Anda di halaman 1dari 4

Aspek farmakologi antasida, yaitu farmakokinetik dan farmakodinamiknya, berpusat pada

kemampuan obat ini menetralkan asam lambung.

Farmakodinamik

Farmakodinamik antasida yang absorbable sedikit berbeda dengan yang non-absorbable.


Antasida absorbable dinetralkan secara langsung oleh asam lambung. Ciri khasnya adalah
onset kerja obat yang cepat guna memberikan efek terapeutik yang diharapkan. Namun, masa
kerja obat ini pendek. Tingkat keasaman lambung, atau pH akan meningkat hingga 7 atau
lebih dalam waktu sekitar 15─20 menit. Keadaan tersebut dapat menstimulasi hipersekresi
asam lambung secara sekunder, yang disebut sebagai sindrom rebound. Hal ini biasanya
terjadi pada jenis obat Antasida yang mengandung natrium hidrogen karbonat. Namun, jarang
sekali terjadi pada jenis obat Antasida yang mengandung Kalsium karbonat.

Jenis antasida non-absorbable memiliki keunggulan dibandingkan dengan antasida yang


dapat diabsorpsi, yaitu lebih sedikit efek samping sistemik. Kapasitas buffer untuk
menetralkan asam lambung juga lebih tinggi. Jenis ini mampu mengabsorpsi pepsin, sehingga
aktivitas enzim proteolitik asam lambung akan berkurang. Selain daripada itu, jenis ini juga
menggabungkan lisolesitin dan asam empedu, yang mana memiliki efek merusak pada
mukosa gaster.

Jenis antasida non-absorbable memiliki fungsi sitoprotektif melalui aktivasi sintesis


prostaglandin, dimana obat ini menstimulasi sekresi musin dan bikarbonat, dan memperbaiki
mikrosirkulasi. Jenis antasida ini memiliki fungsi ambient yang membentuk suatu lapisan
protektif pada permukaan mukosa gaster, memiliki kemampuan untuk mengikat faktor
pertumbuhan epitelial dan menempatkannya pada daerah defek ulseratif, serta secara efektif
menstimulasi proliferasi sel dan angiogenesis.

Mekanisme utama obat antasida non-absorbable adalah berhubungan dengan absorpsi asam
hidroklorida yang dihasilkan oleh lambung. Onset kerja obat dimulai sekitar 10─30 menit
setelah menelan pil. Selanjutnya, obat ini tidak lagi memberikan efek terapeutik. Aktivitas
obat dalam menetralkan asam lambung berakhir ketika pH normal tercapai, yaitu sekitar
3,0─4,0.

Efisiensi obat antasida dievaluasi oleh kapasitas menetralkan asam lambung, atau yang
disebut sebagai acid neutralizing capacity (ANC). ANC diukur dalam mEq kadar asam
hidroklorida yang dapat dinetralkan oleh dosis standar Antasida. Untuk menaikkan pH sekitar
3,5 biasanya dibutuhkan waktu sekitar 15 menit. ANC sangat bervariasi, dan tidak sama pada
berbagai jenis obat-obat Antasida. Pada dosis harian Antasida secara rata-rata, biasanya akan
memberikan efek menetralkan asam lambung sekitar 200 hingga 400 mEq. ANC dianggap
rendah apabila kadarnya <200 mEq/hari, dan dianggap tinggi apabila kadarnya lebih daripada
400 mEq/hari.

Farmakodinamik obat-obat Antasida juga tergantung dari komposisi kationnya, seperti:

 Kation Aluminium adalah kandungan jenis Antasida yang terbaik menetralkan asam
hidroklorida, karena jenis Antasida ini memiliki fungsi sitoproteksi yang tinggi dan
mampu mengikat asam empedu secara efektif. Namun, obat ini menjadikan motilitas
usus menurun, sehingga menyebabkan konstipasi
 Kation garam Magnesium, memiliki kerja yang berlawanan dengan kation Aluminium
dalam soal motilitas usus. Obat jenis ini memiliki efek laksatif yang ringan.
 Kombinasi Aluminium dan Magnesium hidroksida memberikan onset kerja obat yang
lebih cepat dalam memberikan efek terapeutik terhadap gangguan lambung. Hal ini
terjadi karena terdapatnya komponen Magnesium hidroksida. [1]

Farmakokinetik

Farmakokinetik antasida bergantung pada kandungan obatnya.

Absorpsi

Tiap kandungan obat Antasida berbeda daya absorpsi. Untuk kandungan Magnesium
hitungannya adalah secara inversi proporsional terhadap dosis, yaitu 50% dengan diet yang
terkontrol, dibandingkan dengan 15─30% pada pemberian dosis tinggi.

Untuk kandungan Kalsium bioavailabilitas adalah 25─35%. Makanan akan meningkatkan


absorpsi obat 10─30%. Onset kerja obat tergantung pada lamanya pengosongan lambung.
Waktu puncak obat dalam plasma adalah 20─60 menit dalam keadaan puasa. Apabila obat
dikonsumsi satu jam setelah makan, maka kadar puncak dicapai hingga 3 jam kemudian.

Distribusi

Tiap kandungan obat Antasida berbeda distribusi obat. Untuk kandungan Magnesium dapat
ditemukan sekitar 50─60% pada tulang. Sekitar 1─2% didistribusikan kedalam cairan
ekstraseluler. Obat berikatan dengan protein, 30% dengan albumin. Untuk kandungan
Kalsium, obat berikatan dengan protein sebanyak 45%.

Eliminasi

Renal clearance pada obat Antasida yang mengandung kalsium adalah 50─300 mg per hari.
Obat Antasida yang dapat diabsorpsi, akan diekskresikan ke urine. Sedangkan obat Antasida
yang tidak dapat diabsorpsi, akan diekskresikan ke feses.

Resistensi

Pernah dilaporkan, beberapa kasus pasien dengan ulkus duodenum, yang resisten terhadap
pengobatan Antasida. [17]

Referensi

1. Tomina, O.E., et al., Antacids Clinical Pharmacology. Journal of V. N. Karazin` KhNU,


2014. 1141(28): p. 52-57
Obat Antasida yang Non-Absorbable memiliki lebih sedikit efek samping daripada yang
Absorbable. Efek samping terjadi terutama pada penggunaan obat dalam jangka waktu lama
dan tidak terkontrol.

Efek Samping

Efek samping antasida dapar berupa sindroma rebound, konstipasi, dan metabolik alkalosis.

Sindrom Rebound

Hal ini terjadi pada pemberian jenis obat Antasida yang absorbable. Sindrom ini terjadi
karena adanya hiperasiditas yang timbul setelah efek buffering dari antasida. Efek samping
ini lebih sering terjadi pada penggunaan antasida yang mengandung kalsium karbonat.

Sindrom Nyeri Distensi Gaster

Sindrom nyeri distensi gaster karena meteorismus terjadi terutama pada penderita GERD. Hal
ini berkenaan dengan jenis obat Antasida yang mengandung karbonat, seperti Natrium
hidrogen karbonat, Kalsium karbonat, atau Magnesium karbonat. Kandungan tersebut akan
bereaksi dengan asam hidroklorida dan menghasilkan gas karbon dioksida. Pasien yang
mengalami situasi ini akan mengeluh kembung, sering bersendawa, rasa tidak enak, dan nyeri
epigastrium.

Alkalosis Metabolik Sistemik

Penggunaan obat Antasida yang bersifat absorbable dalam jangka waktu panjang dan dosis
tinggi dapat mengakibatkan suatu keadaan yang disebut sebagai metabolik alkalosis sistemik,
dengan keluhan sakit kepala, mual, muntah, dan anoreksia.

Batu Fosfat Dalam Urin

Alkalinisasi urin terjadi dibawah pengaruh obat Antasida yang mengandung Natrium
hidrogen karbonat dan Magnesium yang bersifat oksid, hidroksid, atau karbonat. Keadaan ini
akan menyebabkan terbentuknya batu fosfat.

Batu Ginjal Yang Bersifat Kalsium

Obat Antasida yang mengandung kalsium dapat menyebabkan hiperkalsemia. Keadaan ini
memudahkan terbentuknya batu ginjal dan mengurangi produksi hormon paratiroid. Sebagai
konsekuensinya, maka ekskresi zat fosfat akan tertunda, menyebabkan Kalsium fosfat
menumpuk. Hal ini akan mengakibatkan kalsifikasi jaringan dan terjadinya nefrokalsinosis
yang progresif.

Efek Samping Lainnya

Antasida yang mengandung Aluminium, dapat menyebabkan konstipasi. Antasida yang


mengandung Magnesium, dapat menyebabkan diare ringan.

Pada orang lanjut usia, yang mengalami penyakit kardiovaskular apabila mengonsumsi obat
Antasida yang mengandung Natrium bikarbonat dapat mengakibatkan kenaikan tekanan
darah dan edema. Hal-hal tersebut di atas terjadi karena sifat Natrium memengaruhi
metabolisme air-garam dan meretensi cairan.

Dampak efek samping yang panjang dari hipofosfatemia dan gangguan metabolisme kalsium
adalah menyebabkan osteomalasia pada pasien. [1, 11, 15]

Interaksi Obat

Apabila antasida diberikan bersama obat yang asam seperti digoxin, fenitoin, dan
chlorpromazine, antasida akan menyebabkan penurunan absorbsi obat-obat tersebut sehingga
menurunkan konsentrasi obat dalam darah dan menurunkan efek kerja obat.

Antasida yang dikonsumsi bersamaan dengan pseudoefedrin dan levodopa akan


meningkatkan penyerapan obat-obat tersebbut, sehingga meningkatkan risiko kejadian
toksisitas dan efek samping.

Apabila antasida yang diberikan bersamaan dengan tetrasiklin, akan berikatan dengan obat
tersebut dan menurunkan absorbsinya.

Natrium bikarbonat memiliki efek yang kuat pada keasaman urin, sehingga dapat
memengaruhi ekskresi beberapa jenis obat seperti menghambat ekskresi quinidine dan
amfetamin, serta meningkatkan ekskresi aspirin. [1, 11, 18]

Referensi

1. Tomina, O.E., et al., Antacids Clinical Pharmacology. Journal of V. N. Karazin` KhNU,


2014. 1141(28): p. 52-57

11. Drugs.com. Antacids. Sep 2017; https://www.drugs.com/drug-class/antacids.html

15. Green, F.W., R.A. Norton, and M.M. Kaplan, Pharmacology and clinical use of antacids
[Abstract]. Am J Hosp Pharm, 1975. 32(4): p. 425-9

18. Gugler, R. and H. Allgayer, Effects of antacids on the clinical pharmacokinetics of drugs.
An update [Abstract]. Clin Pharmacokinet, 1990. 18(3): p. 210-9

Anda mungkin juga menyukai