Uji fitokimia terhadap kandungan senyawa kimia metabolit sekunder merupakan langkah
awal yang penting dalam penelitian mengenai tumbuhan obat atau dalam hal pencarian
senyawa aktif baru yang berasal dari bahan alam yang dapat menjadi precursor bagi sintesis
obat-obat baru atau menjadi prototype senyawa aktif tertentu. Oleh karenanya, metode uji
fitokimia harus merupakan uji sederhana tetapi terandalkan. Metode uji fitokimia yang
banyak digunakan adalah metode reaksi warna dan pengendapan yang dapat dilakukan di
lapangan atau di laboratorium (Iskandar et al, 2012).
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di zona khatulistiwa (tropik) dan
terkenal mempunyai kekayaan alam dengan beranekaragam jenis tumbuhan, tetapi potensi ini
belum seluruhnya dimanfaatkan sebagai bahan industri khususnya tumbuhan berkasiat obat.
Masyarakat Indonesia secara turun-temurun telah memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan
untuk bahan obat tradisional baik sebagai tindakan pencegahan maupun pengobatan terhadap
berbagai jenis penyakit. Pemanfaatan tumbuhan obat tradisional akan terus berlangsung
terutama sebagai obat alternatif, hal ini terlihat pada masyarakat daerah yang sulit dijangkau
oleh fasilitas kesehatan modern. Dalam masa krisis ekonomi seperti saat ini, penggunaan obat
tradisional lebih menguntungkan karena relatif lebih mudah didapat, lebih murah dan dapat
diramu sendiri, selain itu bahan bakunya dapat ditanam di halaman rumah sebagai penghias
taman ataupun peneduh halaman rumah (Sulianti et al, 2005).
Penemuan berbagai senyawa obat baru dari bahan alam semakin memperjelas peran penting
metabolit sekunder tanaman sebagai sumber bahan baku obat. Metabolit sekunder adalah
senyawa hasil biogenesis dari metabolit primer. Umumnya dihasilkan oleh tumbuhan tingkat
tinggi, yang bukan merupakan senyawa penentu kelangsungan hidup secara langsung, tetapi
lebih sebagai hasil mekanisme pertahanan diri organisma. Aktivitas biologi tanaman
dipengaruhi oleh jenis metabolit sekunder yang terkandung didalamnya. Aktivitas biologi
ditentukan pula oleh struktur kimia dari senyawa. Unit struktur atau gugus molekul
mempengaruhi aktivitas biologi karena berkaitan dengan mekanisme kerja senyawa terhadap
reseptor di dalam tubuh (Lisdawati et al., 2007).
Penapisan fitokimia dilakukan menurut metode Cuiley (1984). Penapisan fitokimia dilakukan
untuk mengetahui komponen kimia pada tumbuhan tersebut secara kualitatif. Misalnya:
identifikasi tannin dilakukan dengan menambahkan 1-2 ml besi (III) klorida pada sari
alkohol. Terjadinya warna biru kehitaman menunjukkan adanya tanin galat sedang warna
hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin katekol (Praptiwi et al, 2006).
Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi harus mempunyai kepolaran yang berbeda. Hal ini
disebabkan kandungan kimia dari suatu tumbuhan hanya dapat terlarut pada pelarut yang
sama kepolarannya, sehingga suatu golongan senyawa dapat dipisahkan dari senyawa lainnya
(Sumarnie et al, 2005).
Hingga saat ini sudah banyak sekali jenis fitokimia yang ditemukan, saking banyaknya
senyawa fitokimia yang didapatkan maka dilakukan penggolongan senyawa agar
memudahkan dalam mempelajarinya, adapun golongan senyawa fitokimia dapat dibagi
sebagai berikut:
(1) Alkaloid, alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang kebanyakan
heterosiklik dan terdapat di tetumbuhan.
(2) Flavonoid, flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar yang terdapat
dalam semua tumbuhan berpembuluh. Semua flavonoid, menurut strukturnya merupakan
turunan senyawa induk flavon yang mempunyai sejumlah sifat yang sama. Dalam tumbuhan,
aglikon flavonoid terdapat dalam berbagai bentuk struktur. Semuanya mengandung atom
karbon dalam inti dasarnya yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6, yaitu dua cincin
aromatik yang dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk
cincin ketiga.
(3) Kuinon, senyawa dalam jaringan yang mengalami okisdasi dari bentuk kuinol menjadi
kuinon.
(4) Tanin dan Polifenol, Tanin adalah polifenol tanaman yang berfungsi mengikat dan
mengendapkan protein.. Polifenol alami merupakan metabolit sekunder tanaman tertentu,
termasuk dalam atau menyusun golongan tanin.
(5) Saponin, saponin adalah suatu glikosida yang ada pada banyak macam tanaman. Fungsi
dalam tumbuh-tumbuhan tidak diketahui, mungkin sebagai bentuk penyimpanan karbohidrat,
atau merupakan waste product dari metabolisme tumbuh-tumbuhan.
(6) TriTerpenoid, TriTerpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam
satuan isoprena dan secara biosintesis dirumuskan dari hidrokarbon yang kebanyakan berupa
alcohol, aldehida atau asam karbohidrat.
(7) Skrining Senyawa Monoterpenoid dan Seskuiterpenoid, Serbuk simplisia digerus dengan
eter, kemudian dipipet sambil disaring. Filtrat ditempatkan dalam cawan penguap, kemudian
dibiarkan menguap hingga kering. Kepada hasil pengeringan filtrat ditambahkan larutan
vanillin 10% dalam asam sulfat pekat. Terjadinya warna-warna menunjukkan adanya
senyawa mono dan seskuiterpenoid (Nurhari, 2010).
1. Alat
Mortir, Stemper, Spirtus dan kaki tiga, Tabung reaksi, Kertas saring, Erlenmeyer, Pipet tetes.
2. Bahan
Ekstrak simplisia, Gelatin 1%, FeCl3, NaOH, Kloroform, Amonia encer, HCl 2N, Serbuk Zn,
Larutan alcohol : Asam Klorida (1:1), Amil alkohol, Anis aldehid, Asam sulfat, Vanilin,
Pereaksi mayer, Pereaksi Dragendorf.
Prosedur
Simplisia ditambahkan air dan digerus dalam mortar hingga lumat, kemudian
ditambahkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan lagi sedikit air dan panaskan.
Setelah dingin tabung dikocok kuat kuat selama beberapa menit. Pembentukan busa
sekurang kurangnya setinggi 1cm dan persisten selama beberapa menit dan tidak hilang
dengan penambahan asam menunjukan adanya saponin.
Simplisia digerus dalam mortar dan dipanaskan dengan air di atas penangas air,
kemudian disaring. Filtrat yang dihasilkan dimasukan kedalam tabung reaksi. Setelah itu,
ditambahkan serbuk Zn, larutan alcohol asam kloroda (1:1) dan amil alcohol. Kemudian
campuran dikkocok kuat-kuat. Adanya flavonoid akan menyebabkan filtrat berwarna
merah, kuning atau jingga yang dapat ditarik oleh amil alcohol.
Simplisia digerus dan dipanaskan dengan air, kemudian disaring. Filtrat ditetesi larutan
NaOH. Terbentuk warna kuning hingga merah menunjukan adanya senyawa kelompok
kuinon.
Simplisia disari dengan eter, kemudian sari eter diuapkan hingga kering. Pada residu
diteteskan pereaksi Lieberman-Burchard. Penambahan pereaksi dilakukan dalam
keadaan dingin. Terbentuknya warna ungu menunjukan bahwa dalam simplisia
terkandung senyawa kelompok triterpenoid, sedangkan bila terbentuk warna hijau-biru
menunjukan adanya senyawa kelompok steroid.
Simplisia disari dengan eter, kemudian sari eter diuapkan hingga kering. Pada residu
diteteskan pereaksi anisaldehid-asam sulfat atau vanillin-asam sulfat. Penambahan
pereaksi dilakukan dalam keadaan dingin. Terbentuknya warna-warna menunjukan
adanya senyawa monoterpene dan seskuiterpen.
Data Hasil Pengamatan
Saponin
ekstrak&estrak (+)
Departemen Kesehatan RI. 1989. Materia Medika Indonesia Jilid IV. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Farnworth, N., dkk., 1995. Cara Kromatografi Preparatif. Bandug: Penerbit ITB
Djamil, R dan Anelia, T., 2009, Penapisan Fitokimia, Uji BSLT dan uji Antioksidan Ekstrak
Metanol beberapa jenis Papilionaceae, Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, Vol. 7 No.
2 Hal 65-71
Tjitrosoepomo, G. 2007. Taksonomi Tumbuhan (Spermatohyta). Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta. hal. 119.