penggunaan topikal hanya dibatasi untuk infeksi mata dan kulit saja. Salep mata golongan

tetrasiklin efektif untuk mengobati trakoma dan infeksi lain pada mata oleh bakteri gram-

positif dan gram negatif yang sensitif. Selain itu juga untuk profilaksis oftalmia neonatorum

pada neonatus akibat Neisseria gonorrhoe atau Chlamydia trachomatis.

Penyakit konjungtivitis inklusi dapat diobati dengan hasil baik selama 2-3 minggu, dengan

memberikan salep mata atau obat tetes mata yang mengandung golongan tetrasiklin. Pada
trakoma pemberian salep mata golongan tetrasiklin yang dikombinasi dengan doksisiklin oral

2 x 100 mg/hari selama 14 hari memberikan hasil pengobatan yang baik.

Kontra Indikasi

Hipersensitif terhadap golongan antibiotik tetrasiklin.

Interaksi Obat

Bila tetrasiklin diberikan dengan metoksifluoran maka dapat menyebabkan nefrotoksisk. Bila

dikombinasikan dengan penisilin maka aktivitas antimikrobanya dihambat.

Efek samping

Sensasi terbakar pada mata.

Sediaan

Suspensi 10mg/cc dan salep mata tetrasiklin hidroklorida 1% 10mg/g.

Dosis

Lapisan tipis salep mata tiap 2-4 jam atau 1 tetes suspensi tiap 6-12 jam (dapat digunakan

lebih sering); dosis tunggal digunakan untuk pencegahan oftalmia neonatorum.

B. Doksisiklin

• Farmakodinamik

Doksisiklin bekerja secara bakteriostatik dengan cara mencegah sintesa protein

mikroorganisme .Mempunyai spectrum kerja yang luas terhadap bakteri gram positif dan

negative.

• Farmakokinetik
Doksisiklin hamper sepenuhnya diserap dengan bioavailabilitas lebih dari 80% dengan rata-

rata -95% .Namun beberapa penulis membandingkan intravena dengan oral dosis doksisiklin

merasa penyerapan lebih rendah – dalam kisaran 73-77%.Penyerapan terjadi di

duodenum,Waktu paruh penyerapan adalah 0,85 samapi kurang lebih 0,41 h.Konsentrasi

puncak dengan dosis yang bervariasi menjadi 15,3 mg/L 4 jamsetelah dosis 500 mg per oral.

• Indikasi

Infeksi saluran pernafasan,infeksi saluran pencernaan,infeksi pada saluran kemih dan

kelamin,infeksi jaringan lunak dan kulit,infeksi telinga ,hidung dan tenggorokan

• Kontraindikasi

Hipersensitif atau alergi terhadap antibiotic doksisiklin atau tetrasiklin

• Dosis

Dewasadan anak>8 tahun dengan berat badan > 45 kg:100 mg setiap 12 jam selama hari

pertama dilanjutkan dengan 100mg sekali sehari.

Anak-anak berusia>8 tahun dengan berat badan <45 kg :4,4 mg/kgbb/hari dengan selang

waktu 12 jam selama sehari pertama dilanjutkan dengan 2,2 mg/kgBB sekali sehari

Infeksi berat:200mg sehari

2.Rehidrasi

Sesuai anjuran WHO/UNICEF menggunakan cairan yang terdiri dari 1 L air yang

mengandung glukosa ,natrium klorida 3,5 gram,natrium citrate 2,9 gram,kalium klorida 1,5

gram.Untuk diare akut harus di infus


2.OBSTIPANSIA

adalah untuk terapi simptomatis dengan tujuan untuk menghentikan diare,yaitu dengan cara:

a.Zat penekan peristaltic.Contohnya loperamid

1. Loperamid

Indikasi : untuk pengobatan diare akut dan diare kronik

Kontraindikasi : hipersensitivitas dengan loperamid, hambatan peristaltik, bayi

dan anak < 2 tahun, hindari penggunaan sebagai terapi utama

untuk disentri akut, ulseratif kolitis akut, bacterial enterocolitis

dan kolitis pseudomembran.

Bentuk sediaan : kaplet dan tablet salut selaput 2 mg.

Dosis dan aturan pakai : anak-anak : – diare akut maksimal 16 mg per hari

2-5 tahun (13-20 kg) : 1 mg 3 kali per hari

6-8 tahun (20-30 kg) : 2 mg 2 kali per hari

8-12 tahun (> 30 kg) : 2 mg 3 kali per hari

pemeliharaan : 0,1 mg/kg BB sesudah BAB

- diare kronis maksimal 4-12 mg per hari

dewasa :

– diare akut, dosis awal 4 mg diikuti 2 mg

sesudah BAB maksimal 16 mg/hari,

- diare kronis dosis awal seperti diare akut


diikuti 4-8 mg/hari sesudah BAB maksimal

16 mg/hari.

Efek samping : nyeri abdominal (perut), mual, muntah, mulut kering,

mengantuk, pusing, ruam kulit, dan megakolon toksik.

Resiko khusus : pada pasien yang sedang hamil pada trimester pertama resiko

penggunaan obat ini adalah termasuk kategori C, di mana

penelitian pada wanita (manusia) belum tersedia.

Tidak direkomedasikan untuk wanita menyusui karena

loperamid dapat masuk ke jaringan payudara (susu).

b.Adsorben

1. Kaolin

mekanisme kerja : bekerja sebagai penyerap dan menghilangkan rangsangan baik sekali

dalam pengobatan terhadap diare yang nonspesifik. Kaolin bila diberikan peroral dapat

mengabsorbsi bahan racun dalam pencernaan makanan dan menghilangkan bakteri dan zat

yang merangsang yang sering merupakan penyebab diare.

Kontra indikasi : jangan diberikan kepada penderita konstipasi, obstruksi usus,

hipersensitifitas.

Contoh : Neo Entrostop.

2. Pectin
Mekanisme kerja : merupakan adsorben dapat menghilangkan racun bakteri. Bekerja tidak

spesifik dengan mengadsorbsi nutrisi, racun, obat dan cairan pada saluran pencernaan.

Sering dikombinasikan dengan Attapulgite.

Kontra indikasi : Hipersenstifitas, penderita obstruksi usus.

Contoh : Diagit, Molagit, Omegdiar.

3. Attapulgite

Mekanisme kerja : dengan mengabsorpsi nutrisi, racun, obat dan cairan pada saluran

pencernaan.

Sering dikombinasiakn dengan Pectin.

Kontra Indikasi : konstipasi, obstruksi usus.

Contoh : Diapet, Neo Enterodiastop.

3.SPASMOLITIKA

adalah zat yang dapat melemaskan kejang kejang otot perut(nyeri perut) pada diare misalnya

Atropin sulfat

1. Atropin sulfat

• Indikasi: tukak peptic ,gastritis,heartburn,hiperasiditas

• Kontra indikasi : glaucoma sudut tertutup,asma,hernia

hiatal,penyakit hati atau gunjal yang serius.


• Dosis: 160-320 mg diantara waktu makan dan menjelang tidur.

2.8 Laksatif

Obat laksatif atau katartif digunakan dalam beberapa cara untuk

mempercepat jalan nya isi usus disepanjang saluran GI. Laksatif dapat berupa stimulan

kimiawi yang dapat mengiritasi lapisan saluran GI secara kimiawi, stimulan massa feses

( Bulk stimulant ) juga disebut stimulan mekanik yang menambah isi fekal di dalam massa

feses atau pelumas yang membantu isi usus bergerak lebih lancar.

1. Stimulan Kimiawi

Obat – obatan bekerja sebagai stimulan kimiawi secara langsung mensimulasi pleksus saraf

dalam dinding usus, menyebabkan peningkatan pergerakan dan menstimulasi reflek lokal.

Laksatif sejenis itu mencangkup agen :

a. Kaskara ( Generik ), agen reliabel yang menyebabkan pengosongan

usus obat ini mungkin memiliki efek yang lambat dan terus menerus atau dapat menyebabkan

keram yang hebat dan pengosongan isi usus besar secara cepat.

b. Senna ( Senekot ), obat reliabel lainnya yang memiliki efek serupa

dengan kaskara obat ini dapat ditemukan dalam banyak obat bebas.

Obat yang bekerja di sistem pencernaan :


a. Minyak Kastor ( Neoloit ) obat yang telah lama tersedia digunakan

jika menginginkan pengosongan isi usus secara keseluruhan.

b. Bisakodil ( Dulkolak ) secara kimiawi terkait dengan Fenolftalen

merupakan laksatif bebas yang sangat populer namun ditarik dari pasaran karena efek

merugikannya termasuk efek pada sistem saraf pusat ( Ssp ).

2. Stimulan Massa Feses

Stimulan massa feses ( Bulk stimulant ) merupakan laksatif yang bekerja cepat dan agresif

yang meningkatkan mobilitas saluran GI dengan cara meningkatkan cairan dalam isi usus

yang memperbanyak massa feses menstimulasi reseptor regang lokal dan mengaktifkan

aktivitas lokal. Stimulan massa feses yang tersedia mencangkup agen berikut :

a. Magnesium Sulfat ( Epsom Salts ), laksatif yang sangat kuat

digunakan ketika pengosongan lokal saluran GI secara cepat, seperti pada keracunan saluran

GI bekerja dengan hipertonik melawan dinding mukosa sehingga menarik cairan kedalam isi

usus.

b. Magnesium Sitrat ( Curate of Magnesia ), ditemukan dalam

makanan yang mengandung sitrus digunakan untuk menstimulasi pengosongan usus sebelum

pelaksanaan uji dan pemeriksaan saluran cerna.

c. Magnesium Hidroksida ( Milk of Magnesia ), digunakan untuk

menstimulasi mssa feses dan merupakan laksatif yang lebih ringan dan bekerja lebih lambat.

d. Laktulosa ( Chronulac ), adalah pilihan alternatif bagi pasien yang

mengalami masalah kardiovaskular.


e. Polikarbofil ( Pibercon ), dalah zat alami yang membentuk massa

feses seperti gelatin di luar isi usus. Agen ini menstimulasi aktifitas lokal.

f. Pisilium ( Metamucil ), contoh nya seperti gelatin serupa dengan

polikarbofil dalam hal cara kerja dan efeknya.

3. Laksatif Pelumas

Seringkali untuk membuat defekasi menjadi lebih mudah tanpa menstimulasi pergerakan

saluran GI diperlukan penggunaan pelumas beberapa pasien yang dapat mengalami bahaya

mengejan dapat menggunakan tipe laksatif ini :

a. Dokusat ( Colace ), memiliki cara kerja seperti deterjen pada

permukaan bolus usus meningkatkan saluran campuran lemak dan air serta menggunakn

feses. Obat ini sering kali menggunakan sebagai profilaksis pada pasien yang tidak boleh

mengejan ( mis.setelah pembedahan, infark, miukard atau kelahiran ofstetrik).

Cara kerja obat dan indikasi terafeutik

Laksatif bekerja dalam tiga cara:

a. Dengan stiumulasi kimiawi langsung dalam saluran GI

b. Dengan memproduksi mssa feses atau meningkatkan cairan dalam

lumen saluran GI yang mengakibatkan sitimulasi saraf lokal.

c. Dengan melumasi bolus usus untuk mempermudah jalanannya

melewati saluran GI.


Laksatif diindikasiakan untuk pengobatan konsifasi jangka pendek untuk mecegah mengejan

ketika tidak di inginkan secara klinis untuk mengosongka isi usus sebelum menjalani

pemeriksaan diagnostik untuk mengeluarkan racun dalam saluran pencernaan bagian bawah

dan sebagai terafi tambahan pada terafi antelnintik ketika ingin mengeluarkan cacing dari

saluran GI. Sebagian besar laksatif tersedia dalam prefarat bebas dan seringkali disalah

gunakan orang yang kemudian menjadi bergantung pada obat ini untuk dalam ambulasi dan

orientasi secara periodik terjadi efek pada GI atau SSP.

4.Stimulan Gastrointerstinal beberapa obat-obatan tersedia untuk stimulasi GI yang lebih

umum menghasilkan peningkatan aktifitas GI dan sekresi secara saluran GI. Obat-obatan ini

menstimulasi aktifitas parasimpatis atau membuat jaringan GI menjadi sensitif terhadap

aktifitas parasimpatis. Stimulan jenis ini :

a. dekspantenol (ilopan), yang meningkatkan kadar asetilkolin dan menstimulasi sistem

parasimpatis.

b. Metoklopramit ( reglan) , yang menghambat reseptor dopamin dan membuat reseptor lebih

sensitif terhadap asetilkolin .

Cara kerja obat dan indikasi terapeutik :

Dengan menstimulasi aktifitas parasimpatis dalam saluran GI obat-obatan ini bekerja untuk

meningkatkan sekret dan motilitas pada tingkat umum sepanjang saluran GI obat ini tidak

memiliki efek lokal yang meningkatkan aktifitas hanya usus.


FARMAKOKINETIK

Obat – obatan ini diabsorpsi dengan cepat dimetabolisme dari hati dan diekskresi melalui urin

obat ini menembus plasenta dan masuk ke asi. Metoklopramit tengah diteliti untuk

meningkatkan laktasi pada dosis 30/45mg per hari. Keefektifan obat ini dalam meningkatkan

laktasi mungkin dihubungkan dengan penyekat dopamin, yang seringkali dikaitkan dengan

peningkatan kadar prolaktin.

KONTRAINDIKASI DAN PERINGATAN

Stimulan Gi tidak boleh digunakan pada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap salah

satu obat-obatan ini atau mengalami opstruksi atau perforasi GI obat ini digunakan dengan

hati-hati selama kehamilan atau laktasi.

EFEK MERUGIKAN

Terjadi pade penggunaan stimulan GI melibatkan stimulasi GI dan

mencakup mual, muntah, diare, spasme usus, dan kram. Efek merugikan seperti penurunan

tekanan darah dan denyut jantung , kelemahan, keletihan, mungkin terkait dengan stimulasi

parasimpatis.

INTERAKSI OBAT-OBAT YANG PENTING SECARA KLINIS

Metoklopramit dikaitkan dengan penurunan absorpsi digoksin dari

saluran GI. Pasien yang menggunakan kombinasi pengobatan ini harus dipantau secra ketat.
Penurunan efek imunosupresi dan peningkatan toksisitas siklosporin telah terjadi jika obat-

obatan ini dikombinasikan .

Sitoprotektif

Obat sitoprotektif adalah sbagai obat yang dapat mencegah atau mengurangi kerusakan

mukosa lambung atau duodenum oleh berbagi zat ulserogenik atau zat penyebab nekrasis

koma tanpa menghambat sekresi atau menetralkan asam lambung. Jadi obat sitopfrotektiif

dapat mencegah kerusakan mukosa lambung yang acid-mediated (mis aspirin) muapun yang

acid-independen (mis oleh alkohol 70).

H2 bloker tidak termasuk obat sitoprotektif karena hanya efektif untuk mencegah kerusakan

mukosa acid-mediated.

Obat sitoprotektif dapat dibedakan atas :

a. Golongan analog prostaglandin (besifat sitoprotektif dan antik

sekresi) :

1.anal PGE : mistoprostol, rioprostil, dan

2. analog PGE2 : enprostil, anbasprostil,trimospostil

b. semua no prostal glandin dengan proteksi lokal16 :

1. karbenoksolon

2. sugkralfat

3. bismut koloidal
4. setrastat

Analog prostaglandin

Bersifat sitoprotektif dan anti sekresi utama PGE dan PGI yang disintesis oleh mukosa

lambung dan usus halus. PGE dalam dosis kecil bersifat sitoprotektif dalam jumlah besar

bersifat antisekresi. PG dalam jumlah kecil menimbulkan efek sitoprotektif sedangkan dalam

dosis besar menimbulkan efek sitoprotektif dan anti seksresi.

Mekanisme efek sitoproteksi PG:

1. Meningkatkan aliran darah mukosa lambung-duodenum( efek

pasodilatasi PGE dan PGI sedangkan PGF2 fase kontruksi) dan meningkatkan kemampuan

memperbaiki mukosa lambung duodenum dengan cara merangsang migrasi sel basah mukosa

ke arah permukaan.

2. Meningkatkan sekresi mulkus duodenum( hanya PGE saja )

3. Meningkatkan sekresi bikarbonat lambung duodenum ( PGE)

dengan cara meningkatkan kadar fosfolipid mukosa sehingga meningkatkan hidrofobisitas

permukaan mukosa, dan dengan demikian mencegah dan mengurangi difusi balik ion H.

4. PGE menyebabkan hiperplasia mukosa lambung duodenum kusus

nya di antrum terutama dengan memperpanjang daur hidup sel-sel efitel yang sehat tanpa

meningkatkan aktifitas ploriferasi.

Dari berbagai hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sediaan analog PGE efektif untuk

menyembuhkan ulkus peftikum. Disamping itu analog PGE kurang efektif dalam
menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan lebih banyak efek samping ( diare, nyeri

abdomen ) dibandingkan H2 bloker bersifat abortifasien .

EFEK SAMPING ANALOG PGE :

Diare ( biasanya ringan dan bersifat sementara ) bergantung pada dosis karena efek

peningkatan sekresi cairan di usus halus selain itu yang disebabkan oleh efek samping yang

cukup serius yaitu misoprotol yang mengindusi kontrasi uterus sehingga obat ini di kontra

indikasikan untuk wanita hamil. Enprostil juga meningkatkan kontraksi uterus tetapi tidak

menyebabkan absorbsi pada dosis terapi sementara itu rioprostil tampak tidak memiliki efek

kontraksi uterus namun hal ini perlu konfirmasi lebih lanjut.

POSOLOGI

PG alamiah dipecah dengan cepat PG sintetik yang cukup stabil dibuat untuk dapat

digunakan sebagai obat meskipun efek sitoprotektif tidaka dapat di andalakan untuk

penyembuhan ulkus di harapkan bahwa analog PG berguna untuk mencegah kerusakkan

saluran cernah oleh akibat pemakaian ulserogenik secra menahan.

Karbon oksolon

Karbon oksolon adalah sitoprotektif yg prtma dipasarkan .

MEKANISME kERJANYA :
Stimulasi sekresi mukus , stabilisasi membran sel dan mempercepat reg Nerasi eptel

permukaan yg rusak dan aktivitas antipeptid dgn dosis 200-300 mg sehari efek obat ini

sebanding dgn simatidin untuk penyembuhan ulkus dan duodenum . efek samping

sistemiknya berpotensi membahayakan , obat ini sudah ditingkalkan sekarang

SUKRALFAT

MEKANISMERJANYA

Sukralfat adl garam aluminium dr sukrosa sulfat.dlm suasana asam obat membentuk pasta

kental secara selektif pada uktus dan berfungsi sbg sawar yg mlindugungi ulkus trhdap difusi

asam,pepsin,garam empedu

Efek sitoprotektif pd mukosa lambung mlalu mekanisme yg terpisah :

1.Pembentukan pg endogen

2.efek langsung meningkatka sekresi mukus tidak menmerlukan suasana asam,kombinasii

simetidin dan sulraktat,bersifat sinsergis,mempercepat penyembuhan ulkus,ulkus

lambung,ulkus duoedenum dan gastiris kronis.efektif mengurangi kerusan pd lmbung dan

gjala salurancerna akibat OAINS

FOSOLOGI

Sulkralfat (ulsanicer) tablet 500 mg dosis dewsa 2 tablet 3-4 kali keadaan perut kosong dan

pada waktu mau tidur


EFEK SMPING

Sulkralfat menyembbkan kinstipasi ringan pd 2-10 % penderita , menimbulkan toksisitas pd

penderita gagal ginjal . kelemahannya permberiannya harus 4x sehar tdk boleh diberikan

bersama antasid atau makanan

SETRAKTAT

MEKANISME KERJA

Sekraktat adl ester dari asam trametsamat obat oabat ini memperkuat faktodr defensif pada

lambung.efeknya meningkatkan aliran darah mukosa lambung-duodenum.obat ini

meningkatkan pg endogen mukoaa . efek ini menghasilkan percepatan regenerasi epitel

mukosa dan produksi mukus , menghambat difusi balik ion h dan konfersi pepsinogen mnjd

pepsin dlm mukosa membran , memperkuat resintensi ,ukosa , setraktat mempercepat

penyembuhan ulkus peptikum dan memperpendek waktu pengobatan

INDIKASI

Ulkus peptikum dan ulkus duodenum. Setraktrat efektif untuk ulkus kambuhan bermanfaat pd

ulkus kambuuhan pd usia lanjut dan usia mengah karena aliran darah mukosa menurun

FOSOLOGI

Sedian kapsul 200 mg dosis dewasa 1 kapsul 3-4x sehari setelah makan dan sblm tidur

EFEK SAMPING
Gangguan saluran cerna yang paling sering konstipasi ringan,efek samping yang lebih jarang

terjadi adalh mual,muntah,diare,mulut kering,dan erupsi kulit.

KOLOIDAL BISMUT SUBSITRAT

Adl garam klorida bismut dr asam sitrat

MEKANISME KERJA

Obt ini pd ph asam (<5) membentuk lapisan pelimdung yg selektif didasar uktus,bertindah

sbg sawar terhadap difusi asam , pesin dan asam empedu . efek obat ibi mukosa lambung

memlaui pempetukan pg endogen,efek bakterisidal terhdap compy lobakter pylori ditemukan

dimukosa lambung dan metaplasia lambung diduodenum pd sebagian besar penderita ulkus

peptikum.kolonisasi C.pylori pd mukosa lambuung berhubungan pada gas tristis.perananya

etiologi ulkus masih blm jelas karena :

a.kuman tsb jarang dutemukan pd ulkus sendiri

b.kuman itu msh terdapat pd antrum dlm densitas yg sama dgn sblm pengobatan meskipun

ulkusnya tlh sumbuh dgn h2 bloker,sugkralfat

c.ulkus sembuh dan kuman dibasmi dengan garam bismut.penderita tetap remisii meskipun

c.pylori telah berkoloniasai kembali

d.kmungkkinan mekanisme kerja dlm meinimbulkan gas tristis dan ulkus peptikum adl

mencerna lapisan mulkus dgn enzim protease dan glikosilhidrolase yg dihasilkn oleh kuman

ini
FOSOLOGI

Tablet berisi koloidal bismut sutrat 120 mg dosis 4 tablet sehari dberikan setengah jam sblm

makan.obat ini diberikan 2-4x sehari tdk boleh bersamaan antasida susu atau mkanan.untuk

eradikasi C.phylori disertai angka kekambuhan lebih rendah lama pemberian tidak boleh

lebih dr 8 mnggu,interval pemberian minimal 2 bulan

INDIKASI

Gas tritis dan ulkus duodenum

EFEK SAMPING

Bismut bersifat nereotoksik ensepalopati terutama bila diberikan pada penderita dengan

riwayat gagal ginjal obat ini menyebabkan pewarnaan 9hitam) pd lidah gigi,lidah,dan feses

yg refersible dan dpt terjadi konstipasi dan melena.obt ini tdsk bole dgunakan unuk terapi

jangka panjang

KONTRA INDIKASI

Disfungsi ginjal yang berat

PERHATIAN :

Pengguan jangka panjang dalam dosis tnggi tiak dianjurkan krn menimbulkan ensepalopati

yg refersible.pengguannya tdk diindikasikan pda kehamilan karena datanya blm cukup


menyatakan bahwa obat ini aman bagi wanita hamil.penggunaan pada anak tidak dianjurakn

krn data tentang efikasi dan kemananya belum ada

B. DIET PADA PENYAKIT SALURAN PENCERNAAN

1. Kebutuhan Gizi pada Pasien dengan Berbagai Gangguan Sistem Tubuh Semester 01

Kegiatan Belajar III DIET PADA PENYAKIT SALURAN PENCERNAAN Badan

Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Pusat Pendidikan dan Pelatihan

Tenaga Kesehatan Jakarta 2013 Prodi Keperawatan

2. Saluran yang berfungsi untuk mencerna makanan, mengabsorbsi zat-zat gizi, dan

mengekskresi sisa-sisa pencernaan Saluran cerna

3. Penyakit Saluran Diet Disfagia. Disfagia adalah kesulitan menelan karena adanya

gangguan aliran makanan pada saluran cerna Pencernaan 1

4. 1) Menurunkan risiko aspirasi akibat masuknya makanan ke dalam saluran pernafasan,

Tujuan Diet Disfagia 2) Mencegah dan mengoreksi defisiensi zat gizi dan cairan.

5. 1) Cukup energi, protein dan zat gizi lainnya 2) Mudah dicerna, porsi makanan kecil, dan

sering diberikan 3) Cukup cairan 4) Bentuk makanan bergantung pada kemampuan menelan,

diberikan secara bertahap Syarat diet Disfagia

6. 5) Makanan cair jernih tidak diberikan karena sering menyebabkan aspirasi 6) Cara

pemberian makanan dapat per oral atau melalui pipa atau sonde Syarat diet Disfagia

7. Suatu keadaan muntah dan buang air besar berupa darah akibat luka atau kerusakan pada

saluran cerna. DietPasca Hematemisis-Melena “ “


8. Memberikan makanan secukupnya yang memungkinkan istirahat pada saluran cerna,

mengurangi risiko perdarahan ulang, dan mencegah aspirasi, Diet Tujuan Mengusahakan

keadaan gizi sebaik mungkin 1 2

9. Tidak merangsang saluran cerna Syarat Diet Pasca Hematemisis-Melena Tidak

meninggalkan sisa Pada fase akut dapat diberikan makanan parenteral saja selama 24-48 jam

untuk memberikan istirahat pada saluran cerna Diet diberikan jika perdarahan pada lambung

atau duodenum sudah tidak ada 1 2 3 4

10. Penyakit lambung atau gastrointestinal meliputi gastritis akut dan kronis, ulkus peptikum,

pasca-operasi lambung yang sering diikuti dengan “dumping syndrome” dan kanker lambung

Diet Pada Pasien Penyakit Lambung

11. Memberikan makan dan cairan secukupnya yang tidak memberatkan lambung serta

mencegah dan menetralkan sekresi asam lambung yang berlebihan. Tujuan Diet Penyakit

lambung

12. Syarat Diet Penyakit Lambung 1) Mudah cerna, porsi kecil dan sering di berikan 2)

Energy dan protein cukup, sesuai kemampuan pasien untuk menerimanya 3) Lemak rendah,

yaitu 10 – 15 % dari kebutuhan energy total yang di tingkatkan secara bertahap hingga sesuai

dengan kebutuhan 4) Rendah serat, terutama serat tidak arut air yang di tingkatkan secara

bertahap

13. 5) Cairan cukup, terutama bila ada muntah. 6) Tidak mengandung bahan makanan atau

bumbu yang tajam, baik secara termis, mekanis, maupun kimia 7) Laktosa rendah bila ada

gejala intoleransi laktosa, umumnya tidak di anjurkan minum susu terlalu banyak, 8) Makan

secara perlahan di lingkunan yang tenang, 9) Pada fase akut dapat diberikan makan parenteral

saja selama 24 – 48 jam untuk member istirahat pada lambung


14. Diet lambung diberikan pada pasien dengan Gastritis, Ulkus Peptikum, Tifus

Abdominalis, dan paska bedah saluran cerna atas. Macam Diet Indikasi Pemberian& “ “

15. Diet lambung I diberikan pada pasien gastritis akut, ulkus pektikum, paska pendarahan,

dan tifus abdominalis berat Diet I Lambung

16. Diet lambung II diberikan sebagai perpindahan dari diet lambung I, kepada pasien dengan

ulkus pektikum atau gastritis kronis dan tifus abdominalis ringan Diet II Lambung

17. Bahan Makanan Yang Dianjurkan Dan Tidak Dianjurkan pada diet Lambung I & II :

Bahan makanan Dianjurkan Tidak dianjurkan Sumber karbohidrat Sumber protein hewani

Sumber protein nabati Sayuran Buah-buahan Lemak Minuman Bumbu Beras dibubur atau

ditim; kentang dipure; macaroni direbus; roti dipanggang; biscuit; krekers; mi, bihun, tepung-

tepungan dibuat pudding atau bubur. Daging sapi empuk, hati, ikan, ayam digiling atau

dicincang dan direbus, disemur, ditim, dipanggang; telur ayam direbus, didadar, ditim,

diceplok air dan dicampur dalam makanan; susu. Tahu, tempe disrebus ditim, ditumis;

kacang hijau direbus, dan dihaluskan. Sayuran yang tidak banyak serat dan tidak

menimbulkan gas dimasak; bayam, bir, labu siam, labu kuning, wortel, tomat direbus dan

ditumis. Papaya, pisang, jeruk manis, sari buah; pir dan peach dalam kaleng. Margarine dan

mentega; minyak untuk menumis dan santan encer. Sirup, teh. Gula, garam, vetsin, kunci,

kencur, jahe, kunyit, terasi, laos, saam sereh. Beras ketan, beras tumbuk, roti whole wheat,

jagung; ubi, singkong, tales; cake, dodol,dan berbagai kue yang terlalu manis dan beremak

tinggi. Daging, ikan ,ayam yang diawet, digoreng; daging babi; telur diceplok atau digoreng.

Tahu, tempe digoreng; kacang tanah, kacang merah, kacang polo. Sayuran mentah, sayuran

berserat tinggi dan menimbulkan gas seperti daun singkong, kacang panjang, kol, lobak,

sawi, dan asparagus. Buah yang tinggi serat atau dapat menimbulkan gas seperti jambu biji,

nanas, apel, kedondong, durian, nangka; buah yang dikeringkan. Lemak hewan, santan
kental. Minuman yang mengandung soda dan alcohol, kopi, ice cream. LomBok, bawang,

merica, cuka, dan sebagainya yang tajam.

18. Diet lambung III diberikan sebagai perpindahan dari diet lambung II pada pasien dengan

ukus pektikum, gastritis kronis, atau tifus abdominalis yang hampir sembuh Diet III Lambung

19. Bahan Makanan Yang Dianjurkan Dan Tidak Dianjurkan Diet Lambung III adalah :

Bahan makanan Dianjurkan Tidak dianjurkan Sumber karbohidrat Sumber protein hewani

Sumber protein nabati Sayuran Buah-buahan Lemak Minuman Bumbu Beras ditim, nasi;

kentang direbus, dipure; macaroni, mi, bihun direbus; roti, biscuit, krekers; tepung-tepungan

dibuat pudding atau bubur Daging sapi empuk, hati, ikan, ayam direbus, disemur, ditim,

dipanggang; telur ayam direbus, didadar, ditim, diceplok air dan dicampur dalam makanan;

susu. Tahu, tempe disrebus, ditim, ditumis; kacang hijau direbus. Sayuran yang tidak banyak

serat dan tidak menimbulkan gas dimasak; bayam, buncis, kacang panjang, bit, labu siam,

labu kuning, wortel, tomat direbus dan ditumis, disetup dan diberi santan. Papaya, pisang,

sawo jeruk manis, sari buah; buah dalam kaleng. Margarine, minyak untuk, santan encer.

Sirup, the encer. Gula, garam, vetsin,dalam jumlah terbatas; kunci, kencur, jahe, kunyit,

terasi, laos, saam sereh. Beras ketan, beras tumbuk, roti whole wheat, jagung; ubi, singkong,

tales; cake, kentang digoreng, dodol dan sebagainya. Daging, ikan ,ayam yang dikaleng,

dikeringkan, diasap, diberi bumbu-bumbu tajam; daging babi; telur digoreng. Tahu, tempe

digoreng; kacang tanah, kacang merah, kacang polo. Sayuran dikeringkan. Buah yang tinggi

serat atau dapat menimbulkan gas seperti jambu biji, nanas, apel, kedondong, durian, nangka;

buah yang dikeringkan. Lemak hewan, santan kental. Teh kental, minuman yang

mengandung soda dan alcohol, kopi, ice cream. Lombok, bawang, merica, cuka, dan

sebagainya yang tajam.


20. Penyakit usus inflamatorik adalah peradangan terutama pada ileum dan usus besar dengan

gejala diare disertai darah, lendir, nyeri abdomen, berat badan berkurang, nafsu makan

berkurang, demam, dan kemungkinan terjadi steatore (adanya lemak dalam feses) Diet

Saluran Cerna Bawah Diet Penyakit Usus Inflamatorik ( Inflammatory Bowel Disease )

21. Memperbaiki ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, Mengganti kehilangan zat gizi dan

memperbaiki status gizi kurang, Mencegah iritasi dan inflamasi lebih lanjut,

Mengistirahatkan usus pada masa akut Kolitis Ulseratif dan Chron’s Disease Tujuan Diet

penyakit inflamasi usus 1 2 3 4

22. Pada fase akut dipuasakan dan diberikan makanan secara perenteral saja, Bila fase akut

teratasi, pasien diberi makanan secara bertahap, mulai dari bentuk cair (peroral atau

perenteral), kemudian meningkat menjadi Diet Sisa Rendah dan Serat Rendah, Bila gejala

hilang dapat diberikan Makanan Biasa, Kebutuhan energi, yaitu Energi tinggi dan protein

tinggi rendah atau Bebas Laktosa dan mengandung asam lemak rantai sedang dapat diberikan

karena sering terjadi intoleransi laktosa dan malabsobsi lemak, Syarat Diet Penyakit

Inflamasi Usus 1 2 3 4

23. Cukup cairan dan elektrolit Menghindari makanan yang menimbulkan gas, Sisa rendah

dan secara bertahap kembali ke Makanan Biasa. Jenis diet dan Indikasi pemberian, sesuai

dengan gejala penyakit, dapat diberikan Makanan Cair, Lunak, Biasa, atau Diet Sisa Rendah

dengan Modifikasi Rendah Laktosa atau menggunakan lemak trigliserida rantai sedang 6 7 8

24. Divertikulosis yaitu adanya kantong-kantong kecil yang terbentuk pada dinding kolon

yang terjadi akibat tekanan intrakolon yang tinggi pada konstipasi kronik. Diet Penyakit

Divertikulosis

25. Meningkatkan volume dan konsistensi feses Menurunkan tekanan intra luminal

Mencegah Infeksi Tujuan DietPenyakit Divertikulosis


26. Kebutuhan energi dan zat-zat gizi normal Cairan tinggi, yaitu 2-2,5 liter sehari Serat

tinggi Syarat Diet penyakit Divertikulosis

27. Divertikulitis terjadi bila penumpukan sisa makanan pada divertikular menyebabkan

peradangan Diet Penyakit Divertikulitis

28. Mengistirahatkan usus untuk mencegah perforasi Mencegah akibat laksatif dari makanan

berserat tinggi. Tujuan Diet Penyakit Divertikulitis

29. Mengusahakan asupan energi dan zat-zat gizi cukup sesuai dengan batasan diet yang

ditetapkan, Bila ada perdarahan, dimulai dengan Makanan Cair Jernih, Makanan diberikan

secara bertahap, mulai dari Diet Sisa Rendah I ke iet Sisa Rendah II dengan konsistensi yang

sesuai. Syarat Diet Penyakit Divertikulitis

30. Hindari makanan yang banyak mengandung biji-bijian kecil seperti tomat, jambu biji, dan

stroberi, yang dapat menumpuk dalam divertikular Bila perlu diberikan Makanan Enteral

Rendah atau Bebas Laktosa, 6) Untuk mencegah konstipasi, minum minimal 8 gelas sehari.

Anda mungkin juga menyukai