Anda di halaman 1dari 8

Laprak skrining fitokimia

Alkaloid
Alkaloid termasuk senyawa yang bersifat basa lemah dapat diekstraksi dengan
pelarut semipolar dalam suasana basa atau dengan alkohol dalam suasana asam. Pada
percobaan ini dilakukan dengan metode yang pertama, yakni serbuk simplisia ditambahkan
dengan NH4OH (basa) hal ini dilakukan untuk mengendapkan alkaloidnya, kemudian
ditambahkan pelarut kloroform (semi polar) sehingga didapat senyawa-senyawa yang
bersifat semi polar seperti alkaloid, lipid, pigmen, dan senyawa lainnya.
Pada pengujian alkaloida penambahan HCl 1% sebanyak 10ml berfungsi untuk menarik
alkaloid dan membentuk garam alkaloid. Filtrat yang dihasilkan dibagi menjadi dua yaitu
tabung A dan B. Tabung B1 filtrat ditambahkan pereaksi dragendroff yang berfungsi
sebagai pembanding apakah senyawa yang terkandung merupakan alkaloid atau tidak,
karena alkaloid akan memberikan endapan dengan reagen dragendroff. Tabung
B2ditambahkan pereaksi mayer, yang fungsinya untuk mendeteksi alkaloid, dimana
pereaksi ini akan berikatan dengan alkaloid melalui ikatan koordinasi antara atom N
alkaloid dan Hg pereaksi mayer sehingga menghasilkan senyawa kompleks merkuri yang
non polar mengendap berwarna putih. Reaksi pada uji alkaloid ini dengan pereaksi mayer
adalah N + KHgI4 Hg-N ( putih). Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan tabung
B1 yang ditambahkan dragendroff menghasilkan warna coklat menunjukan hasil negatif (-
). Tabung B2 yang ditambahkan pereaksi mayer tidak menghasilkan endapan menunjukkan
hasil (-). Percobaan ini sesuai dengan jurnal literatur pada uji aktivitas antioksidan ekstrak
daun salam (syzygium polyanthum).

Flavonoid
Pengujian flavonoid diawali dengan perendaman simplisia dengan air panas, dan
diambil filtratnya. Flavonoid merupakan senyawa fenol yang mudah larut dalam air karena
umumnya mereka sering kali berikatan dengan gula sebagai glikosida, HCl ditambahkan
agar kemudian terbentuk aglikon flavonoid (memisahkan flavonoid dari senyawa gula
yang mengikatnya). Setelah amilalkohol ditambahkan dan dikocok kuat akan terbentuk 2
lapisan, lapisan amilalkohol berada diatas dan lapisan amilalkohol menjadi berwarna
kuning menunjukan adanya senyawa flavonoid. Hasil ini sesuai dengan jurnal literatur
(Winarto,2004) menyatakan bahwa daun salam mempunyai kandungan kimia
tanin,flavonoid dan minyak atsiri.

Saponin
Pada uji saponin filtrat daun salam, setelah dilakukan pengocokan kuat pada filtrat
terbentuk busa yang sangat tinggi paada tabung reaksi, busa ini terjadi karena rantai gula
yang terkandung dalam filtrat pecah. Untuk membuktikan busa yang terbentuk
merupakan hasil dari adanya rantai gula yang pecah ditambahkan HCl encer busa tetap
stabil, hal ini menunjukan bahwa sampel daun salampositif mengandung saponin. Hal ini
sesuai dengan jurnal literatur.
STEROID DAN TRITERPENOID
Senyawa golongan steroid memiliki bioaktivitas yang penting, misalnya dalam pembentukan
struktur membran, pembentukan hormon dan vitamin D, sebagai penolak dan penarik serangga
dan sebagai anti mikroba dan senyawa triterpenoid memiliki aktivitas sebagai antibakteri
(Ardiansyah, 2004). Steroid adalah triterpenoid yang mempunyai bensiklopentana
perhidrofenantren yang biasanya larut dalam pelarut yang kurang polar (Febriany, 2004).
Sehingga proses perendaman 1 gram serbuk simplisia dilakukan dalam pelarut n-heksana yang
bersifat nonpolar dan dipanaskan selama 10 menit. Penambahan pelarut n-heksana berfungsi
untuk proses ekstraksi dan pemanasan akan membantu mempercepat proses ekstraksi. Setelah
dipanaskan, dilakukan penyaringan untuk mendapatkan filtrat dan filtrat diuapkan sehingga
senyawa steroid dan triterpenoid akan tertinggal di residu. Lalu residu yang dihasilkan diteteskan
dengan pereaksi libermann-buchard. Pereaksi Lieberman-Burchard merupakan campuran antara
anhidra asetat dan H2SO4 pekat. Ketika senyawa ditetesi oleh H2SO4 pekat maka anhidrida
asetat akanbereaksi dengan asam sehingga atom C pada anhidria membentuk karbokation,
karbokation ini akan bereaksi dengan atom O pada gugus OH senyawa triterpenoid ( Latifah,
2015). Uji positif triterpenoid memberikan warna merah atau ungu dan uji positif steroid
memberikan warna hijau atau biru (Harborne, 1987). Namun hasil yang diperoleh menunjukkan
hasil negatif, dimana residu yang diberi pereaksi liebermann-buchard tidak menunjukkan
perubahan warna. Hasil yang diperoleh sesuai dengan literatur dimana pada uji steroid dan
triterpenoid pada sampel daun salam menggunakan pelarut Lieberman-Bouchardad menunjukkan
hasil yang negatif, dan menunjukkan hasil yang positif pada pereaksi CeSO4 1% dalam H2SO4
(Dani dkk, 2012). Perbedaan hasil ini disebabkan karena kepekaan/kesensitifan setiap pereaksi
yang menunjukkan ada atau tidaknya senyawa alkaloid, flavonoid, steroid dan terpenoid (Dani
dkk, 2012).

KUMARIN
Kumarin merupakan golongan senyawa fenilpropanoid yang memiliki cincin lakton lingkar
enam dan memiliki inti 2H-l-benzopiran2-on dengan rumus molekul C9H5O Kumarin memiliki
aktivitas farmakologi sebagai antikoagulan, kumarin menghambat sintesis protombine dan
mencegah pembentukan preparat faktor pembekuan darah (Pengelly, 2005). Pada identifikasi
kumarin dilakukan dengan memasukkan 1 g simplisia daun salam ke dalam tabung reaksi dan
menambahkan 10 ml kloroform. Penambahan kloroform dimaksudkan karena kloroform
merupakan pelarut non polar sehingga kloroform dapat menarik senyawa kumarin yang juga
bersifat non polar. Kemudian sampel dipanaskan selama 20 menit agar ekstraksi berlangsung
cepat. Lalu dilakukan penyaringan untuk memisahkan ampas dengan filtrat. Filtrat yang
didapatkan, dipansakan hingga kering dengan tujuan untuk menguapkan pelarut kloroform.
Kemudian ditambahkan 10 ml air panas sehingga dapatkan bentuk larutan yang setelahnya
ditambahkan 0,5 ml amonia (NH4OH) 10% untuk bereaksi dengan kumarin agar kumarin dapat
berflorosensi, karena kumarin tidak dapat berfluorosensi sendiri (tidak punya gugus kromofor).
Pengamatan kumarin dilakukan dibawah sinar UV dengan panjang gelombang 365 nm yang
menunjukkan hasil positif jika berfluorosensi warna hijau-biru. Dari percobaan yang dilakukan
menunjukkan hasil negative karena simplisia daun salam tidak menghasilkan fluoresensi hijau-
biru. Berdasarkan literature dari penelitian yang dilakukan oleh Hermansyah, 2008 daun salam
mengandung kumarin. Kami memperkirakan ketidaksesuaian hasil dengan literatur dikarenakan
pemanasan yang dilakukan selama 20 menit menghasilkan filtrate yang sangat sedikit dan tidak
sebanding dengan jumlah air panas yang ditambahkan karena terlalu banyak.

MINYAK ATSIRI
Minyak atsiri adalah zat berbau yang terkandung dalam tanaman, biasanya terdiri dari berbagai
campuran persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H), dan oksigen
(O). Minyak atsiri mengandung sitral dan eugenol yang berfungsi sebagai anastetik dan
antiseptik (Adrianto, 2012). Identifikasi minyak atsiri dilakukan dengan mengekstraksi 1 gram
simplisia menggunakan pelarut heksan karena pelarut heksan bersifat nonpolar akan menarik
minyak atsiri yang juga bersifat nonpolar. Lalu dipanaskan selama 10 menit untuk mempercepat
proses ekstraksi. Setelah didapatkan filtrat hasil ekstraksi, filtrat diuapkan pada cawan hingga
didapatkan residu minyak atsiri pada dasar cawan. Selanjutnya residu dilarutkan dengan pelarut
alkohol, hal ini disebabkan minyak atsiri sangat mudah larut dalam pelarut organic (Gunawan,
2010). Setelah dilarutkan, filtrat diuapkan. Penguapan filtrat ini bertujuan agar minyak atsiri
yang sudah larut dalam alkohol dapat teridentifikasi. Dimana minyak atsiri yang sudah larut
dalam alkohol akan ikut menguap dan menghasilkan bau yang khas yang menandakan hasil
positif mengandung minyak atsiri. Dari percobaan yang dilakukan menunjukkan hasil yang
positif. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa daun salam mengandung tanin,
flavonoid, minyak atsiri, saponin, triterpenoid, dan polifenol (Adrianto, 2012)
IDENTIFIKASI GOLONGAN TANIN
Tanin merupakan senyawa polifenol dengan bobot molekul tinggi (1000-20000) yang
mengandung gugus hidroksil dan gugus lainnya (misalnya karboksil) untuk membentuk komplek
yang kuat dengan protein dan molekul lain seperti karbohidrat, membran sel bakteri, dan enzim
pencernaan (Harborne, 1996).
Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khusus
dalam jaringan kayu. Menurut batasannya, tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk
kepolumer mantap yang tidak larut dalam air. Secara kimia terdapat dua jenis utama tanin yang
tersebar tidak merata dalam dunia tumbuhan. Tanin terkondensasi hampir terdapat di dalam paku
pakuan dan gimnospermae, serta tersebar luas dalam angiospermae, terutama pada jenis
tumbuhan berkayu. Sebaliknya tanin yang terhidrolisis penyebarannya terbatas pada tumbuhan
berkeping dua (Harbrone, J.B, 1987)..

Tanin ini sendiri bermanfaat untuk mencegah oksidasi kolesterol LDL di dalam darah
sehingga dapat mengurangi resiko terkena stroke. Konsumsi makanan yang mengandung
taninpun sebaiknya tidak dalam jumlah yang berlebihan karena tanin memiliki kemampuan
tersendiri untuk berikatan dengan protein dan zat besi, sehingga mengurangi jumalah kedua zat
gizi ini di dalam tubuh. Tanin merupakan astrigen, polifenol tanaman terasa pahit yang dapat
mengikat serta mengendapkan protein. Tanin umumnya banyak digunakan dalam pengobatan,
seperti pengobatan hemostatic (menghentikan pendarahan), wasir dan diare.

Uji tanin dilakukan dengan cara sebanyak 1 gram serbuk simplisia ditambahkan 100 ml
air, dididihkan selama 15 menit. Pemanasan ini berfungsi untuk melarutkan tanin agar terpisah
dari bagian tubuh tumbuhan sampel. Kemudian larutan disaring saat panas yang bertujuan untuk
mendapatkan senyawa tanin yang lebih banyak dan mencegah tanin bercampur kembali dengan
serbuk simplek. Setelah itu didinginkan. Filtrat yang diperoleh dibagi menjadi tiga bagian dalam
tabung reaksi. Satu tabung digunakan sebagai kontrol dan dua tabung lainnya untuk uji golongan
tanin.
Ke dalam salah satu tabung reaksi uji, ditambahkan larutan FeCl3. Tujuan penambahan
FeCl3 untuk membentuk kompleks antara Fe dan tanin. Senyawa kompleks terbentuk karema
adanya ikatan kovalen koordinasi antara ion atau atom logam dengan atom non logam (Effendy,
2017). FeCl3 ditambahkan saat larutan dingin agar tidak teroksidasi. Filtrat dinyatakan positif
mengandung tanin jika terbentuk warna biru tua atau hijau kehitaman. Semakin pekat warna
hijau yang timbul, semakin banyak kandungan tanin dalam hijauan tersebut. Hasil praktikum
menunjukkan daun salam positif mengandung tanin ditandai dengan larutan berwarna biru tua
kehitaman. Hal ini sesuai dengan literature. (JURNAL DI HP AMEL)
Ke dalam tabung reaksi lainnya ditambahkan 15 ml pereaksi stiasny. Pereaksi stiasny
(campuran formaldehida 30% dan asam klorida pekat 2:1) berfungsi sebagai pereaksi spesifik
untuk senyawa golongan Tanin Katekuat. Kemudian dipanaskan di atas penanggas air agar
terpisah dari bagian tubuh tumbuhan sampel. Jika terbentuk endapan merah muda menunjukkan
adanya tanin takekuat (tanin terkondensasi). Hasil praktikum menunjukkan daun salam posisif
mengandung tanin terkondensasi.
Selanjutnya endapan disaring, lalu filtrate dijenuhkan dengan natrium asetat.
Penambahan Na asetat bertujuan untuk menghidrolisa tanin yang ada membentuk tanin galat.
Kemudian ditambah beberapa tetes FeCl3 1% untuk membentuk kompeks. Jika terbentuk warna
biru tua menunjukkan adanya tanin galat (tanin terhidrolisis). Hasil praktikum menunjukkan
warna bening yang artinya negative.

IDENTIFIKASI GOLONGAN KUINON


Senyawa kuinon adalah suatu senyawa turunan dari senyawa aromatik yang memiliki
senyawa karbonil yang unik. Strukturnya siklik dan tergolong
kedalam diketon yang berkonjugasi. Semua senyawa kuinon ini memiliki warna sebagai sifat
khasnya. Kuinon berfungsi dalam metabolisme sebagai agen pentransfer satu elektronuntuk
membentuk radikal semiquinon yang kurang stabil pada reduksi yang dapat balik. Senyawa
kuinon diklasifikasikan dalam beberapa jenis yaitu,Benzokuinon, Naftokuinon, dan Antrakuinon.
(Hart, 1983: 224).
Pada identifikasi golongan kuionon diambil 5 ml larutan dari percobaan II ke dalam
tabung reaksi. Sebelumnya pada larutan percobaan II dibuat dengan sebanyak 2 gram serbuk
simplisia ditambahkan 100 ml air panas dan dididihkan selama 5 menit. Pemanasan tersebut
bertujuan untuk mempercepat reaksi. Kemudian disaring dengan kertas saring dan diperoleh
filtrat. Setelah diambil 5 ml dari larutan tersebut, ditambahkan beberapa tetes larutan NaOH 1 N.
Jika terbentuk warna merah menunjukkan adanya gugus kromoform yang merupakan khas
senyawa golongan kuinon. Gugus kromoform adalah suatu gugus fungsi yang memiliki peranan
menyebabkan suatu senyawa memiliki warna. Larutan berwarna merah tersebut menjadi lebih
intensif dengan penambahan KOH/NaOH, karena KOH/NaOH termasuk dalam gugus
auksokrom yang mempunyai peranan untuk memberikan warna lebih intensif pada suatu
senyawa. Auksokrom dapat berfungsi tidak lepas kaitannya dengan adanya kromoform di dalam
senyawa tersebut. Hasil identifikasi golongan kuinon pada daun salam adalah warna coklat yang
menunjukkan negative. Hal ini sesuai dengan literature bahwa daun salam tidak mengandung
golongan kuinon. (JURNAL YG DI HP AMEL)

DAFTAR PUSTAKA
Hart, H. 1983. Kimia Organik. Terjemahan Suminar, Jakarta: Erlangga.
Harborne JB. 1996. Metode Fitokimia: Cara Menganalisis Tanaman. Terjemahan K.
Padmawinata & I Sudiro. Bandung: ITB Pr.
Literature nya daun salam mengandung apa aja ituu yg jurnal ituu kmrn liatnya di hp kakamel yg
ada tabel salam mengandung apa aja, aku cari jurnalnya ganemu2 lelah
Adrianto, A. W. 2012. Uji Daya Antibakteri Ekstrak Daun Salam (Eugenia polyantha Wight)
dalam pasta Gigi Terhadap Pertumbuhan Streptococcus mutans. Jember: FKG Universitas
Jember
Ardiansyah, 2004, Daun Beluntas sebagai Bahan Antibakteri dan Antioksidan, Berita IPTEK.
Com
Bahriul, putrawan, dkk. 2014. uji aktivitas antioksidan ekstrak daun salam
(syzygium polyanthum) dengan menggunanakan 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil. Universitas
tadulako: Palu.
Dani, Ira Wulan, dkk. 2012. PENGHAMBATAN PERTUMBUHAN Aspergillus flavus DAN
Fusarium moniliforme OLEH EKSTRAK SALAM (Eugenia polyantha) DAN KUNYIT
(Curcuma domestica). Jurnal Fakultas MIPA. Universitas Sumatera Utara. Medan
Febriany, S. 2004. Pengaruh Beberapa Ekstrak Tunggal Bangle dan Gabungannya yang
Berpotensi Meningkatkan Aktivitas Enzim Lipase secara In Vitro. Bogor. Fakultas MIPA
IPB
Gunawan, D., dan Mulyani, S. (2010). Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) jilid I. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Harborne JB. 1996. Metode Fitokimia: Cara Menganalisis Tanaman. Terjemahan K.
Padmawinata & I Sudiro. Bandung: ITB Pr.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan.
Bandung: Penerbit ITB
Hart, H. 1983. Kimia Organik. Terjemahan Suminar, Jakarta: Erlangga.
Hermansyah. (2008). Isolasi dan karakterisasi Flavonoid Dari Daun Salam (Polyanthi folium).
Padang: Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Andalas.
Latifah, 2015. Identifikasi Golongan Senyawa Flavonoid dan Uji Aktivitas Antioksidan pada
Ekstrak Rimpang Kencur Kaempferia galanga L. Dengan Metode DPPH. Skripsi. UIN
Malang. Malang.
Pengelly, A. (2005). Constituents of Medicinal Plants, 2nd ed. Australia: Sun Flower Herbal.
Samudra, Arum. 2014. Karakterisasi ekstrak etanol daun salam ( syzygium
polyanthum) dari tiga tempat tumbuh di indonesia.
repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/.../1/ARUM%20SAMUDRA.pdf
Samudra, Arum. 2014. Karakterisasi ekstrak etanol daun salam ( syzygium
polyanthum) dari tiga tempat tumbuh di indonesia.
repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/.../1/ARUM%20SAMUDRA.pdf
Bahriul, putrawan, dkk. 2014. uji aktivitas antioksidan ekstrak daun salam
(syzygium polyanthum) dengan menggunanakan 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil. Universitas
tadulako: Palu.

Anda mungkin juga menyukai