“ KROMATOGRAFI KERTAS”
OLEH:
FAKULTAS MIPA
UNIVERSITAS PANCASAKTI
MAKASSAR
2021
BAB I
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
a. Mulut
Susunan gigi masa bayi adalah gigi sulung (gigi susu). Gigi susu
mulai tumbuh saat anak berumur 6 - 8 bulan. Gigi anak tersebut akan
lengkap menjadi 20 buah, saat berumur 2,5 tahun. Susunan gigi susu
adalah 8 gigi seri, 4 gigi taring dan 8 gigi geraham. Apabila gigi susu
tanggal akan digantikan gigi permanen.
Susunan gigi masa dewasa adalah gigi permanen (gigi tetap). Gigi
permanen mulai tumbuh pada umur 6 - 8 tahun. Jumlah gigi
permanen yang lengkap adalah 32 buah. Susunannya adalah 8 gigi
seri, 4 gigi taring, 8 gigi premolar, dan 12 gigi molar. Apabila gigi
molar tanggal, maka tidak akan tumbuh gigi baru lagi.
1) Lidah
Lidah tersusun atas otot lurik yang kasar dan dilapisi selaput
mukosa. Lidah berfungsi untuk membolak-balik dan mencampur
makanan, serta membantu proses penelanan makanan. Selain itu,
lidah berperan untuk menentukan rasa makanan, karena di
permukaan lidah terdapat papila-papila pengecap. Bagian ujung
lidah dapat merasakan rasa manis, tepi depan rasa asin, tepi samping
rasa asam, dan pangkal lidah rasa pahit.
2) Kelenjar ludah
Kelenjar ludah merupakan kelenjar yang ada di rongga mulut.
Mempunyai fungsi untuk memproduksi larutan mukus ke dalam
mulut yang disebut ludah atau air liur atau saliva. Secara normal air
liur diproduksi sebanyak 1 - 1,5 liter setiap hari. Air liur mempunyai
komposisi air 97 - 98 %, glukoprotein, ptialin (amilase), dan garam-
garam alkali. Amilase atau ptialin merupakan enzim yang berfungsi
mengubah amilum menjadi maltosa atau glukosa. Hal ini dapat
dibuktikan apabila kamu makan roti tawar, lama kelamaan akan
terasa manis.
Air liur memiliki dua fungsi, yaitu secara mekanis dan secara
kemis. Secara mekanis, air liur berfungsi membasahi, melumasi
makanan menjadi lunak dam berbentuk pasta sehingga mudah di
telan. Sedangkan, secara kemis, air liur berfungsi melarutkan
makanan yang kering sehingga bisa dirasakan, menjaga pH mulut,
membunuh bakteri dan mencegah agar mulut tidak kering.
b. Kerongkongan (Esofagus)
c. Lambung (Ventrikulus)
d. Usus Halus
2) Jejunum
Jejunum memiliki panjang sekitar 2 - 3 meter. Permukaannya
lebih lebar, dindingnya lebih tebal, serta lebih banyak mengandung
pembuluh darah. Di dalam jejunum makanan mengalami proses
pencernaan secara kimiawi yang dibantu oleh enzim-enzim
pencernaan yang dihasilkan usus ini. Enzimenzim tersebut adalah:
a) laktase, enzim yang mengubah laktosa menjadi glukosa.
b) dipeptidase, mengubah pepton menjadi asam amino.
c) enterokinase, mengaktifkan tripsinogen maltase, mengubah
maltosa menjadi glukosa.
d) disakanase, mengubah disakarida menjadi monosakarida.
e) sukrase, mencerna sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.
f) lipase, mengubah trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak.
g) peptidase, mengubah polipeptida menjadi asam amino.
3) Ileum
Ileum memiliki panjang kurang lebih 4 - 5 meter. Di dalam usus
ini terjadi proses penyerapan (absorpsi) zat-zat makanan. Permukaan
dinding dalam ileum terdapat vili sehingga proses penyerapan zat
makanan lebih luas dan sempurna.
f. Anus
Di dalam usus besar, feses didorong secara teratur dan lambat oleh
gerakan peristaltik menuju ke rektum (poros usus) yang merupakan
bagian akhir dari saluran pencernaan. Bagian bawah poros usus itu
akhirnya bermuara pada lubang dubur yang nantinya mengeluarkan
feses. Gerakan peristaltik dikendalikan oleh otot polos (otot tak sadar).
Akan tetapi, pada saat buang air besar otot spingter di anus dipengaruhi
oleh otot lurik (otot sadar). Jadi, proses defekasi (buang air besar)
dilakukan dengan sadar, yaitu dengan adanya kontraksi otot dinding
perut yang diikuti dengan mengendurnya otot spingter anus dan
kontraksi kolon serta rektum. Akibatnya, feses dapat terdorong ke luar
anus.
2. Kelenjar Pencernaan
a) Hati
b) Kelenjar Pankreas
Cara hati mengatur keseimbangan zat makanan dalam darah adalah
bekerja sama dengan insulin dan glukosa yang dihasilkan oleh
pankreas. Bila kadar gula darah berlebihan, insulin akan merangsang
hati untuk mengabsorpsi glukosa dan mengubahnya menjadi glikogen.
Dengan begitu, kadar glukosa darah menjadi normal kembali.
3. Ganguan Pencernaan
a. Diare
Diare merupakan keadaan buang air besar yang terjadi terlalu sering
dengan feses yang banyak mengandung air. Diare menyebabkan tubuh
kehilangan banyak air. Diare yang berlangsung lama menyebabkan
dehidrasi. Dehidrasi akan menyebabkan tubuh terasa lemas karena
banyak kehilangan air dan garam mineral. Penyebab penyakit diare
antara lain ansietas (stres), peradangan usus (misalnya kolera, disentri),
kekurangan gizi (misalnya kelaparan, kekurangan zat putih telur),
keracunan makanan atau tidak tahan terhadap makanan tertentu.
b. Sembelit
Sembelit terjadi jika kim masuk ke usus dengan sangat lambat.
Akibatnya, air terlalu banyak diserap usus, maka feses menjadi keras
dan kering. Sembelit ini disebabkan karena kurang mengonsumsi
makanan yang berupa tumbuhan atau berserat. Untuk mencegah
sembelit, sebaiknya banyak minum air putih dan makan makanan yang
banyak mengandung serat.
c. Maag
Maag adalah luka pada lapisan lambung atau usus dua belas jari
yang dikenal dengan sakit maag. Luka akan lebih parah kalau lambung
dalam keadaan kosong akibat makan tidak teratur yang pada akhirnya
akan mengakibatkan pendarahan pada lambung. Dinding lambung
diselubungi mukus yang di dalamnya juga terkandung enzim. Jika
pertahanan mukus rusak, enzim pencernaan akan menghidrolisis atau
mengikis bagian-bagian kecil dari lapisan permukaan lambung. Gejala
umum penyakit maag adalah pegal-pegal di punggung selama beberapa
hari atau beberapa minggu. Gejala ini terjadi 2 – 3 jam setelah makan
atau terjadi tengah malam ketika perut kosong. Gejala-gejala lainnya
yaitu berat badan berkurang, kurang nafsu makan, mual, dan muntah-
muntah.
1) Struktur Kimia
a) Alumunium Hidroksida
Aluminium hidroksida merupakan obat antasida yang paling lemah
daya kerjanya. Efek samping yang tidak dikehendaki ialah konstipasi,
tetapi tidak mempengaruhi keseimbangan asam basa dalam tubuh.
b) Natrium Bikarbonat
d) Kalsium Karbonat
Kalsium karbonat merupakan obat antasida yang kuat, cepat, dan
bekerja dalam jangka waktu yang panjang. Efek sistemik kecil jika
dibandingkan dengan natrium karbonat. Kalsium karbonat lebih efektif
dibandingkan dengan garam aluminium atau magnesium, dan efek
samping yang dapat timbul pada penggunaan obat ini ialah konstipasi.
2) Sifat Obat
Antasida mengandung basa, karena hanya basa yang dapat menetralkan
pengaruh asam. Umumnya zat-zat dengan sifat yang berlawanan, seperti
asam dan basa cenderung bereaksi satu sama lain. Reaksi asam dan basa
merupakan pusat kimiawi sistem kehidupan, lingkungan, dan proses-
proses industri yang penting. Bila larutan asam direaksikan dengan larutan
basa, maka sebagian dari ion H3O+ asam akan bereaksi dengan sebagian
ion OH- basa membentuk air.
Reaksi pada lambung : H3O+ (aq) + OH- (aq) → 2H2O
Obat ini mampu menetralkan asam lambung yang berlebihan sekaligus
meredakan rasa nyeri pada lambung. Antasida mengandung campuran
garam alumunium, magnesium, dan simetikon.
Cara kerjanya, garam alumunium dan magnesium akan mengikat asam
lambung sehingga jumlahnya berkurang. Sedangkan kandungan simetikon
berfungsi untuk membantu gas yang timbul karena asam lambung keluar
dari saluran pencernaan. Tingkat keasaman ( pH ) di lambung lalu jadi
normal kembali di kisaran 3-4, saat kadar asam lambung tinggi, ukuran pH
di lambung bisa melorot ke angka 1-2.
Saat mengonsumsi antasida ini tidak dibarengi dengan obat-obatan yang
lain. Karena bisa saja mengakibatkan reaksi yang berbeda sehingga malah
akan membuat parah. Obat ini juga tidak dianjurkan dikonsumsi dalam
jangka waktu panjang.
Karena sifat dari antasida yang hanya mengurangi asam setelah nyeri
hilang, maka dianjurkan untuk mengkonsumsi obat lain guna mengurangi
produksi asam lambung yang berlebihan. Obat jenis proton pump inhibitor
bisa menjadi rujukan. Obat ini dapat mengontrol produksi asam yang
berlebihan di lambung.
3) Cara Pembuatan
Antasida mengandung kombinasi antara aluminium hidroksida dan
magnesium hidroksida. Reaksi antara suatu asam dari asam lambung dan
suatu basa dari antasida menghasilkan suasana netral. Magnesium
hidroksida yang terkandung dalam antasida merupakan senyawa anorganik
dari golongan alkali tanah.
Obat antasida umumnya diproduksi dalam bentuk kombinasi dengan
maksud untuk saling mengimbangi efek sampingnya, misalnya aluminum
hidroksida dengan efek samping konstipasi dikombinasi dengan
magnesium hidroksida yang memiliki efek laksatif. Jika terjadi banyak gas
sebaiknya menggunakan obat antasida yang mengandung simetikon yaitu
metilpolisiloksan yang diaktifkan. Obat antasida yang berbentuk tablet
kurang efektif jika dibandingkan dengan yang berbentuk bubuk atau
suspensi. Dengan demikian dianjurkan untuk mengunyah obat antasida
yang berbentuk tablet terlebih dahulu sebelum ditelan.
2.4 Koleretika
Koleretik disebut juga senyawa untuk meningkatkan sekresi empedu.
Empedu mengandung asam empedu dan konjugatnya. Zat empedu yang
penting untuk manusia ialah garam natrium asam kolat dan asam
kenodeoksikolat. Selain penting untuk penyerapan lemak, empedu juga
penting untuk absorpsi zat larut lemak misalnya vitamin A, D, E dan K.
Dalam jumlah besar, garam empedu dapat menetralkan asam lambung yang
masuk ke duodenum. Pada keadaan normal hati mensekresi ± 24 g garam
empedu atau 700 - 1000 ml cairan empedu / hari. Kira-kira 85 % empedu
diabsorpsi pada usus kecil bagian bawah ( sirkulasi enterohepatik ), sehingga
hanya 80 mg garam empedu yang harus disintesis per harinya.
Koleretik merupakan obat-obat yang bekerja pada hati, kemudian
disekresikan ke dalam empedu yang dapat menaikkan kadar air empedu
secara osmosis sehingga meningkatkan sekresi empedu. Di antara obat-obat
ini yang paling penting adalah garam dan asam empedu. Hidrokoleretik
adalah obat yang merangsang produksi empedu dengan gravitasi spesifik
yang rendah, yang diperlukan pada penyakit saluran empedu yang tidak
diserta dengan gangguan hepar.
Asam-asam empedu meningkatkan sekresi empedu ( koleretik ) tetapi
garam empedu kurang memperlihatkan aktivitas koleretik. Asam dehidrokolat
merupakan suatu kolat semisintetik yang aktif untuk merangsang empedu
dengan BM ( Berat molekul ) rendah, karena itulah dinamakan zat
hidrokoleretik.
Asam empedu telah lama dikenal sangat penting dalam penyerapan lemak
makanan dan katabolisme kolesterol. Artinya, produk akhir dari pemanfaatan
kolesterol adalah asam empedu yang disintesis dalam hati. Pada mamalia,
asam empedu yang paling umum adalah C24 steroid dengan gugus karboksil
di C-24 dan sampai tiga kelompok hidroksil pada inti steroid yang berada di
C3.
Asam empedu yang paling melimpah dalam empedu manusia adalah asam
chenodeoxycholic ( 45% ) dan asam kolat ( 31% ) yang disebut sebagai asam
empedu primer. Dalam usus asam empedu primer diubah oleh bakteri menjadi
asam empedu sekunder yang diidentifikasi sebagai deoxycholate ( dari kolat )
dan lithocholate ( dari chenodeoxycholate ).
Senyawa ini diserap oleh usus dan dikirimkan kembali ke hati melalui
sirkulasi portal. Dalam hati gugus karboksil dari asam empedu primer dan
sekunder adalah terkonjugasi melalui ikatan amida baik untuk glisin atau
taurin sebelum sekresi mereka ke dalam empedu.
Reaksi-reaksi konjugasi menghasilkan glycoconjugates dan
tauroconjugates masing-masing. Mereka di hydrolized dalam usus.
Glycoconjugates hadir antara eukariota yang hanya ada di mamalia, tapi
mereka juga terdeteksi ( dengan asam deoxycholic ) dalam bakteri laut,
Myroides sp.
1. Struktur Kimia
Asam empedu ( bile acid )
2. Pengaruh Lingkungan
Wadah penyimpanan untuk obat-obatan koleretik adalah pada wadah
yang tertutup rapat dan terlindung dari cahaya.
3. Sifat obat
a. Koleretik ( asam empedu ), terutama desoksikolat dengan asam lemak
dan berbagai lipid ( kolesterol, karotin ) dapat berbentuk ikatan /
senyawa molekul atau senyawa dalam.
b. Senyawa dalam berbentuk saluran yang terdiri 8 molekul asam
desoksikolat dan 1 molekul asam palmitat dinyatakan sebagai asam
koleinat.
c. Asam kolat dapat diesterifikasi selektif pada gugus 3 α hidroksil 4.
Gugus 7α dan 12α sebaliknya mudah dioksidasi, reaksi lebih dulu
terjadi pada atom C-7 karen atom H pada C-12 dilindungi secara
keruangan oleh gugus metil yang berdampingan.
4. Cara Pembuatan
Senyawa yang dapat meningkatkan pengosongan empedu yang bekerja
kolikinetik terdapat pada ekstrak daging, kuning telur, lemak, sorbit,
MgSO4, minyak atsiri. Prosedur sederhana dan cepat untuk isolasi fraksi
asam empedu menggunakan ekstraksi fase padat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa asam empedu mampu berfungsi
sebagai molekul sinyal gizi terutama selama siklus pakan atau cepat karena
ada fluks molekul-molekul kembali dari usus ke hati setelah makan
menginduksi. Mereka mengatur peningkatan pengeluaran energi dalam
jaringan adiposa coklat, mencegah obesitas dan resistensi terhadap insulin.
Konjugasi dari asam lemak dengan asam empedu adalah kelas baru dari
molekul disintesis dengan tujuan mengurangi kristalisasi kolesterol dalam
empedu. Di antara mereka, arachidyl amido kolat asam (Aramchol)
terbukti menjadi yang paling aktif untuk menghambat proses itu dan
mungkin potensi untuk digunakan dalam penyakit batu empedu kolesterol
pada manusia.
2.5 Obstipansia
Obstipansia merupakan salah satu golongan obat diare. Obstipansia
digunakan untuk terapi simtomatis ( mengobati gejala ) sehingga dapat
menghentikan diare. Obatobat obstipansia melalui mekanisme kerja dalam
tubuh terbagi lagi menjadi beberapa golongan sebagai berikut :
1. Zat penekan peristaltik ( antimotilitas )
Secara luas digunakan sebagai terapi simtomatis pada diare akut ringan
sampai sedang dan memberikan lebih banyak waktu untuk resorpsi air dan
elektrolit oleh mukosa usus, seperti : candu dan turunannya
a. CANDU : Opium, pulvis opii
Struktur Kimia : Morphine
1) Pengaruh Lingkungan
Untuk opium ( minyak mentah ), harus terlindung dari cahaya
sehingga penyimpanannya dalam wadah tertutup baik. Sedangkan
untuk opii pulvis ( serbuk opium ), harus disimpan dalam wadah
tertutup rapat dan terlindung dari cahaya.
2) Sifat Obat
a) Termasuk golongan narkotik
b) Memiliki bau khas dan kuat
c) Serbuk coklat muda mengandung partikel coklat kekuningan
atau merah kecoklatan
d) Menekan peristaltik otot polos usus
3) Cara Pembuatan
Opium : getah yang diperoleh dengan menoreh buah Papaver
somniferum Linne ( Familia Papaveraceae ) yang belum masak,
yang dikeringkan atau dikeringkan sebagian dengan pemanasan
atau penguapan langsung, menjadi massa berbentuk tidak
beraturan. Mengandung tidak kurang dari 9,5 % morfin,
C17H19NO3, dihitung sebagai morfin anhidrat.
Opii pulvis : keringkan opium pada suhu tidak lebih dari 60 ,
serbukkan hingga derajat halus ( 85/150 ). Tetapkan kadar. Atur
kadar hingga memenuhi syarat, jika perlu tambahkan Serbuk
Opium yang cocok, laktosa atau Pati Beras.
1) Sifat obat
a) Turunan petidin sehingga menimbulkan efek narkosis .
b) Menstimulasi aktivitas reseptor μ pada neuron mienterikus dan
menyebabkan hiperpolarisasi dengan meningkatkan konduktasi
kaliumnya. Hal tersebut menghambat pelepasan asetilkolin dari
pleksus mienterikus dan menurunkan motilitas usus.
c) Tidak diabsorpsi di usus pada pemberian oral - Efektif untuk diare
dengan penyebab tidak jelas.
d) Untuk mencegah penyalahgunaan dikombinasi dengan atropin.
e) Efek samping : ngantuk, pusing, mulut kering - Dosis : akut : 3-4
kali sehari 1-2 tab.
c. Loperamida : Imodium, lodia, imomed
Struktur Kimia
1) Sifat Obat
a) Derivat difenoksilat dan haloperidol ( neuroleptikum ).
b) Melebur pada suhu lebih kurang 225 disertai peruraian.
c) Mudah larut dalam metanol, dalam isopropil alkohol dan
dalam kloroform, sukar larut dalam air dan dalam asam encer.
d) Loperamide adalah peripheral acting opiate yang tidak
berpotensi untuk disalahgunakan.
e) Obat ini mengandung narkotika tetapi tidak menimbulkan
adiksi.
f) Loperamide merupakan golongan opioid yang bekerja dengan
cara memperlambat motilitas saluran cerna dengan
mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinal usus.
g) Efek obstipansia 2-3 kali lebih kuat tanpa khasiat pada SSP .
h) Loperamid adalah opioid yang paling tepat untuk efek lokal
pada usus karena tidak menembus ke dalam sawar otak. Oleh
karena itu loperamid tidak dapat menyebabkan ketergantungan.
i) Khasiatnya : menekan gerakan usus yang berlebihan dan
memulihkan keseimbangan yang terganggu antara penyerapan
dan pengeluaran air serta sel-sel dinding usus.
j) Zat ini mampu menormalkan keseimbangan resorpsi-sekresi
dari sel-sel mukosa, yaitu memulihkan sel-sel yang berada
dalam keadaan hipersekresi ke keadaan resorpsi normal
kembali.
k) Mula kerja cepat, masa kerja panjang.
l) Dosis:
Akut : Awal 2 tablet 2 mg, selanjutnya setiap 2 jam 1 tablet.
Maksimum 8 tab sehari. Anak 2 -8 tahun : 2-3 kali sehari 0,1
mg tiap kg bobot badan Anak 8-12 tahun : awal 2 mg,
maksimal 8-12 mg sehari.
m) Pada anak di bawah 2 tahun tidak boleh diberikan karena
penekanan peristaltik usus yg kuat sehingga timbul konstipasi.
n) Obat diare ini berikatan dengan reseptor opioid sehingga
diduga efek konstipasinya diakibatkan oleh ikatan loperamid
dengan reseptor tersebut.
o) Bila diminum menurut takaran yang tepat, pada umumnya
diare mereda dalam 2 - 3 hari.
p) Akan lebih baik kalau ditambah oralit. - Efek samping yang
sering dijumpai adalah kolik abdomen ( luka dibagian perut ),
sedangkan toleransi terhadap efek konstipasi jarang sekali
terjadi.
q) Cara Pembuatan Dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan,
loperamide mengandung tidak kurang dari 98,0 % dan tidak
lebih dari 102,0 % C29H33CIN2O2.
2. Adstringensia
Menciutkan selaput lendir usus, misalnya :
asam samak ( tannin ) dan tanalbumin, garam-garam bismuth dan
alumunium.
1) Sifat obat
a) Mengendapkan zat putih telur yang bekerja sebagai adstringensia
dalam mengeringkan diare dengan menciutkan selaput lendir
usus.
b) Tanin merangsang lambung sehingga digunakan zat yang tidak
dapat larut ( tanalbumin ).
c) Tanalbumin ikatan antara tanin dan albumin, berangsur-angsur
melepaskan tanin ke dalam usus.
d) Dosis : Anak-anak : 3 kali sehari 0,5-1 g.
e) Sifat fisika dari tanin adalah sebagai berikut :
Apabila dilarutkan ke dalam air, tanin akan membentuk koloid
dan akan memiliki rasa asam dan sepat
Apabila dicampur dengan alkaloid dan glatin, maka akan
terbentuk endapan.
Tanin tidak dapat mengkristal.
Tanin dapat mengendapkan protein dari larutannya dan
bersenyawa dengan protein tersebut sehingga tidak
dipengaruhi oleh enzim protiolitik.
3. Adsorbensia
Pada permukaannya dapat menyerap ( adsorpsi ) zat-zat beracun (toksin)
yang dihasilkan oleh bakteri atau yang adakalanya berasal dari makanan
(udang, ikan), misalnya :
a. karbo adsorben: Arang aktif, Norit.
1) Pengaruh Lingkungan Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat.
2) Sifat Obat
a) Arang halus yang telah diaktifkan.
b) Memiliki daya ikat pada permukaan ( adsorpsi ) kuat terutama
terhadap zat yang molekulnya besar, toksin bakteri atau racun
makanan.
c) Bebas butiran; tidak berbau; tidak berasa.
d) Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol - Dosis : oral 3-4
kali sehari 0,5-1 g.
3) Cara Pembuatan Carbo adsorbens ( arang jerap ) adalah sisa
destilasi destruktif dari beberapa bahan organik yang telah diberi
perlakuan untuk mempertinggi daya jerap.
Termasuk disini juga musilago yaitu zat-zat lendir yang menutupi selaput
lendir usus dan luka-lukanya dengan suatu lapisan pelindung, seperti :
kaolin, pektin (suatu karbohidrat yang terdapat antara lain dalam buah apel)
dan garam-garam bismuth serta alumunium.
1. KAOLIN : Bolus alba, Argilla
Struktur Kimia
a. Pengaruh ling
Penyimpanan dalam wadah tertutup baik.
b. Sifat obat
1) Yaitu aluminium silikat yang mengandung air sebagai adsorbens
terhadap toksin penyebab diare.
2) Bebas dari butiran kasar, tidak berbau, tidak mempunyai rasa dan
licin.
3) dikombinasi dengan karbo adsorbens atau pektin.
4) Dosis : Oral 3 kali sehari 50-100 g sebagai suspensi air.
c. Cara pembuatan
Kaolin adalah aluminium silikat hidrat alam yang telah dimurnikan
dengan pencucian dan telah dikeringkan. Serta mengandung bahan
pendispersi.
2. Bismut Subnitrat
Struktur Kimia
a. Pengaruh Lingkungan
Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya.
b. Sifat Obat
1) Agak higroskopis
2) Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol mudah larut dalam
asam klorida dan dalam asam nitrat
3) Obstipansia dan membentuk lapisan pelindung Untuk menutupi luka
dinding usus.
c. Cara pembuatan
Dihitung terhadap zat yang yang telah dikeringkan, bismut subnitrat
adalah garam basa mengandung setara tidak kurang dari 79,0 % Bi2O3.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Senyawa Asam
Pada kekurangan asam, sebagai penggantian asam dapat dipergunakan
HCl dan berbagai senyawa asam, yaitu seperti :
a. Betain hidroklorida Digunakan
sebagai sumber asam klorida dalam pengobatan hypochlorhydria
dan dalam pengobatan gangguan hati, karena hiperkalemia, untuk
homocystinuria, dan gangguan pencernaan.
b. Asam glutamate hidroklorida
Asam L Glutamat diperoleh dengan menggunakan corynebacterium
glutamicum,dengan tangki anaerob yang berisi glukosa (sumber C)
dan ureum (sumber N). Dengan oksidasi yang tidak sempurna terhadap
glukose, terjadi asam αketoglutarat setelah aminasi reduktif terbentuk
asam glutamat.
2. Antasida
Antasida adalah golongan obat yang digunakan dalam terapi terhadap
akibat yang ditimbulkan oleh asam yang diproduksi oleh lambung.
Umumnya antasida merupakan basa lemah, biasanya bisa terdiri dari
zat aktif yang mengandung alumunium hidroksida atau karbonat,
magnesium hidroksida atau karbonat, dan kalsium. Terkadang antasida
dikombinasikan juga dengan simetikon yang dapat mengurangi kelebihan
gas.
Antasida bekerja dengan cara menetralkan kondisi terlalu asam. Selain
itu, antasida juga bekerja dengan cara menghambat aktivitas enzim pepsin
yang aktif bekerja pada kondisi asam. Enzim ini diketahui juga berperan
dalam menimbulkan kerusakan pada organ saluran pencernaan manusia.
Kemampuan melarut antasida dalam asam lambung berbeda-beda.
Natrium bikarbonat dan magnesium oksida mempunyai kemampuan
melarut yang cepat dan menghasilkan efek buffer yang relative cepat,
sedangkan aluminium hidroksida dan kalsium karbonat memiliki
kemampuan melarut yang agak lambat. Natrium bikarbonat dan kalsium
karbonat memiliki kemampuan menetralkan yang terbesar tapi
penggunaan jangka panjang sebaiknya dihindari karena efek samping yang
mungkin dapat terjadi.
Perbedaan lain di antara antasida adalah lama kerjanya ( berapa lama
antasida menghasilkan efek menetralkan asam lambung ). Natrium
bikarbonat dan magnesium oksida memiliki lama kerja yang pendek,
sedangkan aluminium hidroksida dan kalsium karbonat memiliki lama
kerja yang lebih panjang. Antasida ini terdiri dari dua tipe yaitu :
a. Antasida Sistemik Antasida sistemik adalah antasida yang ion-ionnya
dapat diserap oleh usus halus sehingga mengubah keseimbangan asam
basa dan elektrolit dalam tubuh dan dapat terjadi alkalosis. Jenis
antasida yang termasuk golongan ini adalah Na-Bikarbonat. Obat ini
merupakan salah satu obat anti tukak. Ia bisa meningkatkan alkalosis
sistemik dan retensi cairan serta direkomendasikan untuk penggunaan
jangka lama.
b. Antasida Nonsistemik Antasida nonsistemik adalah antasida yang
kationnya membentuk senyawa yang tidak larut dalam usus, dan tidak
diabsorpsi sehingga tidak mempengaruhi keseimbangan asam basa
dalam tubuh. Yang termasuk golongan ini yaitu Aluminium
Hidroksida, Kalsium Karbonat, dan Magnesium Hidroksida.
Obat-obatan antasida harus disimpan dalam wadah tertutup rapat,
terlindung dari cahaya, dan pada suhu kamar atau dibawah suhu 30 derajat
celcius untuk menjaga stabilitas obatnya.
Karena sifat dari antasida yang hanya mengurangi asam setelah nyeri
hilang, maka dianjurkan untuk mengkonsumsi obat lain guna mengurangi
produksi asam lambung yang berlebihan. Obat jenis proton pump inhibitor
bisa menjadi rujukan. Obat ini dapat mengontrol produksi asam yang
berlebihan di lambung.
3. Koleretika
Koleretik merupakan obat-obat yang bekerja pada hati, kemudian
disekresikan ke dalam empedu yang dapat menaikkan kadar air empedu
secara osmosis sehingga meningkatkan sekresi empedu.
Di antara obat-obat ini yang paling penting adalah garam dan asam
empedu. Zat empedu yang penting untuk manusia ialah garam natrium
asam kolat dan asam kenodeoksikolat. Wadah penyimpanan untuk obat-
obatan koleretik adalah pada wadah yang tertutup rapat dan terlindung dari
cahaya.
4. Obstipansia
Obstipansia digunakan untuk terapi simtomatis ( mengobati gejala )
sehingga dapat menghentikan diare. Obat-obat obstipansia melalui
mekanisme kerja dalam tubuh terbagi lagi menjadi beberapa golongan
sebagai berikut :
a. Zat penekan peristaltik ( antimotilitas ) Secara luas digunakan sebagai
terapi simtomatis pada diare akut ringan sampai sedang dan
memberikan lebih banyak waktu untuk resorpsi air dan elektrolit oleh
mukosa usus, seperti :
1) candu dan turunannya ( Opium, Opii Pulvis ) : disimpan dalam
wadah tertutup rapat atau baik dan terlindung dari cahaya.
Digunakan untuk menekan peristaltik otot polos usus.
2) derivat petidin ( difenoksilat dan loperamida ) : Tidak diabsorpsi di
usus pada pemberian oral ( difenoksilat ), disimpan dalam wadah
tertutup baik, pada anak di bawah 2 tahun tidak boleh diberikan
karena penekanan peristaltik usus yg kuat sehingga timbul
konstipasi, akan lebih baik kalau ditambah oralit ( loperamida ).
3) antikolinergik ( atropine, ekstrak belladonna ) : penyimpanan dalam
wadah tertutup rapat dan terlindung dari cahaya, serta perlu
penanganan khusus karena sangat beracun ( atropin ). Atau simpan
dalam wadah berisi zat pengering ( ekstrak belladonna ).
b. Adstringensia Menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak
(tannin) dan tanalbumin, garam-garam bismuth dan alumunium.
c. Adsorbensia Pada permukaannya dapat menyerap ( adsorpsi ) zat-zat
beracun ( toksin ) yang dihasilkan oleh bakteri atau yang adakalanya
berasal dari makanan ( udang, ikan ), misalnya :
1) karbo adsorben ( Arang aktif, Norit ) : Penyimpanan dalam wadah
tertutup rapat. Termasuk disini juga musilago yaitu zat-zat lendir
yang menutupi selaput lendir usus dan luka-lukanya dengan suatu
lapisan pelindung.
2) kaolin, pektin ( suatu karbohidrat yang terdapat antara lain dalam
buah apel ) dan garam-garam bismuth serta alumunium.
a) Kaolin ( Bolus alba, Argilla ) : Penyimpanan dalam wadah
tertutup baik, dikombinasi dengan karbo adsorbens atau pektin.
b) Bismut Subnitrat : Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat dan
terlindung dari cahaya, obstipansia dan membentuk lapisan
pelindung, serta untuk menutupi luka dinding usus.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Depkes RI, Jakarta. Depkes RI, 1995,
Farmakope Indonesia Edisi IV, Depkes RI, Jakarta.
Koranindonesiasehat, 2009, Atasi, diare, pada orang dewasa perlukah obat, 7 Maret 2013.
Muhammad, 1998. Senyawa asam dilambung, asam dilambung diakses tanggal 8 Maret
2013.
Siswandono, dan Soekardjo Bambang, 2000, Kimia Medisinal Edisi Kedua, Airlangga
University Press, Surabaya.