Anda di halaman 1dari 6

PEMBAHASAN

Salah satu pendekatan untuk penelitian tumbuhan obat adalah penapis senyawa
kimia atau biasa disebut dengan skrining fitokimia yang terkandung dalam tanaman.
Metode ini digunakan untuk mendeteksi adanya golongan senyawa alkaloid, flavonoid,
senyawa fenolat, tannin, saponin, kumarin, quinon, steroid / terpenoid (Teyler. V. E,
1988). Skrining fitokimia adalah metode analisis untuk menentukan jenis metabolit
sekunder yang terdapat dalam tumbuh – tumbuhan karena sifatnya yang dapat bereaksi
secara khas dengan pereaksi tertentu.

Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam suatu penelitian


fitokimia yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang golongan senyawa yang
terkandung dalam tanaman yang sedang diteliti. Metode skrining fitokimia dilakukan
dengan melihat reaksi pengujian warna dengan menggunakan suatu pereaksi warna.
Dengan maksud dan tujuan dari percobaan skrining ini adalah untuk
memberikan gambaran dan mengetahui mengenai golongan senyawa apa saja yang
terkandung dalam rimpang kunyit (curcuma domestika Val).
Pada percobaan skrining ini menggunakan beberapa perlakuan identifikasi
golongan senyawa-senyawa yakni identifikasi senyawa golongan alkaloid, identifikasi
senyawa golongan polifenolat, identifikasi senyawa golongan flavonoid, identifikasi
senyawa golongan saponin, identifikasi senyawa golongan antrakuinon, identifikasi
senyawa golongan saponin, dan identifikasi senyawa golongan flavonoid, identifikasi
senyawa golongan monoterpena dan seskuiterpena, dan identifikasi senyawa golongan
triterpenoid dan steroid.
ALKALOID
Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Pada
umumnya alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih
atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid
biasanya tanpa warna, seringkali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal,
tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (Teyler. V. E., 1988).
Alkaloid dapat dideteksi dengan beberapa pereaksi pengendap. Pereaksi Mayer
mengandung kalium iodida dan merkuri klorida, dengan pereaksi ini alkaloid akan
memberikan endapan berwarna putih. Pereaksi Dragendorff mengandung bismuth
nitrat dan merkuri klorida dalam asam nitrat berair. Senyawa positif mengandung
alkaloid jika setelah penyemprotan dengan pereaksi Dragendorff membentuk warna
jingga (Sastrohamidjojo, 1996).
Pada simplisia rimpang kunyit, tidak teridentifikasi adanya senyawa alkaloid
berdasarkan uji dengan perekasi Meyer (K2[HgI2]), Dragendorff (K[BiI4]), karena tidak
terbentuk endapan pada masing-masing pengujian.

Berikut perkiraan persamaan reaksi alkaloid dengan pereaksi Mayer:

Berikut perkiraan persamaan reaksi alkaloid dengan pereaksi Dragendorff:

(Harbone, 1996).
POLIFENOLAT
Polifenol adalah kelompok zat kimia yang ditemukan pada tumbuhan. Zat ini
memiliki tanda khas yaitu memiliki banyak gugus phenol dalam molekulnya. Polifenol
sering terdapat dalam bentuk glikosida polar dan mudah larut dalam pelarut polar
(Harborne, J. B., 1996).
Uji polifenolat dilakukan dengan cara memanaskan simplisia yang ditambah
dengan air sebanyak 10 mL ke dalam penangas air. Pemanasan ini berfungsi untuk
melarutkan polifenol agar terpisah dari bagian tubuh tumbuhan sampel. Larutan
disaring yang bertujuan untuk mendapatkan senyawa polifenol yang lebih banyak dan
mencegah senyawa polifenol bercampur kembali dengan serbuk simplek. Setelah
dingin, ditambah dengan FeCl3 terbentuk endapan coklat. Terbentuknya endapan
coklat karena FeCl3 berfungsi untuk membentuk kompleks. FeCl3 ditambahkan saat
larutan dingin agar tidak teroksidasi. Berarti rimpang kunyit positif mengandung
polifenolat.
FLAVONOID
Flavonoid merupakan golongan fenol terbesar senyawa yang terdiri dari C6-
C3-C6 dan sering ditemukan berbagai macam tumbuhan dalam bentuk glikosida atau
gugusan gula bersenyawa pada satu atau grup hidroksil fenolik (Sirait, 2007).
Flavonoid merupakan golongan metabolik sekunder yang disentesis dari asam piruvat
melelalui metabolisme asam amino (Bhat et al, 2009). Flavonoid adalah senyawa fenol,
sehingga warnannya berubah ditambah basa atau amonia. Terdapat sekitar 10 jenis
flavonoid yaitu antosianin, proantosianin, flavonolflavon, glikoflavon, khalkon, auron,
flavanon, dan soflavon (Harbone, 1987).
Pada uji flavonoid, terlihat bahwa pada kunyit teridentifikasi adanya flavonoid
dengan berubahnya warna larutan menjadi kuning. Berikut perkiraan persamaan reaksi
flavonoid dengan penambahan serbuk Mg, HCl, dan amil alkohol:
(Harbone, 1987)

SAPONIN
Saponin merupakan senyawa polar. Senyawa ini membentuk busa karena adanya
kandungan glikosidan yang memiliki kemampuan membentuk busa dalam air yang
terhidrolisis menjadi glukosa. Senyawa ini mampu mampu mempertahankan busanya
setelah penambahan asam berdasarkan persamaan reaksi:

(Harbone, 1987)
Menurut Robinson (1995) senyawa yang meiliki gugus polar dan non polar
bersifat aktif permukaan sehingga saat saponin dikocok dengan air dapat membentuk
misel. Pada struktur misel, gugus polar menghadap keluar sedangkan gugus non
polarnya menghadap kedalam, keadaan inilah yang tampak seperti busa (Robinson, T.
1995).
Uji saponin dilakukan dengan mencampurkan serbuk rimpang kunyit ke dalam
tabung reaksi yang berisi akuades. Kemudian tabung reaksi ditutup dan di kocok kuat-
kuat selama 10 detik. Kemudian dibiarkan tabung dalam posisi tegak selama 10 menit.
Hasil uji positif apabila terbentuk buih setinggi minimal 1 cm dan stabil setelah
ditambahkan beberapa tetes HCl. Pada simplisia rimpang kunyit saat identifikasi tidak
menunjukkan adanya senyawa metabolit sekunder golongan saponin.
DAFTAR PUSTAKA
Bhat, S. V., B. A. Nagasampagi and S. Meenakshi. 2009. Natural Products :
Chemistry and Application. Narosa Publishing House, New Delhi.
India.
Harbone, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Bandung: ITB.
Harborne, J. B., (1996), Metode Fitokimia, diterjemahkan oleh Kosasih
Padmawinata dan Iwan Soediro, Edisi II, ITB Press: Bandung.
Robinson, T. 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi,, ITB Press,
Bandung
Sastrohamidjojo, H., (1996), Sintesis Bahan Alami, Universitas Gadjah Mada
Press: Yogyakarta.
Sirait, M. 2007. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi. Institut Teknologi
Bandung,
Bandung.
Teyler. V. E., et al, (1998), Pharmacognocy, 9th ed., Lea and Febiger,
Philadelphia.

Anda mungkin juga menyukai