Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI-TOKSIKOLOGI I

PERCOBAAN VII
OBAT YANG MEMPENGARUHI SALURAN PENCERNAAN
(ANTIDIARE DAN ANTI TUKAK)

Disusun oleh:
Kelompok 7
Shift E

Dini Wahidah 10060316211


Marwa Safira R.A. 10060316213
Farah Yumna Ambaro 10060316215
Dilla Nurul Aisyah 10060316216
Indarti Ulfayani 10060316217

Asisten: Sufini Miranti, S.Farm.


Tanggal Praktikum : 26 Oktober 2018
Tanggal Pengumpulan : 2 November 2018

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT D


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2018 M/ 1440 H
PERCOBAAN VII
PERCOBAAN VII

OBAT YANG MEMPENGARUHI SALURAN PENCERNAAN

(ANTIDIARE DAN ANTI TUKAK)

I. Pendahuluan
a. Latar Belakang
1.1 Diare
Diare merupakan buang air besar (defekasi) dengan tinja, berbentuk
cairan atau setengah cairan (setengah padat), dengan kandungan air pada
tinja lebih banyak dari biasanya, normalnya 100–200 mL/ tinja
(Hendarwanto, 1996). Pada diare, tinja mengandung lebih banyak air
dibandingkan yang normal. Tetapi apabila mengeluarkan tinja normal
secara berulang tidak disebut diare (Andrianto,1995). Dengan kata lain,
diare merupakan keadaan buang air besar dengan banyak cairan (mencret)
dan merupakan gejala dari penyakit-penyakit tertentu atau gangguan
lainnya (Tjay dan Rahardja, 2002). Diare sebenarnya adalah proses
fisiologis tubuh untuk mempertahankan diri dari serangan mikroorganisme
(virus, bakteri, parasit dan sebagainya) atau bahan-bahan makanan yang
dapat merusak usus agar tidak menyebabkan kerusakan mukosa saluran
cerna. Diare dikatakan meningkat ketika frekuensi meningkat dengan
konsentrasi tinja lebih lembek atau cair, bersifat mendadak danberlangsung
dalam waktu 7-14 hari (Sunoto, 1996).
Secara normal makanan yang terdapat di dalam lambung dicerna
menjadi bubur (chymus), kemudian diteruskan ke usus halus untuk
diuraikan lebih lanjut oleh enzim-enzim. Setelah terjadi resorpsi, sisa
chymus tersebut yang terdiri dari 90% air dan sisa-sisa makanan yang sukar
dicernakan, diteruskan ke usus besar (colon). Bakteri-bakteri yang biasanya
selalu berada di colon mencerna lagi sisa-sisa (serat-serat) tersebut,
sehingga sebagian besar dari sisa-sisa tersebut dapat diserap pula selama
perjalanan melalui usus besar. Airnya juga diresorpsi kembali sehingga
akhirnya isi usus menjadi lebih padat (Tjay dan Rahardja, 2002).

Beberapa klasifikasi diare antara lain adalah:


1. Klasifikasi berdasarkan pada jenis infeksi gastroenteritis (diare
dan muntah), diklasifikasikan menurut dua golongan:
a. Diare infeksi spesifik: titis abdomen dan poratitus, disentri
bani (Shigella).
b. Diare non spesifik (Andrianto, 1995).
2. Klasifikasi lain diadakan berdasarkan organ yang terkena infeksi:
a. Diare infeksi enternal atau diare karena infeksi di usus (bakteri,
virus, parasit).
b. Diare infeksi parenteral atau diare karena infeksi di luar usus (otitis,
media, infeksi saluran pernafasan, infeksi saluran urin, dan lainnya)
(Andrianto, 1995).
3. Klasifikasi diare berdasarkan lamanya diare:
a. Diare akut atau diare karena infeksi usus yang bersifat mendadak,
dan bisa berlangsung terus selama beberapa hari. Diare ini
disebabkan oleh karena infeksi usus sehingga dapat terjadi pada
setiap umur dan bila menyerang umumnya disebut gastroenteritis
infantile.
b. Diare kronik merupakan diare yang berlangsung lebih dari
dua minggu, sedangkan diare yang sifatnya menahun diantara diare
akut dan diare kronik disebut diare sub akut (Andrianto, 1995).

Penggolongan obat diare :

1. Kemoterapeutika
Walaupun pada umumnya obat tidak digunakan pada diare, ada
beberapa pengecualian dimana obat antimikroba diperlukan pada diare yag
disebabkan oleh infeksi beberapa bakteri dan protozoa. Pemberian
antimikroba dapat mengurangi parah dan lamanya diare dan mungkin
mempercepat pengeluaran toksin. Kemoterapi digunakan untuk terapi
kausal, yaitu memberantas bakteri penyebab diare dengan antibiotika
(tetrasiklin, kloramfenikol, dan amoksisilin, sulfonamida, furazolidin, dan
kuinolon) (Schanack, 1980).
2. Zat penekan peristaltik usus
Obat golongan ini bekerja memperlambat motilitas saluran cerna
dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinal usus. Contoh: Candu
dan alkaloidnya, derivat petidin (definoksilat dan loperamin), dan
antikolinergik (atropin dan ekstrak beladona) (Departemen Farmakologi
dan Terapi UI, 2007).

3. Adsorbensia

Adsorben memiliki daya serap yang cukup baik. Khasiat obat ini
adalah mengikat atau menyerap toksin bakteri dan hasil-hasil metabolisme
serta melapisi permukaan mukosa usus sehingga toksin dan mikroorganisme
tidak dapat merusak serta menembus mukosa usus. Obat-obat yang termasuk
kedalam golongan ini adalah karbon, musilage, kaolin, pektin, garam-garam
bismut, dan garam-garam alumunium) (Departemen Farmakologi dan Terapi
UI, 2007).

Obat diare yang dapat dibeli bebas mengandung adsorben atau


gabungan antara adsorben dengan penghilang nyeri (paregorik). Adsorben
mengikat bakteri dan toksin sehingga dapat dibawa melalui usus dan
dikeluarkan bersama tinja. Adsorben yang digunakan dalam sediaan diare
antara lain attapulgit aktif, karbon aktif, garam bismuth, kaolin dan pektin
(Harkness, 1984).

1.2 Tukak

Tukak didefinisikan sebagai kerusakan integritas mukosa lambung


atau duodenum yang menyebabkan terjadinya inflamasi lokal (Valle, 2005).
Disebut tukak apabila robekan mukosa berdiameter ≥ 5 mm kedalaman
sampai submukosa dan muskularis mukosa atau secara klinis tukak adalah
hilangnya epitel superfisial atau lapisan lebih dalam dengan diameter ≥ 5
mm, yang dapat diamati secara endoskopis atau radiologis. Robekan
mukosa < 5 mm disebut erosi dimana nekrosis tidak sampai ke muskularis
mukosa dan submukosa. Tukak peptik merujuk kepada penyakit di salur
pencernaan bagian atas yang disebabkan oleh asam dan pepsin. Spektum
penyakit tukak peptik adalah luas meliputi kerusakan mukosa, eritema, erosi
mukosa dan ulkus (M. Aga Firza Diandra, 2009).

Pada pengguna NSAIDs, contohnya, indomethacin, diclofenac, dan


aspirin (terutamanya pada dosis tinggi), kerjanya yang menghambat enzim
siklooksigenase menyebabkan sintesis prostaglandin dari asam arakidonat
turut terhambat. Efek yang tidak diinginkan pada penggunaan NSAIDs
adalah penghambatan sistesis prostaglandin secara sistemik terutama pada
epitel lambung dan duodenum sehingga melemahkan proteksi mukosa.
Tukak dapat terjadi setelah beberapa hari atau minggu penggunaan NSAIDs
dan efek terhadap hambatan aggregasi trombosit menyebabkan bahaya
perdarahan pada tukak (M. Aga Firza Diandra, 2009).

Ada beberapa penyebab terjadinya tukak peptik, yaitu:


1. Infeksi Helicobacter pylori (HP)
2. Penggunaan NSAID
3. Hipersekresi Asam Lambung
4. Kondisi Stress-Related Erosive Syndrome (SRES) (M. Aga Firza Diandra,
2009).

Terapi Farmakologi
a. Antasida
Antasida adalah golongan obat yang digunakan dalam terapi
terhadap akibat yang ditimbulkan oleh asam yang diproduksi oleh lambung.
Umumnya antasida merupakan basa lemah, yang bereaksi dengan asam
lambung untuk membentuk air dan garam,sehingga menurunkan keamanan
lambung. biasanya bisa terdiri dari zat aktif yang mengandung alumunium
hidroksida, magnesium hidroksida, Natrium karbonat dan kalsium karbonat.
Terkadang antasida dikombinasikan juga dengan simetikon yang dapat
mengurangi kelebihan gas. Antasida bekerja dengan cara menetralkan
kondisi “terlalu”asam. Selain itu, antasida juga bekerja dengan cara
menghambat aktivitas enzim pepsin yang aktif bekerja pada kondisi asam.
Enzim ini diketahui juga berperan dalam menimbulkan kerusakan pada
organ saluran pencernaan manusia (Ernst Muschler,1991)..

b. Antagonis Reseptor H2 (H2RA – H2 Reseptor Antagonist)


Terapi menggunakan antagonis reseptor histamin H2 merupakan
terapi yang digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung berlebih.
Mekanisme aksi obat golongan antagonis reseptor histamin H2 yaitu dengan
cara mem-blok kerja dari histamin atau berkompetisi dengan histamin untuk
berikatan dengan reseptor H2 pada sel parietal sehingga mengurangi sekresi
asam lambung. Ada 4 antagonis reseptor histamin H2 yang sering digunakan
dalam pengobatan tukak peptik, yaitu simetidin, ranitidin, famotidin, dan
nizatidin.
Antagonis reseptor H2 juga menghambat sekresi asam lambung yang
distimulasi oleh makanan, insulin, kafein, pentagastrin, dan nokturnal.
Antagonis reseptor H2 mengurangi volume cairan lambung dan konsentrasi
H+. Seluruh senyawa yang termasuk antagonis reseptor H2 efektif
menyembuhkan tukak lambung maupun tukak duodenum (Ernst
Muschler,1991).
c. Proton Pump Inhibitor Proton (PPI)
Mekanisme kerja: Obat-obat golongan proton pump inhibitor
mengurangi sekresi asam lambung dengan jalan menghambat enzim H+,
K+, ATPase (enzim ini dikenal sebagai pompa proton) secara selektif dalam
sel-sel parietal. Enzim pompa proton bekerja memecah K+, H+, ATP yang
kemudian akan menghasilkan energi yang digunakan untuk mengeluarkan
asam dari kanalikuli sel parietal ke dalam lumen lambung. Ikatan antara
bentuk aktif obat dengan gugus sulfhidril dari enzim ini yang menyebabkan
terjadinya penghambatan terhadap kerja enzim. Kemudian dilanjutkan
dengan terhentinya produksi asam lambung (Ernst Muschler,1991).
d. Analog Prostaglandin
Mekanisme kerja: Prostaglandin E2 dan I2 dihasilkan oleh mukosa
lambung, menghambat seksresi HCl dan merangsang seksresi mukus dan
bikarbonat (efek sitoprotektif). Defisiensi prostaglandin diduga terlibat
dalam patogenesis ulkus peptikum. Contoh obat: Misoprostol (Ernst
muschler,1991).
e. Kelator dan Senyawa Kompleks
Sukralfat atau aluminium sukrosa sulfat adalah disakarida sulfat
yang digunakan dalam penyakit ulkus peptik. Mekanisme kerjanya dapat
membentuk suatu kompleks protein pada permukaan tukak yang
melindunginya terhadap HCl, pepsin dan empedu. Kompleks ini bertahan
K.I 6 jam disekitar tukak. Disamping itu juga menetralkan asam,menahan
kerja pepsin dan mengabsorbsi asam empedu. Resorsinya ringan (3-5%)
Ernst Muschler,1991).

II. Tujuan
a. Mempunyai keterampilan dalam melakukan percobaan antidiare.
b. Mempunyai keterampilan dalam melakukan percobaan antitukak.

III. Alat dan Bahan

Alat Bahan Hewan uji

1. Alat suntik 1 mL 1. Aquades 1. Mencit


2. Sonde oral 2. Infusa daun jambu 2. Tikus
3. Timbangan biji dengan
mencit konsentrasi 10%
3. Loperamid
4. Sukralfat
IV. Prosedur

4.1 Pengujian aktivitas antidiare (metode transit intestinal)

Dikelompokan mencit secara acak dalam 4 kelompok, masing – masing


kelompok terdiri dari 1 mencit. Kelompok 1 merupakan kelompok kontrol negatif
yang diberi aquades, kelompok 2 merupakan kelompok uji yang diberikan sediaan
infusa daun jambu biji, kelompok 3 merupakan kelompok pembanding yang
diberikan sediaan loperamid, dan kelompok 4 merupakan kelompok yg diberi
sediaan kaolin pektin. Sediaan diberikan dengan rute oral menggunakan sonde oral.
Setelah 45 menit, diberikan suspense norit pada mencit sebanyak 0,1 mL/ 10 gram
secara oral. Menit ke-65 di dikorban kan mencit dengan cara di dislokasi leher.
Dikeluarkan usus mencit secara hati – hati. Panjang seluruh usus dan bagian usus
yang dilalui markernorit mulai dari pylorus sampai ujung akhir (berwarna hitam)
diukur dari masing – masing hewan kemudian dihitung perbandingan jarak yang
ditempuh marker terhadap panjang usus keseluruhan. A= panjang usus yang dilalui
norit, B= panjang usus mencit. Disajikan data pengamatan dalam bentuk tabel dan
grafik. Data dianalisa secara statistic.

4.2 Pengujian Aktivitas Antitukak


Dikelompokan tikus secara acak dalam 3 kelompok, masing – masing
kelompok terdiri dari 2 tikus. Kelompok 1 merupakan kelompok kontrol negatif
yang diberi aquades, kelompok 2 merupakan kelompok kontrol positif yang diberi
aquades, dan kelompok 3 merupakan kelompok pembanding yang diberi sediaan
sukralfat. Sediaan diberikan dengan rute oral menggunakan sonde oral. Setelah satu
jam, diberikan etanol 70% 1 mL/ 100 g bb untuk menginduksi tukak lambung pada
tikus kecuali kelompok kontrol negatif. Selang 1 jam, tikus dikorbankan dengan
cara dislokasi leher. Pembedahan dilakukan pada setiap kelompok tikus untuk
mengamati kondisi tukak pada lambung. Dilakukan pengamatan dengan
mengamati jumlah dan keparahan tukak lambung pada tikus. Hasil yang didapat
dari pengamatan jumlah dan keparahan tukak dinilai dengan indeks menggunakan
Indeks Tukak (IT).
Keadaan lambung (tukak) dinilai dengan sistem pemberian bobot nilai :
A. Skor Penilaian Pembentukan Tukak Berdasarkan Jumlah Tukak

Skor Berdasarkan Jumlah Tukak Skor

Lambung normal 1

Bintik pendarahan 2

Jumlah tukak 1 – 3 3

Jumlah tukak 4 – 6 4

Jumlah tukak 7 – 9 5

Jumlah tukak >9 buah atau perforasi 6

B. Skor Penilaian Pembentukan Tukak Berdasarkan Keparahan Tukak

Skor Berdasarkan Keparahan Tukak Skor

Lambung normal 1

Bintik pendarahan atau tukak dengan diameter 2


atau panjang 0,5 mm
Tukak dengan diameter atau panjang 0,5 – 1,5 3
mm
Tukak dengan diameter atau panjang 1,6 – 4 4
mm
Tukak dengan diameter atau panjang >4 5

perforasi 6

Untuk menilai keadaan tukak yang terbentuk dapat digunakan Indeks Tukak
(IT) dengan persamaan sebagai berikut:

IT = J + L + 0,1(%I)
Keterangan:
IT = Indeks Tukak
J = Rataan skor jumlah tukak suatu kelompok perlakuan
L = Rataan skor keparahan tukak suatu kelompok perlakuan

Kemampuan antitukak bahan uji dalam menurunkan atau mengobati tukak


dinilai dengan:
IT kelompok kontrol positif − IT kelompok uji
𝐷𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑐𝑒𝑔𝑎ℎ𝑎𝑛 = × 100%
IT kelompok kontrol positif

V. Data Pengamatan

5.1 Perhitungan Dosis

5.1.1 Antidiare

a. Kontrol (kel. 5)
Bobot mencit : 32 gram
Dosis norit : 0,1 mL/10 g BB
32 𝑔𝑟𝑎𝑚
V. pemberian norit = 10 𝑔𝑟𝑎𝑚 x 0,1 mL

= 0,32 mL
b. Loperamid (kel. 5)
Dosis : 2 mg
Kekuatan sediaan : 0,832 mg/40 mL
Bobot mencit : 31 gram
Konversi dosis = 2 mg x 0,0026 = 0,0052 mg/20 g BB
31 𝑔𝑟𝑎𝑚
Dosis = 20 𝑔𝑟𝑎𝑚 x 0,0052 mg

= 0,00806 mg
0,00806 𝑚𝑔
V. pemberian = x 40 mL
0,832 𝑚𝑔

= 0,3875 mL
Dosis norit : 0,1 mL/10 g BB
31 𝑔𝑟𝑎𝑚
V. pemberian = 10 𝑔𝑟𝑎𝑚 x 0,1 mL

= 0,31 mL
c. Kaolin-pektin (kel. 1)
Kaolin pektin : 700 mg dosis mencit
: 700 mg x 0,0026 = 1,82 mg
27 𝑔𝑟𝑎𝑚
Konversi dosis : 20 𝑔𝑟𝑎𝑚 x 1,82 = 2,457 mg

Konsentrasi Kaolin-pektin : 145,6 mg/40 mL


2,457 𝑚𝑔
V. pemberian Kaolin-pektin : 145,6 𝑚𝑔 x 40 mL = 0,675 mL

Dosis norit : 0,1 mL/10 gram


27 𝑔𝑟𝑎𝑚
V. pemberian norit : 10 𝑔𝑟𝑎𝑚 x 0,1 mL = 0,27 mL

d. Infusa Daun Jambu Biji (kel. 7)


Dosis : 240 mg
Kekuatan sediaan infusa : 50 mg/40 mL
Kekuatan sediaan norit : 0,10 mL/100g
Berat mencit : 30 gram
Dosis mencit = Dosis manusia x Fk
= 240 mg x 0,0026
= 0,624 mg/20g BB
30 𝑔𝑟𝑎𝑚
Konversi dosis = 20 𝑔𝑟𝑎𝑚 x 0,624 mg

= 0,936 mg
V. pemberian infusa = 0,7488 Ml

30 𝑔𝑟𝑎𝑚
V. pemberian norit = 10 𝑔𝑟𝑎𝑚 x 0,10 mL

= 0,3 mL
5.1.2 Antitukak

a. Kontrol Positif (kel. 2)


Kekuatan sediaan etanol : 200 g/1 mL
Kekuatan sediaan aquadest : 200 g/ 1 mL
Berat tikus : 202 gram
202 𝑔𝑟𝑎𝑚
V. pemberian etanol = 200 𝑔𝑟𝑎𝑚 x 1 mL

= 1,01 mL
202 𝑔𝑟𝑎𝑚
V. pemberian aquadest = 200 𝑔𝑟𝑎𝑚 x 1 mL

= 1,01 mL

b. Kontrol Positif (kel. 7)


Kekuatan sediaan etanol : 200 g/1 mL
Kekuatan sediaan aquadest : 200 g/1 mL
Berat tikus : 148 g
148 𝑔𝑟𝑎𝑚
V. pemberian etanol = 200 𝑔𝑟𝑎𝑚 x 1 mL

= 0,74 mL
148 𝑔𝑟𝑎𝑚
V. pemberian aquadest = 200 𝑔𝑟𝑎𝑚 x 1 mL

= 0,74 mL

c. Kontrol Negatif (kel. 1)


Dosis aquadest : 1 mL/200 gram
Bobot tikus : 235 gram
235 𝑔𝑟𝑎𝑚
V. Pemberian = 200 𝑔𝑟𝑎𝑚 x 1 mL = 1,18 mL

d. Kontrol Negatif (kel. 4)


Bobot tikus : 189 gram
Dosis aquadest : 1 m L/200 g BB
189 𝑔𝑟𝑎𝑚
V. pemberian = 200 𝑔𝑟𝑎𝑚 x 1 mL

= 0,945 Ml
e. Sukralfat (kel. 3)
Dosis sukralfat : 1000 mg
Kekuatan sediaan : 720 mg/40 mL
Fk : 0,018/200 g BB
BB : 210 g BB
Kekuatan sediaan etanol : 1 mL/200 g BB
Dosis tikus = 0,018 x 1000 mg
= 18 mg/200 g BB
18 𝑚𝑔
Konversi dosis = 200 𝑔𝑟𝑎𝑚 x 210 gram

= 18,9 mg
18,9 𝑚𝑔
V. pemberian = x 40 mL
720 𝑚𝑔

= 1,05 mL
210 𝑔𝑟𝑎𝑚
V. pemberian etanol = 200 𝑔𝑟𝑎𝑚 x 1 mL

= 1,05 mL

f. Sukralfat (kel. 6)
Dosis manusia : 1000 mg
Kekuatan sediaan : 720 mg/40 mL
Bobot tikus : 224 gram
Konversi dosis = 1000 mg x 0,018
= 18 mg
224 𝑔𝑟𝑎𝑚
Dosis tikus = 200 𝑔𝑟𝑎𝑚 x 18 mg

= 20,16 mg
20,16 𝑚𝑔
V. pemberian = x 40 mL
720 𝑚𝑔

= 1,12 mL
Dosis alkohol : 1 mL/200 g BB
224 𝑔𝑟𝑎𝑚
V. pemberian = 200 𝑔𝑟𝑎𝑚 x 1 mL

= 1,12 mL
5.1.3 Perhitungan Indeks Tukak dan Daya Pencegahan
IT = J + L + 0,1 (%I)
Ket: IT : Indeks Tukak
J : Rata skor jumlah tukak suatu kelompok perlakuan
L : Rataan skor keparahan tukak suatu kelompok perlakuan
%I: Persen hewan mengalami tukak dari suatu kelompok perlakuan
a. Kontrol Positif (+)
2
% I = 2 𝑥 100 = 100

IT = 4+4+0,1 (100)
= 18 %

b. Kontrol Negatif (-)


0
% I = 2 𝑥 100 = 0

IT = 1+1+0,1 (0)
=2%

c. Sukralfat
2
% I = 2 𝑥 100 = 100

IT = 3,5+4+0,1 (100)
= 17,5 %

d. Daya Pencegahan
IT Kontrol (+) – IT Uji
Daya pencegahan = x 100 %
IT Kontrol (+)
18−17,5
= 𝑥 100 %
18

= 2,78 %
5.2 Tabel Pengamatan

5.2.1 Antidiare

Table 5.2.1 Data Pengamatan Antidiare pada Mencit


Kelompok Perlakuan Panjang usus yang Panjang usus Rasio Panjang
dilalui norit (a) mencit (b) Usus (a/b)
Kontrol 9 60 0,15
Loperamid 6,5 62 0,048
Kaolin-pektin 21 60 0,35
Infusa Daun Jambu 28,6 53,9 0,53
Biji
5.2.2 Antitukak

Kelompok Perlakuan Skor J Skor L %I IT


Jumlah Keparahan
Tukak Tukak
Kontrol Positif (kel. 2) 5 3 4 100 18
Kontrol Positif (kel. 7) 3 4 5
Kontrol Negatif (kel. 1) 1 1 1 1 2
Kontrol Negatif (kel. 4) 1 1 1
Sukralfat (kel. 3) 4 3 4 100 17,5
Sukralfat (kel. 6) 3 3,5 5

5.3 Grafik

Grafik 5.3 Perbandingan Obat Antidiare

Perbandingan Obat Antidiare


0.6
0.5
Rasio Panjang usus

0.4
0.3
0.2
0.1
0
Kontrol Loperamid Kaolin-pektin Infusa Daun
Jambu Biji
Kelompok Perlakuan
VI. Pembahasan

6.1. Antidiare
Diare diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan cairan
dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi buang air besar satu
kali atau lebih dengan bentuk encer atau cair (Suriadi dan Rita, Y., 2006), maka
untuk penyembuhan diare diperlukan antidiare.
Pada praktikum kali ini kami akan melakukan percobaan untuk mengetahui
sejauh mana aktivitas obat antidiare yaitu infusa daun jambu biji, loperamid,
dan kaolin pektin dapat menghambat diare dengan metode transit intestinal.
Pada percobaan antidiare hewan yang digunakan adalah mencit, digunakan
mencit sebagai hewan percobaan kali ini karena anatomi fisiologisnya yang sama
dengan anatomi fisiologis manusia dan karena mencit lebih mudah untuk ditangani.
Metode yang digunakan adalah metode transit intestinal, pada metode transit
intestinal yang menjadi parameter pengukuran adalah rasio antara panjang usus
yang dilalui norit dengan panjang usus mencit. Jika suatu bahan mempunyai efek
antidiare maka rasio panjang usus yang dihasilkan kecil sedangkan jika bahan yang
mempunyai efek laksatif (memperlancar pengeluaran isi usus) maka rasio yang
dihasilkan lebih besar. Kerja dari antidiare dan laksatif berlawan, antidiare
mempunyai mekanisme untuk menghambat diare/ buang air besar secara terus
menerus sedangkan laksatif bekerja dengan cara menstimulasi gerakan peristaltik
dinding usus sehingga mempermudah buang air besar (defekasi) dan meredakan
sembelit.
Pada percobaan digunakan 4 mencit yang ditimbang terlebih dahulu, berat
mencit diperlukan untuk menghitung takaran dosis yang digunakan dengan cara
mengonversi dosis. Mencit 1 diberi infusa daun jambu biji, mencit 2 diberi aquadest
(sebagai kontrol), mencit 3 diberi kaolin pektin, dan mencit 4 diberi loperamid
dengan takaran yang sudah dihitung, lalu obat itu diberi waktu 45 menit untuk
memberikan efek. Setelah 45 menit mencit diberi suspensi norit, norit berfungsi
sebagai marker kerja obat tersebut, semakin pendek panjang marker maka semakin
panjang obat tersebut memberikan efek antidiare. Pada t=65 menit mencit
dikorbankan secara dislokasi tulang leher, usus mencit dikeluarkan lalu diukur
panjang usus dan bagian usus yang dilalui marker norit. Panjang usus yang dilalui
norit kontrol 60 dan panjang usus mencitnya adalah 9, panjang usus yang dilalui
norit loperamid 62 dan panjang usus mencitnya adalah 6.5, panjang usus yang
dilalui norit kaolin pektin 60 dan panjang usus mencitnya adalah 21, panjang usus
yang dilalui norit infusa 53.9 dan panjang usus mencitnya adalah 28.6. Rasio
panjang usus dihitung dengan cara: panjang usus yang dilalui norit (a) dibagi
panjang usus mencit (b). Rasio panjang usus infusa daun jambu biji (a) 28.6/ (b)
53.9 = 0.53, rasio panjang usus kontrol (a) 9/ (b) 60 = 0.15, rasio panjang usus
kaolin pektin (a) 21/ (b) 60 = 0.35; dan rasio panjang usus loperamid (a) 6.5/ (b) 62
= 0.1048.
Rasio panjang usus diurutkan dari kecil ke yang lebih besar dari hasil
percobaan: loperamid, aquadest (kontrol), kaolin pektin, dan infusa daun jambu biji.
Rasio panjang usus loperamid yang dihasilkan lebih kecil dibanding dengan yang
lainnya yaitu 0.1048, hal tersebut sesuai dengan literatur karena loperamid
umumnya memiliki efek yang sangat cepat dalam menghentikan diare dibanding
dengan obat lain yang diberikan pada percobaan ini. Loperamid adalah derivat
opium yang digunakan untuk mengatasi diare nonspesifik akut dan kronis (Bishop,
2005) sehingga loperamid memberikan efek yang lebih cepat. Loperamid termasuk
obat antidiare golongan penekan peristaltik usus sehingga motilitas usus
diperlambat, obat ini digunakan ketika diare yang belum diketahui penyebabnya.
Loperamid banyak digunakan untuk mengurangi frekuensi defekasi pada diare viral
dan akut tanpa demam atau darah dalam tinja (Tjay dan Kirana, 2007).

Mencit yang diberi aquadest dengan rasio panjang usus 0.15. Aquadest
diberikan fungsinya sebagai kontrol agar perlakuan mencit pada saat percobaan
sama, maka seharusnya aquadest tidak memberikan efek apapun. Namun hal
tersebut dapat saja terjadi, karena adanya respon dari tubuh untuk mempertahankan
homeostatis. Homeostasis adalah berbagai proses fisiologik yang berfungsi
memulihkan keadaan normal setelah terjadi gangguan (Ganong, W. F., 2002).
Mencit yang diberi kaolin pektin dengan rasio panjang usus 0.35. Kaolin
pektin termasuk obat antidiare golongan adsorben yang mekanisme kerjanya
menyerap/ mengadsorpsi dan mengikat toksin, melapisi mukosa usus sehingga
racun/ mikroorganisme tidak bisa masuk, obat ini digunakan ketika diare yang
belum diketahui penyebabnya.

Mencit yang diberi infusa daun jambu biji dengan rasio panjang usus 0.53.
Infusa daun jambu biji memiliki banyak kandungan kimia, salah satunya tanin yang
memiliki fungsi antidiare, daun jambu biji memiliki kandungan tanin yang cukup
tinggi yang dapat memperkecil pori-pori usus, pengecilan pori-pori usus dapat
menghentikan sekresi elektrolit ke rongga usus sehingga usus tidak terstimulasi
untuk mengeluarkan feses. Infusa daun jambu biji memiliki reaksi lambat karena
daun jambu biji termasuk ke dalam obat herbal/ tradisional hal tersebut dapat
terlihat dari rasio panjang usus yang cukup besar.
Rasio panjang usus yang dihasilkan pada percobaan ini menunjukkan rasio
yang kecil, maka dapat disimpulkan bahwa semua obat yang digunakan memiliki
efek menghambat diare, sedangkan pada mencit kontrol rasio kecil yang didapat
karena pertahanan dari tubuh mencit itu sendiri yang masih normal dalam menjaga
homeostasis tubuhnya.
Dapat disimpulkan dari hasil percobaan ini bahwa obat yang lebih cepat
sebagai antidiare adalah loperamid, hal tersebut sudah sesuai dengan literatur.

6.2. Antitukak

VI Kesimpulan
Keterampilan yang harus dimiliki pada saat percobaan antidiare
menggunakan mencit adalah keterampilan memegang mencit, memberikan
obat secara oral kepada mencit, dan mendislokasi tulang leher mencit agar
percobaan dapat dilakukan dengan lancar dan tidak terjadi hal apa pun yang
tidak diinginkan.
Antitukak
DAFTAR PUSTAKA

Andrianto, P. 1995. Penatalaksanaan dan Pencegahan Diare Akut. Penerbit Buku


EGC. Jakarta

Bishop, Y. 2005. The Veterinary Formulary 6th Edition. Britain: The British
Veterinary Association.

Departemen Farmakologi dan Terapi UI, 2007. Farmakologi dan Terapi ed 5.


Jakarta : Penerbit UI Press.

Diandra Muhammad Aga Firza. 2009. Prevalensi Dan Karakteristik


Sosiodemografi Ulkus Peptikum. Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara: Medan

Ganong, W. F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Harkness, Richard.1984. Interkasi Obat. Bandung: Penerbit ITB.

Hendarwanto. 1996. Diare Akut Karena Infeksi Ilmu Penyakit Dalam. FKUI.
Jakarta.

Muschler Ernest.1991. Dinamika Obat, Farmakologi dan Toksikologi Edisi V.


Bandung: Penerbit ITB

Schanack, W., et al. 1980. Senyawa Obat, Edisi kedua. Yogyakarta : Gajah Mada
University Press.

Sunoto. 1996. Buku Ajar Diare. Depkes RI. Jakarta

Suriadi, & Rita, Y. (2006). Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta:
Penebar Swadaya.

Tjay, Tan Hoan dan Kirana, Rahardja. 2002. Obat-obat Penting, Khasiat,
Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya Edisi Kelima. PT Elex
MediaKomputindo. Jakarta
Tjay, T. H dan Kirana R. (2007). Obat-Obat Penting Penggunaan Dan Efek-Efek
Sampingnya Edisi V. Jakarta: PT Alex Medika Komputindo.

Anda mungkin juga menyukai